Takdir dan Nasib Manusia
Takdir
merupakan hukum sebab akibat yang berlaku secara pasti sesuai dengan ketentuan
Allah Swt. Takdir merupakan bahasa Tuhan, tidak bisa dirubah dan sudah
merupakan kepastian.
Dalam
bahasa Arab, takdir disebut qadara, yuqaddiru, atau taqdir. Arti harfiahnya
adalah ukuran, ketentuan, kemampuan, dan kepastian.
Definisi
takdir dijelaskan dalam Al-Quran dalam surah Yasin ayat 38, surah Fussilat ayat
12, surah Al-Furqan ayat 2, dan surah Al-Anam ayat 96.
Dari
ayat-ayat tersebut menarik 3 kesimpulan, yakni :
1.
Pertama,
takdir berlaku untuk fenomena alam, artinya hukum dan ketentuan dari Tuhan
mengikat perilaku alam. Sehingga hukum sebab akibat yang terjadi di alam ini
dapat dipahami manusia.
2.
Kedua,
takdir Tuhan terkait hukum sosial (sunnatullah). Hukum ini melibatkan manusia
di dalamnya.
3.
Ketiga,
akibat dari takdir dalam arti hukum kepastian Allah yang baru dapat diketahui
setelah berada di alam akhirat. Takdir dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
Takdir Mubram: Takdir dalam Ilmu Allah Swt. dan Takdir dalam Kandungan Takdir
mubram adalah takdir yang pasti akan terjadi dan tidak dapat untuk ditolak yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt., dan manusia tidak mempunyai kesempatan untuk
memilih atau merubahnya. Contoh dari takdir mubram antara lain: jenis kelamin
seseorang, usia manusia, peredaran matahari dan bulan, dan lain sebagainya.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam syarah kita b hadis Arba’in Nawawi, takdir
mubram dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: Takdir dalam ilmu Allah Swt., yang
tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad saw. bersabda “Tiada
Allah mencelakakan kecuali orang celaka (yaitu orang-orang yang telah
ditetapkan dalam ilmu Allah ta’ala bahwa dia adalah orang celaka).” Takdir
dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rezeki, umur,
amal, dan celaka atau bahagiakah bayi yang ada di dalam kandungan tersebut. Maka
takdir ini termasuk dalam takdir yang tidak dapat dirubah apa yang telah
digariskan dalam tubuh sang bayi tersebut. Sesuai hadis Nabi Muhammad saw.,
yang artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam
rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal
darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga,
kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan
untuk menuliskan empat kata: rizki, amal, ajal, dan celaka atau bahagianya.
Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang
mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga
kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia
melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang
mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan
neraka kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia
melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (Bukhari no. 3208, Muslim
no, 2643) Takdir Muallaq: Takdir dalam Lauhul Mahfudz dan Takdir yang Diikuti
Sebab Akibat Takdir muallaq adalah takdir yang bergantung pada ikhtiar
seseorang atau usaha menurut kemampuan yang ada pada manusia. Seperti yang
sudah dijelaskan dalam syarah kita b hadis Arba’in Nawawi, takdir muallaq
merupakan takdir yang tergantung atau tertunda. Takdir muallaq dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu: Takdir dalam Lauhul Mahfudz, yang mungkin dapat berubah,
sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ar-Ra’du ayat 39 yang artinya : Manusia
Dikendalikan Tuhan “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya
lah Ummul Kita b (Lauhul Mahfudz).” Takdir yang diikuti sebab akibat, merupakan
takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada
waktu-waktu dan hal-hal yang telah ditentukan. Contohnya: “Seandainya hambaku
berdo’a atau bersilahturrahmi dan berbakti kepada kedua orang tua, maka Aku
jadikan dia begini, jika dia tidak berdo’a dan tidak bersilahturrahmi serta
durhaka kepada orang tua, maka Aku jadikan seperti ini.” Maksud dari takdir
muallaq ini, adalah bahwa takdir merupakan kehendak mutlak Allah Swt. Akan
tetapi, penyebab adanya takdir tersebut dapat berubah oleh karena perbuatan
manusia, yaitu dengan berdo’a dan berikhtiar, atau berusaha dengan izin Allah
Swt. Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya : Sesungguhnya doa dan bencana
itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang dan doa dapat menolak bencana,
sebelum bencana tersebut turun. Pengertian Nasib Secara bahasa, pengertian
nasib mempunyai makna yang sama dengan takdir, yaitu sesuatu yang sudah
ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang. Namun pada kenyataannya, nasib
seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang buruk, negatif, dan kesialan.
Sedangkan takdir lebih sering digunakan untuk hal yang positif, untung, dan
kemujuran. Seolah yang jelek itu nasib dan yang baik itu takdir. Terlebih lagi,
manusia seringkali mengaitkan nasib dengan keputusasaan dan kekecewaan. Nasib
bisa dirubah oleh manusia, kalaupun itu harus dengan izin Yang Maha Kuasa,
karena Tuhan berkata : Tiada akan kurubah nasib seseorang, ketika ia sendiri
tidak mau merubahnya. Bahasa Tuhan ini memberikan isyarat bahwa Tuhan memberi
izin kepada manusia untuk merubah nasibnya dengan kerja keras dan doa.
Contohnya adalah kegagalan. Kegagalan bukanlah merupakan takdir, maka bisa
dirubah, dan yang bisa merubahnya adalah manusia dengan izin Yang Maha Kuasa.
Syaratnya adalah punya kemauan, berupaya, berusaha, dan meminta izin dari
Tuhan, maka kegagalan bisa berubah menjadi kesuksesan. Hampir semua manusia mengartikan
satu kegagalan sebagai semua kegagalan, sehingga tertutup semua akses untuk
munculnya kebangkita n. Dan secara tidak sadar, kontaminasi hati terhadap hal
ini menghasilkan persepsi yang menimbulkan asumsi yang berujung pada
kesimpulan, bahwa gagal yang satu merupakan kegagalan untuk semuanya. Kegagalan
adalah hasil karya manusia, dan siapapun bisa mengalaminya, siapapun dia tidak
terkecuali. Kegagalan bisa diartikan sebagai musibah, ujian, cobaan, bencana,
bahkan hikmah. Cara Menyikapi Kegagalan Ada perbedaan yang paling mendasar
ketika mengalami kegagalan, yaitu cara menyikapi kegagalan. Bagi orang-orang
yang mampu mengartikan bahasa Tuhan, kegagalan dianggap menjadi sebagai ujian,
bahkan sebagai hikmah. Karena dengan adanya hal tersebut, berarti Tuhan penuh
dengan kasih dan sayang. Namun bagi orang-orang yang tidak dapat mengartikan
bahasa Tuhan, kegagalan adalah sebagai “melapetaka, bencana, bahkan kutukan”.
Jika manusia tetap pada nasibnya, mereka akan menjadi seperti boneka.
Menganggap manusia sebagai tetap pada nasibnya adalah seperti menuduh Allah
Swt. kejam dan tidak adil. Karena jika manusia ditakdirkan tetap pada nasibnya,
dengan sebagian orang harus minum alkohol, sementara sebagian yang lainnya
harus selalu berdoa dan beribadah, pada akhirnya orang-orang berdosa akan masuk
neraka, sementara yang beribadah akan masuk surga. Apakah mungkin bagi Allah yang
salah satu sifat-Nya adalah Al-Adl (Maha Adil) untuk membiarkan ketidakadilan
dan kelainan seperti itu? Bahasa Tuhan adalah bahasa yang penuh dengan
keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan. Maka dalam bahasa Tuhan tidak ada
dalam bahasa kegagalan, kekalahan, dan ketidak-berhasilan. Sesuatu pasti ada awalnya,
dan mulailah dengan nama Tuhan, karena Dia yang punya hak mutlak atas hidup
ini, dari permulaan ketika proses itu sedang terjadi dan mengakhirinya.
Kodrat, Nasib, Takdir, Ajal
KODRAT
Tiap insan yang dilahirkan sudah membawa kodrat,
adalah daftar kemungkinan-kemungkinan positif dan negatif yang mampu dijadikan
kenyataan/pengalaman/fakta/nasib yang akan dihadapi selama hidup.
Kodrat ditetapkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut
:
1.
Kehidupan-kehidupan
masa lalu sebelum kehidupan yang dihadapi sekarang ini (teori inkarnasi).
2.
Sifat-sifat
serta tingkah laku orang tua selama anak sedang dalam kandungan.
3.
Hal-hal yang
dimakan/termakan dan/atau diminum/terminum serta yang dihirup/terhirup oleh
orang tua selama anak dalam kandungan.
4.
Kondisi
fisik/psikis para orang tua selama anak dalam kandungan.
5.
Sekita r yang
terkait orang tua selama anak dalam kandungan.
6.
Sifat-sifat
keturunan (fisik dan psikis) para orang tua.
7.
Pengaruh kosmis
selama anak dalam kandungan dan juga pada ketika anak dilahirkan.
NASIB
Pengalaman atau kenyataan2 dalam perjalanan hidup
seseorang dari kelahiran hingga meninggal.
Nasib ditetapkan oleh Kemampuan mawas diri dan Sekita r
yang terkait hidupnya.
Jika seseorang jumlah mawas diri, maka bertambah tebal
lapisan bathinnya, meningkatlah firasatnya sehingga mengambil langkah-langkah yang menuju nasib sama berat.
Jika seseorang kurang/tidak mawas diri, lapisan
bathinnya kurang tebal, sehingga akan menjalani hidup yang kurang memuaskan.
Sekita r yang terkait hidup ikut menentukan karena
memberi pengaruh terhadap kejiwaan dan tingkah laku serta usaha/perjuangan.
Selain itu kesempatan dan sekita r yang terkait mampu mendorong manusia
mengambil langkah2 sesuai kondisi sekita r yang terkait tersebut.
Mawas diri (kurang mawas diri) dan sekita r yang
terkait menghasilkan tingkat perjalanan hidup yang menyangkut :
·
Kedudukan,
jabatan, fungsi (rejeki)
·
Kesehatan
·
Kerukunan
·
Keselamatan
·
Kepuasan/nikmat
(sorga dunia)
·
Ketegangan/derita
(neraka dunia)
TAKDIR
Hal-hal yang pasti akan terjadi dan tidak mampu
dihindarkan dalam perjalanan hidup.
Adalah tidak bisa dihindarkan oleh dirinya sendiri
dalam hal2 negatif. Juga tidak bisa dihalangi oleh siapapun dalam hal-hal
positif.
Yang ditakdirkan bisa :
1.
Negatif walaupun
yang bersangkutan jumlah mawas diri.
2.
Positif walaupun
yang bersangkutan jumlah memperagakan pelanggaran (banyak dosa)
Catatan :
1. Jika seseorang yang jumlah mawas diri, berikutnya
merasakan takdir bentuk negatif, dampak dari kejadian/takdir itu tidak seberapa
(fatal).
Contoh : Pada umur 15 tahun akan jatuh dari ketinggian
10 m. Hal itu terjadi tapi yang bersangkutan jatuh dalam cairan dan kebetulan
dia mampu berenang.
2. Jika seseorang yang jumlah dosa merasakan takdir
positif, maka yang dihasilkannya itu akan menimbulkan hal-hal yang memberi derita. Contoh : Sah kaya pada umur 40
tahun, terjadilah hal itu, tapi _hilang kerukunan, jumlah ancaman dan
menimbulkan jumlah ketegangan-ketegangan.
AJAL
Penghabisan perjalanan hidup (mati), kata sehari-hari
: Mati, Wafat.
Ajal bisa dibagi dalam :
1.
Ajal yang
sebenarnya, mati menempuh penuaan sel2 secara merata (umur absolut).
2.
Ajal sebelum
waktunya, adalah kematian sebelum umur absolut. Hal demikian termasuk takdir.
Misalnya mati pada umur 9 tahun atau 17 tahun atau 65 tahun atau pada umur
absolut 93 tahun.
Perbedaan Takdir dengan Nasib
Perkara ini adalah hal yang sangat sulit, dan
karenanya bila benar hanya datang dari Allah, jika salah menilai dari
kecurigaan saya semata.
Dalam takdir, sesuai peristiwa Awalin kejadian
manusia, bahwa manusia sebelum diturunkan ke dunia telah ditetapkan 4 takdirnya
yaitu rezeki, jodoh, bahagia dan celakanya. 4 hal ini murni rahasia Allah.
Dipihak lain dalam takdir Allah memberikan keleluasaan
dan kebebasan untuk mengubah nasibnya sesuai dengan kadar kemampuan yang
dimiliki.
Dari 2 Suami pengertian, Yang Pertama Terdapat Unsur kepasrahan (Fatalisme) untuk
review Manusia agar Selalu mengikuti ketetapanNya, Tuhan sebagai obyek Dan
Manusia sebagai Subyek. Sementara pengertian kedua mengacu pada diberikannya
manusia akal dan pikiran sehingga diberi daya atau kemampuan untuk mengubah
nasibnya. Dalam hal ini manusia diberi subyek, namun sebagai subyek
fana.(terbatas)
Rezeki :
Allah menetapkan rezeki untuk memudahkannya membuat
burung-burung dan binatang melata yang bergerak lambat sekalipun
mendapatkannya. Takdirnya manusia itu juga pasti rezeki, hanya mengenai
tidaknya seseorang mendapatkan rezeki itu adalah bagaimana nasibnya manusia itu
sendiri.
Jodoh :
Alah menjadikan segala sesuatunya berpasangan termasuk
laki-laki dan wanita, agar dapat saling mengenal mengenal dan menjadikan
tentram antara satu sama lain dengan perkawinan. Takdirnya manusia itu untuk
mendapatkan jodoh, namun tentang mendapatkan pasangan yang baik atau tidaknya
(sholeh atau sholehah) atau kapan waktunya bergantung pada nasibnya dalam
mengupayakannya.
Ajal / maut :
Ajal/maut bila datang tidak dapat dilihat dari
waktunya atau dimajukan walau sedetikpun. Takdirnya manusia itu pasti menemui
ajalnya, namun soal kapan waktunya dicabut / ajalnya dalam keadaan baik (husnul
khotimah) atau buruk (su'ul khotimah) adalah bagaimana nasibnya dalam
mengikhtiarkannya.
Bahagia dan Celaka : Takdirnya manusia adalah
mendapatkan bahagia dan celaka, namun tentang mana yang lebih banyak bahagia
atau celakanya tergantung pada cara manusia mengupayakannya. Tidak ada bahagia
dan celaka yang ditimpakan oleh Allah kecuali atas IzinNya. Sabda Nabi:
“Tidaklah setiap kejadian dan peristiwa yang dialami seseorang kecuali atas
izin Allah (HR Attirmidzi dan Ibnu Hibban)
Masalah
takdir bahasa yang tak pernah berhenti dibahas dalam dunia Islam. Pembahasan
ini sudah dibahas sejak dulu. Bahkan ada banyak aliran yang mencul di dalam
Islam, karena berbeda dalam memahami takdir. Ada pemahaman yang sangat pasrah
pada takdir, sehingga mengeyampingkan usaha. Ada yang sangat menolak takdir,
dan memahami apa yang terjadi di dunia atas kuasa manusia. Ada pula pemahaman
yang mencoba untuk menengahi kedua aliran.
Menurut
Prof. Quraish Shihab, masalah takdir tidak pernah didiskusikan secara mendalam
pada masa Nabi. Begitupun pada masa para sahabat. Memang ada pada masa
Sayyidina Umar bin Khattab, satu atau dua orang bertanya tentang takdir
kepadanya. Tapi Sayyidina Umar melarang untuk membicarakan masalah ini.
Setelah
Sayyidina Ali bin Abi Thalib meninggal, masalah baru yang merugikan banyak
pihak. Karena penguasa baru menggunakan takdir sebagai dalih pembenaran. Mereka
berkata, kuasa ini berjalan atas takdir Tuhan. Bahkan takdir dijadikan untuk
dijadikan alasan. Melihat kejadian ini, sebagian kelompok menolak legitamasi
takdir. Mereka menganggap takdir tidak ada. semuanya berjalan di atas kuasa
manusia.
Prof.Quraish
Shihab menambahkan, Takdir itu secara bahasa artinya ukuran. Allah berfirman,
segala sesuatu ada ukuran. Dalam al-Qur'an dikatakan, Kullu Syai'in Khalaqnahu bi-Qadar . Allah
menurunkan misalnya, sesuai takarannya. Kalau terlalu banyak setiap turun
hujan, pasti akan terjadi banjir. Semua sudah ditentukan dan diukur.
Supaya
makin paham, Prof. Quraish mencontoh, ada dua mobil: satu mobil balap, satu
lagi mobil rongsokan. Mobil balap kecepatannya bisa sampai 200, sementara mobil
rongsokan 70. Ketentuan atau takdir mobil balap adalah 200, tidak bisa
melewati, dan dia bisa lari cepat selama tidak melewati 200. Begitu pun dengan
mobil rongsongkan, tidak akan bisa lebih dari 70.
Ukuran
yang sudah ditetapkan Allah untuk hamba-Nya adalah takdir, sementara hasil yang
diterima adalah nasib. Takdir pada dasarnya tidak diketahui, sementara nasib
adalah hasil yang dapat dilihat dan dirasakan. Karena tidak ada manusia yang
tahu nasibnya, maka Nabi SAW mewajibkan kita untuk selalu berusaha. Nabi SAW percaya semua
ada ukuran, tetapi tidak menjadikan beliau tidak bekerja. Beliau berjuang,
berkorban, dan pada saat yang sama juga berdoa.
Takdir Bukan Nasib
Takdir
merupakan hukum sebab akibat yang berlaku secara pasti sesuai dengan ketentuan
Allah SWT, yang baik maupun yang buruk. Sedangkan ikhtiar merupakan kebebasan
atau kemerdekaan manusia dalam memilih serta menentukan perbuatannya.
Dalam
bahasa Arab, takdir disebut qadara atau yuqaddiru atau taqdir. Arti harfiahnya
adalah ukuran, ketentuan, kemampuan, dan kepastian.
Sedangkan
ikhtiar dalam bahasa Arab adalah ikhtara atau yakhtaru atau ikhtiyar yang
berarti memilih. Kata ini seakar dengan kata khayr yang berarti baik. Ikhtiar
dapat pula diartikan memilih yang lebih baik diantara yang ada. Berikut
definisi takdir dalam Islam.
Definisi Alquran
Takdir
dalam Alquran terdapat dalam Alquran
Surah Al Anam ayat 96, Surah Al Furqan ayat 2, Surah Yasin ayat 38, dan Surah
Fussilat ayat 12. Keseluruhan ayat tersebut terdapat tiga kesimpulan.
Pertama,
takdir berlaku untuk fenomena alam, artinya hukum dan ketentuan dari Tuhan
mengikat perilaku alam sehingga hukum sebab akibat yang terjadi di alam ini
dapat dipahami manusia.
Kedua,
takdir Tuhan terkait hukum sosial (sunnatullah). Hukum ini melibatkan manusia
di dalamnya. Ketiga, akibat dari takdir dalam arti hukum kepastian Allah yang
baru diketahui setalah berada di akhirat.
Takdir
yang seperti ini yang harus diyakini dengan keimanan. Selama manusia masih di
dunia, dampaknya belum bisa dibuktikan hanya melalui Alquran, manusia
membayangkannya saja. Inilah yang disebut qadarullah, nasib manusia yang
ditentukan oleh perbuatannya selama di dunia.
Definisi Teologi Islam
Dalam
teologi Islam, Tuhan berkehendak mutlak. Allah yang menciptakan alam, termasuk
manusia. Karena itu, kebebasan manusia sangat kecil di hadapan Tuhan
Secara
alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak bisa diubah.
Manusia secara fisik tidak bisa berbuat lain kecuali mengikuti hukum alam.
Tetapi
manusia memiliki daya kreatif. Inilah yang menyebabkan manusia bebas berpikiran
dan berkehendak.
Kehidupan
manusia, menurut teologi Asy'ariah, merupakan realisasi dari apa yang
digariskan Tuhan pada saat azali, baik kehidupan yang baik ataupun yang buruk,
beruntung atau merugi, dan senang atau menderita. Manusia akan menjalani semua
ini sejak lahir sampai mati.
Takdir Bukan Sekadar Pasrah
Takdir
tidak sama dengan menerima nasib secara pasrah, dalam arti tidak mau berusaha
sama sekali. Doktrin tentang takdir dalam Islam tidak mengarahkan manusia ke
sikap fatalistik atau menyerah kalah kepada nasib (fate).
Islam
sangat menekankan pentingnya usaha dan amal perbuatan. Dalam Alquran dinyatakan
manusia tidak akan mendapatkan sesuatu selain yang dia usahakan, dan bahwa
hasil usahanya itu akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan dibalas dengan
balasan yang setimpal sesuai Surah An Najm ayat 39-41.
Ayat
inl sering dijadikan nujukan pandangan bahwa makna takdir harus diletakkan
secara proporsional. Bertopang dagu sambil menerima nasib merupakan salah satu
gejala fatalistik.
Takdir
dipahami sebagai nasib yang sudah ditetapkan semenjak sebelum manusia
dilahirkan yang ‘seakan’ mengarah pada konotasi negatif. Ada banyak sekali
ungkapan-ungkapan pesimistik tentang takdir yang selama ini kita pakai dalam memahami kehidupan, misalnya
nerimo ing pandum (terima saja apa yang sudah ditetapkan), pulung sugih yo
sugih pulung mlarat yo mlarat (nasib kaya, ya bakal kaya. Nasib miskin, ya
bakal miskin), alon-alon sukur kelakon (pelan-pelan asalkan terjadi), dan
sebagainya.
Kasus
yang sering menjadi tumbal percontohan dari nasib adalah rezeki, jodoh, dan
kematian. Bagi mereka yang memahami bahwa rezeki sudah ditetapkan semenjak
sebelum seseorang dilahirkan ke dunia, maka tentu rezeki itu akan tetap
diperoleh walaupun dengan malas-malasan. Tapi apakah benar demikian?
Padahal
jika kita melihat realitas yang terjadi,
tidak ada orang yang bermalas-malasan bisa menjadi kaya. Walaupun harta itu
bisa jadi turunan dari orangtuanya, tentu saja orangtuanya mendapatkannya
dengan kerja keras. Kita bisa buktikan
semisal dalam sebulan ada orang yang malas-malasan saja tidak melakukan apa-apa
dengan orang yang serius bekerja mencari rezeki. Tentu orang yang
bermalas-malasan tidak akan mendapat rezeki yang sama dengan orang yang
bekerja.
Begitu
juga halnya dengan jodoh. Jika tetap memelihara pemahaman tentang konsep nasib,
maka dalam melihat jodoh pun kita tidak
akan mau berusaha mendapatkannya. Atau ketika sudah menikah, lalu merasa tidak
cocok dengan pasangan maka langsung mengambil jalan perceraian. Lalu menikah
lagi, kalau tidak cocok lagi maka cerai lagi. Begitu seterusnya. Lalu jodoh
yang sudah ditetapkan itu dari pasangan yang pertama atau kedua atau yang
mana?.
Ada
ungkapan kalau dia memang jodoh maka tak akan lari kemana. Sungguh ungkapan
yang seperti ini sama sekali tidak mendidik karena pola pemikiran seperti akan
membawa kepada sifat pesimis. Akan tetapi kalau kita menginginkan mendapat jodoh yang baik maka
harus diusahakan bukan dengan diam tanpa aksi berharap jodoh yang baik akan
datang sendiri.
Pun
ketika kita melihat pada hal kematian.
Jika kita berpandangan bahwa kematian
baik waktu dan prosesnya sudah ditetapkan, maka bagaimana halnya dengan
masyarakat yang berada di negara miskin dengan kualitas hidup lebih pendek
dibanding masyarakat yang berada di negara maju dengan kualitas hidup yang
lebih tinggi?. Apakah ini memang karena nasib?. Kalau iya, maka kita akan membiarkan ‘nasib’ mereka seperti itu.
Entah itu mereka akan mati muda, ya terserah. Toh, juga itu memang sudah jadi
nasib mereka, tidak perlu diusahakan peningkatan pelayanan kesehatan dan
pencegahan penyakit di masyarakat.
Seperti
yang ditulis Agus Mustofa dalam bukunya berjudul “Mengubah Takdir”, bahwasanya nasib
bukanlah takdir. Nasib itu sendiri akan mengarah kepada perilaku-perilaku yang
statis, pasrah, dan malas. Sedangkan takdir itu berorientasi kepada perilaku
yang dinamis serta meniscayakan kreatifitas dengan usaha maksimal untuk meraih
takdir yang baik.
Ternyata
selama ini kita salah kaprah dalam
memahami takdir sehingga kita tidak
memiliki pemikiran revolusioner untuk bergerak ke arah yang lebih maju,
alih-alih untuk membangun bangsa dan negara. Karena semuanya sudah ditakdirkan
oleh Dzat Pemilik alam raya yang Maha bijaksana dan Maha adil. Bukankan sifat
Allah itu memang demikian?
Takdir
itu hasil dari usaha, bukan dari nasib
Sebagai
muslim, kita tentunya mempercayai bahwa
Al-Qur’an merupakan petunjuk yang berisi penjelasan terkait petunjuk itu
sendiri. Hal ini bisa dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185. Maka yang harus kita
pedomani bukanlah ungkapan-ungkapan yang
selama ini kita pegangi tetapi dari
Al-Qur’anlah yang sudah jelas langsung diwahyukan Allah kepada Nabi SAW.
Dari
Al-Qur’an kita akan menjumpai ayat-ayat
yang menyuruh kita untuk bekerja dan
berusaha bukan bermalas-malasan. Dalam salah satu firman-Nya bahwa Allah tidak
akan merubah takdir suatu kaum jika kaum itu tidak melakukan usaha. Bahkan
dalam Q.S. Al-Jumu’ah ayat 10 Allah menyuruh kita untuk bertebaran di muka bumi dan mencari
karunia-Nya. Bukan hanya meminta dengan berdo’a dan membaca wirid-wirid.
Coba
kita cermati redaksi al-Qur’an yang
sangat terkenal dari surah Ar-Ra’d ayat 11 mengenai takdir: “Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah . Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia”.
Kalau
kita melihat dari sejarah perkembangan
Islam, ada dua kubu ekstrem yang saling bertentangan dalam melihat takdir.
Kelompok pertama memahami dari redaksi Allah tidak merubah. Sehingga mereka
memahami bahwa yang memiliki kehendak untuk ‘mengubah’ hanyalah Allah semata
bukan dari manusia sehingga manusia hanya mengikuti saja tanpa bisa melakukan
apa-apa. Pemahaman seperti inilah yang diteorikan oleh golongan yang disebut
Jabariyah.
Sedang
dari kelompok kedua, mereka berpendapat bahwa justru manusia sendiri yang
menentukan takdirnya. Mereka bertumpu pada redaksi sehingga mereka merubah.
Mereka memahami bahwa Allah hanya melegitimasi terhadap usaha manusia,
selebihnya manusia sendiri yang berusaha untuk meraihnya. Allah sudah membuat
aturan main berupa adanya hukum kausalitas atau sunnatullah sehingga siapa yang
berusaha keras, maka dia akan mendapatkan hasilnya. Seperti inilah dari
pemahaman kelompok bernama Qadariyah.
Namun
nyatanya, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak menemukan hal yang demikian. Dari kedua
pemikiran golongan tersebut tidak terjadi dalam skala murni, akan tetapi adalah
perpaduan dari keduanya. Tidak selalu dengan usaha keras yang dilakukan manusia
bisa meraih apa yang diinginkannya, di situlah ada peran kekuasaan yang sangat
besar dari Allah.
Terkait
formulasi penetapan tersebut, Agus Mustofa menyebutnya sebagai ‘segitiga sebab
akibat’. Di mana manusia itu sebagai subjek perbuatan untuk memicu, kemudian
Allah mempertimbangkan usaha manusia, lalu terjadilah takdir berdasar dengan
berbagai variabel hukum sebab-akita b yang melingkupinya. Maka begitulah
mekanisme segitiga sebab akibat yang selalu terjadi setiap saat.
Takdir
ini juga tidak hanya berlaku kepada manusia saja, akan tetapi juga berlaku pada
makhluk-makhluk tidak berakal seperti binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati.
Bedanya hanyalah pada ‘derajat kehendak’ yang tidak sama dengan manusia
sehingga penetapan takdir mereka tidak begitu kompleks. Mereka tidak memiliki
kehendak sebebas manusia atau paling tidak mereka memiliki kadar kehendak yang
lebih rendah sehingga takdir mereka lebih berorientasi pada penetapan Allah.
Dari
sini kita akan melihat bahwasanya takdir
berjalan dengan sunnatullah yang telah Allah ciptakan. Sedang nasib hanyalah
pemahaman yang berkembang di masyarakat tanpa adanya ‘rujukan penguat’. Tidak
hanya itu, pemahaman dari nasib dengan sendirinya akan menggiring kita menjadi pesimistis sehingga tidak ada celah
untuk melakukan kreativias serta inovasi untuk menaikkan level kebaikan dalam
kehidupan. Padahal takdir adalah hasil pertimbangan Allah dari usaha manusia
untuk diberikan yang terbaik bagi para hambanya sebagai implementasi sifat-Nya
Yang Maha Pemurah.
Macam-macam takdir Allah
Macam-macam
takdir Allah perlu dipahami setiap muslim. Umat Islam memahami takdir sebagai
bagian dari tkita kekuasaan Allah SWT yang harus diimani sebagaimana dikenal
dalam Rukun Iman.
Mengutip
M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, kata takdir (takdir) terambil dari kata qaddara berasal dari
akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar, atau ukuran.
Sehingga
jika kita berkata, “Allah telah
menakdirkan demikian,” maka itu berarti Allah telah memberi kadar/ukuran/batas
tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri takdir adalah ketetapan Tuhan atau
ketentuan Tuhan. Bisa juga dimaknai sebagai nasib. Secara istilah, takdir
merupakan segala yang terjadi, sedang terjadi serta akan terjadi yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT baik yang baik maupun yang buruk.
Macam-Macam Takdir Allah
1.
Takdir Mubram. Macam-macam takdir Allah yang pertama
adalah takdir Mubram. Takdir mubram adalah ketentuan mutlak dari Allah SWT yang
pasti berlaku dan manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya. Macam-macam takdir Allah ini contohnya
antara lain adalah tentang kelahiran dan kematian manusia. Tentunya tidak ada
yang tahu kapan kamu akan dilahirkan dan kapan akan mati. Semua menjadi rahasia
Allah SWT dan terjadi sesuai dengan ketetapan-Nya.
2.
Takdir Muallaq. Macam-macam takdir selanjutnya adalah
takdir Muaallaq Takdir muallaq adalah ketentuan Allah SWT yang mengikut
sertakan peran manusia melalui usaha atau ikhtiarnya. Macam-macam takdir Allah ini contohnya antara lain
keberhasilan murid di sekolah dalam meraih prestasi. Murid yang berprestasi itu
bukanlah murid yang diam saja tidak belajar, dan hanya menunggu takdir. Tetapi,
ia yang selalu berusaha dan belajar setiap hari untuk meraih cita-cita yang
diharapkannya. Dengan begitu, apa
yang diraihnya selain ditentukan oleh takdir Allah SWT, juga ditopang oleh
usaha dan doa yang dia lakukan. Jadi, berusaha itu harus, tetapi kamu juga
harus berdoa dan rela menerima segala takdir yang sudah ditentukan oleh Allah
SWT. Orang yang rajin bekerja
akan kaya, dan yang malas berusaha akan miskin, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Ar-Rad:11).
Memahami
Makna Takdir
Mengetahui
macam-macam takdir Allah saja tentunya belum cukup, kamu juga harus memahami
bagaimana maksud dari takdir Allah ini. Menurut Quraish Shihab, sebagian umat
muslim belum memahami benar, apa tujuan dan maksud dari qada dan qadar.
Qada
bermakna kehendak Allah SWT yang wujudnya sejak awal berkaitan dengan segala
hal yang akan terjadi dari yang terkecil hingga terbesar. Sedangkan qadar
adalah perwujudan dari Allah yang mencakup hal-hal oleh qada.
"Secara
faktual, dalam kadar dan urutan tertentu, itulah yang dinamai takdir,"
kata Quraish Shihab.
Arti
beriman kepada takdir adalah percaya bahwa Allah maha mengetahui sejak azal dan
mencatat semua hal. Percaya bahwa kehendak-Nya pasti berlaku dan terjadi atas
semua makhluk.
Quraish
Shihab menjelaskan, ada pula takdir di mana manusia diberi kebebasan untuk
memilih takdirnya, yaitu kemampuannya untuk mengelak dari satu takdir menuju ke
takdir yang lain.
Hal
ini pernah dilakukan pada masa Syaidina Umar. Ketika sedang terjadi wabah dalam
suatu kota, dia membatalkan kunjungannya.
"Selama
masih diupayakan untuk menghindari dari sesuatu yang buruk, maka upayakanlah
itu. Karena Allah memberi manusia kasap, yaitu kemampuan untuk berusaha
menghindar dari sesuatu yang buruk.
"Musibah
virus Corona, kita dapat berusaha
menghindar dan diberi kemampuan. Berhasil ataupun tidak, Allah sudah
mengetahuinya. Tetapi kita berkewajiban
untuk berupaya menghindarinya.
Takdir dalam Kehidupan Manusia
Beriman
kepada takdir dengan benar, seseorang akan giat berusaha dan berjuang dalam
menjalani kehidupannya. Apalagi, dalam macam-macam takdir Allah, yaitu takdir
muallaq, kamu diharuskan untuk selalu berusaha atau ikhtiar.
Apa
yang kamu raih selain ditentukan oleh takdir Allah SWT, juga ditopang oleh
usaha dan doa yang kamu lakukan. Jadi, berusaha itu harus, tetapi kamu juga harus
berdoa dan rela menerima segala takdir yang sudah ditentukan oleh Allah SWT.
Sebab tanpa adanya usaha dan perjuangan sesuai tujuan, apapun hal yang
diinginkan tidak akan tercapai.
Tidak
hanya itu, manusia juga harus berpijak pada Sunnatullah. Dengan memahami takdir
dalam bentuk yang tepat, manusia akan terhindar dari bencana ataupun
kesengsaraan. Maka dari itu, seseorang harus beribadah, berusaha, serta
berjuang dengan bertumpu pada Sunnah yang telah ditetapkan oleh Allah. Upaya
tersebut agar cita-cita yang sedang diperjuangkannya dapat tercapai sesuai
dengan rencana tanpa keluar dari ajaran agama Islam.
Jangan Meratapi Nasib yang Buruk
Banyak
orang mengeluh dengan nasib yang mereka alami dan merasa bahwa keberuntungan
tidak berada di pihak mereka.
Hal
yang perlu disadari disini adalah tidak ada nasib buruk dan nasib baik, sebab
kedua hal tersebut tergantung dari Kita dalam menyikapi kegagalan dan keberhasilan
yang diraih
Jangan
meratapi kegagalan yang terjadi, sebaiknya lakukan 2 hal ini untuk mengubah
takdir Kita menjadi lebih baik.
2 Hal Sederhana Ini Mengubah Takdir :
1.
Berhenti
Mempercayai Adanya Nasib Sial di Luar Diri Kita Sendiri. Saat seseorang terlalu
percaya dengan nasib yang diterima saat ini. Ini akan membuat mereka sedikit
melakukan usaha untuk memperbaikinya karena berpikir itu tidak akan membantu
sedikit pun. Terlalu percaya pada nasib akan membuat seseorang menjadi pasif
dan mengeluh bahwa hal yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan mereka. Hal
di atas tidak dilakukan oleh mereka yang sukses, dimana mereka memiliki cara
pandang yang jauh berbeda. Mereka percaya bahwa apa yang terjadi dalam hidup
tergantung pada diri mereka sendiri. Dengan pola pikir seperti ini, mereka akan
cenderung proaktif, siap mencoba hal yang baru, dan tertarik untuk menemukan
cara yang bisa mengubah takdir kehidupan mereka menjadi lebih baik lagi. Mereka
tidak pernah menyalahkan nasib yang menimpa dan selalu berusaha mencari cara
untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Inilah yang membedakan mereka yang
gagal dan sukses yaitu respon atau cara Kita menanggapi. Saat ada yang salah,
mereka akan berusaha memperbaiki, tidak merengek, tidak mengasihani diri
sendiri, atau mengeluh dengan nasib buruk. Sikap yang baik adalah belajar dari
apa yang terjadi dan memperbaiki setiap kesalahan dan kembali melanjutkan
kehidupan sebaik mungkin. Sikap seperti inilah yang membuat mereka terus
berjalan dan tidak menyerah dengan keadaan yang menimpa.
2. Semua Hal Dimulai Dari Cara Kita Berpikir. Jika hanya berfokus pada kesalahan dan melihatnya sebagai nasib buruk, maka Kita tidak akan bisa berbuat apapun. Kita akan tenggelam di dalam energi yang negatif dan hampir dipastikan akan berhenti untuk berusaha. Hal ini bisa terjadi karena Kita memiliki keyakinan bahwa tidak akan ada yang bisa memperbaikinya. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah dibalik setiap kegagalan pasti ada faktor yang menjadi penyebabnya. Bisa dikarenakan sikap malas, kurangnya pengetahuan, atau kurangnya keterampilan yang dimiliki. Jangan hanya berfokus pada nasib buruk yang menimpa, tetapi fokuslah pada perbaikan yang bisa Kita lakukan dan mengubah takdir. Perbaiki keterampilan dan kapasitas Kita dengan membaca buku lebih sering, mendengarkan podcast yang bermanfaat, mengikuti seminar, workshop, atau mengikuti kelas pelatihan di bidang tertentu. Jangan pernah berhenti untuk belajar, meskipun saat ini Kita telah menyelesaikan pendidikan formal. Namun, bukankah mengikuti pelatihan atau pendidikan membutuhkan biaya? Memang benar, namun Kita tidak perlu merasa khawatir dengan hal tersebut. Sebab, saat ini telah tersedia pinjaman dana yang bisa digunakan untuk mengikuti pendidikan non-formal dan formal.
Hal
yang perlu diingat adalah kegagalan dan nasib buruk tergantung dari cara Kita memandangnya.
Apakah
Kita memilih untuk berdiam diri dan meratapi nasib atau berusaha untuk mengubah
takadir menjadi lebih baik.
4 Cara Merubah Nasib yang Paling Efektif
Tidak
ada yang tidak mungkin” tentu kata-kata ini sudah seringkali kalian dengar.
Saat mendengar kata tersebut secara tidak langsung kalian akan berpikir bahwa
memang merubah nasib adalah hal yang mungkin terjadi.
Menurut
data yang dikumpulkan oleh Forbes bahwa terdapat 1700 orang di Amerika menjadi
jutawan setiap harinya. Dibalik data tersebut sebanyak 41% dari 177 jutawan
lahir dan dibesarkan dalam kemiskinan. Tentunya, banyak cara yang bisa
dilakukan untuk lepas dari rantai kemiskinan dan merubah nasib tersebut dengan
cara merubah kebiasaan sehari-harinya.
1.
Berhenti
Mempercayai Adanya Nasib Sial di Luar Dirimu Sendiri.Banyak orang yang memiliki
kepercayaan diri atau percaya dengan nasib yang diterima saat ini adalah memang
nasibnya dan tidak dapat diubah. Karena hal tersebut membuat mereka akhirnya
tidak melakukan usaha untuk merubah nasibnya itu. Sifat ini lah yang harus dihindari karena
dengan terlalu percaya dan terima nasib akan membuat seseorang berhenti
berusaha dan terus mengeluh atas apa yang sudah didapatkan tetapi tidak sesuai
dengan harapannya. Hal di atas tidak
akan dilakukan oleh mereka yang sekarang sudah mencapai kesuksesan, karena
mereka memiliki cara pandang yang sebaliknya. Mereka juga percaya bahwa apa
yang terjadi dalam hidup ini akan berubah apabila mereka berusaha untuk
berubah. Mereka cenderung memiliki pola pikir yang proaktif yaitu siap untuk
mencoba hal yang baru, tertarik untuk menemukan cara yang bisa mengubah takdir
agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan terpenting mereka tidak akan
menyalahkan nasib, karena mereka sudah mengetahui cara merubah nasib. Sikap
terbaik adalah belajar dari apa yang sudah terjadi serta memperbaiki setiap
kesalahan lalu melanjutkan kehidupan yang lebih lagi.
2.
Ubah
Cara Berpikir. Ubah cara berpikir dengan tidak hanya berfokus kepada kesalahan
serta melihatnya sebagai nasib yang kurang beruntung. Dengan selalu berpikir
seperti itu tentu kamu akan memiliki pemikiran yang negatif dan berhenti
berusaha. Perlu diingat juga bahwa dibalik setiap kegagalan tentu terdapat
faktor yang menjadi penyebabnya. Faktornya yaitu malas, kurangnya informasi
serta pengetahuan serta kurangnya keterampilan yang dimiliki. Karenanya, kamu
harus meningkatkan keterampilan yang dimiliki dengan beberapa cara seperti
membaca buku, mengikuti seminar serta ikut workshop atau kelas pelatihan pada
bidang tertentu.
3.
Menggabungkan
Kebiasaan Anda. Mengubah kebiasaan memang salah satu hal yang sulit untuk
dilakukan, karena dengan mengubah kebiasaan tentu akan berdampak pada kehidupan
sehari-harimu. Namun, tidak perlu meninggalkan seluruh kebiasaanmu untuk
mengubah nasib. Yang kamu lakukan hanya dengan menggabungkan kebiasaan lamamu
dengan kebiasaan baru yang mudah untuk dilakukan serta tidak bertentangan jauh
dengan kebiasaan lamamu. Dengan ini kamu akan terbiasa dengan kebiasaan baru
lalu tanpa sadar akan mencari kebiasaan baru lainnya dan menjadikan hal ini
sebagai salah satu cara merubah nasib kamu.
4.
Perubahan
Kecil. Biasanya perubahan kecil tentu akan melibatkan kebiasaan tambahan yang
hanya membutuhkan sedikit usaha. Contoh mudahnya adalah dengan minum lebih
banyak air pada siang hari, rutin konsumsi suplemen vitamin atau membaca berita
atau informasi saat pergi bekerja. Selain itu juga perubahan kecil termasuk
untuk mengurangi kebiasaan buruk yang ada seperti tidak lagi mengkonsumsi
rokok, mengurangi menonton tv hingga mengurangi penggunaan sosial media.
Semakin kecil dan semakin mudah untuk mengubah kebiasaan akan semakin tinggi
kemungkinannya untuk berubah.
Merubah Nasib dalam Islam
Nasib
dan takdir merupakan satu kesatuan dari ketetapan Allah SWT pada kehidupan
hambanya. kedua hal ini tidaklah dapat dipisahkan begitu saja.
Mungkin
sebagian orang tidak percaya bahwa takdir hidup dapat diubah menjadi lebih
baik. Berusaha dan berdoa.
Bila
hidup kita susah, itu adalah nasib dan kita masih bisa untuk merubahnya
tentunya dengan berusaha dan berdoa sertan tawaqal kepada-Nya. Saat nasib kita
telah berubah, kita berhasil, hidup kita menjadi lebih baik, saat itulah secara
tidak langsung kita juga merubah takdir Allah SWT.
Cara
untuk merubah nasib dalam Islam.
Niat.
Jangan
sepelekan dengan kekuatan niat. Niat akan membawa keberhasilan. Bagaimana Anda
akan mendapatkan sesuatu jika Anda tidak meniatkan diri untuk mendapatkan.
Adalah betul, niat saja tidak cukup dan saya tidak mengatakan hanya niat untuk
meraih sukses. Yang saya maksudkan adalah niat sebagai awal Anda dalam meraih
sukses sebagai cara membersihkan hati dan pikiran .
Rasulullah
saw bersabda dalam sebuah hadist :
Dari
Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya
mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung
niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia
niatkan. (HR Bukhari Muslim).
Miliki Ilmu.
Menuntut
ilmu ada kewajiban kita sebagai umat Islam. Yang salah adalah menuntut ilmu
saja tanpa diamalkan. Menjadi bodoh karena malas menuntut ilmu juga salah.
Bertindak tanpa ilmu seperti berjalan di kegelapan.
“Dan
sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti
keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. (H.R. Ahmad,
Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)
“Barangsiapa
menginginkan sukses dunia hendaklah diraihnya dengan ilmu dan barangsiapa
menghendaki sukses akherat hendaklah diraihnya dengan ilmu, barangsiapa ingin
sukses dunia akherat hendaklah diraih dengan ilmu” ~Iman Syafi’i
Jika
Anda mau sukses dalam karir, maka pelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengan
karir. Contohnya yang berkaitan dengan kemampuan spesifik yang berkaitan dengan
kerja Anda. Juga jangan lupakan ilmu-ilmu soft skill yang sepertinya tidak
nyambung, padahalnya sangat penting untuk keberhasilan karir Anda. Ilmu
berhubungan dengan manusia dan leadership juga sangat penting. Dengan ilmu,
kualitas tindakan, pemikiran, ide-ide, termasuk keputusan Anda akan lebih baik.
Jangan takut pusing karena kebanyakan ilmu. Justru semakin banyak ilmu akan
semakin terang jalan kita.
Berubah ke Arah lebih baik.
Allah
yang menentukan, namun perintah Allah juga agar kita mau mengubah diri sendiri.
Maka, jika Anda ingin meraih apa yang Anda inginkan atau mengubah kondisi Anda,
maka berubahlah.
“Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubah
nasib atau keadaan yang ada pada dirinya ” (QS Ar-Ra’d:11)
Jangan Lupa Berdoa.
Hadits
dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi
SAW Bersabda : “Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu
rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh
Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya do’a
bermanfa’at bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak
ada yang bisa menolak taqdir kecuali doa, maka berpeganglah wahai hamba Allah
pada doa”. (HR Turmudzi dan Hakim)
Kapan
kita harus berdoa? Jawabannya setiap saat. Selain waktu-waktu tertentu yang
mustajab, kita juga perlu terus memanjatkan doa kita setiap saat. Berdoa itu
tidak selamanya dengan kalimat-kalimat tertentu saja. Sehabis shalat dhuha
memang ada doa yang dicontohkan. Begitu juga sehabis shalat tahajud apalagi
wajib. Ada da yang sudah dicontohkan dan kita boleh dengan menambah dengan doa
sendiri sesuai keinginan kita.
Jangan Lupa Bersedekah
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.
Al Baqarah: 261)
Tetap Syukuri Keadaan yang Ada
“Jika
kamu bersyukur pasti akan aku tambah (nikmat-Ku) untukmu dan jika kamu kufur
maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (QS Ibrahim: 7)
Ini
adalah topik yang menarik. Bagaimana syukur akan meningkatkan kesuksesan Anda.
Allah akan menambah nikmat orang-orang yang bersyukur. Namun kebanyakan orang
tidak bersyukur. Padahal banyak sekali yang bisa kita syukuri. Nikmat Allah
begitu banyak.Jadikan syukur sebagai keseharian kita. Jadikan syukur sebagai
kebiasaan kita. Tidak melulu hanya bersyukur saat mendapatkan nikmat yang baru.
Nikmat yang sudah kita miliki sejak lahir pun perlu kita syukuri setiap saat.
Jangan pelit bersyukur karena Allah tidak pelit memberi nikmat kepada kita.
Tawakkal
Dari
Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-sebenarnya
tawakkal, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia
memberikan rezeki kepada seekor burung yang pergi pada pagi hari dalam keadaan
lapar dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (Diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi)
Tawakal
sangat berkaitan dengan do’a. Saat Anda berdo’a ingin dilancarkan usaha Anda,
ini salah satu bentuk tawakal. Mudah-mudahan Anda sudah memahami bahwa tawakal
bukan berarti diam. Tawakal dan ikhtiar keduannya bisa dilakukan bersamaan.
Secara fisik Anda bekerja sementara hati Anda bertawakal kepada Allah
Jangan Menyerah
Selanjutnya
untuk merubah diri menjadi lebih baik, Anda tidak boleh mudah menyerah. Proses
berhijrah itu sulit. Bahkan mungkin menimbulkan pertentangan baik dari dalam
hati ataupun orang sekitar. Maka itu, Anda harus kuat. Tidak apa-apa jika Anda
melakukannya secara perlahan. Asalkan jangan mundur ke belakang kembali.
Percayalah bahwa Allah Ta’ala tidak akan membiarkanAndaa berjalan sendirian.
Dia selalu ada di dekat Anda. Hanya saja Anda tidak bisa melihatnya. Allah
Ta’ala itu Maha Menyayangi dan Mengasihi hamba-hambaNya. Jadi tak perlu
bersedih sebab selalu ada Allah Ta’ala yang membantu perjuangan Anda.
.