Mbah Wasil / Syech Wasil Ali Syamsujen / Sayyid Syaikh Abu Wasil As Syamsuddin Muhammad Al Baqir /Syaikh Subakir / Mbah Raden Sapu Jagad
Kediri terdapat makam tokoh penyebar agama Islam di Kediri yaitu Syeh Wasil Syamsudin (tahun 920-929 H atau tahun 1514-1523 M). Syekh Wasil Syamsudin lebih dikenal dengan sebutan Mbah Wasil.
Ada yang menyebut beliau :
Sayyid Syaikh Abu Wasil As Syamsuddin Muhammad Al Baqir /Syaikh Subakir / Mbah Raden Sapu Jagad.
Makam Waliyullah Syeh Wasil Syamsuddin/Syeh Ali Syamsujen/Mbah Bodo lokasi Setono Gedong, Kec. Kota Kediri, Kota Kediri, Jawa Timur
Mbah Wali Syeh Ali Syamsujen/ Mbah Bodo /Mbah Wasil adalah Guru dari Prabu Jayabaya, jadi jelas Prabu jayabaya bertauhid, Mbah Wasil mempunyai Kitab Musarar yang menerangkan tentang yang akan terjadi, dalam sejarah sekarang terkenal dengan jangka Jayabaya, prabu jayabaya juga terkenal dengan rajah kolocokro yang sama di miliki oleh sunan Kudus yang di dapat dari kakeknya Raden Santri Ali Murtadho Gresik, jadi Mbah wali Syeh Ali syamsujen/atau Mbah Wasil saat berpengaruh di Kediri karena beliau adalah Guru dari prabu Jayabaya.
TENTANG MBAH WASIL
(Versi 1)
Mbah Wasil, sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli dimungkinkan adalah seorang ulama besar dari Persia yang datang ke Kediri untuk membahas kitab Musyarar atas undangan dari Raja Jayabaya. Tokoh inilah yang kemudian berupaya menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Kediri. Sebagai seorang ulama besar atau tokoh penting yang berjasa mengembangkan Islam di Kediri maka wajar jika setelah meninggal beliau mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat. Kompleks bangunan makam Setono Gedong merupakan salah satu wujud penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap jasa beliau dalam mengembangkan agama Islam di Kediri.
(Versi 2)
Mbah Wasil dipercaya adalah seorang arab dari Mekah. Alkisah beliau akan dijadikan pemimpin negara setempat, tetapi beliau menolaknya, sebab ia lebih cinta pada Allah SWT. Kemudian beliau mengasingkan diri atau hijrah ke Indonesia, tepatnya di Desa Setono Gedong. Dalam kisahnya, Mbah Wasil hendak membangun masjid dalam waktu satu malam, tetapi disaat dini hari terdengar suara wanita yang memukul lesung menumbuk padi. Rencana Mbah Wasil pun urung terselesaikan, dan hasilnya hanyalah pondasi yang sampai saat ini masih ada.
(Versi 3)
Mbah Wasil adalah tokoh penyebar agama Islam di Kediri yang hidup sejaman dengan para Wali Songo. Tokoh ini dimungkinkan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seorang wali, yaitu Sunan Drajat yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel. Pendapat ini didasari oleh dua indikasi, pertama adanya kesamaan arsitektur bangunan dan ornamentasi yang terdapat di kompleks bangunan Setono Gedong dengan kompleks bangunan makam Sunan Drajad di Lamongan. Kedua, Istri Sunan Drajat adalah Retno Ayu Condro Sekar, seorang Putri Adipati Kediri yang bernama Suryo Adilogo.
Syaikh Syamsuddin al-Wasil yang dikebumikan di makam Setono Gedong adalah ulama besar yang hidup pada abad ke-12, yaitu pada masa kerajaan Kediri. Jika nama al-Wasil tercantum pada inskripsi Setono Gedong, nama Syamsuddin dicatat dalam historiografi Jawa yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
Di dalam historiografi Jawa tersebut, tokoh Syekh Syamsuddin al-Wasil disebutkan sebagai ulama besar asal Negeri Ngerum/Rum (Persia), yang datang ke Kediri untuk berdakwah dan atas permintaan Raja Kediri Sri Maharaja Mapanji Jayabhaya membahas kitab Musyarar, yang berisi ilmu pengetahuan khusus seperti perbintangan (ilmu falak) dan nujum (ramal-meramal).
Naskah Serat Jangka Jaya yang muncul pada abad ke-17 yang diyakini masyarakat Jawa sebagai karya Sri Mapanji Jayabaya dalam meramal masa depan Nusantara, dihubungkan dengan keberadaan tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil yang berasal dari Rum (Persia) ini. Catatan Historigrafi Jawa yang menyebut bahwa tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil berasal dari Rum (Persia), sedikitnya dibenarkan oleh inskripsi yang menunjuk pada kata al-Abarkuhi yang berhubungan dengan kota kecil Abarkuh di Iran (Persia).
Menurut Habib Mustopo, tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil inilah yang kiranya telah berupaya menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di daerah pedalaman Kediri pada abad ke-12. Itu sebabnya, sangat wajar jika setelah meninggal, Syaikh Syamsuddin sangat dihormati masyarakat Islam di pedalaman.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, makam Syekh Syamsuddin semula berada di tempat terbuka. Untuk menghormati jasa-jasanya, dibangunlah makamnya oleh seorang Bupati Suryo Adilogo (menurut sumber historiografi adalah mertua Sunan Drajat putra Sunan Ampel) hidup di abad ke-16, maka masuk akal jika bangunan makam Syaikh Syamsuddin secara arkeologis berasal dari abad ke-16, meski makam itu sendiri sudah ada di kompleks pekuburan Setana Gedong sejak abad ke-12 Masehi.
Lepas dari sulitnya merekonstruksi sejarah Syekh Syamsuddin al-Wasil dari kajian arkeologis, catatan-catatan historiografi dan cerita tutur masyarakat muslim Jawa meyakini bahwa almarhum yang dikebumikan di kompleks makam Setana Gedong adalah seorang tokoh sufi yang sakti asal negeri Rum (Persia), yang diyakini menjadi guru rohani Sri Mapanji Jayabaya Raja Kediri. Lantaran itu, situs makam kuno yang terletak di dekat reruntuhan Candi Kuno di kompleks Pemakaman Setana Gedong Kota Kediri itu, sampai kini masih dijadikan pusat ziarah dan dikeramatkan oleh masyarakat.
MBAH WASIL BERJASA DALAM PENYEBARAN ISLAM DI KEDIRI
Salah satu tokoh besar yang sangat berjasa dalam penyebaran islam di wilayah kediri yaitu Syekh Al Wasil Syamsudin atau Mbah Wasil.
Mbah Wasil adalah salah satu tokoh muslim penyebar Islam di Kediri. Sebutan Mbah Wasil didapatkan karena dulunya dia sering memberikan wasil (Tutur sapa dan Bertuah yang baik).
Selain disebut dengan nama Mbah Wasil, dia juga mempunyai julukan atau gelar yakni Pangeran Mekah. Julukan tersebut merupakan panggilan warga setempat yang saat itu melihat Mbah Wasil dengan fisik seperti orang Arab terutama dari Mekkah.
Namun, nama asli dari Mbah Wasil sendiri adalah Sayid Sulaiman Syamsuzein Ali. Banyak orang menduga, dia merupakan wali yang berasal dari Istanbul Turki. Dan dikatakan dia memiliki darah keturunan rasulullah dari Siti Fatimah. Kemudian, keberadaan Mbah Wasil di Kediri juga sudah ada jauh sebelum Walisongo.
Juru kunci Makam Syekh Wasil, Muhammad Yusuf Wibisono menceritakan, kedatangan Syekh Wasil ke Kediri kurang lebih pada abad ke-10 atau ke-11. Saat itu masuk di masa pemerintahan Prabu Sri Aji Jayabaya.
Mbah Wasil merupakan wali sepuh. Datang ke kediri kurang lebih pada abad ke-10 atau ke-11.
Kedatangan Mbah Wasil di Kerajaan Kadhiri bukan secara langsung menyebarkan Islam ke masyarakat. Namun, dia menggunakan pendekatan tertentu. Yusuf menjelaskan, Mbah Wasil datang ke Kediri memulai syiarnya dengan mendekati para raja, yang saat itu berada dalam masa pemerintahan Prabu Sri Aji Jayabaya.
Banyak orang percaya Mbah Wasil mempunyai kedekatan emosional dengan Sri Aji Jayabaya. Bahkan, dia diduga sebagai guru spiritual dari sang Raja Kediri kala itu.
Kedekatan dua tokoh tersebut dipercaya juga melahirkan sebuah kitab atau jongko yang dinamakan Jongko Sri Aji Jayabaya. Namun, saat ini banyak orang menyebutnya dengan istilah kitab musarar atau kitab asrar. Konon katanya, selain dikatakan sebagai guru spiritual, Mbah Wasil juga dipercaya pernah diangkat sebagai hakim kerajaan.