Kisah Hanyakrawati, Ambisi Politik Mataram dan Insiden Panggung Krapyak
Selama hidupnya Panembahan Senopati/Sutawijaya memiliki 6 istri, yaitu:
(1) Nyai Adisara putri Sunan Prawoto yang menurunkan Ratu Pembayun dan Kentol Kejuron (Pangeran Puger)
(2) Nyai Rara Semangkin putri Sunan Prawoto, dinikahi ketika masih berstatus gadis pingitan / calon selir Sultan Pajang, menurunkan Raden Rangga
(3) Rara Lembayung (Niken Purwosari) putri Ki Ageng Giring III yang menurunkan Jaka Umbaran (Pangeran Purbaya)
Ketiganya dinikahi Danang Sutawijaya sebelum menjadi Raja di Mataram.
(4). Waskita Jawi atau Ratu Mas Mustika Jawi putri Ki Ageng Penjawi dari Pati yang menurunkan Mas Jolang (Panembahan Hanyokrowati)
(5) Raden Ayu Retno Dumilah putri Pangeran Timur/Rangga Jumena bin Sultan Trenggono Demak menurunkan: RM. Julig (P. Pringgalaya), RM. Bagus (P. Balitar/Pnb. Juminah) dan RM. Keniten (Adipati Mertalaya ing Madiun)
(6) Nyai Riyo Suwanda putri Panembahan Agung Kajoran menurunkan Raden Bathotot (P. Jayaraga Ponorogo) dan Pangeran Harya Menggala.
Pasca wafatnya Panembahan Senopati di Bale Kajenar pada 1601, Mas Jolang menggantikan sang ayah sebagai Raja (1601-1613), nama aslinya Raden Mas Jolang dengan gelar Panembahan Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati Ing Ngalaga Mataram.
Satu gelar yang merangkumi seluruh gelar yang kala itu biasa disematkan pada para raja di Jawa karena didalamnya mengandung gelar "Panembahan", Susuhunan (Sunan), Sri, dan Prabu. Hal Ini menandakan bahwa penerus Raja Mataram pertama ini benar-benar ingin diakui sebagai Raja seluruh Jawa.
Dan yang lebih dahsyat adalah disematkannya gelar Hanyokrowati yang diambil dari kara Cakravartin sosok Mahadiraja yang menguasai jagad raya dimana roda kereta perangnya selalu berputar dan menjadi pusat kekuasaan semesta. Gelar yang dipakai oleh Sri Kertanegara denhan konsep Cakra Mandala Dwipantara, konsep politik agresif yang ingin menguasai Nusantara dengan menaklukkan daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Hal ini tidak mengherankan karena kitab Pararaton ditulis pada th 1600 M (1522) S. Panembahan Senopati, sang ayah mengkonsep Mataram yang diapit oleh Bagelen dan Pajang seperti Singosari yang diapit oleh Balitar di barat dan Puger di timur. Karenanya putra-putra dan keturunannya memakai sebutan Pangeran Singosari, Pangeran Puger dan Pangeran Balitar.
Untuk menopang kebesaran gelar Hanyokrowati, Mas Jolang tercatat mewarisi kepiawaian ayahnya dalam strategi perang, maka dalam gelarnya juga disematkan gelar “Senapati Ing Ngalaga Mataram” yang maksudnya orang yang pandai teknik berperang dari Mataram.
Sebelum menjadi Sultan menggantikan ayahnya, Mas Jolang tercatat gemilang dalam misi militer, sebab ketika ayahnya memerintahkannya untuk menumpas pemberontakan pamannya sendiri Adipati Pragola dari Pati yang kecewa karena Senopati menjadikan Retno Dumilah putra Pangeran Timur sebagai permaisurinya bersaingan dengan kakaknya, Ratu Waskita Jawi dari Pati.
Mas Jolang sukses menjalankan perintah ayahnya, meskipun Mas Jolang sendiri dikisahkan tidak mampu menandingi pamannya dalam duel yang menyebabkan luka pada bagian selangkangan dan kemaluannya, akan tetapi Mas Jolang tercatat mampu menumpas banyak prajurit dari Kadipaten Pati. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1600, satu tahun sebelum pengangkatannya sebagai Sultan kedua Mataram.
Pasca peristiwa tersebut terjadi salah paham antara Trah Pati dan Trah Mataram. Adipati Pragolapati memutuskan untuk menyingkir ke Bagelen, wafat pada 1600 M dan dimakamkan di kompleks masjid Santren Bagelen dan berputra: Raden Mas Jumantoko dimakamkan di bukit Satria, Kaliwatubhumi Butuh, KanjengRatu Beruk / Putri Murtisari dan RM. Bauredjo. Adapun Ki Ageng Penjawi menurut Babad Kebanaran menetap di Kedunglumbu, Mandiraja, Banjarnegara dan dimakamkan di Banaran utara Kali Sapi, adapun Nyai Adisara di gunung Santri selatan Kali Sapi.
Putri sulung Senopati Rara Pembayun yang dikikahi Ki Ageng Wanabaya memilih keluar dari Kotagede dan menurunkan Bagus Maduseno menurunkan Bagus Bodronolo menurunkan Kertasuta menurunkan Ki Curiga menurunkan Kertawangsa dan bergelar Tumenggung Kolopaking di Panjer Kebumen.
Putra kedua Senopati Raden Rangga meninggal di usia yang masih belia. Putra ketiga Kentol Kejuron atau Pangeran Puger putra dari istri Adisara yang lebih tua dari Mas Jolang merasa lebih berhak atas tahta Mataram dan memberotak terhadap kekuasaan adiknya Hanyakrawati di daerah pegunungan Kendeng dengan dibantu Adipati Panjer dan Adipati Geding dari Demak.
Untuk mengakhiri aksi pemberontakan tersebut Hanyakrawati pada 1605 mengirim pasukan Bagelen yang dipimpin oleh Tumenggung Bocor, dibantu Ki Ngabèhi Ngrawa (Mirit), Ki Tumenggung Ngawu-awu (Ngombol), Ki Rangga Kalegèn, Ngabehi Kaleng (Puring), Ngabehi Jenar (Purwodadi), Ngabehi Jayuda dari Nglugu, Ki Rangga Sura, Ngabehi Sangutoya, Ngabehi Jayawikrama dari Sampang, dan Nilasrabra dari Kredhetan. Sebagai pucuk pimpinan dipegang oleh Ki Gede Mestaka (Tumenggung Suranata) dari Masjid Demak.
Pada akhirya di tahun 1605 Pangeran Puger dapat ditangkap dan diasingkan ke sebuah daerah di Kota Kudus yang kini bernama Desa Demaan. Disana ia memperdalam agama Islam dan menjadi seorang muballigh di Demaan. Ki Gede Mestaka dianangkat sebagai Adipati Demak dengan gelar Tumenggung Endranata. Sayang kelak Tumenggung Endranata menghasut putra Pangeran Puger Adipati Pragolati II untuk memberontak terhadap Sultan Agung.
Selain menghadapi pemberontakan dari kakak tirinya, pada 1607 Panembahan Hanyakrawati juga menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh adik tirinya dari Gadingrejo Raden Mas Barthotot (Pangeran Jayaraga) Dalam rangka menumpas pemberontakan ini Panembahan Hanyakrawati mengutus adiknya yang lain yang bernama Raden Mas Julig (Pangeran Pringgalaya), Pangeran Mertalaya dan Adipati Ponorogo Tumeggung Rangga Wicitra. Pangeran Jayaraga wafst pada 1613 dan dimakamkan di bukit Tumpak Swangon di kaki gunung Loreng.
Pada 1610 Hanyakrawati berusaha menginvasi Surabaya untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya dilakukan dimasa Panembahan Senopati. Diketahui Surabaya sebelumnya Penguasa Surabaya telsh meluaskan wilayahnya sampai pulau Bawean, Sukadana, Banjarmasin, Gresik, Lamongan, Tuban hingga ke Demak, ini menyebabkan akses Mataram ke luar terputus.
Hanyakrawati dan pasukannya merangsek masuk ke daerah perbatasan barat Surabaya, sebagai percobaan sekaligus untuk mengukur kekuatan Surabaya. Lalu pada tahun 1612 dilanjutkan serangan ke Lamongan, yang menjadi wilayah kekuasaan Surabaya lainnya dengan dipimpin oleh Adipati Martalaya dari Madiun.
Hingga tahun 1613, serangan Mataram kian dekat ke Surabaya. Pada tahun yang sama inilah Gresik berhasil ditaklukkan. Hal ini membuat Tuban dan Pati turut takluk ke Mataram. Tetapi kondisi teritorial wilayah Surabaya yang banyak diliputi rawa, hutan, dan benteng pertahanan menjadikan ekspansi Mataram di bawah Hanyakrawati tidak berhasil menaklukkan Surabaya, hanya memperlemah perekonomiannya saja.
Di tahun-tahun terakhir berkuasa, Hanyakrawati mulai mengembangkan politik luar negeri dengan menjalin hubungan dengan utusan Belanda dari Amsterdam. Yang cukup mengejutkan, ia memiliki seorang utusan bernama Juan Pedro Italiano, yang diduga adalah seorang petualang bangsa Eropa dari Venezia yang telah masuk Islam.
Saat itu, Panembahan Hanyakrawati tertarik menjalin kontak dengan Belanda setelah Belanda mendirikan kantor dagang pertamanya di Gresik. Pada tahun 1613, Hanyakrawati melalui utusannya Juan Pedro Italiano menyampaikan kepada Gubernur Jenderal Pieter Both di Maluku terkait keinginan raja Mataram untuk mengadakan persekutuan.
Tawaran Hanyakrawati tak disia-siakan Belanda. Pada 22 September 1613 kapal Pieter Both berlabuh di Jepara dengan salah satu penumpangnya adalah Jan Pieterzoon Coen. Setelah mendarat, J.P. Coen dan Kapten Appolonius Schotte bertemu dengan bupati Jepara dan bupati Kudus yang ditugaskan Mataram untuk melobi utusan Belanda.
Loji sementara Belanda pun kemudian didirikan di Jepara setelah sebelumnya berdiri di Gresik. Utusan Belanda mendengar informasi dari penguasa Kendal tentang rencana Raja Mataram terkait komoditas dagang yang cukup menjanjikan yaitu beras. J.P. Coen menilai Belanda sangat tergantung dslsm hal ini kepada Mataram. Ia melihat beras di Jawa sangat berlimpah-limpah dan potensial untuk diperdagangkan Belanda.
Loji Belanda di Jepara kemudian benar-benar didirikan. Kepala Perdagangan Belanda Lambert Dirckxz kemudian tinggal disana dengan bermodalkan uang 2.500 rial untuk membeli beras. Ia juga menyelidiki barang-barang lain yang bisa diperdagangkan. Keinginan Raja Mataram Panembahan Hanyakrawati bersekutu dengan Belanda pada waktu itu bisa dipahami karena Mataram adalah negara baru. Sedangkan Belanda juga pendatang baru yang baru saja tiba di Nusantara dengan misi mencari kekayaan, monopoli perdagangan dan mencari daerah jajahan.
Hubungan persekutuan dengan Belanda yang didamba-dambakan Hanyakrawati pada akhirnya dirusak oleh Sultan Agung, yang menjadi penerusnya. Sultan Agung yang naik tahta pada 1613 adalah raja yang punya ambisi besar menyatukan seluruh Jawa. Dua kali beliau menyerang Batavia pada 1628 dan 1629 dan berhasil membawa kepala Gubernur Jendral Batavia JP. Coen ke Mataram lewat operasi telik sandi Mataram yang dipimpin Nyi Mas Utari Sanjaya Ningrum, cucu Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Siapa gerangan Sultan Agung yang berani mengubah haluan politik luar negeri Susuhunan Hanyokrowati dan memindahkan ibukota ke Kerto? Tidak cukup disitu, beliau membangun sendiri kompleks pemakaman raja-raja Mataram di Pajimatan Imogiri, padahal sudah ada makam kotagede?? Bila Panembahan Senopati disebut seda ing Kajenar maka Panembahan Hanyakrawati disebut seda ing Krapyak. Bagaimana ceritanya ?
Dalam Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Hanyakrawati disebutkan wafat secara misterius pada malam Jumat tanggal 1 Oktober 1613 (Babad Sengkala, 1535 Jawa). Penyebab kematian hingga sekarang tidak diketahui secara mutlak, hanya dikisahkan, apabila Panembahan Hanyakrawati meninggal alasannya kecelakaan karena diserang banteng gila yg mengamuk sewaktu berburu kijang dalam Hutan Krapyak.
Apakah sedemikian lemah perlindungan keamanan seorang Raja hingga tidak terlindungi bahkan tewas diseruduk seekor banteng gila? Adakah perwira prajurit yg bertanggungjawab dalam insiden tragis itu? Sementara dalam Babad Tanah Jawi disebutkan Panembahan Hanyakrawati wafat di Krapyak karena sakit parah tanpa kejelasan penyakitnya.
Sumber lain, Babad Mataram menjelaskan apabila Panembahan Hanyakrawati tewas karena diracun oleh Juru Taman Danalaya, abdi kesayangan Raja sendiri! Abdi ini dikisahkan acapkali menimbulkan keonaran dalam lingkungan Kraton dengan menyamar menjadi Raja, sehingga menyesatkan mata para istri serta selir Raja.
Kematian Hanyakrawati yang terkesan mendadak sepertinya melibatkan konspirasi tingkat tinggi di internal elit kerajaan, sehingga kematiannya menjadi misteri dan penuh dugaan-dugaan.
Dalam Babad Nitik Sarta Cabolek Kangjeng Sinuwun Sultan Agung ing Mataram kagungan B.P.H. Buminata putra ingkang Sinuwun Hamengku Buwono VII Ngayogyakarta dijelaskan insiden Paggung Krapyak secara detail. Berbeda dengan babad-babad lain, dalam babad ini diterangkan bahwa Mas Jolang dan Mas Rangsang adalah kakak adik putra Panembahan Senopati. Bila Mas Jolang putra dari permaisuri Ratu Waskita Jawi dari trah Pati, maka Mas Rangsang putra dari permaisuri Retno Dumilah dari trah Madiun.
Menurut Babad Nitik Sarta Cebolek, bertepatan dengan Selasa Kliwon, bulan Ruwah, tahun Dal 1509 (sekitar 1587) penembahan Senopati duduk di singgasana di hadapan istri dan putra-putranya dan menggelar sayembara, agar siapa di antara putra-putranya yang bisa menggulingkan kursi singgasana yang didudukinya, “ia bakal menurunkan raja-raja se-tanah Jawa,” Ternyata tak satupun putra-putra Senopati yang bisa menggulingkan kursi singgasananya. Termasuk pula putra sulungnya, Pangeran Purubaya, dan juga adiknya Hanyakrawati.
Tetapi tanpa diduga, putri Madiun Retno Dumilah istri Senopati yang sedang mengandung, ternyata mampu menggulingkan kursi singgasana raja. Maka Senopati pun secara rahasia mengatakan pada Purubaya:
“Anakku Purubaya, ketahuilah bahwa kelak yang dapat menurunkan raja-raja di tanah Jawa adalah bayi yang sedang dikandung oleh Yayi Ratu Retno Dumilah. Sedangkan adikmu Adipati Anom (Hanyakrawati) tidak bisa menurunkannya raja-raja se-Tanah Jawa sebab ia sudah bukan lelaki lagi. Dan meskipun ia berputra, Pangeran Martapura, namun ia sakit ingatan. Dan ia pun bukan lelaki sejati…,” kata Purubaya, menuturkan kembali soal pesan rahasia Panembahan Senopati.
Sabda Pandita Ratu ‘tan kena wolak-walik’, apa sabda raja harus terlaksana. Tidak bisa dibolak-balik. Purubaya berjanji akan menjunjung sabda raja itu. Sementara putra mahkota calon pengganti Senopati, Pangeran Adipati Anom (Hanyakrawati), risau. Bagaimana kalau nanti yang lahir dari Retno Dumilah anak lelaki?
Lima bulan setelah sayembara “dampar Mataram” itu, Ratu Ayu Retno Dumilah ternyata melahirkan bayi lelaki yang tampan. Sinuhun Senopati menamainya RM Rangsang.
Dan pada waktunya wafatlah Kanjeng Panembahan Senopati, pada mangsa Kasa, tahun Alip 1523 (1601 M) di Bale Jajensr. Ia dimakamkan di belakang Masjid Agung Kota Gede. Kemudian pada tahun itu, jatuh pada mangsa Sadha, bulan Besar, Pangeran Adipati Anom dinobatkan menjadi Sultan Mataram dengan gelar Sinuhun Amangkurat Adi Hanyakrawati.
Panembahan Hanyakrawati yang khawatir akan perkembangan Mas Rangsang menyuruh kaksaknya Pangeran Purubaya untuk membunuhnya. Tetapi sesampainya di Madiun Pangeran Purubaya tidak membunuhya dan menyuruh Mas Rangsang keluar dari Madiun kemanapun tujuannya. Selama tiga setengah tahun Mas Rangsang mengembara dari hutan ke hutan dengan nama samaran Santriadi dari alas Ketonggo di Jejeran, Jatinom sampai alas Bengkung tempat berburu Panembahan Hanyakrawati, satu tempat yang dipersiapkan untuk membunuh Mas Rangsang yang selanjutnya bergelar Harya Manggala, pemberian dari Ki Ageng Gribig.
Dalam pertemuan keduanya di alas Bekung Hanyakrawati berkata kepada kakaknya Pangeran Purubaya :
"Kangmas Purubaya, itu adimas Harya Manggala tampak. Dialah yang menjadi penghalangku dalam mengemudikan Mataram. Oh, kangmas. Andaikata dulu Kangmas benar-benar membunuhnya, tentu tak akan terjadi peristiwa ini. Ini semua adalah akibat kelalaian Kangmas, tidak menepati perintah raja…,”
Kata Purubaya: “Hal ini saya lakukan karena saya mengutamakan amanat ayah almarhum..,” kata abang kandung Prabu Hanyakrawati ini. Mendengar jawaban Purubaya ini, Hanyakrawati semakin marah. Diambilnya tombak bertangkai wregu (tangkai palem wregu), Sang Prabu berniat membunuh adiknya, Harya Manggala. Tetapi keburu Pangeran Purubaya dengan cekatan menghunus keris pusaka Kiai Panji. Keris ia tikamkan ke dada sang Prabu Adi Hanyakrawati.
Bersamaan dengan itu, Pangeran Purubaya memberi isyarat kepada abdinya dengan seekor banteng yang sudah disiapkan untuk dibunuh bersamaan dengan ditusuknya sang prabu. Banteng terkapar, bersamaan dengan terkaparnya sang Prabu ke tanah!
Kemudian Pangeran Purubaya beserta para abdi berteriak, bahwa sang Prabu Adi Hanyakrawati wafat ditanduk banteng hitam, karena memegang tombak bertangkaikan wregu. Banteng pembunuh itu kemudian diusung sebagai bukti, bahwa Prabu Adi Hanyakrawati wafat diseruduk binatang tersebut.
Esok harinya, jenazah Prabu Hanyakrawati dimakamkan di sebelah barat masjid besar Mataram, Kota Gede, dekat dengan ayahandanya, Panembahan Senopati, Kanjeng Sultan Kajenar. Adapun Prabu Adi Hanyakrawati dikenal dengan nama Kanjeng Sinuwun Seda Krapyak. Sebelum meninggal beliau mengakui kesalahannya dengan mengingkari pesan ayahandanya yang memilih Mas Rangsang sebagai penerusnya. Namun beliau berpesan agar putra beliau Mas Wuryah diangkat sebagai Raja Mataram walau hanya sehari.
Dalam Babad Sengkala dikisahkan, setelah 4 hari Mangkatnya Raja, pada Senin pagi tanggal 4 Oktober 1613, Raden Mas Martapura dinobatkan jadi Raja Mataram bergelar Panembahan Adipati Martapura oleh Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya. Tetapi pada sore harinya, Raja Baru dimohon mengadakan perjamuan rapat agung yang memuat saran Adipati Mandaraka agar Raja Baru turun tahta dan menyerahkan tahta kepada Raden Mas Rangsang.
Dengan mengetahui alur cerita tersebut kita mengetahui bahwa peristiwa terbunuhnya Panembahan Hanyakrawati di tempat perburuan di Krapyak menjelaskan adanya konflik tingkat tinggi di internal keraton Mataram yang melibatkan para tokoh elite istana.
Panembahan Hanyakrawati mempunyai dua istri permaisuri yaitu Ratu Adi (Dyah Banowati putri Pangeran Benawa) dari Pajang dan Ratu Tulungayu dari Ponorogo serta beberapa istri selir yang menurunkan:
1. Radèn Mas Wahya / Pangeran Arya Mangkubumi dari istri selir Mas Angsoka.
2. Radèn Mas Jantur / Pangeran Arya Bumidirja dari istri selir Mas Angsana Begelen dikenal sebagai Kyai Bumi leluhur kota Kebumen.
3. Radèn Mas Wurya / Pangeran Martapura dari istri permaisuri Ratu Lungayu) nama Pangeran Martapura yang mrnjadi raja satu hari.
4. Radèn Ajêng Walik / Ratu Mas Pandansari menikah dengan Pangeran Pekik Surabaya dari istri permsisuri Ratu Adi.
5. Putri dari permaisuri Ratu Lungayu mrninggal muda.
6. Radèn Ajêng Ambar dari selir Mas Angsoka meninggal muda.
7. Radèn Ajêng Tulak dari permaisuri Ratu Adi beegelar Ratu Mas Sêkar istri triman Radèn Mas Londhoh yang bergelar Pangeran Răngga ing Pathi.
8. Radèn Mas Simbar / Pangeran Buminata dari selir Mas Sumarsana Taji
9. Radèn Mas Salata / Pangeran Adipati Natapura dari permaisuri Ratu Lungayu.
10. Radèn Mas Sanjata / Pangeran Adipati Mamenang dari permsisuri Ratu Adi
11. Radèn Mas Cakra / Pangeran Adipati Sularong dari permaisuri Ratu Lungayu.
12. Radèn Ajêng Tamsir dari selir mBok Rara Racik bergelar Radèn Ayu Wirakusuma ing Jipang.
13. Radèn Mas Seba / Pangeran Adipati Pringgalaya dari permaisuri Ratu Lungayu
14. Radèn Ajêng Tempe dari selir mBok Rara Racik menjadi istri triman putra dari Panêmbahan Jurukithing yang bernama Radèn Wirasamêta.
Foto Dokumentasi pendukung artikel :
Sumber referensi :
- https://www.sastra.org/arsip-dan-sejarah/umum/3186-sajarah-dalem-pangiwa-lan-panengen-padmasusastra-1902-1122?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR1m-tKHAWn863AFyQU6PVn8Ja5Q6BUhX2XKQyF2GJejr20sE0dPeANts0I_aem_AcmIquh63jtPDnktLAGqVdrKSao-0-flkStQuhM_lX8OAS9pQnmQ-_DEw4h28Y9gwpAsEj17jkRE2muF-Ml-QNmZ
- Babad Nitik Sarta Cebolek… (terjemahan, 1980)
- https://kerisnews.com/2018/08/26/sultan-agung-bukan-anak-hanyakrawati-2/
- https://batu.jatimtimes.com/baca/292412/20230709/012700/panembahan-hanyakrawati-raja-mataram-pertama-yang-menjalin-kontak-dengan-belanda
- https://batu.jatimtimes.com/baca/298085/20231010/031500/kisah-nyimas-adisara-pangeran-puger-dan-tahta-hanyakrawati
Koleksi Artikel Imajiner Nuswantoro