MERAIH KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT
Setiap manusia menghendaki kehidupan yang bahagia. Tidak ada satupun manusia yang ingin hidup susah, gelisah, dan tidak merasakan ketentraman. Akan tetapi setiap manusia memiliki prinsip dan cara pandang yang berbeda dalam mengukur kebahagiaan. Karena yang paling memengaruhi seseorang dalam mengukur kebahagiaan adalah prinsip dan pandangan hidup yang dipijakinya.
Bagi seorang Muslim, kebahagiaan tidak selalu berupa kemewahan dan keberlimpahan materi duniawi. Berikut ini beberapa pinsip kebahagiaan dalam konsep hidup Islam. Tulisan ini akan menguraikan beberpa prinsip hidup bahagia menurut Islam.
1. Bahagia di Jalan Allah.
Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (Qs. Al-An’am: 153)
Kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan meniti jalan yang digariskan oleh Allah. Yang dimaksud dengan meniti jalan Allah adalah menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dengan ikhlas dan benar. Ayat 153 surah al-An’am diatas sebelumnya didiahului dengan penjelasan tentang beberapa perintah dan larangan Allah kepada orang beriman.
Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa orang yang meninggalkan jalan yang digariskan oleh Allah akan, tidak tenang dan tidak bahagia. Karena ia akan mencari jalan dan sumber kebahagiaan pada jalan yang dibuat dan digariskan oleh selain Allah dan Rasul-Nya. Dalam ayat lain dijelaskan :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (surat Thaha [20]: 123.
2. Menggabungkan antara kebahagiaan ruh dan Jasad.
Manusia terbentuk dari ruh dan jasad. Masing-masing dari keduanya membutuhkan gizi dan nutrisi yang harus dipenuhi secara adil. Sebagian kalangan hanya menekankan aspek ruh dan mengabaikan kebutuhan jasad. Sebaliknya sebagian yang lain hanya menekankan pemenuhan kebutuhan jasad dan mengabaikan kebutuhan ruh.
Adapun petunjuk Islam memenuhi kebutuhan keduanya (ruh dan jasad) secara adil. Ruh dipenuhi kebutuhannya dengan cahaya wahyu dari langit dan menjaga kesehatan jasad dengan pememenuhan hajat syahwat dan syahwat melalui cara yang halal dan thayyib. Allah Ta’ala berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Surah al-Qashash [28]:77).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada ummatnya untuk menunaikan hak kepadapemiliknya masing-masing.
“Sesungguhnya Rabbmu punya haq darimu, dirimu punya haq darimu, keluargamu juga punya hak, maka berilah setiap hak kepada pemiliknya” (Terj. HR. Bukhari).
3. Berani Menghadapi Resiko hidup.
Barangsiapa yang telah menikmati manisnya Iman, maka ia takkan pernah mau meninggalkannya, kendati pedang diletakkan di lehernya. Sebagaimana tukang sihir Fir’aun yang tegar menghadapi ancaman potong tangan-kaki dan salib;
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ ۖ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ ۖ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَىٰ
Berkata (Fir’aun): “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya”. (Qs Thaha [20]:71).
Mereka tetap teguh dan tegar sebagaimana diabadikan oleh Allah;
قَالُوا لَن نُّؤْثِرَكَ عَلَىٰ مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا ۖ فَاقْضِ مَا أَنتَ قَاضٍ ۖ إِنَّمَا تَقْضِي هَٰذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (Qs Thaha [20]:72).
Tidak ada sesuatupun yang meneguhkan dan menegarkan mereka, kecuali karena mereka telah merasakan lezat dan manisnya keimanan. Sehingga mereka merasakan ketenangan batin dan ketegaran saat menghadapi ancaman, termasuk ancaman pembunuhan sekalipun.
4. Kebahagiaan adalah Ketenangan dalam Hati.
Tiada kebahagiaan tanpa sakinah (ketenangan) dan thuma’ninah (ketentraman).Dan tiada ketenangan dan ketentraman tanpa iman. Allah Ta’la berfirman tentang orang-oranf beriman :
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ ۗ
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (Qs Al-Fath: 4).
Keimanan melahirkan kebahagiaan dari dua sisi (1) Iman dapat menghindarkan dan memalingkan seseorang dari ketergelinciran ke dalam dosa yang merupakan sebab ketidak tenangan dan kegersangan jiwa. (2) Keimanan dapat menjadi sumber utama kebahagiaan, yakni sakinah dan thuma’ninah. Sehingga di tengah lautan masyakil (probematika) dan krisis hidup tidak ada jalan keluar dan keselamatan selain Iman.
Oleh karena itu orang yang tanpa iman di hatinya dipastikan akan selalu dirundung rasa takut, was-was, kahwatir, gelisah, galau. Adapun bagi orang beriman. Adapun bagi orang beriman tidak ada rasa takut sama sekali, selain takut kpda Allah Ta’ala.
Hati yang dipenuhi iman memandang remeh setiap kesuliatn yang menghimpit, kerana orang beriman selalu menyikapi segala persoalan dengan tawakkal kepada Allah. sedangkan hati yang kosong, tanpa iman tak ubahnya selembar daun rontok dari dahannya yang diombang-ambingkan oleh angin.
5. Berpindah dari kebahagiaan dunia pada kebahagiaan akhirat.
Pasca kehidupan dunia, akan memasuki kehidupan di alam kubur bakda kematian dan selanjutnya kehidupan di negeri akhirat setelah hari kiamat. Dan jalan-jalan kebahagiaan akan menyertai manusia dalam tiga fase kehidupan tersebut (dunia, alam kubur,& hari akhir)
Dalam kehidupan dunia Allah Ta’ala telah menjanjikan kebahagiaan bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Qs An-Nahl [16]:97).
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh akan dihidupkan di dunia dengan kehidupan yang baik; bahagia, tenang, tentram, meski hartanya sedikit.
Adapun kebahagiaan di alam kubur, seorang Mu’min akan dilapangkan kuburannya, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
“Sungguh, seorang Mu’min dalam kuburannnya benar-benar berada di taman yang hijau, dilapangkan kuburannya sejauh tujuh puluh hasta, dan disinari kuburannya seperti –terangnya- bulan di malam purnama” (dihasankan oleh al-Albaniy).
Sedangkan kebahagiaan di akahirat Allah berjanji akan tempatkan dalam surga dan kekal di dalam selama-lamanya jelaskan dalam Hud ayat 108,
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” (Terj. Qs Hud [11]:108)
Singkatnya, dengan iman seorang hamba dapat meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat. Jadi, Islam telah datang dengan konsep dan jalan kebahagiaan yang abadi, yang mencakup kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Meskipun demikian Allah telah menjadikan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai dua sisi yang saling terkait dan terpisah. Sehingga keduanya tidak perlu dipertentangkan. Sebab keduanya adalah satu. Keduanya adalah jalan yang satu. Allah mengingatkan bahwa siapa yang menghendaki balasan dunia, maka Allah memeiliki balasan di dunia dan akhirat;
مَّن كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ
Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.(Qs An-Nisa [4]: 134).
Namun bagi seorang Muslim yang beriman bahwa kebahagiaan yang ada disisi Allah jauh lebih baik dan kekal abad.
KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT
Setiap manusia pasti ingin bahagia dan menikmati kebahagiaan bahkan bila perlu selamanya. Bahagia ialah keadaan atau perasaan senang dan tenteram; bebas dari segala hal yang menyusahkan.
Pakar psikologi menyebutnya dengan kondisi psikologis yang positif; ditandai oleh tingginya kepuasan terhadap masa lalu, tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif. Bahagia adalah penilaian terhadap diri sendiri dan kehidupannya, yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun aktivitas positif yang tidak memuat emosi apa pun, seperti absorpsi dan keterlibatan (Seligman, 2005).
Sayangnya, untuk mencapai kondisi bahagia itu, kita sering terjebak pada makna bahagia yang cenderung hedonis-materialistik. Bahagia yang diukur dengan banyaknya materi (uang, deposito, properti, investasi) yang terletak pada Ujung-Ujungnya Duit (UUD) alias Cuan. Bahagia yang diperoleh ketika telah mapan ekonominya, tajir atau the have. Bahagia yang sebatas di dunia tetapi tidak sampai di akhirat. Makna bahagia seperti ini tentu saja semu. Sebab, tajir atau the have yang sakit-sakitan atau pesakitan pasti tidak bahagia. Begitu pula yang proyeknya gagal, bisnisnya macet, atau koleganya berkhianat.
Alquran menyebut fenomena bahagia tersebut sebagai kenikmatan dunia yang sedikit (mataa‘un qaliil) atau bahagia yang semu (sementara), bukan kenikmatan hakiki yang abadi. Tentang kenikmatan duniawi, Allah Swt. berfirman, Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada hal-hal yang diingini (nafsu), yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali Imran [3]: 14).
Kecintaan pada materi dunaiwi acap kali membuat kita buta tentang makna kebahagiaan sejati. Kita pun mudah terpesona dan terpukau oleh keindahan dunia dan gemerlapnya, sehingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena sibuk mengurus harta, tahta, dan wanita, kita lupa untuk berbagi senyum kepada saudara kita sesama muslim, lalu dalam hati kita tumbuh sifat-sifat iri, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri, hingga sombong. Padahal, sifat-sifat ini pertanda hati kita sakit, sedangkan orang yang hatinya sakit niscaya tidak bahagia hidupnya.
KUNCI BAHAGIA ADALAH HATINYA BERSIH
Islam mengajari kita untuk bersuci (wudu, tayamum, mandi), mengerjakan salat, membaca Alquran, mengingat Allah, dan melakukan amal saleh lainnya, semata agar kita mampu meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun, para ulama menilai bahwa kunci kebahagiaan adalah hati yang bersih (qalbun saliim). Ketika hati kita bersih (suci), jiwa kita akan terbebas dari segala hal yang menyusahkan, menyedihkan, dan membuat kita menderita. Pada titik ini, rasa marah, tegang, kesal, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri, dan sombong akan berkurang, sedangkan emosi yang positif, seperti kasih sayang, kecintaan, dan kedamaian, akan tumbuh dan meningkat.
Hati yang bersih (suci), menurut Imam Al-Ghazali di dalam adikaryanya, Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, merupakan sumber berbagai perilaku positif atau akhlak terpuji. Hati yang bersih menjadi lokomotif dari semua gerakan positif tangan, kaki, mata, telinga, otak, hingga jiwa. Dari hati yang bersih, segala macam kebaikan terpancar. Inilah hati yang menerima dan memantulkan cahaya Ilahi; ilmu-Nya dan taufik-Nya. Inilah hati yang selalu mengajak kita pada kebenaran dan kebajikan, sekaligus menolak kebatilan dan kemungkaran. Inilah hati yang berbahagia.
Ada 7 cara untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yaitu :
1. Pertama, mencari rezeki yang halal. Mencari rezeki yang halal akan mengantarkan kita pada keberkahan, dan keberkahan akan membawa kita pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dunia, rezeki halal jelas bersihnya dari kecurangan dan kezaliman kepada pihak lain sehingga di akhirat pun akan selamat, tidak dihisab (diperiksa) secara ketat. Rezeki halal yang dikonsumsi oleh tubuh kita juga akan membentuk darah, tulang, dan daging yang baik dan berkah sehingga memproduksi energi dan emosi yang positif.
2. Kedua, bersikap qanaah. Qanaah artinya menerima apa pun pemberian Allah, baik terkait kondisi tubuh dan paras kita (ganteng/cantik, biasa, jelek) maupun ketentuan Allah Swt. tentang umur, jodoh, rezeki, pasangan hidup, dan keturunan kita. Sikap qanaah akan membawa kita pada rasa nyaman, puas, dan bahagia. Sebaliknya, sikap tidak qanaah akan membawa kita pada perasaan tidak puas, rakus, dan serakah. Akibatnya, nuansa batin akan mudah gelisah dan ingin menuntut yang lebih.
3. Ketiga, bersikap ikhlas. Ikhlas artinya sikap tulus (murni) ketika berurusan dengan pihak lain. Nabi Saw. pernah menyebut seorang sahabat yang diprediksi sebagai ahli surga. Setelah diselidiki selama tiga hari tiga malam, sahabat itu ternyata minim amalan salat malam dan puasa sunnah. Namun, ia memiliki hati yang sangat ikhlas. Sebelum tidur, ia selalu ikhlaskan apa saja perlakuan orang lain kepada dirinya, hingga ia tak pernah menyimpan dendam (kenangan pahit). Dari sini, keikhlasan membawa kebahagian di dunia dan di akhirat.
4.!Keempat, menguatkan takwa. Takwa adalah kunci surga. Orang yang bertakwa akan diberi kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila ia menghadapi masalah pelik, Allah Swt. pasti akan memberinya solusi. Bila ia kesulitan ekonomi, Allah pasti akan memberi rezeki yang datang secara tidak terduga (QS Al-Thalaq: 2-3). Orang yang bertakwa juga pasti disediakan surga yang sangat luas (QS Ali Imran: 133).
5. Kelima, selalu bersabar. Orang yang selalu bersabar akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Ali bin Abi Thalib, ketika bersabar menghadapi ujian (musibah), kita akan diberi 100 derajat kemuliaan. Ketika bersabar melaksanakan ketaatan, kita akan ditambah lagi 100 derajat. Ketika bersabar meninggalkan kemungkaran, kita akan ditambah lagi 100 derajat. Yang pasti, Allah Swt. bersama (menolong) orang-orang yang bersabar (QS Al-Anfal: 46). Jadi, orang yang sabar pasti bahagia.
6. Keenam, selalu bersyukur. Orang yang selalu bersyukur niscaya hidupnya akan berkah dan bahagia. Syukur, artinya: berterima kasih kepada Allah Swt. atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Bersyukur dapat dilakukan dengan meningkatkan ibadah wajib atau ibadah sunah, seperti bersedekah, menyantuni anak yatim, dan membantu fakir miskin. Bersyukur akan membawa hidup semakin berkah dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.
7. Ketujuh, selalu berzikir.Orang yang selalu berzikir akan mencapai kedamaian batiniah dan kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti dinyatakan dalam QS Ar-Ra’d: 28, hanya dengan berzikir kepada Allah, hati kita akan mencapai ketenangan (kebahagiaan). Ketika hati selalu berzikir, ia akan menuju kondisi aktif dan pasif. Aktif, artinya: hati kita akan mendekati Allah. Pasif, artinya: hati kita akan didekati oleh cahaya (ilmu) Allah. Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Orang yang bahagia (as-sa‘iid) ialah yang hatinya selalu mendekati Allah, sedangkan orang yang paling bahagia (al-as‘ad) ialah orang yang hatinya selalu didekati oleh (cahaya) Allah.”
DOA KEBAHAGIAAN DUNIA AKHIRAT
Doa kebahagiaan dunia dan akhirat di bawah ini bersumber dari ayat Al-Quran.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang selalu dicari oleh manusia. Namun tidak jarang manusia salah melangkah, salah memilih jalan, ataupun salah dalam memimpikan kebahagiaan. Agar tidak salah dalam menentukan tujuan dalam mencari kebahagiaan, kita perlu meminta kepada Allah SWT, pemilik alam semesta.
Berikut doa kebahagiaan dunia dan akhirat yang termaktub dalam al-Quran surat Al-Baqarah 201 :
رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
rabbanā ātinā fid-dun-yā ḥasanataw wa fil-ākhirati ḥasanataw wa qinā ‘ażāban-nār.
(Atau terkadang juga dituliskan dalam ejaan latin: rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qina ‘adzaabannaar)
Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”
Doa kebahagiaan dunia akhirat di atas sering juga disebut dengan “doa sapu jagad” atau “doa kebaikan dunia akhirat” karena memang sifatnya yang memohon kebaikan pada kehidupan saat ini dan kehidupan yang berikutnya :
1. Hati-hati dengan doa kebahagiaan yang salah.
Ada jenis doa kebahagiaan yang salah. Yaitu doa yang hanya meminta kebahagiaan di dunia. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 200:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
fa minan-nāsi may yaqụlu rabbanā ātinā fid-dun-yā wa mā lahụ fil-ākhirati min khalāq
Artinya: “Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun.
TAULADAN DARI PARA NABI
Jika kita ingin lebih dalam lagi berdoa untuk kebahagiaan. Ada baiknya kita berkaca dari doa para Nabi. Karena doa sejatinya adalah cerminan dari permintaan terhadap sesuatu yang diharapkan dapat mendatangkan kebahagiaan bagi jiwa.
Dalam surat Ibrahim Ayat 40, Nabi Ibrahim berdoa :
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Rabbij’alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min żurriyyatī rabbanā wa taqabbal du’ā`
Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)
Harapan agar diri kita dan anak-anak kita menjadi orang yang dapat mendirikan shalat, merupakan suatu harapan agar kita dapat bahagia di dunia dan akhirat. Karena bukankah Allah memerintahkan kita untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat, dan bukankah shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab? Dan jika anak kita sholeh, bukankah doanya akan terus mengalir meskipun kita telah meninggal?
Doa Nabi Yusuf A.S.
Di penghujung kisah Nabi Yusuf yang dikisahkan dengan begitu indah dalam surat Yusuf, terekam doa indah nabi Yusuf A.S. Doa itu adalah :
فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ اَنْتَ وَلِيّٖ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَ
fāṭiras-samāwāti wal-arḍ, anta waliyyī fid-dun-yā wal-ākhirah, tawaffanī muslimaw wa al-ḥiqnī biṣ-ṣāliḥīn
Artinya: “(Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.”
Doa Kebahagiaan Dunia Akhirat Lainnya.
Dalam surat Al-A’raf terekam doa para penyihir Fir’aun yang telah bertaubat setelah menyadari kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Musa A.S. Doa tersebut adalah :
رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّتَوَفَّنَا مُسْلِمِيْنَ
rabbanā afrig ‘alainā ṣabraw wa tawaffanā muslimīn
Artinya: “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).”
Doa di atas tentunya mencakup harapan untuk bahagia di dunia dan akhirat. Karena dengan bersabar, maka hidup di dunia dapat dijalani dengan baik. Dan dengan mati sebagai seorang muslim, maka itu merupakan kunci untuk dapat memasuki pintu surga.