Mundhak apa aneng ngayun,
Amdhedher kaluputan,
siniran ing banyu lali,
lamun tuwuh dadi kekembangan beka
Mundhak apa aneng ngayun,
Amdhedher kaluputan, siniran ing banyu lali,
lamun tuwuh dadi kekembangan beka
Aksara Jawanipun :
ꦩꦸꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦄꦥꦄꦤꦺꦁꦔꦪꦸꦤ꧀
ꦄꦩ꧀ꦝꦺꦣꦺꦂꦏꦭꦸꦥꦸꦠꦤ꧀
ꦱꦶꦤꦶꦫꦤ꧀ꦆꦁꦧꦚꦸꦭꦭꦶ꧈
ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦠꦸꦮꦸꦃꦣꦝꦶꦏꦼꦏꦼꦩ꧀ꦧꦔꦤ꧀ꦧꦺꦏ
Artinya :
Apa guna menjadi pembesar, jika hanya menanam benih kesalahan yang disiram air kealpaan (lupa),
Akhirnya tumbuh pohon bencana
Raden Ngabehi Rangga Warsita Ronggorwarsito; lahir 15 Maret 1802-24 Desember 1873 di Surakarta, Jawa Tengah dikenal sebagai pujangga besar dan terakhir yang hidup di Kasunanan Surakarta. Sebagai pujangga beliau meninggalkan banyak sekali karya sastra yang memuat kata-kata motivasi salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Serat Kalatidha.
Serat Kalatidha ditulis tahun 1860 Masehi dalam bentuk tembang macapat. Hingga kini, banyak dari masyarakat Jawa, khususnya orang-orang tua, masih menghapal setidaknya satu bait dari syair Serat Kalatidha. Hal ini membuktikan bahwa Serat Kalatidha merupakan salah satu karya sastra yang ternama. Baiklah, berikut ini kata-kata motivasi pagi yang telah saya rangkum dari Serat Kalatidha.
Kata-kata Motivasi untuk Diri dan Sesama
1
“Mundhak apa aneng ngayun, Amdhedher kaluputan, siniram ing banyu lali, lamun tuwuh dadi kekembangan beka.”
Arti: Apa gunanya ada menjadi pembesar, jika hanya menanam benih kesalahan yang disiram air kealpaan (lupa). Akhirnya tumbuh pohon bencana.
2
“Lamun sarwa putus, kapinteran simpenen ing pungkur, bodhonira katokna ing ngarsa yekti, gampang traping tindak tanduk, amawas pambekaning wong.”
Arti: Jika telah paham, simpanlah kepandaian di belakang, perlihatkan kebodohan di depanmu, memudahkan cara bersikap, memahami sikap orang lain.
3
“Akeh lumuh katokna balilu, marma tansah mintonaken kawruh pribadi, amrih denalema punul.”
Arti: Banyak-banyaklah menahan diri dan memperlihatkan kebodohan, jangan menonjolkan kemampuan sendiri, dan jangan pelihara sikap ingin dipuji.
4
“Kaping lima tapaning suksma puniku, gelara marta-martani, lega legawa ing kalbu, aja munasikeng janmi, amonga atining wong.”
Arti: Yang kelima (dari tujuh) tapa suksma itu, bersikaplah rendah hati, tulus ikhlas dari hati, jangan mengganggu seseorang, jagalah perasaan orang lain.
5
“Upama jun kurang banyu, kocak-kocak kendhit ing wong, menawi kebak kang jun, yekti anteng denindhit ing lambung, iku bae kena kinarya palupi, pedah apa umbag umum, mundhak kaeseman ing wong.”
Bila bejana kurang airnya, terguncang dan berbunyi, jika penuh air dalam bejana, pasti tenang saat digendong, itu saja bisa dianggap contoh, untuk apa sombongkan diri, hasilnya ditertawakan orang.
Kajian Kalatidha (4): Mundhak Apa Aneng Ngayun ?
Bait ke-4, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita :
Dasar karoban pawarta,
bebaratan ujar lamis,
pinudya dadya pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti,
mundhak apa aneng ngayun,
Andhedher kaluputan.
Siniram ing banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembenging beka.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Pokok persoalannya adalah mendapat berita,
kabar angin yang seolah-olah,
akan ditunjuk sebagai pemuka.
Akhirnya malah tersingkir.
Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Hanya menebarkan kesalahan.
Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.
Kajian per kata :
Dasar (pokok persoalannya) karoban(mendapat) pawarta (berita), bebaratan (kabar angin) ujar (perkataan) lamis (berpura-pura, seolah-olah), pinudya (ditunjuk) dadya (sebagai) pangarsa (pemuka). Pokok persoalannya adalah mendapat berita, kabar angin yang seolah-olah, akan ditunjuk sebagai pemuka.
Bait ini mengungkap lebih dalam pokok masalah yang mendera sang pujangga. Berawal dari kabar angin yang dibawa seorang yang berpura-pura (lamis) tadi, bahwa beliau akan ditunjuk menjadi seorang pemuka.
Mengingat serat ini ditulis setelah sang pujangga memasuki usia matang, maka tak heran kalau kabar ini sangat membuat beliau berharap lebih. Mengingat beliau sebagai pujangga yang banyak karya-karyanya ternyata kariernya mentok. Pangkat beliau pun terhenti, ditilik dari gelar beliau yang hanya seorang Raden Ngabehi. Bandingkan dengan kakek beliau yang sesama pujangga namun bergelar Kanjeng Raden Tumenggung, yakni KRT Yasadipura.
Wekasan (akhirnya) malah (malah) kawuri (tersingkir). Akhirnya malah tersingkir.
Setelah sempat menaruh harap akhirnya tidak menjadi kenyataan, bahkan beliau tersingkir posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa hubungan beliau dengan raja yang berkuasa waktu itu kurang baik. Hal ini tampak masuk akal mengingat jasa beliau mengapa beliau dimakamkan di Palar, sebuah kecamatan yang jauhnya 25 km dari pusat kerajaan, dan bukan termasuk wilayah kotaraja.
Yen (kalau) pinikir (direnungkan) sayekti (sungguh-sungguh), mundhak (bertambah) apa (apa) aneng (menjadi) ngayun (pemuka). Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh, bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Dalam gatra ini sang pujangga mulai mengambil hikmat dari peristiwa yang beliau alami. Dengan menimbang-nimbang untung ruginya. Sebenarnya kalau menjadi pemuka apa sih yang bertambah? Kok saya demikian berharap.
Andhedher (menebarkan) kaluputan (kesalahan). Hanya menebarkan kesalahan.
Memang benar, menjadi pemuka, pejabat atau pemimpin jika tidak cakap justru berbuah hina. Hanya menebarkan banyak kesalahan, blunder, salah langkah, dan mungkin kedzaliman. Oleh karena itu ada untungnya juga tak jadi ditunjuk sebagai pemimpin.
Siniram ing banyu(seperti tenggelam) lali (dalam kealpaan). Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Pemimpin yang tidak cakap dan tak tahan godaan justru seringkali lupa diri. Tenggelam dalam kealpaan, kekhilafan, kemunafikan, pencitraan, dan aneka penyimpangan lain.
Lamun (jika) tuwuh (membesar) dadi (menjadi) kekembenging (penuh dengan) beka (kerepotan, kesusahan). Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.
Jika tidak segera sadar justru semakin lama semakin menjadi-jadi, kelak penyimpangannya semakin membesar hingga menimbulkan kesusahan. Baik bagi orang banyak karena kebijakannya yang salah, juga bagi diri sendiri karena bisa-bisa menuntunnya ke bui.
Dalam bait ini Ki Ranggawarsita secara apik menggambarkan pergolakan batin beliau. Sejak timbul kekecewaan, sampai munculnya kesadaran untuk mencari hikmat dari setiap keadaan yang menimpanya. Kita beruntung ada orang berjiwa besar yang mau berbagai pengalaman batinnya kepada kita sehingga kita bisa meneladaninya. Orang lain mungkin akan mengubur setiap rasa ketidakpuasaannya dalam-dalam dan menampilkan muka manis demi sebuah citra diri. Namun beliau bukan orang seperti itu.
Imajiner Nuswantoro