EUDAIMONIA ADALAH FILSAFAT KEBAHAGIAAN DAN KEBAHAGIAAN PANDANGAN ISLAM
Eudaimonia (eu̯dai̯moníaeudaemonia / eudemonia) adalah kata Yunani yang secara harfiah diterjemahkan menjadi keadaan atau kondisi semangat yang baik, dan yang umumnya diterjemahkan sebagai kebahagiaan atau kesejahteraan.
Eudaimonia adalah kebahagiaan. Tujuan dari kehidupan manusia di dunia ini adalah kebahagiaan (eudaimonia). Lalu, bagaimana cara untuk mencapai tujuan hidup yang lebih bahagia.
Dalam karya Aristoteles, eudaimonia adalah istilah untuk kebaikan manusia tertinggi atau kebahagiaan dalam tradisi Yunani kuno. Ini adalah tujuan filsafat praktis, termasuk etika dan filsafat politik, untuk mempertimbangkan dan mengalami apa negara ini sebenarnya, dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Dengan demikian merupakan konsep sentral dalam etika Aristotelian dan filsafat Helenistik berikutnya , bersama dengan istilah aretē (paling sering diterjemahkan sebagai kebajikan / keunggulan) dan phronesis (kebijaksanaan praktis atau etis).
Diskusi tentang hubungan antara thik aret (kebajikan karakter) dan eudaimonia (kebahagiaan) adalah salah satu perhatian utama dari etika kuno, dan subjek dari banyak ketidaksepakatan. Akibatnya, ada banyak jenis eudaimonisme.
Eudaimonia adalah mencapai tujuan hidup yang lebih bahagia.
Mengutip dari KBBI eudaimonia atau eudaemonisme adalah aliran filsafat etika yang menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya kebahagiaan yang paripurna akibat mekarnya segala potensi manusia.
Eudaimonisme adalah pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan sebagai tujuan segala tindak-tanduk manusia. Dalam eudaimonisme, pencarian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling dasariah. Kebahagiaan yang dimaksud bukan hanya terbatas kepada perasaan subjektif seperti senang atau gembira sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan objektif menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan suatu individu (aspek moral, sosial, emosional, rohani). Dengan demikian, eudaimonisme juga sering disebut etika pengembangan diri atau etika kesempurnaan hidup.
Mengutip dari Positive Psychology, Ada begitu banyak cara untuk mendefinisikan kebahagiaan, salah satunya dengan istilah eudaimonia. Dalam ilmu filsafat, ada istilah kebahagiaan, yaitu eudaimonia. Eudaimonia merupakan kebahagiaan yang lebih berfokus pada cara hidup yang lebih baik, lebih bermakna, dan berguna untuk orang lain.
Prinsip eudaimonia lebih menekankan bagaimana kebahagiaan dicapai dengan menjadi berguna bagi orang lain. Menurut Aristoteles, seorang filsuf Yunani, kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir manusia hanya dapat dicapai melalui hubungan antar manusia yang diwujudkan melalui tindakan nyata.
Menebar energi kebaikan bagi sesama manusia melalui suatu tindakan nyata untuk kepentingan bersama merupakan kebahagiaan yang didambakan dalam prinsip ini. Lalu, kebahagiaan ini tidak kosong atau hilang setelah sumber kebahagiaan itu sudah tak terlihat mata atau tak terasa oleh indera perasa karena kebahagiaan eudaimonia adalah kebahagiaan yang hakiki.
Konsep eudaimonia menurut para ahli
1. Socrates.
Socrates percaya bahwa kebajikan atau arête (gagasan tentang kebajikan) adalah bentuk pengetahuan, khususnya, pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Ia melihat banyak kebajikan, keadilan, dan keberanian sebagai satu kesatuan. Artinya, semua adalah satu, dan itu semua adalah pengetahuan.
Socrates memandang pengetahuan ini sebagai syarat manusia untuk mencapai kebaikan tertinggi, yaitu eudaimonia. Menurut Socrates, manusia memiliki suatu cita-cita hidup, yaitu untuk mencapai kebahagiaan (eudaimonia = jiwa yang baik). Eudaimonia dapat dicapai dengan memiliki keutamaan pengetahuan akan yang baik. Ketika manusia memiliki pengetahuan yang baik ini, tentu saja manusia akan melakukan hal yang baik pula.
2. Plato.
Plato percaya bahwa individu secara alami merasakan ketidakbahagiaan ketika mereka melakukan sesuatu yang mereka tahu dan akui salah. Menurut Plato, eudaimonia adalah tujuan tertinggi dari moral dan perilaku. Seperti Socrates, Plato melihat kebajikan sebagai bagian dari eudaimonia.
Plato menganggap bahwa hidup yang baik (eudaimonia) atau kebahagiaan dapat dicapai dengan hidup dalam negara (komunitas). Dengan demikian, agar mencapai hidup yang baik atau bahagia, dituntut juga negara yang baik. Ada pengaruh timbal balik antara hidup yang baik sebagai individu dan negara yang baik. Bila suatu negara buruk, tidak mungkin warga negaranya hidup baik, begitu juga sebaliknya.
Ide orisinil dari Plato mengenai kehidupan yang baik tampak dari teori tentang ide. Menurut Plato, manusia memiliki dorongan (kerinduan) untuk kembali ke asalnya, pulang menuju kerajaan ide-ide. Hal ini dapat dicapai jika jiwa manusia dikuasai oleh akal budi. Dengan akal budi, manusia akan menguasai diri, menjadi satu dengan diri sendiri, dan memiliki ketenangan. Bagi Plato, selain mengarahkan diri kepada yang baik, seseorang harus melakukan kewajiban-kewajiban dalam kehidupannya sehari-hari.
3. Aristoteles.
Banyak interpretasi eudaimonia menurut Aristoteles, bahwa eudaimonia mencerminkan kebajikan, keunggulan, dan yang terbaik dalam diri manusia. Artinya, ia percaya bahwa eudaimonia adalah aktivitas rasional yang bertujuan mengejar hal-hal yang berharga dalam hidup.
Aristoteles pun mengakui bahwa tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Dengan mencapai kebahagiaan, manusia tidak memerlukan apa-apa lagi. Menurutnya, sangatlah tidak masuk akal jika sudah mencapai kebahagiaan, manusia masih mencari hal lain dalam hidupnya.
PENERAPAN EUDAMONIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Berikut ini adalah cara menerapkan eudaimonia dalam kehidupan sehari-hari :
1. Self-acceptance atau penerimaan diri.
Menerima diri sendiri sepenuhnya, termasuk kekuatan dan kelemahan. Penerimaan diri yang tinggi membantumu percaya untuk memutuskan sesuatu. Apapun hasilnya, itu adalah hasil dari tindakanmu yang terbaik. Tak perlu takut gagal, sebab menerima kekurangan dan kegagalan berarti siap untuk berubah menjadi lebih baik.
Sangat penting untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang menjadi kelebihan dan kelemahan. Mengetahui kelebihan diri juga bertujuan agar kamu lebih bersemangat dan memotivasi diri untuk terus berkembang ke arah yang baik. Lalu, mengetahui kelemahan diri bukan melulu untuk menjatuhkan diri, melainkan sebagai bahan evaluasi agar dapat keluar dari zona yang kamu anggap lemah itu.
2. Personal growth atau pengembangan diri.
Sebagai contoh, cara pengambilan keputusan yang relevan dengan pemberdayaan diri, sifat kompetitif yang sehat, dan rasa kepercayaan diri yang baik. Personal growth dapat memberikan pandangan yang lebih jelas terkait cita-cita dan tujuan kamu dalam kehidupan profesional.
3. Memiliki tujuan hidup.
Tujuan hidup adalah salah satu cara yang bisa dilakukan agar kamu dapat mencapai kebahagiaan sesuai dengan keinginan masing-masing. Meskipun tujuan hidup tidak menjamin kamu bisa hidup lebih bahagia, tetapi setidaknya tujuan hidup akan membuat kamu menjadi lebih semangat bekerja, atau mungkin semangat dalam mencapai sesuatu. Belajarlah untuk mengetahui dan menentukan apa tujuan hidup kamu selama ini. Dengan mengetahui hal tersebut, itu akan menjadi langkah yang baik untuk memahami dan mengenal diri sendiri.
4. Berpikir positif.
Berpikir positif adalah kemampuan berpikir seseorang untuk memusatkan perhatian pada sisi positif dari keadaan diri, orang lain, dan situasi yang dihadapi. Berpikir positif dapat meningkatkan motivasi untuk sukses dan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Hal tersebut juga dapat memotivasi kamu untuk mencapai lebih dari yang kamu harapkan. Dengan memiliki pikiran yang positif, kehidupan kamu juga akan menjadi lebih baik serta bahagia.
5. Peduli terhadap sesama.
Peduli terhadap sesama adalah sikap yang ditunjukan untuk mampu memahami kondisi dari orang lain, ikut merasakan kesulitan orang lain, dan membantu membangkitkan ketika seseorang mengalami kesulitan. Peduli terhadap sesama tidak hanya untuk orang lain, tetapi juga untuk lingkungan sekitar.
Mulailah untuk menghilangkan perasaan subjektif terhadap objek yang kamu pedulikan agar kepekaanmu dapat tumbuh. Ketika rasa peka akan lingkungan sekitar itu telah tumbuh, maka kamu akan mulai terbiasa untuk menempatkan dirimu di posisi lingkungan sekitar, sehingga akan memudahkan dirimu untuk tahu bagaimana harus berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Sebab, peduli dan memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang terdekat akan membuat hidup menjadi lebih bermakna
EUDAMONIA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Apabila dilihat dari beberapa sudut pandang, kebahagiaan masih belum mengenal kata final, karena kebahagiaan sangat bervariasi dan berbeda antara satu sama lain. Istilah bahagia atau kebahagiaan merupakan suatu yang sangat diharapkan oleh semua manusia karena merupakan tujuan hidupnya. Bagi para filosuf Barat khususnya para filosuf zaman klasik seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Epikuros berpandangan bahwa kebahagiaan merupakan suatu tingkat pencapaian tertinggi seseorang. Semua ilmu yang dikembangkan oleh para Filosuf pada akhirnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan jiwa (eudaimonia). Kebahagian dapat dicapai dengan perbuatan yang baik, hati yang tenang, dan tubuh yang sehat. Dalam al-Qur’an, kata bahagia merupakan terjemahan dari kata sa’id, sementara kata sengsara yang merupakan lawan kata dari bahagia adalah terjemahan dari Saqiy. Selain kata Sa’id, kata Falah, najat, dan najah juga digunakan al-Qur’an dalam makna bahagia.
Menurut al-Qur’an, paling tidak ada enam cara untuk memperoleh kebahagiaan hidup yaitu :
1. Pertama, menanamkan keyakinan bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
2. Kedua, bersyukur atas nikmat yang diberikan, ridha, sabar, dan tawakkal atas segala musibah.
3. Ketiga, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan. Keempat, menjahui buruk sangka. Kelima, menjauhi kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau tertimpa sesuatu. Keenam, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhud dan qona’ah.
MERAIH KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT
Setiap manusia menghendaki kehidupan yang bahagia. Tidak ada satupun manusia yang ingin hidup susah, gelisah, dan tidak merasakan ketentraman. Akan tetapi setiap manusia memiliki prinsip dan cara pandang yang berbeda dalam mengukur kebahagiaan. Karena yang paling memengaruhi seseorang dalam mengukur kebahagiaan adalah prinsip dan pandangan hidup yang dipijakinya.
Bagi seorang Muslim, kebahagiaan tidak selalu berupa kemewahan dan keberlimpahan materi duniawi. Berikut ini beberapa pinsip kebahagiaan dalam konsep hidup Islam. Tulisan ini akan menguraikan beberpa prinsip hidup bahagia menurut Islam.
1. Bahagia di Jalan Allah.
Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (Qs. Al-An’am: 153)
Kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan meniti jalan yang digariskan oleh Allah. Yang dimaksud dengan meniti jalan Allah adalah menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dengan ikhlas dan benar. Ayat 153 surah al-An’am diatas sebelumnya didiahului dengan penjelasan tentang beberapa perintah dan larangan Allah kepada orang beriman.
Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa orang yang meninggalkan jalan yang digariskan oleh Allah akan, tidak tenang dan tidak bahagia. Karena ia akan mencari jalan dan sumber kebahagiaan pada jalan yang dibuat dan digariskan oleh selain Allah dan Rasul-Nya. Dalam ayat lain dijelaskan :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (surat Thaha [20]: 123.
2. Menggabungkan antara kebahagiaan ruh dan Jasad.
Manusia terbentuk dari ruh dan jasad. Masing-masing dari keduanya membutuhkan gizi dan nutrisi yang harus dipenuhi secara adil. Sebagian kalangan hanya menekankan aspek ruh dan mengabaikan kebutuhan jasad. Sebaliknya sebagian yang lain hanya menekankan pemenuhan kebutuhan jasad dan mengabaikan kebutuhan ruh.
Adapun petunjuk Islam memenuhi kebutuhan keduanya (ruh dan jasad) secara adil. Ruh dipenuhi kebutuhannya dengan cahaya wahyu dari langit dan menjaga kesehatan jasad dengan pememenuhan hajat syahwat dan syahwat melalui cara yang halal dan thayyib. Allah Ta’ala berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Surah al-Qashash [28]:77).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada ummatnya untuk menunaikan hak kepadapemiliknya masing-masing.
“Sesungguhnya Rabbmu punya haq darimu, dirimu punya haq darimu, keluargamu juga punya hak, maka berilah setiap hak kepada pemiliknya” (Terj. HR. Bukhari).
3. Berani Menghadapi Resiko hidup.
Barangsiapa yang telah menikmati manisnya Iman, maka ia takkan pernah mau meninggalkannya, kendati pedang diletakkan di lehernya. Sebagaimana tukang sihir Fir’aun yang tegar menghadapi ancaman potong tangan-kaki dan salib;
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ ۖ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ ۖ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَىٰ
Berkata (Fir’aun): “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya”. (Qs Thaha [20]:71).
Mereka tetap teguh dan tegar sebagaimana diabadikan oleh Allah;
قَالُوا لَن نُّؤْثِرَكَ عَلَىٰ مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا ۖ فَاقْضِ مَا أَنتَ قَاضٍ ۖ إِنَّمَا تَقْضِي هَٰذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (Qs Thaha [20]:72).
Tidak ada sesuatupun yang meneguhkan dan menegarkan mereka, kecuali karena mereka telah merasakan lezat dan manisnya keimanan. Sehingga mereka merasakan ketenangan batin dan ketegaran saat menghadapi ancaman, termasuk ancaman pembunuhan sekalipun.
4. Kebahagiaan adalah Ketenangan dalam Hati.
Tiada kebahagiaan tanpa sakinah (ketenangan) dan thuma’ninah (ketentraman).Dan tiada ketenangan dan ketentraman tanpa iman. Allah Ta’la berfirman tentang orang-oranf beriman :
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ ۗ
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (Qs Al-Fath: 4).
Keimanan melahirkan kebahagiaan dari dua sisi (1) Iman dapat menghindarkan dan memalingkan seseorang dari ketergelinciran ke dalam dosa yang merupakan sebab ketidak tenangan dan kegersangan jiwa. (2) Keimanan dapat menjadi sumber utama kebahagiaan, yakni sakinah dan thuma’ninah. Sehingga di tengah lautan masyakil (probematika) dan krisis hidup tidak ada jalan keluar dan keselamatan selain Iman.
Oleh karena itu orang yang tanpa iman di hatinya dipastikan akan selalu dirundung rasa takut, was-was, kahwatir, gelisah, galau. Adapun bagi orang beriman. Adapun bagi orang beriman tidak ada rasa takut sama sekali, selain takut kpda Allah Ta’ala.
Hati yang dipenuhi iman memandang remeh setiap kesuliatn yang menghimpit, kerana orang beriman selalu menyikapi segala persoalan dengan tawakkal kepada Allah. sedangkan hati yang kosong, tanpa iman tak ubahnya selembar daun rontok dari dahannya yang diombang-ambingkan oleh angin.
5. Berpindah dari kebahagiaan dunia pada kebahagiaan akhirat.
Pasca kehidupan dunia, akan memasuki kehidupan di alam kubur bakda kematian dan selanjutnya kehidupan di negeri akhirat setelah hari kiamat. Dan jalan-jalan kebahagiaan akan menyertai manusia dalam tiga fase kehidupan tersebut (dunia, alam kubur,& hari akhir)
Dalam kehidupan dunia Allah Ta’ala telah menjanjikan kebahagiaan bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Qs An-Nahl [16]:97).
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh akan dihidupkan di dunia dengan kehidupan yang baik; bahagia, tenang, tentram, meski hartanya sedikit.
Adapun kebahagiaan di alam kubur, seorang Mu’min akan dilapangkan kuburannya, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
“Sungguh, seorang Mu’min dalam kuburannnya benar-benar berada di taman yang hijau, dilapangkan kuburannya sejauh tujuh puluh hasta, dan disinari kuburannya seperti –terangnya- bulan di malam purnama” (dihasankan oleh al-Albaniy).
Sedangkan kebahagiaan di akahirat Allah berjanji akan tempatkan dalam surga dan kekal di dalam selama-lamanya jelaskan dalam Hud ayat 108,
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” (Terj. Qs Hud [11]:108)
Singkatnya, dengan iman seorang hamba dapat meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat. Jadi, Islam telah datang dengan konsep dan jalan kebahagiaan yang abadi, yang mencakup kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Meskipun demikian Allah telah menjadikan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai dua sisi yang saling terkait dan terpisah. Sehingga keduanya tidak perlu dipertentangkan. Sebab keduanya adalah satu. Keduanya adalah jalan yang satu. Allah mengingatkan bahwa siapa yang menghendaki balasan dunia, maka Allah memeiliki balasan di dunia dan akhirat;
مَّن كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ
Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.(Qs An-Nisa [4]: 134).
Namun bagi seorang Muslim yang beriman bahwa kebahagiaan yang ada disisi Allah jauh lebih baik dan kekal abad.