SUNAN DRAJAT
Pepiling Sunan Drajat :
Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada) Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan).
Sunan Drajat (versi 1)
Sunan Drajat Berdakwah Lewat Jalur Sosial
Berdakwah dengan Ajaran Catur Piwulang
Ajaran Pepali Pitu dari Sunan Drajat Sebagai Pijakan Hidup Sehari-hari
Seni Budaya Juga Menjadi Jalur Dakwahnya
Sunan Drajat merupakan salah satu sunan dalam jajaran Wali Songo.
Ayahnya adalah Sunan Ampel dengan Dewi Candrawati yang merupakan puteri dari Arya Teja.
Sunan Drajat ini merupakan adik bungsu dari Sunan Bonang.
Sunan Drajat lahir pada tahun 1470 Masehi di Ampeldenta dan wafat di tahun 1522 Masehi di Paciran, Lamongan.
Sunan Drajat dikenal dengan jiwa sosialnya dan ajarannya untuk selalu membantu sesama.
Sejak kecil, beliau sangat cerdas sehingga mudah menyerap ilmu-ilmu agama yang diajarkan oleh ayahnya.
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Syarifuddin atau Raden Qosim.
Panggilan Sunan Drajat diberikan karena awalnya beliau memulai dakwah di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Awalnya, desa ini sangat gersang dan masyarakatnya bisa dikatakan sangat miskin.
Lalu, Sunan Drajat menjadikan daerah tersebut subur dan makmur.
Di Desa Drajat inilah, Sunan Drajat mendirikan sebuah pesantren bernama Dalem Duwur.
Lahan untuk membangun pesantren diberikan oleh Kerajaan Demak untuk memudahkan Sunan Drajat dalam menyebarkan agama Islam di daerah tersebut.
Berhubung hubungan beliau dengan Raden Patah yang merupakan Sultan Demak sangat baik, Sunan Drajat diberikan sebuah gelar bernama Sunan Mayang Madu.
Gelar ini diberikan juga karena Sunan Drajat dianggap mampu menanggulangi kemiskinan yang terjadi di daerah tersebut dan membimbing masyarakat sehingga kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik.
Sunan Drajat dikenal oleh masyarakat Jawa sebagai pribadi yang sangat memperhatikan keadaan sosial di lingkungannya.
Beliau selalu memperhatikan nasib kaum fakir miskin dan mengusahakan kesejahteraan sosial bagi mereka.
Sunan Drajat mengajarkan cara bertanam, berdagang, serta keterampilan lainnya.
Di antaranya, seperti membangun rumah, membuat alat untuk memikul barang dagangan, dan masih banyak lagi.
Barulah setelah kehidupan kaum fakir miskin tersebut sudah mulai membaik, beliau mengajarkan ajaran Islam kepada mereka secara pelan-pelan.
Dengan begitu, beliau sudah membangun kepercayaan masyarakat terhadap dirinya sehingga lebih mudah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang tersebut.
Ajaran Islam yang diajarkan kepada masyarakat setempat adalah etos kerja keras, empati yang diwujudkan lewat sifat dermawan, sikap tenggang rasa, sikap saling peduli terhadap sesama, gotong royong, solidaritas sosial, hingga selalu membantu untuk mengentaskan kemiskinan yang ada di lingkungan sekitar.
Berkat usahanya ini, selain mendapatkan gelar sebagai Sunan Mayang Madu, Sunan Drajat juga mendapat kewenangan dari Kerajaan Demak untuk mengatur wilayahnya sendiri sehingga beliau mempunyai otomoni sendiri.
Jika ayahnya memiliki ajarah moh limo, Sunan Drajat memiliki ajaran catur piwulang.
Jadi ada empat hal yang diajarkan oleh Sunan Drajat, yaitu :
‘Paring teken marang kang kalunyon lan wuto’ yang artinya adalah berikan tongkat kepada orang yang berjalan di jalan licin dan buta.
‘Paring pangan marang kang keliren’ yang artinya berikanlah kepada orang yang kelaparan.
‘Paring sandang marang kang kawudan’ yang artinya adalah berikanlah pakaian kepada orang yang telanjang.
‘Paring payung marang kang kodanan’ yang artinya adalah berikanlah payung kepada orang yang kehujanan.
Dari keempat ajaran tersebut, tentu saja kita bisa melihat kalau ajaran Sunan Drajat ini cenderung mengajarkan untuk selalu membantu dan menolong sesama.
Tak hanya ajaran catur piwulang yang diajarkan oleh Sunan Drajat, tetapi juga ada ajaran pepali pitu yang juga beliau ajarkan.
Ajaran pepali pitu adalah filosofi Sunan Drajat yang dijadikan sebagai pijakan dalam kehidupan sehari-hari.
‘Memangun resep tyasing sasama’ yang memiliki artian membuat senang orang lain.
‘Jroning suku kudi eling lan waspada’ yang artinya adalah di dalam suasana riang, kita tetap harus selalu ingat kepada Tuhan dan bersikap waspada.
‘Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah’ yang memiliki arti kalau dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita yang luhur, kita harus pantang menyerah dan jangan menghiraukan halangan serta rintangan yang ada.
‘Meper hardaning pancadriya’ yang artinya kita harus selalu menekan hawa nafsu duniawi.
‘Heneng-hening-henung’ yang memiliki artiannya adalah dalam diam akan dicapai keheningan dan dalam hening akan dicapai jalan kebebasan yang mulia.
‘Mulya guna panca waktu’ yang artinya adalah suatu kebahagiaan lahir batin yang hanya bisa dicapai dengan salat lima waktu.
‘Menehana teken marang wong kang wuta. Menehana mangan marang wong kang luwe. Menehana busana marang wong kang wuda. Menehana ngiyup marang wong kang kodanan.’ yang artinya adalah memberikan tongkat kepada orang buta, memberikan makan kepada orang lapar, memberikan pakaian kepada orang telanjang, dan memberikan tempat berteduh untuk orang yang kehujanan.
Pada ajaran ketujuh, ajaran catur piwulang dimasukkan untuk melengkapi ajaran pepali pitu.
Ajaran pepali pitu ini bisa kita jumpai tertera di anak tangga yang ada di tataran komplek Makam Sunan Drajat.
Tak jauh berbeda dengan sang kakak, rupanya Sunan Drajat juga memilih jalur berdakwah melalui seni dan budaya.
Sunan Drajat ini ternyata mahir dalam mengubah tembang atau lagu.
Salah satu tembang ternama yang digubahnya adalah macapat pangkur yang liriknya berisi tentang cara menyampaikan ajaran kehidupan kepada masyarakat.
Tembang ini memberikan gambaran bahwa manusia memiliki saat-saat di mana mereka akan mundur dari kehidupan duniawi dan beralih ke kehidupan rohaniah atau spiritual.
Di dalamnya juga terdapat artian kalau manusia harus menyingkirkan hawa nafsu duniawi yang bisa menggerogoti jiwa manusia.
Selain dengan menggubah tembang, Sunan Drajat juga sesekali mementaskan pertunjukan wayang sebagai salah satu sarana berdakwahnya.
Sunan Drajat (versi 2)
Sunan Drajat memiliki nama kecil Raden Qasim yang bergelar Raden Syarifudin. Lahir kisaran tahun 1470 Masehi, dan ia putra dari Sunan Ampel yang juga saudara dari Sunan Bonang.
Raden Qasim mulai tampak kecerdasannya sejak kecil. Di bawah asuhan ayahnya Sunan Ampel, ia menguasai ajaran agama Islam. Selanjutnya oleh Sunan Ampel diperintahkan untuk menyebarkan agama Islam di Desa Drajat.
Desa Drajat merupakan tanah perdikan di daeran Pacitan. Lalu ia mendirikan pesantren Dalem Duwur, wilayah yang ditempati ini pemberian dari Kerajaan Demak. Oleh karena Raden Qasim menyebarkan di daerah Drajat inilah, kemudian mendapatkan gelar Sunan Drajat.
Dakwah Sunan Drajat menyebarkan agama Islam diawali dengan mengangkat derajat kaum miskin. Lalu dengan menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada kaum fakir miskin tersebut. Nilai-nilai yang diajarkan Sunan Drajat yakni supaya memiliki rasa empati, kedermawanan, menciptakan kemakmuran bersama, saling gotong royong dan memiliki rasa solidaritas.
Sunan Drajat adalah sunan di antara Walisongo yang dikenal masyarakat. Ia memiliki kepedulian terhadap orang-orang miskin, sebagaimana Sunan Kalijaga. Kini makam Sunan Drajat senantiasa selalu ramai, menjadi tujuan wisata religi atau tempat ziarah penting di daerah Paciran Kab. Lamongan Jawa Timur.
Filosofi 7 Ajaran Sunan Drajat
Sunan Drajat meninggalkan ajaran penting tentang filosofi menjalani kehidupan ini. Terutama ajaran Sunan Drajat akan kepeduliannya terhadap fakir miskin.
Ajaran Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan terabadikan di tataran komplek Makam Sunan Drajat dalam sap tangga ke tujuh.
Berikut ini 7 ajaran Sunan Drajat :
1. Memangun resep teyasing Sasomo
Artinya: Sebaiknya kita selalu membuat senang hati orang lain .
2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo
Artinya: Di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada.
3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah
Artinya: Dalam perjalanan untuk mencapai cita–cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan.
4. Meper Hardaning Pancadriya
Artinya: Kita harus selalu menekan dan mengekang gelora nafsu.
5. Heneng – Hening – Henung
Artinya: Dalam keadaan diam kita akan mem peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur.
6. Mulyo guno Panca Waktu
Artinya: Suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan khusuk salat lima waktu.
7. Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe. Menehono busono marang wong kang wudo. Menehono ngiyup marang wongkang kodanan.
Artinya: Ajarkan ilmu pada orang yang tidak tahu. Berilah makan kepada orang yang lapar. Berilah baju kepada orang yang tidak punya baju. Serta beri perlindungan orang yang menderita.
Ajaran Sunan Drajat (versi 3)
Salah satu Wali Songo yang mendakwahkan Islam di Tanah Jawa adalah Sunan Drajat. Dia bernama Syarifudin dan sering juga disapa Raden Qasim. Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila atau Dewi Chandrawati. Wilayah dakwahnya berada di Lamongan, Jawa Timur, tepatnya di Desa Banjaranyar, Kecamatan Paciran. Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+ Sebagai seorang pendakwah ajaran Islam, Sunan Drajat dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari metodologi dakwah yang diterapkannya. Dalam berdakwah, Sunan Drajat mengutamakan kesejahteraan masyarakat yang didakwahi. Dia akan mengangkat derajat kaum fakir miskin, sebelum mengajarkan tentang Islam. Baca juga: Sunan Drajat, Mengajarkan Catur Piwulang Video Terkini Masuk Kandidat Bacagub DKI, Heru: Kerja Dulu Selain itu, ajaran Sunan Drajat juga memberikan penekanan lebih terhadap rasa empati, kedermawanan, pengentasan kemiskinan, menciptakan kemakmuran, solidaritas, dan gotong royong. Pepali Pitu Salah satu ajaran Sunan Drajat yang penuh keluhuran budi tercermin dalam Pepali Pitu. Secara bahasa, Pepali Pitu berarti tujuh dasar ajaran.
Berikut ini penjelasan ringkas terkait ajaran luhur Sunan Drajat yang terangkum dalam Pepali pitu :
1. Mangun resep tyasing sasama (harus membuat senang hati sesama) Lihat Foto Ajaran ini merujuk pada bagaimana seharusnya sikap individu dalam kehidupan bersosial, dimana setiap individu dituntut untuk memberikan rasa senang kepada sesama manusia. Membuat senang hati orang lain juga menjadi salah satu ajaran Islam yang sangat ditekankan. Hal ini dapat dilihat dari anjuran-anjuran untuk membayar zakat, bersedekah, saling tolong-menolong, dan sebagainya.
2. Jroning suka kudu eling lan waspada (dalam suasana gembira harus tetap ingat Tuhan dan waspada) Muzakki (2017) menyebutkan bahwa ajaran yang kedua ini merujuk pada konsep refleksi diri. Bahwa manusia harus selalu mengingat Tuhan dalam segala kondisi. Selain itu, manusia juga harus senantiasa waspada, tidak terlena dengan kenikmatan duniawi yang bisa menjerumuskannya ke dalam hal-hal yang tidak disukai oleh Tuhan.
3. Laksianing subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah (dalam upaya mencapai cita-cita luhur, jangan menghiraukan halangan dan ringtangan) Manusia harus memiliki etos kerja dalam mengejar apapun yang diinginkannya. Termasuk dalam upaya mencapai cita-cita luhur dalam beragama, yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
4. Meper hardaning Pancadriya (berjuangan menekan hawa nafsu inderawi) Manusia dibekali dengan nafsu inderawi yang bisa menjerumuskan. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk bisa menekan nafsu-nafsu tersebut. Nafsu inderawi salah satunya tercermin dalam emosional manusia harus senantiasa dikendalikan. Emosi yang tidak terkendali bisa berujung pada berbagai macam malapetaka.
5. Heneng, hening, henung (dalam diam ada keheningan, dalam hening ada jalan kebebasan mulia) Pengendalian nafsu inderawi akan membawa manusia ke dalam kejernihan hidup. Kondisi ini merupakan pintu masuk pada jalan kebebasan mulia. Adapun jalan kebebasan mulia sendiri dapat dimaknai sebagai suatu kondisi dimana segala sesuatunya sudah tercapai. Dalam kondisi ini manusia berhasil mencapai tingkat kemuliaan diri.
6. Mulya guna Panca Waktu (kemuliaan lahir batin dicapai dengan mengerjakan shalat lima waktu) Pada bagian keenam ini, Sunan Drajat memberikan penekanan pentingnya ibadah shalat. Disebutkan bahwa shalat merupakan kunci dari kemuliaan hakiki. Dalam ajaran Islam, shalat lima waktu merupakan tiang agama. Maksudnya, Islam akan berdiri tegak jika pemeluknya mengerjakan shalat, dan sebaliknya. Selain itu, shalat lima waktu juga dipahami sebagai pembeda antara umat Islam dengan umat selain Islam. Baca juga: Wali Songo dan Nama Aslinya
7. Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan (Berikan tongkat kepada orang buta. Berikan makan kepada orang yang lapar. Berikan pakaian kepada orang yang tak memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan) Pepali Pitu yang terakhir berisi tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap terhadap manusia lainnya. Ajaran ini yang kental akan kepedulian sosial ini menjadi puncak dalam ajaran Sunan Drajat. Ajaran ini berfokus pada masalah sosial seperti yaitu ilmu pengetahuan dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.