PRASASTI SDOK KAK THOM
Prasasti Sdok Kak Thom 974 saka (1052 M) ditulis dalam dua bahasa sanskerta dan Khmer.
Yang Mulia Parameswara telah datang dari Jawa kemudian menjadi raja di Kerajaan Indrapura (bait 61-62). Pada bait lain (71-72) disebutkan: Yang Mulia Brahmana Hiranyadama yang ahli dalam ilmu gaib telah datang dari Janapada karena Paduka Yang Mulia Parameswara telah mengundangnya untuk mengadakan upacara religi, agar daerah Kamboja tidak lagi tergantung kepada Jawa, oleh karena Yang Mulia telah menjadi cakrawarti.
Kata Jawa tidak hanya ditemukan di dalam Prasasti Sdok Kak Thom saja, tetapi ditemukan juga di dalam Prasasti Vat Samrong dalam kalimat : Yang Mulia, yang telah pergi ke tempat Parameswara (maksudnya mangkat) pergi ke Rdval, mempercayakan kepada Mratan Sri Prathivinarendra untuk mengadakan ritual guna mencegah daerah Kamboja dikuasai Jawa.
Dari keterangan kedua prasasti tersebut, dapat diduga bahwa pada masa itu Kamboja berada di bawah kekuasaan atau dalam pengaruh Jawa, dan ritual yang mengandung kekuatan gaib dapat dikatakan merupakan suatu pernyataan kemerdekaan Kamboja dari kekuasaan Jawa.
Selain prasasti yang dikeluarkan oleh Jayawarman II, prasasti lain yang menyebutkan Jawa adalah Prasasti Yang Tikuh yang dikeluarkan oleh Raja Indrawarman pada tahun 799 Masehi. Isinya mengenai peringatan selesainya pemugaran kuil Bhadradhipatiswara yang pada tahun 787 Masehi telah diserang dan dibakar oleh sepasukan yang datang naik kapal dari Jawa.
Pada tahun 774 Masehi Campa juga pernah mendapat serangan dari orang-orang yang datang dari Jawa.
Peristiwa penyerangan Jawa atas Kamboja begitu membekas di hati rakyat Kamboja, sehingga menjadi sumber cerita orang-orang Khmer yang disampaikan kepada saudagar Arab ketika ia berkunjung pada tahun 851 Masehi.
Saudagar Arab yang bernama Sulaeman menceriterakan tentang kekalahan yang diderita oleh raja Khmer akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan Sri Maharaja dari negeri Zabag.