MANUSIA AKAN MERUGI KECUALI MANUSIA SEPERTI INI
Orang yang paling merugi adalah orang yang mensia-siakan hidupnya selama di dunia dengan perbuatan-perbuatan yang batil, perbuatan- perbuatan yang melanggar syariat Allah, dan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhoi Allah.
Quran Surat (QS) Al 'Asr ayat 2-3 :
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ
Artinya :
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
Artinya :
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Ayat diatas menyebutkan bahwa setiap manusia berada dalam kerugian. Namun, ternyata ada kelompok umat muslim yang tidak termasuk dalam golongan tersebut.
Untuk itulah surat yang berada dalam urutan ke-103 dalam susunan Al Quran ini disebut sebagai surat yang mengandung peringatan dari Allah SWT. Meski hanya terdiri dari tiga ayat, ketiganya menjadi pengingat bagi manusia terutama tentang keadaan yang merugi.
Konteks merugi yang dimaksud di sini adalah menghabiskan waktu dengan percuma. Utamanya, akibat suka membuang waktu hingga tanpa sadar kehilangan peluang melakukan hal baik, seperti mengingat Allah SWT.
"Allah mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada dalam kerugian bila tidak menggunakan waktu dengan baik atau dipakai untuk melakukan keburukan.
Bacaan Quran Surat Al 'Asr ayat 1-3 makna dan terjemahannya :
وَالْعَصْرِ
wal-'aṣr
Artinya : Demi masa
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
innal-insāna lafī khusr
Artinya : sungguh, manusia berada dalam kerugian :
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
illallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr
Artinya : kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
KELOMPOK MANUSIA YANG DIKECUALIKAN DARI KEADAAN MERUGI
Sebelumnya, surat Al 'Asr ayat 2-3 menjelaskan ciri-ciri orang yang merugi di dunia dan akhirat. Mereka adalah orang yang tidak menggunakan waktu dengan baik dan menghabiskan waktunya untuk melakukan keburukan.
Padahal, perbuatan buruk tersebut dapat menjerumuskan seseorang dalam kebinasaan. Hal ini lah yang kemudian dapat merugikan seseorang di akhirat kelak.
Di sisi lain, kelompok manusia yang tidak termasuk dalam ciri orang merugi disebut sebagai orang yang beriman. Kelompok orang beriman ini dibagi ke dalam empat golongan yakni, orang yang beriman, orang yang menjauhi perbuatan maksiat, orang-orang yang saling menasihati dalam kebenaran, dan orang yang menasihati dalam kesabaran.
Allah menjelaskan bahwa jika manusia tidak mau hidupnya merugi, maka ia harus beriman kepadaNya, melaksanakan ibadah sebagaimana yang diperintahkannya, berbuat baik untuk dirinya sendiri, dan berusaha menimbulkan manfaat kepada orang lain.
Dalam surat Al-Kahfi terdapat penjelasan siapa orang paling merugi.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Artinya :
'Katakanlah, maukah kalian kuberi tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.'' (Al-Kahfi [18] : 103-104).
Mujahid, ahli tafsir terkemuka dari kalangan tabi'in, menyatakan bahwa al akhsarina a'malan (orang-orang yang paling merugi perbuatannya) adalah Ahli Kitab, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani. Abu Hayyan menyimpulkan, dari berbagai pendapat ulama tentang al akhsarina a'malan bahwa mereka adalah semua orang yang menjalani agama selain Islam, orang yang memamerkan amalannya (riya), dan orang-orang yang mengerjakan bidah.'' (Al-Bahr Al-Muhith 8/7).
Merujuk pada keterangan Abu Hayyan, untuk menghindari kerugian besar-besaran saat kita amat memerlukan 'keuntungan' dari amalan kita, sudah seharusnya kita menghindarkan diri dari riya. Mengapa? Karena akan menjerumuskan kita ke jurang kerugian tanpa batas.
Menghindarkan diri dari riya hanya dapat dilakukan dengan mengikhlaskan setiap amalan dengan niatan hanya untuk menggapai keridhaan Allah semata-mata. Ketika beramal saleh, hendaknya kita tidak memedulikan apa kata orang terhadap kita. Apabila kita tidak bertambah semangat ketika dipuji orang lain dan tidak patah semangat atau putus asa ketika dicerca orang lain, itulah tanda bahwa amalan kita ikhlas karena Allah semata.
Satu yang harus selalu kita ingat, jangan pernah berpaling dari Alquran dan sunnah. Dengan menaati Allah, yakni mengikuti arahan Alquran dan menaati Rasulullah dengan menjalankan sunah, kita tidak hanya terhindar dari kerugian besar di akhirat, tetapi juga akan menggapai keuntungan yang besar. Hal ini sesuai janji Allah :
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمً
Artinya :
''Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah menggapai keuntungan yang besar.'' (QS Al Ahzab [33] : 71).
SIAPAKAH ORANG YANG MERUGI DI HADAPAN ALLAH
Tentang siapa yang paling merugi perbuatannya dalam ayat tersebut, terdapat beberapa pandangan para sahabat dan ulam.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad, ia berkata, “Aku bertanya kepada ayahku (yakni Sa’ad bin Abi Waqqash ra) tentang firman Allah, “Katakanlah: “Apakah akan Kami posthukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”, apakah mereka itu Al Haruriyah, (yakni kelompok Khawarij)? Dia menjawab, “Tidak. Mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Adapun orang-orang Yahudi (disebut paling merugi) karena mereka telah mendustakan Muhammad saw.
Sementara orang-orang Nasrani (disebut paling merugi) karena mereka mengkufuri surga sambil mengatakan tidak ada makanan dan minuman di dalam surga. Al Haruriyah adalah orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh. Dan Sa’ad (yakni ibnu Abi Waqqash) menamakan mereka dengan sebutan orang-orang fasik.” (HR Bukhari, no. 4359)
Sementara Imam Ibnu Katsir (Lihat Tafsir Ibnu Katsir III/329) mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib ra, Dhahhak dan lain-lain, bahwa mereka (yang paling merugi yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah Al Haruriyah (Khawarij).
Dalam kajian Ibnu Katsir, itu artinya bahwa ayat ini mencakup Al Haruriyah sebagaimana mencakup kaum Yahudi, Nasrani dan lainnya. Jadi, ayat tersebut bukan turun untuk satu kelompok tertentu saja, melainkan bersifat umum. Sebab, ayat ini Makkiyah sebelum kaum Yahudi dan Nasrani menjadi mitra bicara (khithab) dan sebelum adanya kelompok Khawarij.
Dengan demikian, ayat tersebut bersifat general dan berlaku bagi siapa saja. Baik Ahli Kitab, orang-orang musyrik dan orang-orang sesat lainnya, yang menyembah Allah dengan cara yang tidak diridhai dan tidak syar’i, sedangkan ia menyangka apa yang dilakukannya benar dan amalnya diterima, padahal kenyataannya ia benar-benar telah salah dan amalnya tertolak.
Hal ini seperti disinggung Allah dalam firman-Nya, QS Al Ghaasyiyah (88): 2-4,
(2). وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
(3). عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ
bekerja keras lagi kepayahan,
(4). تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
memasuki api yang sangat panas (neraka),
“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat panas (neraka).” Juga firman-Nya, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan (yakni amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia, amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS Al Furqaan [25]: 23)
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا
Artinya :
Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.
Tafsirnya :
Kemudian Allah menjelaskan tentang nasib dari amal kebajikan yang telah diperbuat oleh orang kafir di akhirat nanti. Dan Kami akan perlihatkan segala amal kebajikan yang mereka kerjakan, seperti membantu orang miskin dan amal sosial lainnya. lalu Kami akan jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan. Sebab, perbuatan baik tidak akan diterima Allah jika pelakunya kafir. Hasil dari kebajikan itu hanya bermanfaat di dunia saja seperti mendapat pujian dan penghargaan dari masyarakat
Atau dalam QS An Nuur [24]:39,
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَعْمَٰلُهُمْ كَسَرَابٍۭ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ ٱلظَّمْـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
Wallażīna kafarū a'māluhum kasarābim biqī'atiy yaḥsabuhuẓ-ẓam`ānu mā`ā, ḥattā iżā jā`ahụ lam yajid-hu syai`aw wa wajadallāha 'indahụ fa waffāhu Misbah, wallāhu sarī'ul ḥisāb
Artinya :
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.
Hikmah Penting Berkaitan Surat An-Nur Ayat 39 :
Paragraf di atas merupakan Surat An-Nur Ayat 39 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada aneka ragam hikmah penting dari ayat ini. Terdapat aneka ragam penjelasan dari para mufassirun mengenai makna surat An-Nur ayat 39, sebagiannya seperti di bawah ini:
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia :
Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhan mereka dan mendustakan rasul-rasulNya, perbuatan-perbuatan mereka yang mereka pandang akan bermanfaat bagi mereka di akhirat, seperti silaturahmi, membebaskan tawanan dan kebaikan-kebaikan lainnya, adalah seperti fatamorgana, yaitu satu fenomena yang terlihat seperti air di permukaan tanah yang datar di siang hari, yang diduga orang dahaga sebagai air, kemudian ketika mendatanginya, ia tidak mendapatkan air. Orang kafir akan menyangka bahwa perbuatan-perbuatannya akan berguna bagi dirinya, lalu pada Hari Kiamat ternyata dia tidak mendapati balasan pahalanya, dan dia mendapati Allah mengawasinya, lalu menyempurnakan balasan perbuatannya secara penuh. Dan Allah maha cepat perhitunganNya, maka janganlah orang-orang jahil menganggap ancaman itu masih lama waktu terjadinya, sebab pasti akan datang.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) :
39. Dan orang-orang yang kafir kapada Allah, amal-amal yang mereka kerjakan tidaklah diberikan pahala sama sekali, ia laksana fatamorgana di tanah yang rendah lagi datar, yang dilihat dan disangka air oleh orang-orang yang sangat dahaga, lalu ia pun mendatanginya, tetapi ketika mendatanginya dia tidak mendapati apapun. Demikianlah kondisi orang kafir, ia menyangka bahwa amalnya akan memberikan manfaat bagi dirinya, namun ketika ia mati dan dibangkitkan kembali, ia tidak akan mendapati pahala tersebut, dan ia hanya mendapati ketetapan Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup lagi sempurna dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah :
39. Setelah Allah menyebutkan amal orang-orang yang bertakwa dan balasan bagi mereka atas amalan tersebut dengan firman-Nya :
(يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ)
hingga
(لِيَجْزِيَهُمُ ٱللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا۟ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ),
maka Allah kemudian menyebutkan kebalikan dari keadaan tersebut, yaitu tentang amalan orang-orang kafir yang mereka kira merupakan ibadah di sisi Allah, namun ternyata amalan itu sama sekali tidak berarti bagi mereka; sebagaimana al-Qur’an biasa menyembutkan kabar gembira dengan peringatan.
Amalan orang-orang kafir seperti fatamorgana -yaitu bayangan seperti air yang menguap yang terlihat pada tengah hari di tanah yang lapang-, orang yang kehausan akan mengiranya sebagai air, namun ketika dia mendatangi tempat itu ternyata tidak ada air sama sekali. Orang kafir mengira amal kebaikannya akan bermanfaat baginya, akan tetapi pada hari kiamat ketika Allah menghisab dan memberi balasan atas amalannya ternyata dia tidak mendapati pahala sedikitpun dari amalan itu. Allah Maha Cepat dalam menghisab hamba-Nya.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah ;
39. وَالَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَعْمٰلُهُمْ كَسَرَابٍۭ بِقِيعَةٍ
(Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar)
Yakni amal kebaikan yang telah mereka lakukan seperti sedekah, silaturrahim, mengurus Baitullah, dan memberi minum jamaah haji.
Makna (السراب) adalah sesuatu yang terlihat di padang pasir pada terik siang hari seperti air dalam pandangan orang yang melihatnya.
Makna (القيعة) yakni tanah yang rendah yang menjadi tempat berkumpulnya air.
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا
(tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun)
Seperti itulah keadaan orang-orang kafir; mereka bersandar pada amalan-amalan mereka yang mereka sangka sebagai amal baik, dan mereka berharap akan mendapat pahalanya; namun ketika mereka menghadap kepada Allah ternyata mereka tidak mendapatkan apapun, sebab kekafiran mereka menghapus segala amal baik mereka.
وَوَجَدَ اللهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥ ۗ
( Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan sempurna)
Amal orang kafir seperti fatamorgana itu, apabila ia telah didatangi kematian amalannya tidak akan dapat memberi manfaat baginya seperti fatamorgana bagi orang yang kehausan.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah :
39. Dan perbuatan orang-orang kafir itu berbanding terbalik dengan orang-orang mukmin, yaitu seperti fatamorgana: sesuatu yang dilihat di padang pasir akibat pantulan matahari saat tengah hari sehingga memunculkan asumsi bahwa itu adalah air yang ada di tengah qi’ah, yaitu tanah yang membentang dari bagian bumi yang diasumsikan oleh orang yang haus memiliki air, sampai ketika dia mencapai tempatnya di gurun pasir, dia tidak mendapati air disana sebagaimana yang diasumsikan.. Seperti itulah orang kafir yang menganggap bahwa amalnya bermanfaat pada hari kiamat, lalu ketika mati dia tidak mendapatkan manfaat apapun dari amalnya sebagaimana fatamorgana itu tidak memberi manfaat bagi orang yang haus dan dia mendapati Allah berada di sisi amalnya sedang menunggunya (Dia mendapati balasan atas amal perbuatannya). Lalu Allah membalasnya atas amal itu di dunia. Dan Allah itu Maha Cepat untuk membalas. Ayat ini diturunkan untuk Utbah bin Rabi’ah atau Syaibah bin Rabi’ah, keduanya mati dalam keadaan kafir.
Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah :
Tanpa perhitungan dan tanpa batas dimana tidak ada ujung pemberianNya {Orang-orang kafir, amal perbuatan mereka itu seperti fatamorgana} seperti fatamorgana {di tanah yang datar} di dataran rendah bumi {Orang-orang yang dahaga menyangkanya} orang-orang yang haus mengiranya {air, sehingga apabila mendatanginya} mendatangi sesuatu yang dia yakini bahwa itu air {dia tidak menjumpai apa pun. Dia mendapati (ketetapan) Allah di sana, lalu Dia memberikan kepadanya perhitungan} balasan amalnya {Allah sangat cepat perhitunganNya
Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H :
39 “dan orang-orang kafir,” terhadap Rabb mereka dan mendustakan para RasulNya, ”amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar,” yaitu tanah datar yang tidak ada pepohonan dan tumbuhannya “yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga,” yaitu orang yang sangat dahaga, yang menghalusinasikan sesuatu yang tidak dihalusinasikan oleh orang lain, disebabkan rasa dahaganya. Padahal itu adalah halusinasi yang batil, lalu dia bermaksud untuk menghilangkan rasa dahaganya “hingga ketika dia mendatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu apapun,” maka dia benar-benar menyesal. Kehausannya makin menjadi parah lantaran harapannya terputus. Begitu pula amalan orang-orang kafir, ia ibarat fatamorgana, masih bisa dilihat lalu orang yang bodoh, (yang tidak mengerti perkara-perkara) menyangkanya merupakan amalan-amalan yang bermanfaat. Kemasan amalan-amalan itu menipu dirinya, fantasinya mempermainkannya, dia pun mengira hal itu adalah amalan-amalan yang bermanfaat bagi hawa nafsunya. Dia juga merasa butuh bahkan sangat memerlukannya, sebagaimana kebutuhan orang yang dahaga terhadap air. Maka tatkala ia mendatangi amalannya pada Hari Pembalasan, dia merasa kehilangan dan tidak menemukan sesuatu apapun. Kondisi (sebenarnya) amalan-amalan itu tidak lenyap, tidak untuk kebaikannya atau mencelakainya. Bahkan “dia mendapati (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup,” yang tidak tersembunyi (walau) seringan partikel dan setipis kulit ari, tiada yang hilang dari amalan itu, sedikit ataupun banyak. “dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya,” maka janganlah orang-orang bodoh itu meminta tunda (waktu kedatangan) janji itu, karena ia pasti akan tiba. Allah mempermisalkan amalan-amalan orang-orang kafir layaknya fatamorgana, yang ada “ditanah datar,” yang tidak ada pep[ohonan dan tanaman. Ini permisalan hati-hati mereka, lantaran adanya faktor penghalang, yaitu kekafiran.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I :
Surat An-Nur ayat 39: Ayat ini dan setelahnya merupakan perumpamaan amal orang kafir dalam hal batal, sia-sia, dan ruginya mereka.
Kepada Tuhan mereka dan mendustakan para rasul-Nya.
Yang tidak ada tumbuhan dan pepohonan.
Amal orang-orang kafir seperti fatamorgana yang dilihat dan disangka oleh orang yang tidak tahu sebagai air, mereka mengira amal mereka bermanfaat, dan mereka pun membutuhkannya sebagaimana butuhnya orang yang kehausan terhadap air, sehingga ketika ia mendatangi amalnya pada hari pembalasan, ternyata ia dapatkan dalam keadaan hilang dan tidak memperoleh apa-apa.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat An-Nur Ayat 39 ;
Usai menjelaskan sifat orang-orang yang mendapat pancaran cahaya ilahi, pada ayat berikut Allah beralih menguraikan sifat-sifat orang kafir. Dan orang-orang yang kafir yang menutup mata hati mereka sehingga tidak memperoleh cahaya ilahi, sesungguhnya amal perbuatan mereka, yang secara lahir tampak baik dan mereka harapkan untuk dibalas dengan ganjaran, kelak di hari kiamat seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila itu didatangi, yakni ketika dia sampai di tempat fatamorgana itu tampak, dia tidak mendapati apa pun. Dan didapatinya ketetapan Allah baginya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan sempurna; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya karena dia maha me-ngetahui segala sesuatu. 40. Allah menyajikan perumpamaan lain terkait betapa sia-sianya amal orang kafir itu. Atau keadaan orang-orang kafir itu seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang tidak dapat dijangkau kedalamannya, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya yaitu di atas gelom-bang yang bertumpuk dan bergulung-gulung itu ada lagi awan gelap yang menutupi sinar matahari. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis; perpaduan antara laut yang begitu dalam, ombak yang bergulung-gulung, dan awan yang kelam. Begitu pekat kegelapan itu hingga apabila dia mengeluarkan tangannya untuk didekatkannya ke mata, hampir saja dia tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya petunjuk oleh Allah maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.”
Ketiga ayat tadi menunjukkan, orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan iman, tidak mendapat balasan dari Tuhan di akhirat meski di dunia mereka mengira akan mendapatkannya.
BALASAN BAGI MANUSIA YANG PALING MERUGI
Di dalam ayat tersebut, Allah juga menyebutkan balasan bagi manusia yang paling merugi yaitu :
1. Terhapusnya amalan-amalannya, “maka hapuslah amalan- amalan mereka.”
2. Terkoyak-koyaknya kehormatan dan kemuliaannya, “…dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.”
3. Disiksa di neraka Jahannam, “Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam”
Terkait dengan ayat di atas, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya nanti pada hari Kiamat akan datang seseorang yang besar dan gemuk, namun di sisi Allah beratnya tidak bisa mengungguli sayap seekor nyamuk.” Lalu Nabi Saw bersabda, “Bacalah”, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat…” (HR Bukhari, no. 4360).
Artinya tidak ada pahala bagi mereka. Amalan mereka justru memicu siksa dan tidak ada kebaikan mereka yang bisa ditimbang di hari Kiamat. Sebab, selama di dunia mereka menimbang untung-rugi serta baik-buruk dengan neraca nafsu dan variabel-variabel dunia yang menipu. Dan orang yang tidak memiliki kebaikan di akhirat berarti tempatnya di neraka. Naudzubillahi min dzalik.
Sebab Menjadi Manusia Paling Merugi.
Ayat di atas menyinggung beberapa faktor yang menjadikan seseorang menjadi manusia yang paling merugi di dunia dan di akhirat.
Di antaranya :
1. Melakukan amal yang sia-sia, tidak berdasarkan aturan yang disyariatkan dan tidak diridhai oleh Allah swt. Faktor ini kita pahami dari firman-Nya, “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini.”
2. Mengkufuri ayat-ayat Allah.
3. Mengkufuri hari kebangkitan dan hari akhir. Keduanya tercermin dari firman-Nya, “Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia” (Maksudnya: tidak beriman kepada pembangkitan di hari Kiamat, hisab dan pembalasan).
4. Mereka mengolok-olok ayat-ayat Allah.
5. Mereka juga mengolok-olok para rasul Allah. Kedua hal ini termaktub dalam firman-Nya di atas, “…mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.“
Setiap orang ingin hidupnya Bahagia , selalu beruntung disegala bidang. Ingin menang dalam beberapa perlombaan. Hidupnya Bahagia dunia dan akhirot kelak. Tetapi ada beberapa orang yang ingin hidup sebagaimana tersebut, tetapi ia tidak mau berusaha untuk menggapainya.
Ada orang yang beruntung di hadapan Allah dan ada orang yang merugi di hadapan Allah. Orang yang beruntung sudah dijelaskan yaitu orang beriman dan beramal sholih. Tetapi siapakah orang yang merugi itu? Disebutkan dalam al Quran Surat al Kahfi ayat 103-104 yaitu:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Artinya :
'Katakanlah, maukah kalian kuberi tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.''
أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Artinya :
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat” (QS. Al Kahfi: 105).
Dari dua ayat diatas dijelaskan bahwa orang yang merugi dihadapan Allah adalah :
1. Orang yang sia-sia perbuatannya sedangkan mereka merasa telah berbuat yang sebaik-baiknya
2. Mereka yang kufur/ingkar terhadap aya-ayat Allah
3. Mereka yang kufur bahwa mereka nantinya akan bertemu dengan Allah.
Semoga para pembaca artikel blog ini, menjadi manusia yang beruntung baik di dunia dan akhirat.