PERBUDAKAN
Perbudakan adalah Keadaan dimana orang menguasai atau memiliki orang Lain.
Perbudakan adalah suatu kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap seseorang oleh orang lain. Pengendalian Terhadap seseorang dengan cara paksaan.
Perbudakan adalah segala hal mengenai pengendalian terhadap seseorang oleh orang lain dengan cara paksaan. Perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi keperluan akan buruh atau kegiatan seksual. Orang yang dikendalikan disebut dengan budak. Perbudakan kebanyakan terjadi untuk memenuhi kepentingan hendak buruh atau agenda seksual. Orang yang dikontrol disebut dengan budak.
Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, memperagakan pekerjaan tanpa gaji dan tidak ada hak asasi manusia. Pasar budak abad ke-13 di Yaman, yang menjual budak kulit hitam
Perbudakan di kamp konsentrasi pada masa perang dunia kedua
Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia.
SEJARAH PERBUDAKAN
Bukti-bukti keberadaan perbudakan sudah berada sebelum tulis-menulis, dan telah berada dalam berbagai aturan sejak dahulu kala istiadat. Kuburan prasejarah di Mesir Bawah sejak 8000 SM menunjukkan bahwa suatu warga Lybia telah memperbudak suatu suku.
Pada catatan terawal perbudakan sudah dianggap sebagai institusi yang mapan. Kode Hammurabi (sekitar 1760 SM) contohnya, mencetuskan bahwa hukuman mati dijatuhkan untuk siapa saja yang membantu seorang budak melarikan diri sebagaimana orang yang menyembunyikan seorang buronan.
Perbudakan dikenal nyaris dalam semua peradaban dan warga lawas, termasuk Sumeria, Mesir Kuno, Tiongkok Kuno, Imperium Akkad, Asiria, India Kuno, Yunani Kuno, Kekaisaran Romawi, Khilafah Islam, orang Ibrani di Palestina dan masyarakat-masyarakat sebelum Columbus di Amerika. Institusi tersebut berupa gabungan dari perbudakan-hutang, hukuman atas kejahatan, perbudakan terhadap tawanan perang, penelantaran anak, dan lahirnya anak dari rahim seorang budak.
PERBUDAKAN MENURUT PAKAR NANCY STEINBACH
Sejarah perkembangan Amerika pernah memasuki saat-saat yang kritis, antara lain mengenai masalah perbudakan, yang merupakan peristiwa sangat sensitif bagi masyarakat negara ini. Masalah itu mencetuskan perang saudara bertahun-tahun di Amerika, suatu kontroversi nasional yang berdampak internasional. Nancy Steinbach menyorot peristiwa bersejarah itu.
Menurut difinisi, perbudakan adalah keadaan di mana orang menguasai atau memiliki orang lain. Ada kalangan ahli sejarah yang mengatakan bahwa perbudakan mulai timbul sesudah perngembangan pertanian, sekitar sepuluh-ribu tahun yang lalu. Ada kalanya tawanan perang diperlakukan sebagai budak untuk bekerja oleh pihak penawan. Budak-budak lain terdiri dari penjahat atau orang-orang yang tidak bisa membayar kembali hutang.
Menurut para ahli sejarah, perbudaan pertama-tama diketahui terjadi di masyarakat Sumeria, yang sekarang adalah Irak, lebih dari lima-ribu tahun yang lalu. Perbudakan juga terjadi di masyarakat Cina, India, Afrika, Timur-Tengah dan Amerika. Perbudakan berkembang, seiring dengan perkembangan perdagangan dan industri. Meningkatnya perdagangan dan industri meningkatkan permintaan akan tenaga kerja untuk menghasilkan barang-barang keperluan ekspor. Budak yang melakukan sebagian besar pekerjaan. Kebanyakan orang kuno berpendapat bahwa perbudakan merupakan keadaan alam yang wajar, yang dapat terjadi terhadap siapapun dan kapanpun. Tidak banyak yang memandang perbudakan sebagai praktek jahat atau tidak adil. Di kebanyakan negara, budak dapat dibebaskan oleh pemiliknya untuk menjadi warga-negara biasa.
Pada waktu-waktu kemudian, budak menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang banyak diminta. Salah satu produk itu adalah gula. Orang Italia menciptakan ladang tebu yang luas mulai sekitar pertengahan abad ke-12. Mereka menggunakan budak dari Rusia dan dari daerah-daaerah lain Eropa untuk melakukan pekerjaan. Pada tahun1300, orang kulit hitam Afrika mulai menggantikan budak-budak Rusia. Budak kulit hitam itu dibeli atau ditangkap dari negara-negara Arab di Afrika Utara, yang digunakan sebagai budak selama bertahun-tahun.
Menjelang tahun-tahun 1500-an, Spanyol dan Portugal memiliki koloni-koloni di Amerika. Orang-orang Eropa mempekerjakan orang Indian pribumi Amerika di perkebunan luas dan di daerah pertambangan di koloni-koloni di Amerika. Kebanyakan orang Indian meninggal dunia karena terserang penyakit dari Eropa, dan karena perawatan yang tidak memadai. Karena itu orang Spanyol dan Portugal mulai mendatangkan orang-orang dari Afrika Barat sebagai budak. Prancis, Inggris dan Balanda berbuat serupa di koloni-koloni mereka di Amerika.
Koloni-koloni Inggris di Amerika Utara menciptakan sistem ekonomi pertanian yang tidak bisa bertahan hidup tanpa menggunakan budak sebagai tenaga kerja.
Banyak budak hidup di ladang pertanian luas yang disebut perkebunan, yang menghasilkan produk pertanian penting untuk diperdagangkan oleh koloni, misalnya produk kapas dan tembakau. Setiap perkebunan, merupakan desa kecil yang dimiliki oleh satu keluarga. Keluarga itu hidup di dalam sebuah rumah besar, biasanya menghadap ke sungai. Di sebuah perkebunan diperlukan beberapa bangunan terpisah. Misalnya, ada bangunan yang diperlukan untuk memasak, untuk tempat tinggal pekerja untuk menghasilkan produk yang bagus seperti perabot rumah untuk digunakan di perkebunan.
Bisnis perkebunan adalah pertanian. Diperlukan juga kandang hewan dan juga lumbung untuk menyimpan panen dan mengeringkan hasil pertanian. Ada juga rumah untuk mengasapi daging supaya awet disimpan dengan aman. Selain itu ada juga bangunan di tepi sungai guna mengirim barang-barang dengan kapal ke Inggris.
Pemilik perkebunan menguasai ladang pertanian dan tahu bahwa pertanian menghasilkan uang. Pemilik perkebunan mengawasi, memberi makan dan pakaian orang-orang yang hidup di perkebunan, termasuk para budak.
Pemilik perkebunan besar bisa memiliki sampai 200 budak. Budak-budak itu bekerja di ladang pertanian yang hasilnya akan dijual atau dimakan oleh orang-orang yang hidup di daerah perkebunan. Mereka juga beternak hewan untuk diambil dagingnya atau air susunya.
Budak-budak bekerja berat dan dalam waktu sangat lama. Mereka bekerja setiap hari mulai matahari terbit sampai matahari terbenam. Banyak dari budak-budak itu hidup di rumah-rumah kecil dalam kondisi sangat menyedihkan, tanpa fasilitas penghangat ruangan ataupun perabot rumah. Kadang-kadang 5 sampai 10 orang bersama-sama menempati satu ruangan.
Budak pribadi biasanya tinggal di rumah pemilik rumah. Mereka melakukan pekerjaan memasak dan membersihkan rumah. Mereka bekerja dalam waktu lebih pendek daripada yang bekerja di ladang, tetapi diawasi lebih ketat oleh pemilik rumah dan keluarganya.
Undang-undang yang disyahkan di koloni-koloni Amerika sebelah selatan menyatakan ilegal bagi budak untuk menikah, memiliki harta-kekayaan, atau memperoleh kebebasan. Paraturan itu juga tidak mengizinkan budak memperoleh pendidikan, bahkan untuk belajar membaca. Namun ada pemilik budak yang membolehkan budak mereka memperoleh kebebasan. Ada juga yang memberi budak mereka uang sebagai bonus bagi pekerjaan yang dikerjakan dengan baik.
Ada pula pemilik budak yang menggunakan ancaman hukuman untuk memaksa budak-budak agar bekerja. Hukuman itu antara lain pemukulan, menahan pemberian makan dan mengancam akan menjual anggota keluarga budak itu. Ada sebagian pemilik perkebunan meng-eksekusi budak-budak yang dicurigai melakukan kejahatan serius dengan menghukum gantung atau membakarnya hidup-hidup.
Para ahli sejarah mengatakan, orang-orang yang cukup kaya memiliki banyak budak untuk menjadi para pemimpin di daerah-daerah lokal mereka. Mereka adalah anggota-anggota pemerintah lokal, dengan tugas menghadiri pertemuan badan legislatif di ibu-ibu kota koloni, biasanya dua kali setahun. Para pemilik budak mempunyai waktu dan pendidikan, sehingga dapat sangat mempengaruhi kehidupan politik di koloni-koloni di daerah Amerika sebelah selatan, karena pekerjaan berat mereka dilakukan oleh para budak mereka.
Sekarang, kebanyakan orang di dunia mengutuk perbudakan. Tidaklah demikian halnya pada awal berdirinya negara Amerika. Banyak orang Amerika berpendapat bahwa perbudakan itu jahat, namun diperlukan. Pada awal tahun-tahun 1700-an memiliki budak merupakan hal yang biasa di kalangan orang kaya. Banyak dari pemimpin di koloni-koloni yang berperang bagi kemerdekaan Amerika memiliki budak.
100 TAHUN
Kata slave dalam bahasa Inggris berasal dari kata slav yang merujuk kepada bangsa Slavia yang banyak ditangkap dan menjadi budak saat peperangan pada awal 100 tahun Menengah.
Catatan mengenai perbudakan di Yunani Lawas berada sejak 100 tahun Yunani Mycenaia. Athena Klasik memiliki populasi budak terbesar yang mencapai 60.000 jiwa pada 100 tahun ke-5 dan ke-6 SM. Ketika Republik Romawi meluaskan wilayah, banyak warga yang diperbudak mengakibatkan naiknya suplai di Eropa dan Mediteran. Orang Yunani, Iliria, Berber, Jerman, Inggris, Trasia, Galia, Yahudi, Arab, dan lain-lain. memperagakan perbudakan bukan hanya untuk pekerjaan keras namun juga untuk hiburan.
BUDAK MENURUT ISLAM
Pengertian Budak Menurut Islam Dan Membebaskannya Dari Uang Zakat. Di Dalam Surat At-Taubah ayat 60 disebutkan bahwa salah satu dari 8 ashnaf penerima zakatadalah budak.
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَـٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡعَـٰمِلِينَ عَلَيۡہَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُہُمۡ وَفِىٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَـٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَڪِيمٌ۬
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, paramuallaf yang dibujuk hatinya, untuk [memerdekakan] budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Menurut Hamka budak berarti seseorang yang tidak merdeka. Dia menjadi milik tuannya sebagaimana seseorang memiliki sebuah barang. Budak boleh dijual, dihadiahkan atau dijadikan sebagai istri. Anak hasil hubungan seorang tuan dengan budaknya adalah sah hukumnya. Dengan demikian, budak menjadi milik tuannya semata-mata.
Secara hukum, budak merupakan orang yang setengah manusia (merdeka). Di satu sisi dia merupakan manusia yang normal dan di sisi lain dia adalah harta atau benda yang sepenuhnya dimiliki oleh tuannya dan dapat diperjualbelikan jika sang tuan menghendakinya. Budak tidak bisa berbuat sesuatu sesuai dengan keinginannya. Dia harus berfikir dan berbuat sesuai dan untuk kepentingan tuannya.
1. Pengertian Budak Dalam Pandangan Islam.
Sebelum Islam diturunkan perbudakan sangat merajalela dan tidak ada batasan yang membatasi, artinya siapa saja bisa dijadikan budak dengan cara apapun, seperti dirampas, diculik dan sebagainya. Namun ketika Islam datang perbudakan sangat dibatasi, yaitu hanya tawanan perang yang boleh dijadikan budak, sebab hal ini sudah menjadi konvensi internasional, dimana orang Islam pun yang ditawan oleh musuh akan dijadikan budak. Namun demikian, Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memerdekakan para budak, diantaranya dijadikan sebagai tebusan untuk membayar kafarat dalam beberapa pelanggaran syariat, seperti kafarat sumpah, membunuh dengan tidak sengaja dan sebagainya. Dalam Islam budak perempuan dihalalkan untuk digauli sebagaimana layaknya seorang isteri, namun budak tersebut hanya boleh digauli oleh tuannya saja. Artinya budak yang dimiliki oleh seorang bapak tidak boleh digauli oleh anaknya atau siapapun juga. Bahkan apabila dia telah melahirkan anak maka disebutummul walad dimana tuannya tidak boleh menjualnya kepada yang lain, tetapi dia harus terus memeliharanya atau memerdekakannya. Diantara dalilnya adalah ayat di atas dan beberapa ayat berikut ini: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An-Nisa’: 24) .
2. Keutamaan Membebaskan Budak.
Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memerdekakan para budak, diantaranya dijadikan sebagai tebusan untuk membayar kafarat dalam beberapa pelanggaran syariat, seperti kafarat sumpah, membunuh dengan tidak sengaja dan sebagainya.
Terhadap budak belian dalam golongan ini tercakup budakmukatab, yakni yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa. Budak Mukatab dibantu dengan harta zakat untuk membebaskan mereka dari belenggu perbudakan, sedang budak-budak biasa dibeli dengan harta itu lalu dibebaskan.
Diterima dari Barra' katanya: "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. katanya:"Tunjukkan kepada saya suatu amal yang akan mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan saya dari neraka." Maka ujar Nabi saw.:"Bebaskanlah jiwa manusia dan merdekakan budak belian" Maka tanya laki-laki itu padanya:"Bukankah itu artinya sama" Ujar Nabi: "Tidak, 'Itqur raqabah maksudnya Anda merdekakan budak itu secara perorangan, sedang fakkur raqabah Anda bantu ia dengan uang untuk membebaskan dirinya.
Dan diterima dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda :
"Ada tiga orang yang masing-masingnya pasti akan ditolong oleh Allah; Orang yang berperang di jalan Allah, budak mukatab yang betul-betul hendak melunasi tebusan dirinya, dan orang yang kawin dengan tujuan buat menghindarkan diri dari kemaksiatan.
3. Perbedaan Budak Mukatab Dan Budak Biasa.
Berkata Syaukani: "Para ulama bertikai pendapat mengenai yang dimaksud dengan firman Allah Ta'ala: 'dan terhadap budak belian'.
Disampaikan berita dari Ali bin Abi Thalib, Sa'id bin Juberi, Laits, Tsauri, 'Atrah, golongan Hanafi dan Syafi'i serta kebanyakan para ahli bahwa yang dimaksud ialah budak-budak mukatab, mereka dibantu dengan zakat untuk menebus diri mereka.Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Hasan Basri, malik, Ahmad bin Hanbal, Abu Tsur, Abu Ubeid, Bukhari dan Ibnul Mundzir condong kepada pendapat ini - bahwa maksudnya ialah bahwa dengan pembagian zakat dibelikan budak-budak untuk dimerdekakan. Alasan yang mereka kemukakan ialah andainya yang dimaksud itu khusus bagi budak mukatab, tentulah cukup dimasukkan dalam golongan gharimin(orang yang berutang), karena memang mukatab itu sedang dalam berutang. Juga karena membeli budak buat dimerdekakan itu lebih utama dari menolong budak mukatab, sebab mungkin ia ditolong tetapi tidak dibebaskan. Mukatab itu tetap menjadi budak selama tebusan dirinya belum lagi lunas, walau sisa yang belum dibayar tinggal hanya satu dirham saja. Juga karena membeli itu dapat dilakukan kapan saja setiap waktu, berbeda halnya dengan penebusan.Berkata Zuhri:"Dihimpun kedua macam budak terebut, sebagaiamana dibayangkan oleh pengarang buku Muntaqal Akhbar dan pendapat ini lebih kuat, karena ayat mencakup kedua golongan itu. Kemudian hadits Barra' yang disebutkan tadi menyatakan bahwa fakkur raqabah tidaklah sama dengan 'itguha' juga dinyatakan bahwa memerdekakan budak dan menolong budak mukatab dengan harta untuk penebus dirinya, termasuk di antara amal-amal yang mendekatkan kita kepada surga dan menjauhkan kita dari neraka.
4. Macam-macam Istilah Perbudakan:
a. Qinah.
Budak perempuan yang dimiliki oleh seseorang beserta kedua orang tuanya. Dan kalau budaknya laki-laki disebut qinun.
b. Mudaabbaroh.
Budak perempuan yang diomongi oleh majikanya demikian, ”Jika aku mati, maka engkau merdeka". Kalau budaknya laki-laki disebut mudabbar.
c. Mastauladah.
Budak perempuan yang dihamili oleh majikanya dan melahirkan anak dari hubungan seksual dengan majikannya.
d. Mukatabah.
Budak perempuan (kalau laki-laki disebut mukatab) yang akan dimerdekakan oleh majikanya apabila membayar sejumlah uang kepada majikanya dalam waktu yang telah ditentukan dengan jalan mengangsur.
e. Musytarokah.
Budak perempuan yang dimiliki oleh lebih dari satu orang karena diwariskan oleh keluarganya yang meninggal dunia kepada ahli waris yang lebih dari satu orang atau karena ada dua orang yang membeli seorang budak perempuan dengan jalan syirkah.
Majusiyah.
Budak perempuan yang menganut agama majusi, yaitu agama yang mengangap ada dua tuhan, yaitu: tuhan terang (Ormuz), dan tuhan gelap (Ahriman).
d. Murtadah.
Budak perempuan yang telah memeluk agama Islam kemudian lari dari agama Islam.
Budak qin: Hamba sahaya/amat yang mutlak kehambaannya atas tuannya.
Budak maba'adl: Hamba sahaya/amat yang separuh dari dirinya sudah merdeka.
Budak mu'alaq: Hamba sahay/amat yang kemerdekaannya digantungkan dengan sesuatu sifat atau yang lainnya.
Budak musha bi ithqihi.
Hamba sahaya/amat yang kemerdekaannya disebabkan adanya wasiat dari tuannya.
e. Ummu walad.
Hamba sahaya/amat yang mempunyai keturunan dari tuannya.
'Abd dan Ibad ( عبد ، عباد ) : Kata ‘abada, ya’budu, ‘ibadat berarti menyembah, mengabdi, atau menghinakan diri. Dan kata ‘abd (jamaknya ‘abid atau ibad) berarti hamba, sahaya, penyembah sesuatu, atau budak, sejenis tumbuh-tumbuhan yang beraroma harum, anak panah. ‘Abd bisa berarti manusia secara umum apakah dia merdeka atau budak. Kata ini juga bisa diartikan dengan budak saja. Akan tetapi, menurut Sibawaih, makna asal dari ‘abd itu adalah budak.
Maa Malakat Aymaan (ما ملكت أيمان ): Malaka, yamliku, milkan, mulkan berarti memiliki atau mempunyai sesuatu. Sedangkan yamin (jamaknya aymun atau ayman) berarti sebelah kanan atau tangan kanan[xvii]. Kata maa malakat ayman terdapat 14 kali dalam al-Qur’an (al-Nisa: 3, 24, 25, 36 ; al-Mukminun: 6 ; al-Nur: 31, 33, 58 ; al-Rum: 28; al-Ahzab: 50, 52, 55 ; dan al-ma’arij: 30. disamping itu terdapat dua kali dengan redaksi maa malakat yamin (al-Ahzab: 50, 52).
Raqabat dan Riqab (رقبة ، رقاب ): raqaba, yarqubu, raqabat, berarti mengintip, melihat atau menjaga. Raqabat (jamaknya riqab) berarti leher, budak atau hamba. Raqabat, muraqabat berarti penjagaan, pengawasan. Raqib, muraqib berarti yang menjaga, pengawas atau pemilik. Ketika menjelaskan ayat-ayat tentang raqabat ini, para mufassir mengartikannya dengan budak yang harus dibantu untuk memerdekakannya. Menurut jumhur ulama, budak yang dibantu memerdekakannya itu adalah budak mukatab atau yang telah membuat perjanjian merdeka bersama tuannya dengan pembayaran tertentu. Ulama lain mengatakan bantuan memerdekakan itu bisa jadi dengan membeli budak untuk dimerdekakan, atau tidak memperbudak tawanan perang, tapi membebaskannya.
Amat dan Ima’ ( أمة ، إماء ): Amat (yang berarti budak perempuan) merupakan bentuk tunggal dari ima’. Kata amat, bentuk asalnya adalah amuwat, yang kemudian dihilangkan waw-nya. al-amat berarti kebalikan dari seorang perempuan merdeka, yaitu seorangbudak aau perempuan yang dikuasai (al-mamlukat).
Fatayat (فتيات ) / Fatiya, yafta, fatan berarti muda. Fata (jamaknya Fityan) orang muda, pemuda, atau budak laki-laki. Sedangkan fatat (jamaknya fatayat) berarti perempuan muda, pemudi, atau budak perempuan. Al-Qur’an menggunakan kata yang berakar sama dengan ini sebanyak 10 kali. Delapan kali diantaranya dengan makna pemuda (Yusuf:30, 36, 62; al-kahfi:10, 13, 60, 62; al-anbiya’:60) dan dua kali dengan makna pemudi (al-nisa:25; al-nur:33)
PERBUDAKAN MODERN
Pada zaman yang serba canggih, modern, dan cepat ini, ternyata perbudakan masih menghantui 45 juta jiwa di dunia. Dua per tiga korban berasal dari Asia.
Menurut Global Slavery Index 2016, perbudakan atau slavery, merupakan suatu situasi eksploitasi didmana seseorang tidak bisa menolak atau meninggalkan sesuatu, karena adanya ancaman, kekerasan, pemaksaan, penyalahgunaan kekuasaan dan penipuan.
Menurut laporan yang dikutip dari BBC, bentuk perbudakan modern bisa mencakup debt bondage atau ijon situasi ketika seseorang dipaksa bekerja tanpa dibayar, untuk melunasi utang. Juga muncul dalam bentuk penyalahgunaan anak-anak, kawin paksa, perbudakan domestik dan kerja paksa lengkap dengan tindak kekerasan yang dirasakan korban.
Tanpa disadari, hal-hal tersebut merupakan kejadian yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
PERBUDAKAN MASIH ADA
1. Budak di Tengah Laut.
Kelompok pembela hak asasi manusia mengatakan, ribuan orang diperdagangkan dan dipaksa untuk bekerja di kapal nelayan.
Mereka 'ditahan' selama bertahun-tahun di lautan lepas, tanpa mempunyai kesempatan untuk melihat daratan.
Korban perdagangan dan pemaksaan tersebut mengatakan, rekan-rekan mereka yang tertangkap ketika mencoba melarikan diri, bisa dibunuh dan dibuang ke laut.
Laporan menyatakan, Thailand negara pengekspor makanan laut terbesar di dunia diduga mempekerjakan pria Burma dan Kamboja yang dijual dan diperbudak di kapal nelayan mereka.
Banyak korban yang mengatakan, mereka ditipu oleh pihak makelar, yang menjanjikan mereka untuk bekerja di pabrik.
Seorang pria Burma yang berhasil melarikan diri dari 'majikannya', mengatakan, dia dipaksa untuk bekerja sebagai nelayan kapal kecil dan harus menangkap ikan selama 20 jam per harinya, tanpa bayaran.
"Orang-orang mengatakan, siapapun yang mencoba melarikan diri akan dipatahkan kaki dan tangannya, bahkan dibunuh," kata pria itu.
2. Pabrik Ganja dan Salon Kuku.
Hasil penelitian memperkirakan setidaknya 10.000 hingga 13.000 korban perbudakan modern di Inggris, berasal dari berbagai negara termasuk Albania, Nigeria, Vietnam, dan Romania.
Sekitar 3.000 anak-anak dari Vietnam diduga bekerja di perkebunan ganja dan salon kuku di negara itu.
Mereka diancam keluarganya akan dibunuh jika mencoba melarikan diri.
Seorang korban perbudakan, Lam, masih berusia 16 tahun ketika pertama kali datang ke Inggris. Dia berharap bisa menghasilkan uang yang cukup untuk membiayai keluarganya di kampung, dengan bekerja di negara tersebut.
Nyatanya, Lam malah dipaksa untuk bekerja di pabrik ganja.
"Aku ingat ketika bertanya kepada seorang pria yang membawaku ke tempat itu apakah aku bisa pergi, karena aku tidak suka bekerja di sana. Pria itu lalu mengancam akan memukuliku atau membuatku mati kelaparan," kata Lam.
Lam berhasil keluar dari tempat tersebut, ketika polisi menggrebek pabrik ganja tersebut. Awalnya dia ditangkap dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba.
Namun, berkat bantuan badan perlindungan anak NSPCC Inggris, Lam akhirnya dibebaskan.
3. Perbudakan Seks.
Menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional, ada sekitar 4.5 orang menjadi korban eksploitasi perbudakan seks.
Salah satunya adalah Shandra Woworuntu seorang aktivis melawan perdagangan manusia yang dipaksa menjadi budak seks di AS pada tahun 2001.
Shandra merantau dari Indonesia ketika dia dijanjikan akan bekerja di industri perhotelan di AS. Namun, agen yang ditemuinya di bandara malah menyerahkannya kepada makelar bersenjata memaksanya untuk melaksanakan pekerjaan seks.
"Mereka bilang aku berutang sebanyak US$ 30.000 atau setara dengan Rp 410 juta kepada mereka. Setiap kali melayani pria hidung belang, aku dianggap telah membayar hutangku sebanyak US$ 100 atau Rp 1,4 juta," kata Shandara.
WNI itu akhirnya berhasil melarikan diri dan bekerjasama dengan FBI untuk menggerebek rumah bordil tempat korban perdagangan lainnya berada.
4. Perbudakan Berkedok Pengemis.
Korban mengatakan, mereka dipaksa mengemis tanpa mendapatkan sepeser pun dari hasil yang diperoleh.
Sebuah laporan penelitian menyatakan, banyak anak-anak di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah, dipaksa mengemis di jalanan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Seorang korban mengatakan kepada peneliti, meskipun dia mengemis di jalanan seharian, dia tidak mendapatkan uang sepeser pun.
"Aku harus setor semua uang hasil mengemis. Aku bahkan tidak mendapatkan cukup makan dan tidur. Mereka tidak menggajiku, mereka mempekerjakanku sebagai buruh kontrak," kata dia.
"Aku tidak bisa mengatakan apa pun kepadamu. Aku ketakutan. Mereka mengancam akan menghukumku jika aku berani buka mulut," kata seorang korban lainnya.
5. Perbudakan Tersembunyi.
Kebanyakan perbudakan modern tidak terlihat secara nyata di muka umum. Ketidakadilan itu sering terjadi di rumah-rumah dan peternakan pribadi.
Minggu lalu, tiga pria dalam sebuah keluarga di Inggris dipenjarakan karena memaksa seorang laki-laki melakukan pekerjaan berat tanpa bayaran.
Michael Hughes, 46 tahun, dipaksa untuk bekerja pada keluarga tersebut selama lebih dari 20 tahun, melakukan pekerjaan bangunan dan jalan.
"Aku dipaksa tinggal di sebuah gudang taman berukuran 1.2 meter, tanpa pemanas dan air selama dua tahun," kata Michael.
Pada bulan April 2016, seorang pria dikenakan hukuman dua tahun penjara, karena mengurung istrinya sebagai pembantu rumah tangga.
Wanita tersebut disiksa, dipaksa melakukan seluruh pekerjaan rumah, dan tidak diperbolehkan keluar rumah.
PERBUDAKAN MODERN
Perbudakan Modern (Modern Slavery) merupakan suatu praktik eksploitatif yang menimpa seseorang atau sekelompok akibat adanya ancaman baik fisik maupun nonfisik (re: kekerasan), pemaksaan, penipuan, dan/atau penyalahgunaan kekuasaan.
Perbudakan Modern memiliki beragam jenis, diantaranya adalah perdagangan manusia, kerja paksa, bonded labor, eksploitasi seksual, perbudakan domestik, perkawinan paksa, pengambilan organ tubuh ilegal.
Laporan dari penelitian bersama yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO), Walk Free Foundation, International Organization for Migration (IOM), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya seperti Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) memperkirakan bahwa pada tahun 2016 terdapat 40,3 juta orang yang mengalami perbudakan modern, 24,9 juta diantaranya tergolong dalam kategori forced labor atau kerja paksa. Dari 24,9 juta orang yang terjebak dalam kerja paksa tersebut, 16 juta orang diantaranya dieksploitasi di sektor swasta seperti pekerjaan rumah tangga, konstruksi atau pertanian, sedangkan 4,8 juta orang dieksploitasi secara seksual, dan 4 juta orang terjebak dalam kerja paksa yang didukung oleh otoritas negara.
SEJARAH PERBUDAKAN
Manifestasi perbudakan telah berkembang mengikuti perkembangan zaman. Lahirnya istilah baru berupa perbudakan modern mencerminkan adanya transformasi bentuk atas perbudakan tradisional. Perbudakan tradisional erat kaitannya dengan peristiwa Perdagangan Budak Trans-Atlantik (Trans-Atlantic Slave Trade). Perbudakan Tradisional (Chattel slavery) merujuk pada kondisi perbudakan di mana seseorang dimiliki layaknya sebuah barang, seperti ternak atau perabotan, dan dapat dijual atau dipindahtangankan kepada orang lain. Praktik perbudakan tradisional telah jarang ditemui pada abad ke-21.
Dalam konteks modern, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi perbudakan yang dialami oleh individu, diantarannya :
1. Tingkat pembatasan hak inheren individu atas kebebasan bergerak (freedom of movement).
2. Tingkat kendali atas barang-barang pribadi individu dan.
3. Adanya persetujuan afirmatif dan pemahaman penuh tentang sifat hubungan antara para pihak.
Belum ada definisi perbudakan modern yang diakui secara internasional, istilah ini digunakan untuk mencakup berbagai praktik eksploitatif termasuk perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, pekerja anak, pengambilan organ tubuh, dan praktik serupa perbudakan.
Penggunaan istilah perbudakan modern sering digunakan oleh berbagai aktor-aktor internasional, termasuk, antara lain, organisasi internasional, Negara, entitas sui generis, seperti Tahta Suci, organisasi non-pemerintah (LSM), kelompok dan jaringan informal, serta cendekiawan dan media massa.
Pada tahun 2015, pemerintah Inggris mengeluarkan Modern Slavery Act, Inggris menjadi negara pertama yang menggunakan istilah perbudakan modern sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Penggunaan istilah perbudakan modern sebagai nama dari produk legislasi nasional merupakan yang pertama di dunia karena tidak dicampuradukkan dengan perdagangan manusia, kondisi kerja yang tidak layak, pekerja anak, maupun istilah lainnya. Berdasarkan Modern Slavery Act 2015, pelanggaran perbudakan modern mencakup perbudakan, penghambaan (servitude), kerja paksa (forced labor) atau wajib kerja , dan perdagangan manusia (human trafficking).
BENTUK PERBUDAKAN MODERN
Perbudakan dapat terjadi dalam berbagai bentuk eksploitasi seperti prostitusi secara paksa, kerja paksa, pengemis paksa, kriminalitas paksa, pembantu rumah tangga, pernikahan paksa, dan pengambilan organ tubuh secara paksa. Konvensi Tambahan Perbudakan (The Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade and Institutions and Practices Similar to Slavery of 1956) mewajibkan setiap negara yang meratifikasi untuk menghapuskan segala praktik dan adat kebiasaan yang mirip dengan kondisi servile status seperti :
PERBUDAKAN UTANG (DEBT BONDAGE)
Salah satu bentuk paksaan yang digunakan dalam praktik perbudakan modern adalah dengan menggunakan modus operandi perbudakan utang. Berdasarkan Konvensi Tambahan Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Institusi dan Praktik-Praktik Serupa Perbudakan (Bahasa Inggris: Supplementary Convention to the Abolition of Slavery, the Slave Trade and Institutions and Practices Similar to Slavery), perbudakan utang didefinisikan sebagai:
Status atau kondisi yang timbul dari jaminan oleh debitur atas jasa-jasa pribadinya atau dari orang-orang yang berada di bawah kendalinya sebagai jaminan utang, jika nilai jasa-jasa itu menurut penilaian yang wajar tidak diterapkan terhadap likuidasi utang atau panjang dan sifat layanan tersebut masing-masing tidak dibatasi dan ditentukan.
Di Asia Selatan diperkirakan ada jutaan korban perdagangan manusia yang bekerja untuk melunasi hutang nenek moyang mereka. Yang lain menjadi korban pedagang atau perekrut yang secara tidak sah mengeksploitasi hutang awal yang diasumsikan, disadari atau tidak, sebagai jangka waktu kerja. Para pedagang, agen tenaga kerja, perekrut, dan majikan baik di negara asal maupun negara tujuan dapat berkontribusi pada jeratan hutang dengan membebankan biaya perekrutan pekerja dan tingkat bunga yang terlalu tinggi, sehingga sulit bagi korban praktik perbudakan utang untuk melunasinya. Keadaan seperti itu dapat terjadi dalam konteks pekerjaan temporer atau sementara di mana status hukum pekerja di negara tujuan terikat dengan pemberi kerja sehingga pekerja yang merupakan korban praktik perbudakan utang takut mencari ganti rugi.
SERFDOM
Merupakan kondisi yang dialami petani atau lebih tepatnya buruh tani yang berdasarkan hukum, perjanjian, atau adat istiadat diharuskan untuk manggarap tanah milik orang lain. Praktik serfdom ini membuat korbannya menjadi terikat dengan ladang tersebut, mereka juga tidak memiliki kebebasan selayaknya manusia pada umumnya, seperti tidak boleh pergi tanpa izin tuan tanah, bahkan segala keputusan yang berhubungan dengan masalah personal seperti menikah, menjual barang, atau mengubah pekerjaan mereka tetap harus melibatkan sang tuan tanah.
KERJA PAKSA (FORCED LABOR)
Kerja paksa dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang tanpa adanya kehendak pribadi dan dilakukan di bawah ancaman seperti kekerasan, intimidasi, dan bentuk ancaman-ancaman lainnya.atau dengan cara yang lebih halus seperti utang yang dimanipulasi, penyimpanan surat-surat identitas atau ancaman pengaduan kepada otoritas imigrasi.
Kerja paksa atau forced labor merupakan perbuatan yang dikutuk oleh komunitas internasional, yang mana praktik jenis ini merupakan bentuk baru dari perbudakan. Definisi dari perbudakan terdapat dalam Konvensi tentang Kerja Paksa 1930 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi all work or service which is exacted from any person under the menace of any penalty and for which the said person has not offered himself voluntarily.[28]Yang membedakan praktik kerja paksa dengan perbudakan tradisional adalah ketiadaan konsep kepemilikan dalam definisi kerja paksa. Namun secara jelas bahwa kerja paksa memiliki karakteristik dari perbudakan yaitu pembatasan terhadap kebebasan individu dan adanya elemen kekerasan yang dapat menimbulkan efek yang sama seperti korban-korban perbudakan tradisional (chattel slavery).
ILO melalui ILO’s Special Action Programme to Combat Forced Labour (SAP-FL) telah mengeluarkan 11 indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis praktik kerja paksa atau forced labor. Indikator tersebut meliputi :
1. Memanfaatkan kerentanan atau vulnerabilitas korban.
2. Penipuan.
3. Pembatasan pergerakan.
4) Isolasi.
5. Kekerasan fisik dan seksual.
6. Intimidasi dan ancaman.
7. Perampasan dokumen identitas.
8. Pemotongan upah.
9. Jeratan hutang.
10. Kondisi kerja dan hidup yang tidak layak.
11. Jam lembur yang berlebihan. Adanya satu indikator tunggal dapat menyiratkan bahwa seorang individu berada dalam situasi kerja paksa, namun dalam banyak kasus yang terjadi adalah kombinasi dari beberapa indikator secara bersamaan.
PEKERJA ANAK (CHILD LABOR)
PBB mengilustrasikan secara global terdapat 1 dari 10 anak yang bekerja. Berdasarkan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (Bahasa Inggris: ILO Convention Number 182 Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour) mendefinisikan anak sebagai semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Mayoritas pekerja anak yang terjadi saat ini adalah untuk dieksploitasi secara ekonomi. Kondisi tersebut bertentangan dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), yang mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apa pun yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial.
Dalam Konvensi Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, disebutkan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak meliputi :
a. Segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;
b. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
c. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;
d. Pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.
PERDAGANGAN MANUSIA
Pada Artikel 3 Klausa huruf (a) dalam Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, specially Women and Children atau Protokol Palermo Tahun 2000 mendefinisikan perdagangan manusia sebagai :
perekrutan, pengantaran, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang, dengan menggunakan ancaman atau kekerasan atau bentuk paksaan lain, penculikan, penipuan, pembohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan rentan atau dengan memberikan atau menerima bayaran atau keuntungan untuk mendapatkan kewenangan dari seseorang untuk mendapatkan kuasa penuh atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Dalam klausa huruf (c) dalam Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak (Bahasa Inggris: Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, specially Women and Children) disebutkan bahwa segala bentuk eksploitasi yang melibatkan anak-anak dapat dikategorikan sebagai bentuk perdagangan manusia, sekalipun tidak digunakan cara-cara seperti kekerasan, penipuan, kebohongan, dan lain-lain. Terjemahan dari Klausa huruf (c) yang dimaksud adalah sebagai berikut:
“Perekrutan, penghantaran, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak-anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai ‘perdagangan orang’ bahkan jika ini tidak melibatkan cara-cara yang ditetapkan dalam klausa (a) pasal ini; ‘anak-anak’ artinya mereka yang berusia dibawah delapan belas tahun”.
Berdasarkan tujuan pengirimannya, perdagangan manusia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu perdagangan dalam negeri (internal-trafficking) dan perdagangan manusia antarnegara/lintas batas (international trafficking). Perdagangan internal biasanya berlangsung dari desa ke kota atau dari kota kecil ke kota besar namun masih berada dalams satu wilayah negara yang sama. Sedangkan perdagangan antarnegara adalah perdagangan manusia dari satu negara ke negara yang lain. Perdagangan manusia antarnegara pada umumnya berkaitan dengan masalah keimigrasian. Orang masuk dari dan ke satu negera biasanya melewati jalur resmi, akan tetapi perdagangan manusia antarnegara melalui jalur tidak resmi.
Pada tahun 2018, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menegaskan bahwa sekitar 40 juta orang menjadi korban Perdagangan Manusia. Sekitar 90 persen dari semua kasus yang terdeteksi adalah untuk eksploitasi seksual atau tujuan kerja paksa. Sisa 10 persen kasus sering disatukan dalam kategori bentuk lain termasuk perdagangan organ ilegal. Karenanya, berdasarkan bentuk eksploitasi secara ekonomi, Interpol membagi perdagangan manusia menjadi kategori berikut :
a. Perdagangan Manusia untuk Kerja Paksa.
Perdagangan Manusia untuk Kerja Paksa dapat terdjadi di sektor domestik dan sektor publik. Kerja paksa di sektor domestik juga dikenal dengan istilah involuntary domestic servitude, istilah domestik disematkan karena lokus kejahatan terjadi di dalam rumah. ILO dalam laporannya menggambarkan keadaan eskploitatif yang dialami oleh domestic labor, bahwa 75 persen domestic labor yang bekerja di lima Negara (Bangladesh, Indonesia, Nepal, Sri Langka) bekerja lebih dari 8 jam sehari. Selain itu, dokumen legal mereka ditahan oleh majikan atau penyalur tenaga kerja, mereka juga mengalami kekerasan fisik, pelecehan seksual, pemerkosaan, kekurangan makanan, pemotongan gaji, dan kondisi atau lingkungan kerja yang tidak layak.
Di sektor publik, korban dapat terlibat dalam pekerjaan pertanian, pertambangan, perikanan atau konstruksi. Contoh dari perdagangan manusia untuk kerja paksa di sektor publik adalah ekploitasi yang dialami oleh pekerja migran dalam pembangunan fasilitas olahraga dan infrastruktur lainnya di Qatar untuk mempersiapkan Piala Dunia 2022. Pada tahun 2013, Kedutaan Besar Nepal di Qatar mencatat setidaknya terdapat 44 pekerja yang meninggal dalam kurun waktu 4 Juni-8 Agustus. Investigasi yang dilakukan juga menunjukkan adanya bukti kerja paksa dalam pembangunan infrastruktur Piala Dunia 2022 di Qatar dengan bukti adanya penahanan dokumen dan keengganan penyalur tenaga kerja untuk mengurus dokumen keimigrasian agar status korban menjadi pekerja illegal, penahanan/ pemotongan/ keterlambatan pembayaran gaji, dan pembatasan terhadap akses terhadap air minum dan makanan yang layak.
b. Perdagangan Manusia untuk Eksploitasi Seksual.
Berdasarkan dokumen Global Report on Trafficking in Persons yang dipublikasikan oleh UNODC, bentuk perdagangan manusia yang paling umum (79%) adalah eksploitasi seksual. Korban eksploitasi seksual sebagian besar adalah perempuan dan anak perempuan. Di Amerika Serikat, melalui Trafficking Victims Protection Act Tahun 2000 yang kemudian diamandemen dengan Justice for Victims of Trafficking Act Tahun 2015, mendefinisikan perdagangan seks sebagai:
"merekrut, menyembunyikan, mengangkut, menyediakan, memperoleh, menggurui, atau meminta seseorang melalui kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk tujuan seks komersial”
Bisnis seks kontemporer melibatkan eksploitasi yang sistematis. Eksploitasi terhadap pekerja seks terutama diindikasikan dengan adanya kekerasan dan tidak membayar jasa servis seks. Para korban pelacuran terbiasa mengalami pemerkosaan, penyiksaan, kelaparan, bahkan pembunuhan, juga secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan penularan penyakit seksual dan pemakaian psikotropika.
c. Perdagangan Manusia untuk Aktivitas Kriminal.
Bentuk perdagangan menusia jenis ini memungkinkan jaringan kriminal untuk meraup keuntungan dari berbagai kegiatan terlarang dengan memanfaatkan kerentanan korban untuk meminimalisir risiko penegakan hukum. Korban dipaksa untuk melakukan berbagai kegiatan ilegal, yang pada gilirannya menghasilkan pendapatan. Kegiatan ilegal yang dimaksud mencakup pencurian, produksi dan distribusi narkoba, penjualan barang palsu, atau pengemis paksa. Para korban seringkali memiliki kuota atau target minimum yang harus dipenuhi dan dapat menghadapi hukuman berat jika mereka tidak bekerja dengan baik. Contoh dari perdagangan manusia jenis ini adalah kasus perdagangan manusia, yang menimpa terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Fiesta Veloso, penduduk Filipina. Sebagai informasi, Mary Jane Fiesta Veloso, ditangkap atas tuduhan membawa heroin seberat 2,6 kilogram di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010 silam menggunakan penerbangan pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta. Pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, memberikan vonis mati kepada Mary Jane. Putusan tersebut kemudian diperkuat hingga kasasi, bahkan grasinya pun ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014.
d. Perdagangan Manusia untuk Pengambilan Organ Tubuh.
Perdagangan manusia untuk tujuan pengambilan organ bukanlah fenomena baru. Dengan kekurangan organ yang bersumber secara legal di seluruh dunia, diperkirakan perdagangan ilegal organ manusia menghasilkan sekitar 1,5 miliar dolar setiap tahun dari sekitar 12.000 transplantasi ilegal. Perdagangan jenis ini memiliki konsekuensi serius bagi keamanan manusia, terutama bagi populasi yang paling rentan dengan latar belakang kesulitan ekonomi, seperti pengangguran, tunawisma, dan migran. Misalnya, pada tahun 2017, semakin banyak kasus perdagangan organ yang terungkap di Lebanon selaran dengan meningkatnaya jumlah pengungsi Suriah. Pengambilan organ memiliki konsekuensi yang parah bagi kesehatan para korban, secara fisik, mental dan psikologis (misalnya: rasa malu dan membenci diri sendiri).
Dalam kasus perdagangan orang untuk pengambilan organ, korban direkrut melalui penipuan, tidak diberitahu sepenuhnya tentang sifat prosedur, pemulihan dan dampak dari pengambilan organ pada kesehatannya. Persetujuan mereka juga dapat diperoleh melalui paksaan atau penyalahgunaan posisi rentan.
Berdasarkan penelitian menggunakan analisis bibliometrik yang diterbitkan oleh International Journal of Environmental Research and Public Health pada tahun 2020 menggambarkan organ yang paling umum dibahas dalam literatur perdagangan organ yaitu 85% dari publikasi mengacu pada ginjal, 16% menyebutkan hati, dan sekitar 6% mengacu pada jantung. Peringkat ini konsisten dengan estimasi pengangkatan organ, yaitu ginjal (67%), hati (22%) dan jantung (6%).
PERBUDAKAN SEKSUAL
Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) tahun 1919, mengintruksikan kepada negara-negara anggota untuk berkolaborasi menekan perdagangan anak-anak dan perempuan untuk dieksploitasi secara seksual. Perbedaan perbudakan seksual dengan prostitusi ada tiga. Yang pertama, tidak adanya keuntungan finansial yang didapatkan oleh para budak tersebut. Yang kedua, perbudakan seksual melibatkan kontrol atau penguasaan absolut oleh seseorang terhadap orang lainnya. Yang terakhir, adanya ancaman kekerasan yang ditujukan kepada korban. Perbudakan seksual seringkali terjadi dalam konflik bersenjata atau ketika pendudukan suatu negara ke negara lain.
Penggunaan budak-budak seks ketika waktu perang terjadi dalam bentuk camp pemerkosaan, comfort station (mirip rumah pelacuran) yang dilakukan oleh tentara Jepang pada masa Perang Dunia II, dan bentuk-bentuk pelecehan seksual lainnya. Tindakan tersebut tentu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 melarang pihak-pihak yang berkonflik untuk melakukan “kekejaman terhadap martabat pribadi, khususnya perlakuan yang menghinakan dan merendahkan martabat”. Kemudian, Protokol Tambahan I dan II mengandung pelarangan terhadap segala bentuk perbuatan yang tidak senonoh (indecent) terhadap perempuan dan anak-anak. Namun berbagai instrumen hukum internasional yang ada belum merujuk pemerkosaan sistematis sebagai perbudakan seksual. Tercatat hanya Vienna Declaration and Programme of Action yang menegaskan perbudakan seksual sebagaimana berikut “Semua pelanggaran semacam ini, termasuk khususnya pembunuhan, pemerkosaan sistematis, perbudakan seksual dan kehamilan paksa, memerlukan tanggapan yang sangat efektif.
PERNIKAHAN PAKSA
Praktik atau adat lainnya yang mana seorang anak di bawah umur 18 tahun, diserahkan oleh orang tuanya atau walinya kepada orang lain untuk dieksploitasi secara seksual atau diperkerjakan secara paksa. Praktik Perbudakan jenis ini dapat terjadi melalui skenario berikut :
Serorang perempuan, yang tanpa memiliki hak untuk menolak, dinikahkan secara paksa dengan imbalan berupa uang atau barang yang diberikan kepada orang tuanya, walinya, keluarganya atau orang dan kelompok lainnya. Suami dari seorang perempuan, dimana keluarga suaminya atau klan dari suaminya memindahtangankan perempuan tersebut untuk mendapatkan imbalan berupa uang atau barang-barang bernilai.[14]Seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, kemudian dianggap dapat diwarsikan kepada orang lain.
Pada beberapa kasus, anak perempuan dipaksa untuk menikah dengan tujuan membayar hutang keluarga, atau sebagai denda atas kesalahan yang dilakukan oleh salah seorang dari anggota keluarga. Dapat juga sebagai strategi menyelesaikan perdebatan atau konflik serta tawar menawar dalam urusan bisnis.
Regulasi Internasional mengenai Perbudakan dan Bentuk-Bentuk Perbudakan Modern
Kasus Perbudakan Modern di Industri Perikanan Thailand
Kasus Perbudakan Dalam Peradilan Pidana Internasional: Perbudakan Seksual dalam International Military Tribunal for the Far East (IMTFE/ Tokyo Trial)
Perbudakan seringkali diasosiasikan dengan perampasan hak-hak fundamental yang melekat pada diri setiap manusia. Perbudakan secara seksual memliki elemen right of ownership berupa kontrol atau penguasaan terhadap korban. Right of ownership merupakan sine qua non (suatu kondisi yang tidak terelakan adanya) dari segala definisi perbudakan dalam hukum internasional. Beberapa perjanjian internasional seperti intrumen hukum humaniter internasional (Konvensi Den Haag 1907 dan Konvensi Jenewa 1929) secara implisit telah menyebut perbudakan sebagai kejahatan internasional, dan adanya pemaksaan secara seksual merupakan bentuk dari perbudakan. Perbudakan seksual pertama kali dibawa ke dalam yurisdiksi pengadilan pidana internsional dalam kasus comfort women yang dilakukan oleh Jepang pada masa Perang Dunia II.
Secara singkat, sejarah dari adanya perbudakan seksual yang dilakukan oleh Jepang terjadi ketika Jepang melancarkan serangan agresi ke beberapa wilayah di Asia seperti Cina, Tiwan dan Korea. Pada tahun 1937, militer Jepang melakukan invasi ke Nanking, Cina. Dalam peristiwa penyerangan itu, tentara Jepang melakukan pemerkosaan secara masal kepada penduduk sipil Nanking. Kejadian tersebut kemudian dikenal dengan “The Rape of Nanking”.
Tokyo Tribunal 2000 telah membahas mengenai kasus comfort women. Indicia (indikator) yang digunakan adalah :
1) adanya unsur pemaksaan terhadap para korbannya,
2) memperlakukan para korban selakyaknya barang yang dapat dibuang setelah dipakai (disposable),
3) adanya pembatasan hak-hak fundamental dan kebebasan,
4) ketiadaan persetujuan,
5) kerja paksa, dan
6) perlakuan diskriminatif. Satu atau lebih indikator tersebut bisa saja tidak terdapat dalam beberapa kasus tertentu, namun apabila indikator yang lain ditemukan maka telah cukup untuk mengindikasikan adanya status atau kondisi perbudakan, secara spesifik perbudakan seksual. Dalam proses penyelidikan lebih lanjut Tokyo Tribunal 2000 menemukan bahwa semua indikator tersebut terdapat dalam kasus comfort woment. Tokyo Tribunal 2000 juga menyatakan bahwa pemerintah Jepang telah melakukan kejahatan perbudakan seksual terhadap perempuan dan anak-anak sebagai bagian dari agresi militer Jepang di Asia Pasifik. Kejahatan perbudakan seksual dilakukan secara sistematik, meluas, dan terorganisir dengan baik terhadap perempuan yang merupakan penduduk sipil, hal ini tentunya memenuhi karakteristik dari kejahatan terhadap kemanusiaan.