KISAH KITAB UDYOGAPARWA (BERBAGAI VERSI)
Kitab Udyogaparwa merupakan kitab kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan sikap Duryodana yang tidak mau mengembalikan kerajaan para Pandawa yang telah selesai menjalani masa pengasingan, namun sebaliknya ia menantang mereka untuk berperang. Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan duta perdamaian ke pihak Korawa, namun usaha mereka tidak membuahkan perdamaian. Sikap para Korawa membuat perang tidak dapat dielakkan. Pandawa dan Korawa mempersiapkan kekuatannya dengan mencari bala bantuan dan sekutu ke seluruh pelosok Bharatawarsha (India Kuno). Sri Kresna mengajukan tawaran kepada Pandawa dan Korawa, bahwa di antara mereka boleh meminta satu pilihan: pasukannya atau tenaganya. Melihat tawaran tersebut, Pandawa yang diwakili Arjunamenginginkan tenaga Sri Kresna sebagai kusir dan penasihat sedangkan Korawa yang diwakili Duryodana memilih pasukan Sri Kresna.
Dalam kitab ini juga diceritakan kisah perjalanan Salya “Sang Raja Madra” menuju markas Pandawa karena memihak mereka, namun di tengah jalan ia disambut dengan baik oleh Duryodana sehingga Salya mengubah pikirannya dan memihak Korawa karena merasa berhutang kepada Duryodana. Duryodana juga berniat jahat terhadap Sri Kresna namun karena Sri Kresna bukan manusia biasa, maka usahanya tidak berhasil.
Udyogaparwa adalah buku kelima dalam epos Mahabharata. Teks lengkap karya sastra parwa ini belum pernah diterbitkan. Isinya mengenai persiapan peperangan antara Korawa dan Pandawa. Pihak Pandawa menuntut separoh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak dengan alasan bahwa Pandawa telah kehilangan haknya. Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar. Ini mengilhami cerita wayang berjudul Kresna Duta. Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk Karna agar berpihak kepada Pandawa, mengingat Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya. Tetapi Karna terikat budi baik ayah angkatnya dan Duryudana, yang mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat daripada hubungan darah yang kurang terpelihara. Udyogaparwa sarat dengan nasihat keutamaan. Misalnya ada empat tahap menghadapi musuh; yang pertama adalah sama, mencari kesepakatan damai; yang kedua adalah bheda, artinya setuju berbeda, dan dalam posisi status-quo; yang ketika adalah dana, memberikan silih yang dapat mengerem kemarahan; yang keempat adalah denda, menghukum. Setelah ketiga langkah pertama gagal diusahakan, maka tidak ada jalan lain, kedua belah pihak siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan pasukan ke medan perang, Kurusetra.
Udyogaparwa (Versi 1)
Kitab
Udyogaparwa merupakan kitab kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini
menceritakan sikap Duryodana yang tidak mau mengembalikan kerajaan para Pandawa
yang telah beres menjalani masa pengasingan, namun sebaliknya dia menantang
mereka untuk berperang. Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan duta
perdamaian ke pihak Korawa, namun usaha mereka tidak membuahkan perdamaian.
Sikap para Korawa menciptakan perang tidak bisa dielakkan. Pandawa dan Korawa
mempersiapkan kekuatannya dengan mencari bala bantuan dan sekutu ke seluruh
pelosok Bharatawarsha (India Kuno). Sri Kresna mengajukan tawaran kepada
Pandawa dan Korawa, bahwa di selang mereka boleh menanti satu pilihan:
pasukannya atau tenaganya. Melihat tawaran tersebut, Pandawa yang diganti
Arjuna menginginkan tenaga Sri Kresna sebagai kusir dan penasihat sedangkan
Korawa yang diganti Duryodana memilih pasukan Sri Kresna. Dalam kitab ini juga
diceritakan kisah perjalanan Salya – “Sang Raja Madra” – menuju markas Pandawa
sebab memihak mereka, namun di tengah perlintasan dia disambut dengan tidak
sewenang-wenang oleh Duryodana sehingga Salya mengubah akalnya dan memihak
Korawa sebab merasa berhutang kepada Duryodana. Duryodana juga berniat jahat
terhadap Sri Kresna namun sebab Sri Kresna bukan manusia biasa, karenanya
usahanya tidak berhasil.
UDYOGA PARWA (versi 2)
Udyoga Parwa disebutkan adalah bagian ke 5 dari parwa mahabharata yang isinya menceritakan kisah tentang persiapan perang keluarga Raja Bharata (Bharatayuddha).
Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian untuk Pihak Pandawa yang menuntut separoh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak dengan alasan bahwa Pandawa telah kehilangan haknya.
Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar.
Ini mengilhami cerita wayang berjudul Kresna Duta. Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk Karena agar berpihak kepada Pandawa, mengingat Kunti merupakan ibunya dan Pandawa merupakan saudaranya.
Tetapi Karena terikat budi baik ayah angkatnya dan Duryudana, yang mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat daripada hubungan darah yang kurang terpelihara.
UDYOGAPARWA SYARAT NASEHAT
Udyogaparwa ini sarat dengan nasihat keutamaan.
Misalnya ada empat tahap menghadapi musuh :
1. Sama, yaitu mencari kesepakatan damai;
2. Bheda, yaitu setuju berbeda, yaitu setuju berbeda, dan dalam posisi status-quo.
3. Dana, yaitu memberikan silih yang dapat mengerem kemarahan;
4. Denda, yaitu menghukum. karena tidak ada jalan lain lagi, kedua belah pihak siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan pasukan ke medan perang, Kurusetra.
KITAB UDYOGAPARWA (versi 3)
Udyogaparwa adalah buku kelima dalam epos Mahabharata. Teks lengkap dari karya sastra parwa ini belum pernah diterbitkan. Isinya mengenai persiapan peperangan antara Korawa dan Pandawa. Pihak Pandawa menuntut separuh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak dengan alasan bahwa Pandawa telah kehilangan haknya. Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar. Ini mengilhami cerita wayang berjudul Kresna Duta. Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk Karna agar berpihak kepada Pandawa, mengingat Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya. Tetapi Karna terikat dengan budi baik ayah angkatnya dan Duryudana, yang mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat daripada hubungan darah yang kurang terpelihara. Udyogaparwa sarat dengan nasihat keutamaan. Misalnya ada empat tahap menghadapi musuh; yang pertama adalah sama, mencari kesepakatan damai; yang kedua adalah bheda, artinya setuju berbeda, dan dalam posisi status-quo; yang ketika adalah dana, memberikan silih yang dapat mengerem kemarahan; yang keempat adalah denda, menghukum. Setelah ketiga langkah pertama gagal diusahakan, maka tidak ada jalan lain, kedua belah pihak siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan pasukan ke medan perang, Kurusetra.
SANJAYA MENDAPAT ANUGERAH DARI BYASA UNTUK MELIHAT PERANG DI KURUKSHETRA
Bagian akhir dari Udyogaparwa berisi dialog antara Drestarasta dan Kumara Sanatasugata yang berisi ajaran tentang keabadian dan brahmacarya. Dialog ini terdiri dari 5 bab (adhyāya 41–46) dan dikenal sebagai Sanatasugatya.
KITAB UDYOGAPARWA (VERSI JAWA KUNO)
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
Dalam Udyogaparwa, buku kelima Mahabharata ini sang Kresna berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi bantuan beliau tidak berhasil dan akhirnya akan menjadi perang Bharatayuddha.
Kitab Udyogaparwa merupakan kitab kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan sikap Duryodana yang tidak mau mengembalikan kerajaan para Pandawa yang telah selesai menjalani masa pengasingan selama 13 tahun berakhir. Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Korawa. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar.
Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan Krisna sebagai duta perdamaian ke pihak Korawa, namun usaha mereka tidak membuahkan perdamaian. Sebagai seorang pangeran, Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan, maka akhirnya hanya meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.
Dalam kesempatan itu, Kresna menemui Karna dan mengajaknya berbicara empat mata. Ia menjelaskan bahwa para Pandawa sebenarnya adik seibu Karna. Apabila Karna bergabung dengan Pandawa, maka Yudistira pasti akan merelakan takhta Hastinapura untuknya.
Karna sangat terkejut mendengar jati dirinya terungkap, Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya yaitu membela Korawa. Ia tidak mau meninggalkan Duryodana yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Rayuan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryodana yang dianggapnya sebagai saudara sejati.
VERSI JAWA KUNO
Kedatangan Kresna bukan untuk membuka jati diri Karna, melainkan hanya untuk penegasan saja. Seperti telah dikisahkan sebelumnya, Karna sudah mengetahui jati dirinya dari Batara Narada menjelang perkawinannya dengan Surtikanti. Jadi, Kresna hanya ingin memastikan sikap Karna membela Korawa atau Pandawa. Jawaban dan alasan Karna pun sama persis dengan versi MahaBharata.
Kresna dengan kepandaiannya berbicara akhirnya berhasil mengetahui alasan karna yang paling rahasia (Dialog Karna dengan Krisna sewaktu Widura dan Kunti mengantar Krisna beristirahat). Karna mengaku memihak Korawa demi kehancuran angkara murka. Ia sadar kalau Korawa adalah pihak yang salah. Setiap hari ia berusaha menghasut Duryodana supaya tidak takut menghadapi para Pandawa. Karna menjadi tokoh yang paling menginginkan perang terjadi, karena hanya dengan cara itu Korawa dapat mengalami kehancuran. Karna sadar sebagai seorang penghasut, dirinya harus memberi contoh berani dalam menghadapi Pandawa. Ia rela jika dalam perang nanti dirinya harus tewas bersama para Korawa. Ia bersedia mengorbankan jiwa dan raga demi untuk kemenangan para Pandawa dan kebahagiaan adik-adiknya itu. Kresna terharu mendengar rahasia Karna. Ia yakin meskipun selama di dunia Karna hidup bersama Korawa, namun kelak di akhirat pasti berkumpul bersama Pandawa.
Setelah pertemuan dengan Kresna, Karna ganti mengalami pertemuan dengan Kunti, ibu kandungnya. Kunti menemui Karna saat putera sulungnya itu bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya “ibu” dan sudi bergabung dengan para Pandawa. Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia menolak bergabung dengan Pandawa dan tetap menganggap Radha istri Adirata sebagai ibu sejatinya. Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam perang Bharatayuddha kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali Arjuna.
Sebelumnya, Pandawa dan Korawa mempersiapkan kekuatannya dengan mencari bala bantuan dan sekutu ke seluruh pelosok Bharatawarsha (India Kuno). Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memohon bantuan dari Krishna
Duryodana datang terlebih dahulu, kemudian Arjuna. Krishna sedang beristirahat. Mereka masuk kekamarnya. Durodana duduk disisi Krishna, Arjuna berdiri tepat diujung kaki Krisna. Krisna kemudian terbangun dan membuka matanya melihat arjuna terlebih dahulu dan menyapanya Baru kemudian menyapa Duryodana. Ia menanyakan apa yang membuat mereka datang ke Dwaraka. Duryodana berbicara pertama bahwa Perang akan dimulai dan mereka meminta agar Krishna dan pasukannya membantu mereka, Ia juga menyampaikan bahwa Ia darang duluan. Krishna menyatakan bahwa mungkin benar Duryodana datang duluan, namun ia melihat Arjuna terlebih dahulu ketika terbangun, lagi pula adat yang berlaku selalu mempersilakan yang lebih muda untuk duluan. Untuk itu Krishna menyatakan bahwa Ia tidak bersedia bertempur secara pribadi. Sri Kresna mengajukan tawaran kepada Pandawa dan Korawa, bahwa di antara mereka boleh meminta satu pilihan: pasukannya atau tenaganya.
Pandawa yang diwakili Arjuna menginginkan Sri Kresna tanpa senjata Ia memohon Krishna bersedia mengendarai kereta perangnya dan menjadi penasihat Pandawa sedangkan Korawa yang diwakili Duryodana memilih pasukan Sri Kresna. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas terlebih lagi Duryodana merasa pilihan arjuna merupakan suatu kebodohan karena ia tahu ketangguhan dari pasukan Krisna namun setibanya Duryodana dikerajaan dengan gembira ia ceritakan keberuntungannya itu dihadapan Sangkuni. Sangkuni justru memakinya sebagai orang paling Bodoh dan mengatakan 1 orang Krisna tidak dapat dibandingkan dengan ratusan ribu Prajuritnya walaupun sekuat apapun Prajuritnya itu.
Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Anga, Kekaya, Sindhudesa, Mahishmati, Awanti dari Madhyadesa, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.
PANDAWA
Melihat tidak ada harapan untuk berdamai, Yudistira, kakak sulung para Pandawa, meminta saudara-saudaranya untuk mengatur pasukan mereka. Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh divisi. Setiap divisi dipimpin oleh Drupada, Wirata, Drestadyumna, Srikandi, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. MahaBharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.
KORAWA
Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya — Duhsasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran Korawa dibantu oleh Rsi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, guru Kripa, Kritawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sangkuni, dan masih banyak lagi para ksatria dan Raja gagah perkasa yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.
TIDAK BERPIHAK
Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukma dan juga kakak Kresna, Baladewa, berada pada pihak yang netral dalam peperangan tersebut. Baladewa netral karena kasih dan perdamaiannya pada duabelah pihak, namun netralnya Raja Rukma bukan karena ia tidak mau memihak, namun justru karena kesal dan merasa terhina oleh duabelah pihak
Kerajaan Widharba dahulunya dipimpin oleh Raja Bhismaka Ia mempunyai lima anak satu diantaranya wanita bernama Rukmini. Ia telah mendengar tentang Krisna dan kemasyurannya dan berharap dapat bersatu dengannya dalam satu perkawinan. Keluarganya menyetujui ide itu kecuali kakak tertuanya Rukma yang lebih mengingikan Rukmini dikawinkan dengan Sisupala raja Chedi.Karena raja semakin tua, Rukma menjadi dominan kehendaknya di kerajaan tersebut Rukmini menjadi takut bahwa ayahnya menjadi tidak berdaya. Kemudian ia mencari jalan mengatasi keadaan yang sulit ini. Ia kemudian meminta saran kepada seorang Brahmana yang kemudian pergi ke Drawaka untuk bertemu Krisna dan menyampaikan surat yang dikirim Rukmini.
“Hatiku telah menerimamu sebagai Tuhan dan pemimpin, Aku memintamu untuk datag dan menyelamatkanku dari Sisupala yang akan membawa ku dengan paksa. Hal ini tidak dapat ditunda lagi, datanglah esok. Pasukan Sisupala dan jarasandha akan berusaha menghadangmu sebelum engkau mendapatkanmu. Semoga engkau berkenan menyelamatkan ku. Dan sebagai bagian dari upacara perkawinan Aku akan berada di kuil untuk memuja Parvati (shakti Siva) bersama rombongan. Itu adalah saat yang terbaik untuk datang dan menyelamatkanku. Jika Engkau tidak hadir maka aku akan mengakhiri hidupku dan semoga akau akan bersatu dengan mu di kehidupan mendatang “
Setelah Krisna membaca itu, Ia segera menaiki keretanya menuju Kundinapura, Ibukota Widarbha. Balarama tahu kepergian yang tiba-tiba dan rahasia Krisna dan kemudian ia segera menyiapkan pasukan dan menuju Kundinapura. Di kuil Rukmini berdoa, ‘Oh Dewi, kuserahkan hidupku padamu”. Melangkah keluar kuil. Rukmini melihat Kereta Krisna dan segera berlari melayang bagikan jarum tersedot magnet menuju kereta Krisna. Krisna mengemudikan kereta dibawah pandangan kagum semua yang melihat mereka
Pengawal segera memberitahu Rukma mengenai apa yang terjadi, kemudian berkata ‘Aku tidak akan kembali sebelum membunuhnya!’ dan segera mengejar Krisna dengan pasukan yang besar. Sementara itu Balarama telah tiba dengan pasukannya dan pertempuran pun terjadi. Balarama dan Krisna pulang dengan memperoleh kemenangan.
Rukma yang telah kalah malu pulang kandang dan mendirikan kerajaan diantara Dwaraka dan menamakannya menjadi Bhojakata. Ketika Ia mendengar akan diadakan perang Khurkshetra, Rukma datang dengan pasukan besar berpikir untuk memperbaiki hubungannya dengan Krisna (Basudeva) dan menawarkan bantuan pada Pandawa
“Oh, Pandawa, Pasukan musuh begitu besarnya. Aku datang untuk menawarkan bantuan padamu. Berikan aku perintah dan aku akan menyerang semua tempat yang engkau perintahkan. Aku punya kekuatan untuk melawan Drona, Kripa dan bahkan Bhisma. Ku berikan kemenangan bagimu, katakanlah kehendakmu” Ujarnya pada Arjuna
Menoleh pada Basudeva, Arjuna tertawa.
“Oh penguasa Bhojakata, Kami tidak mengkhawatirkan jumah musuh. Kami belum memerlukan bantuanmu. Engkau boleh menyingkir atau tetap di sekitar sini sesukamu”, Ujar Arjuna
Rukma yang merasa marah dan malu, pergi ke Duryodana dengan pasukannya, “Pandawa menolak bantuan ku, Pasukanku terserah engkau akan apakan”, katanya pada Duryodana
“Jadi, setelah Pandawa menolakmu bantuanmu makanya engkau datang kemari? Saya tidak setakut itu untuk menerimamu setelah mereka membuangmu’ jawab Duryodana
Rukma merasa terhina oleh duabelah pihak dan ia kembali kekerajaannya tanpa ambil bagian dari perang besar itu
Di kisahkan juga perjalanan Salya “Sang Raja Madra” menuju markas Pandawa karena memihak mereka, Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap Pandawa menjelang meletusnya perang besar di Kurukshetra atau Baratayuda. Di tengah jalan rombongannya singgah beristirahat dalam sebuah perkemahan lengkap dengan segala jenis hidangan.
Salya menikmati jamuan itu karena mengira semuanya berasal dari pihak Pandawa. Tiba-tiba para Korawa yang dipimpin Duryodana muncul dan mengaku sebagai pemilik perkemahan tersebut beserta isinya. Duryodana meminta Salya bergabung dengan pihak Korawa untuk membalas jasa. Sebagai seorang raja yang harus berlaku adil, Salya pun bersedia memenuhi permintaan itu.
Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya harus berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur dengan memberikan restu kemenangan untuk mereka.
Untuk kesekian kalinya sebelum keputusan berperang, sekali lagi para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para Raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang besar akan terjadi. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para Raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.
Sementara itu, Kresna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.
Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari Mahābhārata, sebuah wiracarita tentang pertikaian Dinasti Kuru sebagai titik sentralnya. Kurukshetra sendiri bermakna “daratan Kuru”, yang juga disebut Dharmakshetra atau “daratan keadilan”. Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.
Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India.
DIALOG KARNA DAN DEWII KUNTI
Radheya(Karna) dan Kunti (nama lain Sang Karna adalah Radheya)
Kisah ini diambil dari Udyoga parva, setelah Sri Khrisna gagal sebagai Duta Perdamaian guna mencegah perang Pandava dengan Kurawa
Kunti begitu gelisah setelah usaha damai yang ditempuh menemui jalan buntu, berarti perang sebentar lagi akan pecah, pasukan Raja Raja di seluruh dunia telah menuju Kurukhsetra.
Namun yang ada dalam benak Kunti adalah Radheya (Karna), kebencian Radheya terhadap Pandava terutama Arjuna melebihi kebencian Duryodhana terhadap Pandava
Kunti berniat menemui putra tertuanya itu dan memberitahu sejatinya Radheya.
Radheya baru saja selesai melakukan Surya Sewana (pemujaan terhadap Dewa Matahari ), telah terkenal bahwa setiap selesai melakukan Puja tersebut Radheya akan memberikan anugerah kepada siapapun yang datang dan meminta kepadanya.
Ditepi sungai Gangga
Saat berbalik Radheya melihat Seorang wanita duduk berteduh dibawah pohon, diapun menghampiri (karena sesuai kebiasaan bahwa orang yang menunggunya melakukan Puja adalah orang yang akan meminta berkahnya) lalu membungkuk hormat
Radheya (R) : salam Ibu.. apa yang ibu minta? Radheya menunggu perintahmu
Kunti hanya memandangnya dengan tatapan sedih, terkenang kembali ke masa lalu saat dia membuang Radheya begitu lahir dengan menghanyutkannya di sungai Gangga.
R : aku adalah Radheya, Putra Adhirata ibuku bernama Radha karena itu orang memanggilku Radheya, katakanlah Ibu apa Permintaanmu ?
Kunti (K) : aku kesini bukan untuk meminta anugerahmu, aku hanya ingin bertanya tidakkah kau mengenal siapa aku ?
Radheya menatap wanita didepannya, mencoba mengingat ingat lalu sesuatu pun terlintas dalam pikirannya, dadanya pun berdebar
R : ini aneh, aku tidak tahu siapa dirimu, tapi aku merasa telah lama mengenalmu, ya engkau adalah wanita yang hadir dalam mimpiku
K : Maukah kau duduk disampingku, dan menceritakan wanita impianmu ?
Radheya mendekat dan duduk disamping Kunti
R : ini aneh, selama ini aku tidak pernah menceritakan tentang mimpiku ini kepada siapapun bahkan kepada ibuku Radha, tapi kenapa sekarang aku ingin menceritakan kepadamu Ibu.
Mungkin kau sudah tau siapa aku mungkin juga tidak, aku adalah Radheya putra Radha, ayahku Adhirata kusir sang Raja, tapi aku bukanlah anak Ibuku ayahku memungut aku dari Gangga dalam kotak kayu waktu aku kecil.
Semasa kecil aku selalu bermimpi, seorang wanita cantik yang berpakaian layaknya Putri Raja datang padaku, dia selalu menangis dan sedih
Dalam mimpi aku bertanya “ siapa engkau Ibu? Mengapa kau menangis?”
Wanita itu selalu menjawab ” aku menangis dan sedih karena aku melakukan ketidakadilan ini padamu”
Ketika aku bertanya ” mengapa Ibu, mengapa kau lakukan ini padaku ?
Dia hanya diam membisu hanya air mata yang menjawab semua pertanyaanku, lalu wanita itu akan menghilang dari pandanganku seberapa keras pun aku memanggilnya.
Mimpi yang sama selalu terulang berkali-kali.
Mimpi itu terus menghantuiku sampai aku remaja mimpi itu mulai berkurang, wanita itu semakin jarang menemuiku dalam mimpi, dan sampai sekarang dia tak pernah lagi menemui aku dalam mimpi ……………. yah mungkin karena dia mulai lupa denganku atau dia sudah punya anak yang lain.
K : kau salah anakku , wanita itu tidak pernah dan tidak akan bisa melupakanmu, meski dia sudah punya anak yang lain.
R : mengapa kau begitu yakin Ibu, seolah olah kau tau dan mengenal wanita dalam mimpiku ?
Dada Radheya semakin berdebar-debar, semakin lama dia memandang wanita itu dia semakin yakin kalau wanita dihadapannya adalah wanita yang hadir dalam mimpi-mimpinya.
Kunti pun menangis, dengan tersendat dia berkata.
K : Aku tau siapa wanita dalam mimpimu, karena akulah wanita itu aku adalah Kunti wanita yang melahirkanmu.
Kunti mencurahkan air matanya, perasaan yang dipendam selama puluhan Tahun seakan ingin dia tumpahkan semua saat ini
Radheya diam mematung, tak percaya dengan apa yang dia dengar
R : ah mana mungkin, Kunti Devi Ratu Astina, ibu mulia dari lima Pahlawan Agung hari ini datang pada Radheya, dan mengaku sebagai Ibunya mungkin Radheya sedang bermimpi, sebaiknya aku tidur lagi
K : jangan lagi memanggil dirimu Radheya kau adalah Kaunteya putra Kunti, putra tertua ku…………… mulai saat ini kau akan dikenal sebagai Putraku
R : Tapi mengapa Ibu……….?? aku sudah tau bahwa kau adalah ibuku……bahwa Radheya sebenarnya Putra Kunti dan Surya (Dewa Matahari ), tapi mengapa baru sekarang kau datang padaku
K : Bagaimana kau tau aku adalah ibumu dan Surya adalah ayahmu ?
R : Kemarin Khrisna dengan rasa cinta kasihnya memberitahuku jati diriku yang sebenarnya, tapi sudahlah Ibu janganlah kita membicarakan hal yang berlalu, hari ini aku begitu bahagia karena Ibu telah datang menemui aku……… jadi jangan berkata apa pa lagi
Keduanya berpelukan dan menangis bersama, melepas kerinduan mereka selama ini, Radheya merebahkan kepalanya di pangkuan Kunti, dengan lembut Kunti membelai rambut putranya yang ”Hilang”, mereka larut untuk sesaat dalam hening…………
Beberapa saat berlalu, Radheya pun bangkit
R : Terima kasih Ibu, Ibu telah memberikan saat-saat yang paling suci dalam hidupku kini perintahlah Radheya
K : Tidak anakku, Ibu tidak memberimu perintah tapi Ibu akan memintamu melakukan sesuatu.
R : Katakanlah Ibu apa yang harus aku lakukan
K : Ikutlah bersama Ibu ke Pandava, mereka adalah saudaramu, Ibu akan memberi tau Yudhistira bahwa kau adalah Putra tertua ku, hilangkan kebencianmu selama ini kepada Arjuna, berperanglah di pihak Pandawa yang pasti akan menang, Dunia akan melihat engkau bersatu kembali dengan saudara saudaramu, mereka akan melihat dirimu bersatu dengan Arjuna, didunia ini siapa yang bisa mengalahkan Kalian berdua, kalian akan Jaya seperti Khrisna – Balarama, menangkan perang ini lalu perintahlah seluruh dunia karena kau lah Pewaris Tahta Kerajaan. Yudhisthira akan menjadi Yuvaraja (Putra mahkota) dan memegang Payung kebesaranmu, Arjuna akan menjadi kusirmu, Bhima akan menjadi kepala Pengawal, sedangkan si kembar akan selalu setia melayanimu.
Radheya terdiam, betapa Hidup ini penuh misteri, selama ini dia hidup dengan pandangan orang yang menilai rendah dirinya karena hanya seorang ”Sutaputra” (putra kusir kereta), namun dalam 2 hari terakhir dua orang mulia (Khrisna dan Kunti) datang menawarkan Dunia kepadanya. Godaan yang begitu besar, namun Radheya tak bergeming
R : Ibu aku sangat ingin menuruti perintahmu, tapi aku tidak bisa
K : mengapa anakku? Aku akan mengakui pada dunia bahwa kau adalah putra tertua ku
R : Ibu tidakkah kau tau betapa aku membencimu, atas perlakuanmu padamu aku menyimpan kemarahan ini bertahun tahun. Aku menderita karena kelahiranku. Namun ketika hari ini kau datang semua kemarahanku itu lenyap bagai butiran salju yang jatuh di gurun pasir yang tandus
Dunia mengenalku sebagai Sutaputra, nama ini menodai kelahiranku yang sebenarnya, saat menginjak remaja kau bertanya pada Ibuku Radha ” Ibu mengapa aku ingin sekali menjadi seorang pemanah bukan menjadi kusir kereta seperti ayah ?”
Saat itu lah aku tau bahwa Ibuku Radha bukanlah ibuku, namun cinta kasihnya melebihi cinta kasih seorang ibu kepadaku karena itu aku bangga dengan nama Radheya nama yang aku bawa sampai mati
Lalu aku pun berkelana, untuk menuntut ilmu memanah, namun tidak ada yang mau mengajariku
Drona menolakku karena aku adalah seorang ’Sutaputra’, nama yang melekat dan menyakiti hatiku ini semua karena ketidakadilan mu padaku ”
Kemudian aku menghadap Bhargawa (Parasurama ) beliau mau mengajariku karena aku mengaku sebagai Brahmana, tetapi ketika Beliau tau aku bukan seorang Brahmana beliau mengutukku bahwa aku akan melupakan Mantra yang sangat aku perlukan.
Disamping itu seorang Brahmana mengutukku bahwa roda keretaku akan terbenam dan aku terbunuh pada saat aku tidak siap, seperti hal nya sapi Brahmana itu yang aku bunuh.
Saat aku kembali ke Astina, saat itu adalah waktu Perlombaan ketangkasan Para Pangeran Astina.
Jiwa Pemanahku bergolak melihat kesombongan Arjuna yang bangga akan keahliannya, akupun menantangnya lalu semua orang tau bahwa aku hanyalah seorang putra kusir, mereka menghina dan mencemoohkan aku terutama Bhima mu yang tersayang, mereka menilai aku bukan lah lawan yang pantas bagi Arjuna.
Saat itu lah Duryodhana yang Agung datang padaku, mengakui aku sebagai sahabatnya dan mengangkatku sebagai Raja Anga, Duryodhana lah orang yang mengangkat derajatku saat semua orang merendahkan ku, dia hanya meminta Hati ku sebagai balasanya, dan Mulai saat itu Hati ku milik sang Raja, Majikan sekaligus sahabatku Pangeran Duryodhana.
Ibu Tidakkah kau mengenalku saat itu ? aku yakin kau pasti mengenalku dari Kavaca ( Baju Pelindung ) dan kundala (anting-anting) yang kukenakan, namun dengan alasan yang kau ketahui sendiri saat itu Ibu diam membisu
Namun mengapa sekarang kau datang padaku………….????
Di Dunia ini hanya ada dua cinta terpenting bagi Radheya, cintaku kepada Ibu ku Radha dan Cintaku kepada Sahabat sejatiku Duryodhana.
Aku tidak pernah dan tidak berani berpikir akan ada cinta yang lebih agung datang dalam kehidupanku.
Aku tidak bisa meninggalkan Duryodhana untuk bergabung dengan saudara saudaraku yang baru aku temukan sesuai dengan permintaanmu ibu”
Dengan berlinang airmata Kunti bertanya.
K : Mengapa anakku……….???
Terdengar suara dari langit, Surya Dewa Matahari berkata ” Anakku Turutilah kemauan Ibumu, bergabunglah dengan Pandawa ”
Namun Radheya tidak bergeming
R : Ibu ,Aku terikat jalinan jutaan untai benang dengan Sahabatku Duryodhana, satu satunya orang di dunia ini yang menjadikan aku sahabatnya tanpa peduli aku seorang Sutaputra, bergantung padaku Dia telah memulai perang ini, dunia mengenalku sebagai sahabat sang Raja, Duryodhana malah ingin berbagi Singasana yang sama denganku, aku tidak bisa memungkiri kebahagiaanku melewati hari hari bersama sang Pangeran.
Namun kini Ibu datang padaku dengan cinta yang membuat temaram cinta yang aku tau selama ini
Aku akan tetap berada disamping Duryodhana untuk melunasi hutangku, hutang cinta dan terima kasih adalah hutang yang sangat sulit untuk dibayar
Katakanlah ibu , begitu agungkah cinta seorang Ibu hingga membuat aku begitu bimbang, tapi Radheya tidak akan merubah pendiriannya , sekarang janganlah berkata2 apa apa lagi aku tidak ingin menyakitimu dengan kata kataku ”
Radheya menutup kedua matanya dan menangis, Kunti tertunduk lemas air matanya bercucuran tak terhingga, mereka kembali berpelukan dalam tangis.
Sesaat kemudian Radheya melepaskan pelukannya
R : Ibu tangisan ini tidak baik untukku, seorang Ibu hanya boleh menangisi anaknya yang sudah mati, aku akan tetap bersama sahabatku dan aku tau akhir hidupku
Aku tau bahwa kami semua yang berpihak pada Duryodhana akan dikirim ke alam Yama (kematian) kami akan kalah, aku tau itu Ibu
Namun jalan satu satunya orang hidup didunia ini adalah mengukir nama Baiknya, kemasyuran……….. jika aku bergabung dengan Pandawa aku akan kehilangan nama baik yang telah aku ukir selama ini, apapun Takdir yang telah ditetapkan, seseorang tidak boleh menyerah untuk mempertahankan dan mencari Nama Baik dan kemahsyuran, itulah jalan yang aku tempuh selama ini, aku menginginkan nama baik.
Ibu Restuilah aku berikan aku anugerah :
”Bahwa namaku akan di ingat sepanjang manusia masih hidup di dunia ini, kemahsyuran ku akan abadi sepanjang sejarah”
Dengan Hati yang hancur lebur Kunti merestui permintaan putranya
R : Terimakasih ibu, namun ini tidaklah benar……….. biasanya akulah yang memberikan anugerah kepada orang2 yang datang padaku setelah aku selesai memuja Ayahku, kini aku akan memberimu anugerah yang setara dengan Permintaanmu sesuai dengan kemampuanku, engkau menginginkan hatiku, tapi hatiku bukan miliku, hatiku milik sahabatku Duryodhana
” Engkau akan Tetap memiliki lima Putera, Yudhistira, Bhima,Nakula dan Sahadeva Tidak akan aku bunuh dalam perang, mereka tidak akan mati ditanganku, tapi tidak dengan Arjuna, pertarungan diantara kami harus terjadinya………. itulah satu satunya cara untuk melunasi hutang kepada sahabatku Duryodhana, namun bagaimana pun hasilnya kau akan tetap punya lima Putera, dengan Aku tanpa Arjuna, ataupun Dengan Arjuna tanpa Radheya puteramu Tetap akan lima, itulah anugerahku ”
Radheya menghela nafas panjang, dengan tatapan sedih Kunti memandangnya
R : Tapi ibu aku tahu, Arjuna akan tetap bersamamu, dibawah lindungan Khrisna Pandawa akan aman seperti Bayi dalam rahim ibunya, mereka akan selamat melewati Perang besar ini
Sedangkan kami yang memihak Duryodhana sudah dikutuk, kami akan mati…………
Engkau mungkin sudah tau Ibu….
Aku juga telah dikutuk
Guruku Bhargawa (Parasurama) telah mengutukku ” bahwa aku kan melupakan mantra senjata yang aku perlukan disaat saat genting.
Lalu seorang Brahmana mengutukku, bahwa roda kereta ku akan ditelan Bumi dan aku dibunuh oleh musuh saat aku tidak siap.
Selain dua kutukan tadi Indra Raja Dewata telah meminta Kavaca ( Baju pelindung) dan Kundala (anting2) yang akan melindungi aku dari kematian.
Dan kemarin Khrisna datang dengan cinta yang Agung menggoyahkan perisai hatiku dan hari ini kau datang dengan kasih seorang Ibu yang kau hempaskan dan menghancurkan Tameng Hatiku, satu satunya senjata ku untuk melawan Pandawa adalah kebencianku kini semuanya telah hancur, bagaimana aku bisa berhadapan dengan Arjuna yang kini dimataku adalah seorang anak kecil yang mengulurkan tangannya dengan penuh cinta.
Ibu katakanlah
Dengan semua itu bagaimana aku bisa selamat dari perang ???
Kini mata Radheya terang tanpa airmata, dengan suara pelan meyakinkan Kunti
R : Ibu janganlah sedih, apa yang sudah digariskan oleh Para Dewa tidak ada yang bisa merubahnya, tidak juga Cintamu yang Agung, aku harus bertarung dengan Arjuna dan aku akan mati ditangannya
Sekarang pulanglah Ibu ku sayang, jangan sampai ada orang yang melihat kau datang menemui aku, biarlah dunia tetap menganggapku ”Sutaputra” tapi dirimu dan aku tahu bahwa Radheya adalah putera Kunti dan Surya, biarlah rahasia kelahiranku lenyap bersama kematianku ”
Tubuh Kunti begitu lemas, Radheya berkali kali harus memapahnya, Dia telah kehilangan puteranya selama ini dan setelah menemui Radheya dia semakin kehilangan, Pertemuan mereka hanyalah kebahagiaan sesaat seperti sinar kilat menyambar lalu lenyap saat Dunia masih gelap. Kunti dengan segala kegetiran meninggalkan Puteranya yang Mulia.
KITAB UDYOGAPARWA (Versi Jawa)
Kitab Udyogaparwa merupakan kitab kelima dari seri Astadasaparwa. Kitab ini menceritakan sikap Duryodana yang tidak mau mengembalikan kerajaan para Pandawa yang telah selesai menjalani masa pengasingan selama 13 tahun berakhir. Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Korawa. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar.
Pandawa yang selalu bersabar mengirimkan Krisna sebagai duta perdamaian ke pihak Korawa, namun usaha mereka tidak membuahkan perdamaian. Sebagai seorang pangeran, Pandawa merasa wajib dan berhak turut serta dalam administrasi pemerintahan, maka akhirnya hanya meminta lima buah desa saja. Tetapi Duryodana sombong dan berkata bahwa ia tidak bersedia memberikan tanah kepada para Pandawa, bahkan seluas ujung jarum pun. Jawaban itu membuat para Pandawa tidak bisa bersabar lagi dan perang tak bisa dihindari. Duryodana pun sudah mengharapkan peperangan.
Dalam kesempatan itu, Kresna menemui Karna dan mengajaknya berbicara empat mata. Ia menjelaskan bahwa para Pandawa sebenarnya adik seibu Karna. Apabila Karna bergabung dengan Pandawa, maka Yudistira pasti akan merelakan takhta Hastinapura untuknya.
Karna sangat terkejut mendengar jati dirinya terungkap, Dengan penuh pertimbangan ia memutuskan tetap pada pendiriannya yaitu membela Korawa. Ia tidak mau meninggalkan Duryodana yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Rayuan Kresna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryodana yang dianggapnya sebagai saudara sejati.
VERSI JAWA
Kedatangan Kresna bukan untuk membuka jati diri Karna, melainkan hanya untuk penegasan saja. Seperti telah dikisahkan sebelumnya, Karna sudah mengetahui jati dirinya dari Batara Narada menjelang perkawinannya dengan Surtikanti. Jadi, Kresna hanya ingin memastikan sikap Karna membela Korawa atau Pandawa. Jawaban dan alasan Karna pun sama persis dengan versi MahaBharata.
Kresna dengan kepandaiannya berbicara akhirnya berhasil mengetahui alasan karna yang paling rahasia. Karna mengaku memihak Korawa demi kehancuran angkara murka. Ia sadar kalau Korawa adalah pihak yang salah. Setiap hari ia berusaha menghasut Duryodana supaya tidak takut menghadapi para Pandawa. Karna menjadi tokoh yang paling menginginkan perang terjadi, karena hanya dengan cara itu Korawa dapat mengalami kehancuran. Karna sadar sebagai seorang penghasut, dirinya harus memberi contoh berani dalam menghadapi Pandawa. Ia rela jika dalam perang nanti dirinya harus tewas bersama para Korawa. Ia bersedia mengorbankan jiwa dan raga demi untuk kemenangan para Pandawa dan kebahagiaan adik-adiknya itu. Kresna terharu mendengar rahasia Karna. Ia yakin meskipun selama di dunia Karna hidup bersama Korawa, namun kelak di akhirat pasti berkumpul bersama Pandawa.
Setelah pertemuan dengan Kresna, Karna ganti mengalami pertemuan dengan Kunti, ibu kandungnya. Kunti menemui Karna saat putera sulungnya itu bersembahyang di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya ibu dan sudi bergabung dengan para Pandawa. Karna kembali bersikap tegas. Ia sangat menyesalkan keputusan Kunti yang dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia menolak bergabung dengan Pandawa dan tetap menganggap Radha istri Adirata sebagai ibu sejatinya. Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekecewaan Kunti. Ia bersumpah dalam perang Bharatayuddha kelak, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali Arjuna.
Pandawa dan Korawa mempersiapkan kekuatannya dengan mencari bala bantuan dan sekutu ke seluruh pelosok Bharatawarsha (India Kuno). Arjuna dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memohon bantuan dari Krishna
Duryodana datang terlebih dahulu, kemudian Arjuna. Krishna sedang beristirahat. Mereka masuk kekamarnya. Durodana duduk disisi Krishna, Arjuna berdiri tepat diujung kaki Krisna. Krisna kemudian terbangun dan membuka matanya melihat arjuna terlebih dahulu dan menyapanya Baru kemudian menyapa Duryodana. Ia menanyakan apa yang membuat mereka datang ke Dwaraka. Duryodana berbicara pertama bahwa Perang akan dimulai dan mereka meminta agar Krishna dan pasukannya membantu mereka, Ia juga menyampaikan bahwa Ia darang duluan. Krishna menyatakan bahwa mungkin benar Duryodana datang duluan, namun ia melihat Arjuna terlebih dahulu ketika terbangun, lagi pula adat yang berlaku selalu mempersilakan yang lebih muda untuk duluan. Untuk itu Krishna menyatakan bahwa Ia tidak bersedia bertempur secara pribadi. Sri Kresna mengajukan tawaran kepada Pandawa dan Korawa, bahwa di antara mereka boleh meminta satu pilihan: pasukannya atau tenaganya.
Pandawa yang diwakili Arjuna menginginkan Sri Kresna tanpa senjata Ia memohon Krishna bersedia mengendarai kereta perangnya dan menjadi penasihat Pandawa sedangkan Korawa yang diwakili Duryodana memilih pasukan Sri Kresna. Sri Kresna bersedia mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas terlebih lagi Duryodana merasa pilihan arjuna merupakan suatu kebodohan karena ia tahu ketangguhan dari pasukan Krisna namun setibanya Duryodana dikerajaan dengan gembira ia ceritakan keberuntungannya itu dihadapan Sangkuni. Sangkuni justru memakinya sebagai orang paling Bodoh dan mengatakan 1 orang Krisna tidak dapat dibandingkan dengan ratusan ribu Prajuritnya walaupun sekuat apapun Prajuritnya itu.
Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru India dan berkumpul di markasnya masing-masing. Pandawa memiliki tujuh divisi sementara Korawa memiliki sebelas divisi. Beberapa kerajaan pada zaman India kuno seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya, Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa; sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Anga, Kekaya, Sindhudesa, Mahishmati, Awanti dari Madhyadesa, Kerajaan Madra, Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.
PIHAK PANDAWA
Melihat tidak ada harapan untuk berdamai, Yudistira, kakak sulung para Pandawa, meminta saudara-saudaranya untuk mengatur pasukan mereka. Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh divisi. Setiap divisi dipimpin oleh Drupada, Wirata, Drestadyumna, Srikandi, Satyaki, Cekitana dan Bima. Setelah berunding dengan para pemimpin mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan Pandawa. MahaBharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan India utara bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar. Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, dan masih banyak lagi.
PIHAK KORAWA
Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa. Bisma juga tidak ingin bertarung di sisi Karna dan tidak akan membiarkannya menyerang Pandawa tanpa aba-aba darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah. Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi. Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya Duhsasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran Korawa dibantu oleh Rsi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa Jayadrata, guru Kripa, Kritawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sangkuni, dan masih banyak lagi para ksatria dan Raja gagah perkasa yang memihak Korawa demi Hastinapura maupun Dretarastra.
PIHAK NETRAL
Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja Rukma dan juga kakak Kresna, Baladewa, berada pada pihak yang netral dalam peperangan tersebut. Baladewa netral karena kasih dan perdamaiannya pada duabelah pihak, namun netralnya Raja Rukma bukan karena ia tidak mau memihak, namun justru karena kesal dan merasa terhina oleh duabelah pihak
Kerajaan Widharba dahulunya dipimpin oleh Raja Bhismaka Ia mempunyai lima anak satu diantaranya wanita bernama Rukmini. Ia telah mendengar tentang Krisna dan kemasyurannya dan berharap dapat bersatu dengannya dalam satu perkawinan. Keluarganya menyetujui ide itu kecuali kakak tertuanya Rukma yang lebih mengingikan Rukmini dikawinkan dengan Sisupala raja Chedi.Karena raja semakin tua, Rukma menjadi dominan kehendaknya di kerajaan tersebut Rukmini menjadi takut bahwa ayahnya menjadi tidak berdaya. Kemudian ia mencari jalan mengatasi keadaan yang sulit ini. Ia kemudian meminta saran kepada seorang Brahmana yang kemudian pergi ke Drawaka untuk bertemu Krisna dan menyampaikan surat yang dikirim Rukmini.
“Hatiku telah menerimamu sebagai Tuhan dan pemimpin, Aku memintamu untuk datag dan menyelamatkanku dari Sisupala yang akan membawa ku dengan paksa. Hal ini tidak dapat ditunda lagi, datanglah esok. Pasukan Sisupala dan jarasandha akan berusaha menghadangmu sebelum engkau mendapatkanmu. Semoga engkau berkenan menyelamatkan ku. Dan sebagai bagian dari upacara perkawinan Aku akan berada di kuil untuk memuja Parvati (shakti Siva) bersama rombongan. Itu adalah saat yang terbaik untuk datang dan menyelamatkanku. Jika Engkau tidak hadir maka aku akan mengakhiri hidupku dan semoga akau akan bersatu dengan mu di kehidupan mendatang “
Setelah Krisna membaca itu, Ia segera menaiki keretanya menuju Kundinapura, Ibukota Widarbha. Balarama tahu kepergian yang tiba-tiba dan rahasia Krisna dan kemudian ia segera menyiapkan pasukan dan menuju Kundinapura. Di kuil Rukmini berdoa, ‘Oh Dewi, kuserahkan hidupku padamu”. Melangkah keluar kuil. Rukmini melihat Kereta Krisna dan segera berlari melayang bagikan jarum tersedot magnet menuju kereta Krisna. Krisna mengemudikan kereta dibawah pandangan kagum semua yang melihat mereka
Pengawal segera memberitahu Rukma mengenai apa yang terjadi, kemudian berkata ‘Aku tidak akan kembali sebelum membunuhnya!’ dan segera mengejar Krisna dengan pasukan yang besar. Sementara itu Balarama telah tiba dengan pasukannya dan pertempuran pun terjadi. Balarama dan Krisna pulang dengan memperoleh kemenangan.
Rukma yang telah kalah malu pulang kandang dan mendirikan kerajaan diantara Dwaraka dan menamakannya menjadi Bhojakata. Ketika Ia mendengar akan diadakan perang Khurkshetra, Rukma datang dengan pasukan besar berpikir untuk memperbaiki hubungannya dengan Krisna (Basudeva) dan menawarkan bantuan pada Pandawa
“Oh, Pandawa, Pasukan musuh begitu besarnya. Aku datang untuk menawarkan bantuan padamu. Berikan aku perintah dan aku akan menyerang semua tempat yang engkau perintahkan. Aku punya kekuatan untuk melawan Drona, Kripa dan bahkan Bhisma. Ku berikan kemenangan bagimu, katakanlah kehendakmu” Ujarnya pada Arjuna
KISAH BERPIHAK PADA BASUDEWA, ARJUNA TERSENYUM
“Oh penguasa Bhojakata, Kami tidak mengkhawatirkan jumah musuh. Kami belum memerlukan bantuanmu. Engkau boleh menyingkir atau tetap di sekitar sini sesukamu”, Ujar Arjuna
Rukma yang merasa marah dan malu, pergi ke Duryodana dengan pasukannya, “Pandawa menolak bantuan ku, Pasukanku terserah engkau akan apakan”, katanya pada Duryodana
“Jadi, setelah Pandawa menolakmu bantuanmu makanya engkau datang kemari? Saya tidak setakut itu untuk menerimamu setelah mereka membuangmu’ jawab Duryodana
Rukma merasa terhina oleh duabelah pihak dan ia kembali kekerajaannya tanpa ambil bagian dari perang besar itu
Di kisahkan juga perjalanan Salya “Sang Raja Madra” menuju markas Pandawa karena memihak mereka, Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap Pandawa menjelang meletusnya perang besar di Kurukshetra atau Baratayuda. Di tengah jalan rombongannya singgah beristirahat dalam sebuah perkemahan lengkap dengan segala jenis hidangan.
Salya menikmati jamuan itu karena mengira semuanya berasal dari pihak Pandawa. Tiba-tiba para Korawa yang dipimpin Duryodana muncul dan mengaku sebagai pemilik perkemahan tersebut beserta isinya. Duryodana meminta Salya bergabung dengan pihak Korawa untuk membalas jasa. Sebagai seorang raja yang harus berlaku adil, Salya pun bersedia memenuhi permintaan itu.
Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya harus berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur dengan memberikan restu kemenangan untuk mereka.
Untuk kesekian kalinya sebelum keputusan berperang, sekali lagi para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat permohonan kepada para Raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang besar akan terjadi. Begitu juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para Raja di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak Korawa.
Sementara itu, Kresna mencoba untuk melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna sebelum meninggalkan istana. Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa. Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.
Setelah Kresna meninggalkan istana Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Perang di Kurukshetra merupakan klimaks dari Mahābhārata, sebuah wiracarita tentang pertikaian Dinasti Kuru sebagai titik sentralnya. Kurukshetra sendiri bermakna “daratan Kuru”, yang juga disebut Dharmakshetra atau “daratan keadilan”. Lokasi ini dipilih sebagai ajang pertempuran karena merupakan tanah yang dianggap suci. Dosa-dosa apa pun yang dilakukan di sana pasti dapat terampuni berkat kesucian daerah ini.
Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana, India.