NGELMU IKU KALAKONE KANTHI LAKU
Ngelmu iku kalakone kanthi laku. Artinya, mencari ilmu itu tercapainya lewat proses atau perjalanan lahir-batin.
Dalam pandangan Hidup Orang Jawa mengatakan, orang Jawa memandang ngelmu berbeda dengan ilmu.
Ilmu biasanya sistematis dan didesain dengan metodologi tertentu berlandaskan logika.
Ngelmu adalah ajaran batin untuk bekal hidup di dunia dan akhirat.
Proses meraih ngelmu dengan meraih ilmu sangat berbeda.
Ngelmu hanya bisa diraih dengan cara dilakoni atau diamalkan. Berbeda dengan ilmu yang hanya dipelajari saja tanpa diamalkan.
NGELMU DAN ILMU
Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat Jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh. Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan kita kupas dengan sudut pandang Jawa yang lain.
Ada pertanyaan, piyayi-piyayi sing neng pemerintahan/ pejabat kae wong pendidikan luhur akeh kang akhire podho mlebu kunjoro sebab korupsi ugi amoral, Iki sing salah pendidikane opo ilmune ?
Pertanyaan seperti itu memang bisa memiliki jawaban yang beragam.
Kalau kita memandang secara positif tentu pendidikan itu tidak salah tetapi berlangsungnya proses pendidikan barangkali ada sebuah masalah.
Selain itu bisa juga berpendapat bahwa watak dan karakter seseorang yang memang juga sudah kadung terlena hal yang tidak semestinya dilakukan. Ternyata masih banyak pejabat lain yang juga baik.
Bahwa pendidikan ki pancen menehi okeh ilmu ning sitik sing do iso nglakoni.
Kata-kata dari teman saya ini dapat dijabarkan bahwa terkadang memang manusia banyak pengetahuan keilmuan ditandai memiliki banyak referensi, pandai berorasi, dan cakap menulis tetapi kelakuannya belum mencerminkan seorang yang berilmu. Nah, tentu ini sebuah permasalahan ketika ilmu itu hanya sebuah hafalan. Ketika membaca itu hanya membaca sebuah teks tetapi tidak pernah membaca keadaan alam sekitar dan terjun langsung terlibat dalam aktivitas bermasyarakat. Maka ilmu juga sebatas tahu tetapi tidak tahu untuk apa tujuannya ia tahu.
Obrolan santai saya dengan Sarwo ini adalah sebuah keadaan yang mungkin sedang terjadi di era sekarang ini. Ada sebuah syair yang berbunyi “wong numpuk ilmu ilang paedahe” yang artinya kurang lebih orang menumpuk ilmu tetapi tidak memiliki daya guna ataupun manfaat. Dan itu sangat mungkin terjadi jika terjebak pada dunia hafal-menghafal berorientasi hasil yang terukur dengan skor. Ya, skor tinggi karena pengetahuan tinggi padahal tidak akan menjamin produk tingkah laku. Hakikat pendidikan itu terletak pada perubahan setelah manusia mengenyam pendidikan, hasilnya berupa watak dan karakter yang ukurannya adalah kebermanfaatan bagi orang banyak. Hasilnya setelah bekajar tidak hanya pinter tapi bisa sopan, jujur, sederhana, rendah hati dan bentuk-bentuk kekhasan individu yang lain.
Secara epistimologi ilmu itu diperoleh melalui metodologi dan sistematika tertentu dengan logika, nalar, dan berdasar fakta. Untuk menambah wawasan ada gambaran ilmu dalam prespektif masyarakat Jawa. Ilmu sendiri dalam masyarakat Jawa dikenal dengan tiga pembagian yaitu ilmu katon, ilmu karang, dan ilmu klenik. Ilmu katon adalah pengetahuan yang bisa langsung kita dapatkan dari kemampuan inderawi. Seperti ilmu bercocok tanam, membuat bangunan, dan kegiatan kecil sehari-hari yang kita dapatkan bisa dari melihat. Selain itu ilmu-ilmu yang berbentuk tulisan yang kita dapatkan di lembaga-lembaga pendidikan juga termsuk dalam ilmu katon. Selanjutnya ada ilmu karang yaitu tergolong ilmu yang sudah mengerahkan kekuatan ketajaman batin untuk membaca segala sesuatu di alam termasuk tanda-tandanya atau kadang kita kenal dengan titen. Ilmu ini tidak ada dasar tertulisnya tetapi tergantung bagaimana pencapaian seseorang yang terkadang dikatakan ngarang-ngarang dari sebuah pertanda seperti pergantian musim bahkan peristiwa alam yang akan segera terjadi. Namun, di tataran ilmu karang ini ada ajaran-ajaran yang tidak sepantasnya untuk digunakan seperti telik, tenung, santet, gendam, dan lain sebagainya.
Sering terjadi hal yang salah kaprah pada keseharian kita menyatakan ilmu-ilmu hitam itu masuk dalam tataran klenik. Sejatinya ilmu klenik merupakan ilmu yang tinggi. Klenik sendiri berarti sesuatu yang sangat tersembunyi atau dalam istilah lain bisa dikatakan ghaib. Tetapi ghaib sendiri juga kita sering terjebak dalam pemahaman makhluk ghaib sejenis jin, setan, danyang, dhemit, memedi, dan makhluk-makhluk halus lainnya. Ilmu klenik tidak serendah itu apalagi dikatakan klenik adalah berhubungan dengan othak-athik mathuk. Ilmu klenik dicapai ketika seseorang telah mencapai tingkat kecerdasan spiritual. Maka klenik sendiri sebenarnya sangat berhubungan dengan untuk memahami sebuah keyakinan dan kepercayaan yang menjadi pegangan sekaligus sangkan paran kehidupan.
Sampai penjelasan ini mungkin sedikit membuka wacana kita bahwa ilmu saja sudah terbagi sedemikian rupa. Ilmu seperti ilmu katon bisa mudah kita dapatkan dengan duduk di bangku sekolah sampai perguruan tinggi. Lalu bagaimana dengan ngelmu. Masalah yang diungkapkan teman saya diawal adalah bentuk bagaimana ketika orang berilmu tetapi tidak pernah tahu ngelmunya. Ngelmu dapat dimaknai sebagai ajaran batin untuk bekal hidup menggunakan rasa, batin, dan laku. Dalam memahami ngelmu tidak bisa kita hanya duduk mendengarkan atau sekedar membaca dari sebuah buku seperti halnya memahami ilmu. Ada laku yang harus ditempuh. Dalam masyarakat Jawa laku dikenal dengan adanya proses eneng, ening, eling, dan awas. Eneng itu membuat fisik ini diam. Ening yaitu membuat pikiran dan hati bening terlebih dahulu. Eling berarti dengan penuh kesadaran. Kemudian awas dalam artian berhati-hati. Ini adalah jawaban-jawaban bahwa ilmu yang kita punya itu perlu untuk diketahui ngelmu untuk melaksanakannya. Tidak hanya terjebak dalam ilmu pengetahuan hafalan kemudian menjadi bingung untuk melakukan. Melakukan, mengimplementasikan, menerapkan, mengejawantahkan itu adalah bentuk laku dan laku adalah hakikat dari ngelmu. Seperti pepatah ngelmu iku kelakone kanthi laku. Kiranya kejernihan pikiran dan hati serta bertingkah laku hati-hati selalu waspada harus dipegang dahulu sebelum orang menerima ilmu-ilmu agar ilmu tetap bermanfaat.
PENERAPAN NGELMU IKU KALAKONE KANTHI LAKU
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan.
Menurut Usman penerapan ( implementasi )adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu Menurut sistem.Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.Sedangkan menurut Setiawan penerapan (implementasi) adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan (implementasi) bermuara pada aktifitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
Ngelmu iku kalakone kanthi laku atau menguasai ilmu itu tercapainya harus melalui proses / perjalanan secara lahir maupun batin. Menurut pandangan masyarakat Jawa, ngelmu ( menjadikan ilmu itu merupakan perilaku yang penyerapannya memerlukan kekuatan indera batin juga dengan penghayatan secara pribadi, artinya tidak beraktivitas otak atau pikiran saja.
Perlu untuk diketahui bahwa ungkapan “ngelmu iku kalakone kanthi laku” merupakan nasehat dalam Bahasa Jawa yang terdapat dalam Serat Wulangreh yang dibuat oleh Pakubuwono IV yang berarti bahwa ilmu itu baru dapat dipahami dengan sebenar-benarnya melalui penerapan dalam tingkah laku atau perbuatan. Kalimat lengkapnya adalah ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kan nyantosani, setya budya pangekese durangkara ( Pakubuwono IV dalam Serat Wulangreh ). Artinya ilmu itu bisa dipahami/ dikuasai harus dengan cara, cara pencapaiannya dengan cara kas, artinya kas berusaha keras memperkokoh karakter, kokohnya budi (karakter) akan menjauhkan diri dari watak angkara.
Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya guna mengembangkan kemampuan diri. Menurut Wikipedia, pendidikan ialah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, penelitian serta pelatihan.
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan. Menurut Ki Hajar Dewantara, ia mengemukakan bahwa pengertian pendidikan ialah tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak.
Artinya pendidikan merupakan upaya untuk menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.
Pendidikan juga bisa dijalani melalui 2 hal yakni pendidikan formal dan non formal.
1. Pendidikan formal ialah pendidikan yang bisa didapat dengan mengikuti kegiatan atau program pendidikan yang terstruktur serta terencana oleh badan pemerintahan misalnya melalui sekolah / Perguruan Tinggi atau Pondok Pesantren.
2. Pendidikan non formal ialah pendidikan yang bisa didapat melalui aktivitas kehidupan sehari-hari yang tak terikat oleh lembaga bentukan pemerintahan, misalnya belajar melalui pengalaman, belajar sendiri melalui buku bacaan serta belajar melalui pengalaman orang lain.
Pengertian pendidikan seperti tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan seseorang. Pendidikan lah yang menentukan dan menuntun masa depan dan arah hidup seseorang. Walaupun tidak semua orang berpendapat seperti itu, namun pendidikan tetaplah utama menjadi kebutuhan manusia. Bakat dan keahlian seseorang akan terbentuk dan terasah melalui pendidikan. Pendidikan juga umumnya dijadikan tolak ukur kualitas setiap orang.
Mencari ilmu itu sebenarnya tidak cukup hanya dilakukan di bangku sekolah saja tanpa implementasi dalam dunia nyata. Di sekolah ilmu didapatkan hanya sekedar dengan teori saja. Apabila terjun langsung menerapkan teori ke dalam dunia nyata akan berbeda rasa dan penjiwaannya. Pendidikan yang diajarkan oleh Bapak / Ibu Guru banyak sekali nilai-nilai kemulyaan, walaupun seringkali dikatakan banyak Peserta Didik yang merasa berat dalam menerima teori di bangku sekolah.
Setiap manusia membutuhkan ilmu yaitu ilmu lahir dan ilmu batin. Ilmu lahir merupakan kebutuhan mengenai semua hal yang berguna untuk kebutuhan lahiriyah. Namun belum bisa memenuhi kebutuhan batin seperti ketenteraman dan kemuliaan batin. Untuk memenuhi ilmu yang berhubungan dengan batin yaitu dengan melaksanakan ajaran agama yang diyakini atau disebut dengan ilmu kenyataan yang mendasarkan pada Allah. Apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakan akan mendapatkan bekal hidup secara lahir maupun batin.
Ngelmu iku kalakone kanthi laku tersebut bisa ditelaah bahwa ilmu merupakan salah satu sarana untuk bisa menjauhkan / menghindari semua hal yang tidak tahu menjadi tahu karena ilmu. Ngelmu / ilmu dan laku merupakan sesuatu rangkaian yang mutlak. Laku dalam hal ini selalu berusaha, dengan sungguh-sungguh tanpa menyerah untuk memahami ilmu tersebut. Oleh karena itu orang akan merasa tercapai keinginannya harus tahu tentang ilmunya,tanpa tahu bisa dipastikan akan sengsara dalam kehidupannya.
Pendidikan dengan ilmu tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena jika berhenti dalam mencari ilmu akan tidak tahu apa-apa. Namun sistem pendidikan perlu juga untuk disesuaikan dengan tuntutan zamannya agar pendidikan dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Melalui pendidikan akan menggali dan menanamkan perilaku yang baik.
Dalam mencari ilmu harus berusaha dengan sungguh-sungguh berikhtiar atau pantang menyerah, karena niat tanpa ada usaha yang sungguh-sungguh tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Kejujuran merupakan salah satu landasan yang penting dalam falsafah “ngelmu iku kalakone kanthi laku”. Dengan modal sifat jujur dalam penerapan ilmu tersebut tidak akan menyimpang dari aslinya. Dalam era globalisasi sifat jujur merupakan filter yang ampuh untuk menyaring budaya / pengaruh luar yang mungkin menyesatkan. Jangan percaya kalau yang jujur pasti hancur, tetapi percayalah siapa yang jujur pasti akan luhur / makmur.
Perilaku yang lain adalah berani berkata benar dan sabar. Untuk menumbuh kembangkan sisi kemanusiaan pada anak harus ditanamkan sejak usia dini yaitu sikap untuk berani berkata benar dan salah, jangan malah dibalik yang salah jadi benar dan yang benar disalahkan. Kelihatannya sepele, sederhana tetapi kalau tidak dibiasakan sejak dini akibatnya pasti tidak akan ada manipulasi kebohongan-kebohongan lagi. Sikap berani berkata benar dan sabar adalah salah satu perilaku yang merupakan ajaran luhur untuk menjunjung nilai-nilai kamanusiaan dalam hidup. Kesabaran di sini menekankan pada proses dalam mendapatkan/mencari ilmu pengetahuan tidak pantang menyerah. Jangan pernah lupa hal mendasar dalam pendidikan adalah memanusiakan manusia dan belajar untuk hidup.
Dengan pernyataan tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal pada falsafah “Ngelmu iku kalakone kanthi laku” yang mendasarkan juga pada Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV pada “tembang Pucung” meliputi nilai-nilai moral yaitu berusaha/berikhtiar, kejujuran, sabar, dan berani berkata benar.
Sedangkan penerapan untuk nilai-nilai kearifan lokal pada falsafah “Ngelmu iku kalakone kanthi laku” di dalam jalur pendidikan, baik pendidikan formal, informal, dan nonformal serta pendidikan sesuai dengan tingkat / jenjang pendidikan dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, ternyata masih relevan untuk diterapkan.
Pada pendidikan sesuai dengan jalur dan jenjang / tingkat pendidikan ini, kearifan lokal yang berisikan nilai-nilai kejujuran, kesabaran, usaha sungguh-sungguh dan berani berkata benar, bila benar-benar berhasil ditanamkan lewat pendidikan yang berfungsi mencerdaskan bangsa, akan dihasilkan pula manusia-manusia yang berdaya guna dalam kehidupan manusia, yaitu manusia yang sadar budaya. Dan pada gilirannya, kearifan lokalpun dapat dijadikan semacam simpai perekat dan pemersatu antar generasi.