DALANG
Dalang adalah orang yang menjalankan wayang.
Dalam bahasa jawa, jarwa dasane dalang adalah Mudal Piwulang (memberikan pelajaran).
Sedangkan wayang, jarwa dasane adalah owah-owahane tiyang
1. Dalang merupakan Piwulang (memberikan pelajaran).
Wayang merupakan Owah-owahaning Tiyang (gambaran dari manusia).
Dalang adalah sutradara bagi wayang.
Wayang satu kotak tidak akan bisa bergerak kalau tidak digerakkan oleh Dalang.
Wayang tidak akan bisa bicara karena yang berbicara sesungguhnya adalah dalangnya tapi dinisbatkan / diwujudkan pada wayang.
Kalau ada wayang yang berbicara dengan wayang yang lain, itu pada hakekatnya adalah Dalang itu berbicara sendiri kemudian dia jawab sendiri.
Jalan cerita wayang sud ah ada sekenarionya dan tidak akan pernah keluar dari sekenario yang ada.
Oleh karena itu Dalang mempunyai karakter paham dan mengetahui jalannya segala skenario cerita wayang.
Sebelum dan sesudah pementasan, dalang sudah tahu jalan cerita dari awal hingga akhir, karena Dalang yang menjalankan cerita.
2. Gambaran hubungan manusia dengan Tuhan.
Pada hakekatnya seluruh alam beserta isinya digerakkan oleh Tuhan dan dijalankan menurut sekenario Tuhan.
Wayang merupakan Owah-owahaning Tiyang (gambaran dari manusia).
Dalang adalah Tuhan bagi wayang.
Wayang satu kotak tidak akan bisa bergerak kalau tidak digerakkan oleh Dalang.
Wayang tidak akan bisa bicara karena yang berbicara sesungguhnya adalah dalangnya tapi dinisbatkan pada wayang.
Kalau ada wayang yang berbicara dengan wayang yang lain, itu pada hakekatnya adalah Dalang itu berbicara sendiri kemudian dia jawab sendiri.
Jalan cerita wayang sudah ada sekenarionya dan tidak akan pernah keluar dari sekenario yang ada.
Sebelum dan sesudah pementasan, dalang sudah tahu jalan cerita dari awal hingga akhir, karena Dalang yang menjalankan cerita.
3. Gambaran alam semesta dengan Tuhan.
Pada hakekatnya seluruh alam beserta isinya digerakkan oleh Tuhan dan dijalankan menurut sekenario sunatullah Tuhan Allah swt.
DALANG MERUPAKAN TUHAN DARI SETIAP WAYANG.
Tradisi pewayangan sudah ada sejak sebelum terbentuknya negara Indonesia, jauh sebelum kolonialisme Belanda datang dan menduduki wilayah Nusantara. Banyak macam wayang, ada wayang golek, wayang rumput, wayang orang, dan wayang kulit. Dalam tatanan wilayah pun ada yang namanya wayang Jawa, wayang Bali, wayang Nusa Tenggara dan wayang Sunda.
Wayang merupakan salah satu budaya asli yang dimiliki oleh Bangsa ini. Walaupun di Cina dan India sudah ada wayang, tetapi wayang di Nusantara berbeda dengan mereka. Perbedaan itu terjadi karena anak anak bangsa dulu merupukan orang-orang yang kreatif yang mampu menyaring budaya dari luar dan menginovasinya menjadi budaya yang khas menurut daerahnya masing-masing.
Wayang adalah tontonan yang sangat populer pada masanya, dahulu nenek moyang kita sangat antusias jika ada pagelaran wayang, mereka rela bermalam-malam bahkan sampai dini hari demi menunggu usainya acara pewayangan.
Dalang sebagai penggerak wayang, yang menjadi lakon dari para lakon pewayangan. Yang menjadi tokoh utama penentu laku dari setiap peran baik buruknya para wayang.
Para penonton wayang terfokus pada peran-peran wayang pada lakon pementasan di panggung pewayangan dari pada dalang yang memainkannya.
Ada yang bilang jika rahwana itu memang tokoh yang jahat, kejam yang pantas menerima karma, Anoman kera yang sakti, lihat itu musuh musuhnya yang melawannya semuanya bisa di kalahkan, gatot kaca memang otot kawak balung besi, Rama memang pantas untuk berjodoh Dewi Sinta, kalau kepengen pinter itu lihat si dewa genesa, sering-sering bawa buku dan yang lainnya. Begitulah biasanya penonton lebih suka membicarakan lakon dari apa yang diperankan para wayang.
Terkadang kita lupa bahwasanya dalang itulah yang menciptakan huru-hara di dunia pementasan wayang. Jahatnya Rahwana itu hakikatnya bukan jahatnya Rahwana, dan kebaikan Rama itu pula bukan miliknya kebaikan Rama namun milik dalang yang mempunyai hak untuk melakonkan setiap laku wayang.
Sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari dari tontonan pewayangan.
Di sana penuh dengan serat makna pesan kesan kehidupan.
Berbeda dengan tontonan sekarang yang lebih cendrung menyesatkan. Wayang mengingatkan kita bahwa sekenario lakon di dunia ini adalah milik Tuhan, kita hanya menjadi perannya saja.
Jika kita baik, itu bukan kebaikan kita, itu kebaikan Tuhan. Yang mengalirkan darah kan bukan kita, juga mendetakkan jantung, melihat, mendengar, mempunyai gairah beribadah tinggi dan lainnya.
Jika ada orang yang berlaku buruk sebenarnya bukan kok orang itu buruk asli dari dalam dirinya yang ia mampu membuat keburukan, itu merupalan kehendak Allah swt.
Allah swt sebagai dalang dari apa apa yang diciptakannya.
Memandang dengan banyak Cinta dan khusnudzon kepada setiap wayang, seharusnya penonton bersikap seperti itu karena sebenarnya baik maupun buruk itu karena peran yang dijalankan oleh dalang, tidak usah mengeklaim bahwasanya Rahwana itu jahat dan pantas kalau kita bakar, kita bunuh, hingga sampai sampai ketemu wayang Rahwana ia ingin merusaknya, menginjak-injakinya.
Juga si Rama yang cendrung di ciptakan lebih menawan, kalau dalam bentuk orang Rama akan menjadi seorang yang sangat tampan, perilaku budi pekertinya, kebijaksanaanya itu semua merupakan ketentuan dalang seutuhnya, dalang memiliki kekuasaan seratus persen menetapkan tingkah laku dari si Rama.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang memang hanya Allah lah yang pantas untuk di puji, sebagaiman dalang. Allah sebagai dalangnya segala hal yang Dia ciptakan, dalang dari lakon dunia ini.
Apa yang bisa kita ambil ketika kita mengetahui bahwasanya Allah yang menggerakkan kita, yang mengalirkan darah kita, detak jantung, mata yang melihat, angin yang bertiup, panasnya api, berotasi maupun berevolusinya bumi, dan segala hal kejadian di dunia ini. Tentunya kita akan malu jika di dalam hati ini ada rasa kepemilikan dan rasa sombong terhadap diri kita, akal, fikiran, jiwa dan tingkah laku kebaikan kita.
Jika ada seorang kiai yang alim, budi pekerti yang baik maka sesungguhnya itu milik Allah, dan pula jika ada seorang pencuri yang sangat kejam, jika ia mencuri pasti selalu melukai yang orang di curinya bahkan terkadang membunuhnya, itu sesungguhnya juga sekenario lakonnya Allah.
Lakon dalang sebagai lakonnya Allah, yang intinya kita sebagai pelakaon wayang juga sekaligus penonton dari dunia lakon wayang. Jangan lah memandang seseorang yang sangat baik dengan wah (kulitnya) hingga kita lupa bahwa itu semua adalah lakon yang di berikan Allah kepada orang tersebut. Kepada seseorang yang sangat buruk kelakuannya janganlah memandang orang itu dengan amat sangat benci. Itu semua merupakan juga lakon Allah yang di takdirkan untuk orang tersebut.
TUHAN & MANUSIA SEPERTI DALANG & WAYANG.
Manusia itu sebetulnya siapa, apa, mengapa ada, dan bagaimana kaitannya dengan Tuhan ?
Kita resapi semuanya di dalam keheningan dengan pikiran yang jernih. Kebenaran sejati bisa tumbuh di dalam diri kita sehingga kita bisa memiliki pengertian yang akurat terhadap segala hal.
Seringkali ada yang menganalogikan hubungan antara manusia dengan Tuhan seperti hubungan antara wayang dengan dalangnya. Manusia diasumsikan seperti wayang yang tidak bisa melakukan apa pun, kecuali digerakkan oleh dalangnya. Jika kita menganalogikan wayang itu layaknya manusia dan dalang itu seperti Tuhan, mari kita cermati!
Dalang bisa bergerak jika ada yang nanggap atau yang memberikan pekerjaan padanya.
Pantaskah jika dalang disetarakan dengan Tuhan? Tidak.
Tuhan adalah Maha dari segala Maha.
Dalang bisa lapar, pun bisa baper. Hal ini tidak terjadi pada Tuhan.
Wayang itu bergerak sewaktu-waktu jika sedang dipegang oleh Sang Dalang.
1. Selama Anda hidup, apakah Anda bisa bergerak secara leluasa ? Bisa.
2. Kalau pun Anda sudah terlepas dari tubuh Anda, Anda masih bisa bergerak atau tidak ? Bisa.
3. Apakah wayang bisa beranak-pinak atau tidak ? Tidak.
4. Siapa yang membuat wayang? Apakah pasti dalangnya ? Belum tentu.
5. Apakah dalang dengan wayang menyatu ? Secara ruang dan waktu mereka terpisah.
6. Kita sebagai manusia yang menjadikan itu Tuhan atau yang lain ? Pasti Tuhan.
7. Kita dengan Tuhan, apakah ada batasan ruang dan waktu ?
8. Menyatu atau terpisah ? Menyatu.
Jika kita menyelami kebenaran ini, kita akan menemukan bahwa analogi wayang dengan dalang itu tidak nyambung. Kesalahan dalam memahami ini semua membuat kita salah memahami bagaimana gerak dan produk Semesta ini berjalan. Lupakan analogi wayang dengan dalangnya. Ini tidak nyambung.
Ini adalah salah satu bentuk hiburan yang jika benar bisa jadi sumber tuntunan. Tetapi, hubungan manusia dengan Tuhan itu tidak seperti hubungan wayang dengan dalangnya.
Anda harus memahami bagaimana Tuhan itu. Lewat keheningan, Anda akan mengerti bahwa Tuhan yang nyata adalah realitas nyata sebagai sumber dari hidup Anda. Pada tataran awal, kita tidak bisa menyaksikan Tuhan. Tetapi, Anda bisa merasakan segala anugerah nyata itu adalah Tuhan. Dengan menyelami semua ini, kita dan Tuhan sebenarnya tidak pernah terpisah, selalu terhubung. Kita selalu dinaungi oleh kasih murni dan kuasaNya. Kita akan mengerti bahwa di relung jiwa ini kita bertemu dengan Tuhan sebagai sumber kasih murni, sumber dari kekuatan yang nyata yang ada dalam diri kita. Ini sebetulnya bisa dijangkau oleh siapa saja asal mau menyelami keheningan.
Jika seseorang bisa menemukan Tuhan yang ada di relung jiwanya, dia akan dibawa ke realitas Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan di relung jiwa disebut sebagai Diri Sejati atau Roh Kudus. Jika kita menyelami dan semakin murni, kita akan menemukan realitas Tuhan sebagai kecerdasan tertinggi di alam Semesta. Di dalam keheningan kita akan mengerti bahwa semua gerak di alam Semesta ini ada yang Maha Menggerakkan. Kita sering menyebutNya sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam keheningan, belum tentu kita bisa melihat Tuhan sebagai sosok, tetapi kita bisa menyaksikan dan menyadari keberadaan Tuhan. Jika kita semakin hening lagi, kita akan mengerti Tuhan yang paling puncak adalah kekosongan absolut. Tuhan sebagai sumber dari segala yang ada, yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, yang meliputi semua matriks ruang dan waktu.
Kita sebagai manusia harus dimengerti mulai dari yang terlihat oleh panca indera dan tak terlihat oleh panca indera. Yang terlihat oleh panca indera ini adalah tubuh. Alur keberadaanya ketika sel sperma bertemu dengan sel telur sehingga menjadi zigot. Ini hanya wadah. Ini bukanlah kita yang sebenarnya.
Lalu, kita ini siapa ?
Kita adalah yang mengisi tubuh ini. Yang mengisi tubuh ini disebut sebagai jiwa. Jiwa ini sudah ada sebelum tubuh ini ada, dan akan tetap ada meskipun tubuh ini sudah tidak ada, kembali ke asalnya. Jiwa adalah manifestasi dari Sang Sumber. Segala hal pengejawantahan Sang Sumber sebetulnya merealisasikan kualitas dari Sang Sumber dengan tataran yang berbeda-beda.
Contohnya batu adalah pengejawantahan dari Sang Sumber. Jiwa juga pengejawantahan dari Sang Sumber. Yang membedakan adalah tingkat realisasi kualitas dari Tuhan pada jiwa dan batu ini berbeda. Batu ini mempunyai gerak atomnya. Di sana ada energi Tuhan pula. Sementara jiwa ada dalam tataran kehidupan yang kompleks.
Jiwa adalah satu entitas yang merupakan pengejawantahan dari Tuhan. Kita diberi anugerah kebebasan karena kita ada dalam alur evolusi tertinggi dalam merealisasikan kualitas dari Tuhan. Kualitas keilahian yang merupakan potensi bagi setiap jiwa. Kebebasan ini tidak boleh disangkal. Kita memang mempunyai kebebasan. Jiwa ini bergerak dalam kebebasan yang tidak dimiliki oleh analogi wayang dengan dalangnya. Kita sedang bertumbuh dan berproses sebagaimana Tuhan itu sendiri. Kita sedang bertemu menjadi jiwa ilahi. Tetapi, kebebasan itu tetap ada batasannya karena kita bukan Tuhan. Inilah yang disebut dengan kapasitas yang dibentuk dari perjalanan jiwa di masa lalu dan dibingkai oleh hukum alam Semesta. Salah satu hukum alam ini adalah hukum sebab-akibat. Jiwa kita memilih berbuat sesuatu sesuai dengan batasan kapasitas kita sehingga menciptakan akibat tertentu.
Bagaimana cara manusia dalam bingkai sebab-akibat ini menemukan keselamatan?
Secara faktual semua jiwa jika sudah terhubung dan mengenali Tuhan yang nyata di dalam dirinya pasti akan menemukan tuntunan untuk bisa selamat.
Namun, kenyataannya mengapa di dunia ini banyak orang yang hidupnya menderita?
Seperti tejebak konflik/peperangan, menderita sakit, dikejar-kejar debt collector, atau dikejar-kejar mantan pacar, dan lain sebagainya.
Jika kita memakai analogi wayang dan dalang, maka segala yang terjadi adalah suka-suka Sang Dalang.
Kita sebagai manusia tidak punya daya, kita hanya digerakkan dan mencapai seperti yang diinginkan oleh Sang Dalang.
Kita sudah diberi kebebasan berkehendak, ada batas kapasitas, ada hukum alam. Jika Anda salah melangkah, maka penderitaan itu adalah akibat yang harus ditanggung sendiri. Segala penderitaan dan kebahagiaan adalah hasil Anda yang memilih sendiri.
MAKNA DALANG
Dalang adalah orang yang memainkan wayang.
Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang penyanyi, penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda, dan juga seorang manajer, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya (pesinden dan pengrawit).
Untuk forum komunikasi demi memelihara dan mengembangkan mutu dalang dibentuk Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI).
Kata Dalang hadir yang mengartikan berasal dari kata Dahyang, yang berfaedah juru penyebuh beragam jenis penyakit. Dalang dalam jarwo dhosok diartikan pula sebagai ngudal piwulang (membeberkan ilmu), memberikan pencerahan kepada para penontonya. Sebagai itu seorang dalang harus mempunyai bekal keilmuan yang sangat banyak. Beragam bagian ilmu tentunya harus dipelajari meski hanya sedikit, sehingga ketika dalam membangun isi dari ceritera dapat menyesuaikan dengan perkembangan 100 tahun dan nilai-nilai kekinian.
Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang penyanyi, penata pentas, penari dsb. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda,dan juga seorang manager, sangat tidak seorang pimpinan dalam pertunjukan untuk para bagiannya (pesinden dan pengrawit)
Dalang dalam dunia pewayangan diartikan sebagai seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan boneka wayang (ndalang). Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun-temurun dari leluhurnya. Seorang anak dalang akan bisa mendalang tanpa belajar secara formal. Ia akan mengikuti ayahnya selagi mendalang dengan membawakan peralatan, menata panggung, mengatur wayang (nyimping), menjadi pengrawit, atau duduk di belakang ayahnya untuk membantu mempersiapkan wayang yang akan dimainkan.
Kata dalang ada yang mengartikan berasal dari kata dahyang, yang berarti juru penyembuh berbagai macam penyakit. Dalang dalam jarwo dhosok diartikan pula sebagai ngudal piwulang (membeberkan ilmu), memberikan pencerahan kepada para penontonya. Untuk itu seorang dalang harus mempunyai bekal keilmuan yang sangat banyak. Berbagai bidang ilmu tentunya harus dipelajari meski hanya sedikit, sehingga ketika dalam membangun isi dari cerita bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai kekinian.
Definisi dalang orang yg memainkan wayang :
1. Wayang kulit.
2. Wayang golek.
Definisi yang lain adalah orang yg mengatur (merencanakan, memimpin) suatu gerakan dng sembunyi-sembunyi :
1. Gerakan pemberontakan itu telah tertangkap.
2. Jemblung Seni kesenian tradisi lisan rakyat Banyumas yg menampilkan cerita Ramayana, Mahabarata, terdiri atas empat atau lima pemain pria dan satu wanita yg berperan ganda sbg pemusik mulut, penyanyi, pelaku, dan pencerita.
Mendalang (memainkan wayang) adalah :
1. Mengatur atau memimpin suatu gerakan dengan sembunyi-sembunyi (dibalik layar /keber.
2. Mendalangkan memainkan atau mempertunjukkan wayang orang yg mendalang.
Dalang selain budayawan, pada umumnya sekaligus editor pentas & sutradara (segala sesuatu yg berkenaan dan berhubungan dng penuturan cerita dan pertunjukan wayang. (Arti yang lain : pengetahuan atau seni dalang, mendalang, mendalangi, merencanakan, mengatur, merancang, mengotaki, menyusun, mendalangkan, melakonkan, mewayangkan, pedalang, pedalangan, pemrakarsa, aktivis, perancang, pentolan).
Makna kata dalang dalam khasanah aslinya, supaya tidak terjadi miss komunikasi dalam penggunaan istilah.
Pada hematnya, membahas arti dalang seyogyanya kata dalang yang ada di rumahnya, bukan kata dalang yang sudah dolan ke mana-mana. Karena dalang sekarang ini sudah seneng dolan nempel di mana-mana, seperti dalang kehidupan, dalang kerusuhan dan lain-lain. Dalang adalah seorang pemain wayang, puppeters, baik itu menggunakan instrumen wayang kulit maupun boneka wayang dari kayu (golek). Berarti dalang itu pelaku seni, bukan pelaku kerusuhan atau apapun. Sebagai pelaku seni saja dalang sudah kuwalahan menghadapi embel-embel atau pangkat tersebut, coba saja kita analogikan pertunjukan wayang itu adalah sebuah pertunjukan teater, disana ada pemain, dan sutradara, nah dalang adalah pemain sekaligus sutradara. Dalang bermain langsung, dengan boneka wayang langsung memainkan peran, dibantu dengan dialeg dan diksi sehingga karakter wayang semakin terasa. Dalang juga sutradara yang memahami seluruh pertunjukkan dan isinya sekaligus menjadi instruktur bagi musiknya, artis multi karakter (pelawak, orang miskin, raja, pembantu, patih, dan lain sebagainya), menguasai elemen pertunjukan dan penyusun sebuah naskah pertunjukan bisa juga disebut sebagai monologger. Dia juga pemeran utama dalam koteks sebagai sentral figur dalam pertunjukan wayang, semua mata terfokus padanya, sedangkan para niyaga (musisi) dan pesinden (vokalis) hanyalah bumbu pemanis baginya.
Coba sekarang bandingkan sebuah panggung pertunjukan wayang tanpa dalang dan ada dalang.
Bukankah pertunjukan wayang itu adalah sang dalang sendiri ?.
Inilah beban terberat bagi seorang dalang.
Lalu apa saja yang menjadi syarat bagi seorang dalang ?.
Apakah dia harus cukup paham terhadap cerita, boneka wayang dan gamelan (musik) ?.
Tentu saja itu adalah dasarnya, tetapi masih banyak lagi segi yang membebani atribut dalang ini.
KEWAJIBAN DALANG
Kewajiban dalang adalah sebagaimana seorang pujangga. Jaman dahulu pujangga merupakan orang netral yang sengaja dijadikan tangan kanan raja dalam hal pertimbangan berbagai masalah yang berkenaan dengan poleksosbudhankam. Ingatkah masa akhir Soeharto yang mengumpulkan berbagai tokoh budaya seperti Ainun Najib, Willy (WS Rendra), dan lain-lainnya ?.
Tokoh budaya itu hampir bisa disebut sebagai pujangga, namun belum. Nah dalang dianalogikan sebagai seorang pujangga. Pada masa era kerajaan dalang adalah corong pujangga, bukan sebagai corong pemerintah. Dimana seorang pujangga membuat manuskrip cerita yang bersumber pada Mahabarata dan Ramayana, kemudian dalang mentransfernya ke dalam sajiannya, manuskrip yang dibuat oleh pujangga tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi poleksosbudhankam pada eranya masing-masing. Yasadipura mengubah Ramayana menjadi Serat Rama, Ranggawarsita mengubah Mahabharata dan Ramayana menjadi Serat Pustaka Raja. Di sana karya-karya pujangga tersebut kemudian dijadikan pakem (diktat) para dalang, sehingga masyarakat sangat menggemari wayang karena menyampaikan berita yang aktual dan sebagai pencerah.
Era setelah pujangga, seorang dalang yang seharusnya menjadi pengganti posisi kapujanggan merasa kehilangan kendali, karena terbiasa dicekoki atau tinggal memakan saja, sebagai konsumer, kini pujangga tidak ada, jadi terkesan kehilangan kiblat tidak tahu apa-apa. Akibatnya pertunjukan wayang semakin merosot secara moralitas, dan semakin dijauhi oleh para penggemarnya. Ironisnya sampai sekarang hal ini juga belum disadari oleh para penyandang gelar dalang itu sendiri, baik itu yang tenar maupun lokal. Kenapa saya berani berkata begitu, karena kebanyakan dalang alergi terhadap politik, terhadap hukum, terhadap ekonomi (kalau berbicara ini kan jadi malu ketika dia mengkebiri uang musisinya) dan lain sebagainya. Jamannya sudah berubah, berhubung perubahan ini tidak disampaikan oleh para pujangga maka akhirnya dalang tidak berubah, masih bersifat feodal (mungkin semua sistem sekarang di Indonesia masih feodal ya atau lebih keren istilahnya neokapitalisme).
Dari paparan itu maka dapat disimpulkan bahwa dalang itu bertugas sebagai seorang kritikus kehidupan kenegaraan, bukan sebagai corong pemerintah (adanya PEPADI dan SENAWANGI kurang saya anggap pas, karena porsi mereka masih di bawah naungan pemerintah dan hanya sebagai corong saja, justru menghambat kinerja dalang sebagai makhluk independen dalam berkarya) yang mengaktualkan dalam karyanya melalui cerita. Ketika Ranggawarsita mampu mengubah Mahabharata dengan mempoles dimana-mana, mengimbuhi berbagai adegan dan mampu menggabungkannya dengan Ramayana menjadi satu diktat yang disebut dengan Pustaka Raja Purwa dan berkat kepemerintahan Mangkunegara IV yang menterjemahkan kitab tersebut ke dalam bentuk balungan lakon (urutan adegan) yang disebut dengan Pakem Pedalangan Lampahan Wayang Purwa bukankah itu suatu kinerja antara pujangga, raja dan dalang sebagai alat penyampai kabar merupakan sinergi yang kuat untuk menjalin persatuan antara rakyat dan pemerintahnya. Matinya kapujanggan dan sistem kerajaan berarti dalang adalah menanggung beban kedua unsur tersebut, paling tidak adalah sebagai pujangga sekaligus. Apa itu pujangga?
SEJARAH DALANG
Seorang dalang yakni merupakan memiliki tugas bercerita dengan sedemikian rumpa tentang cerita pewayangan yang sebelumnya ditulis oleh seorang penulis cerita wayang.
Kala berceritanya pun seorang dalang dengan membawa alat peraga yakni berupa wayang, agar suatu cerita yang diceritakan menjadi menarik dan hidup.
Seperti diketahui pada umumnya, seorang dalang yang pekerjaannya melakukan pertunjukan wayang.
Berbagai janis wayangan tentu dimainkan oleh seorang dalang, seperti wayag purwa, wayang madya, wayang gedog, wayang krucil, dan jenis wayang jenis lainnya kreasi abad ke 20.
Istilah dalang, sebagaimana tertuang dalam buku berjudul Renungan Pertunjukan Wayang Kulit karya Dr. Seno Sastroamidjojo yang menyebutkan, bahwa kata dalang berasal dari kata wedda dan wulang.
Wedda merupakan kitab suci agama Hindu yang memuat tentang ajaran agama, peraturan hidup dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat untuk pergaulan hidupnya sesama manusia.
Selain itu, untuk menuju arah kesempurnaan hidup, baik dalam alam pikira, alam fana maupun alam baka.
Sementara Wulang diartikan ajaran atau pertuah. Mulang yang artinya mengajar, jadi dalang adalah seorang ahli yang mempunyai kejujuran dan kewajiban memberi pelajar wejangan, uraian atau tafsiran tentang kitab suci wedda beserta maknanya kepada masyarakat.
Selain itu, istilah dalang pun asalnya dari kata talang atau saluran air pada atap. Jadi kata dalang disamakan dengan 'talang' yang dapat diartikan, sebagai saluran air.
Dalam hal ini, dalang dimaksudkan sebagai penghubung atau penyalur antara dunia manusia dan dunia roh.
Pada abad XI, wayang merupakan bentuk seni drama yang mengenakan kecuali dalam penggunaan yang brsifat religius.
Seni drama yang dipertontonkan oleh seorang dalam hingga dapat menggentakan kalbu, dan penonton ikut hanyut juga terharu karenanya.
Abad XV, setelah Majapahit runtuh kebudayaan Hindu mulai pudar wayang pun dipengaruhi oleh kebudayaan Islam
Pada abad XV, setelah Majapahit runtuh, kebudayaan Hindu mulai pudar. Wayang telah dipengaruhi kebudayaan dan digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Sedangkan dalam ajaran Hindu, dalang berfungsi sebagai penghubung dengan para dewa, oleh kerena itu dalang pun ada beberapa sebutan lainnya, seperti :
1. Dalang Jaruman yaitu dalang yang dianggap sebagai keturunan Dewa Brahmana.
2. Dalang Samirasa dianggap sebagai keturunan Dewa Syiwa.
3. Dalang Anteban dianggap sebagai keturunan Dewa Wisnu.
4. Dalang Sampurna. ialah dalang yang dapat dianggap sebagai keturunan Dewa Sanga, artinya bahwa dewa-dewa di atas menjadi kesatuan jiwa.
Jelas kiranya bahwa fungsi dalang adalah sebagai guru juru penerang dan juru hibur.
Sedangkan dalam pendidikan bidang spiritual (kerohanian) harus mengandung unsur-unsur berikut :
1. Estetis, artinya garapan dalang harus memberikan kenikmatan kepada penontonnya serta memupuk dan mencerminkan rasa keindahan.
2. Etis, artinya uraian dalang harus menjadi pupuk, pembinaan, dan bimbingan kepada masyarakat dalam tata susila yang berlak dalam lingkunngan bermasyarakat setempat.
3. Edukatif, artinya dalang harus kut mendidik dan mengajak masyarakat untuk menciptakan hala-hal yang baru tanpa mengubah keaslian seni pedalangannya.
4. Kreatif artinya, dalang harus membina dan mengajak masyarakat untuk menciptakan hal-hal yang baru.
5. Konsultatif, artinya, dalang harus memberi penngarahan dan penerangan kepada masyarakat yang masig buta akan hal-hal yang sedang berlangsung.
6. Rekreatif artinya, memberi hiburan yang segar dan menjadi daya tarik masyarakat.
KAWERUH PEDALANGAN
Seni pedalangan, bagi masyarakat jawa khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya warisan leluhur yang sangat tinggi nilainya. Oleh sebab itu seni pedalangan disebut suatu kesenian tradisional adi luhung yang artinya sangat indah dan mempunyai nilai yang luhur. Seni pedalangan mengandung nilai hidup dan kehidupan luhur, yang dalam setiap akhir cerita (lakon)-nya selalu memenangkan kebaikan dan mengalahkan kejahatan. Hal itu mengandung suatu ajaran bahwa perbuatan baiklah yang akan unggul, sedangkan perbuatan jahat akan selalu menerima kekalahannya, sebagai contoh cerita Mahabharata dan Ramayana.
Telah banyak buku-buku yang ditulis oleh para ahli budaya bangsa Indonesia maupun bangsa asing tentang seni pedalangan dan bukan hanya menyangkut perihal yang ringan-ringan saja melainkan tentang intisari dan falsafahnya. Ada di antaranya yang menyatakan bahwa seni pedalangan itu tidak ada tolok bandinganya di dunia ini. Pendapat lain juga menyatakan bahwa seni pedalangan dengan keindahanya merupakan pencerminan kehalusan jiwa manusia dan tidak hanya merupakan suatu pertunjukan permainan untuk hiburan belaka.
Pedalangan adalah suatu kegiatan di mana titik permasalahannya ialah terletak pada dalang yang dibantu oleh pengrawit, swarawati atau pesinden, dan dengan kelengkapan sarana penyajian pedalangan lainya.
1. Arti Istilah Dalang.
Beberapa ahli berpendapat bahwa arti istilah dalang dalam konteks banyak dalang adalah salah satu dari macam alat peralatan tradisional keraton Jawa. Prof. Winter menerangkan tentang dalang anteban ialah sebagai peneranganing laki-rabi atau tanda perkawinan berupa emas.
Dalam buku Renungan Pertunjukan Wayang Kulit karya Dr. Seno Sastroamidjojo disebutkan bahwa kata dalang berasal dari kata Wedha dan Wulang. Adapun yang dimaksud Wedha adalah kitab suci agama Hindu yang memuat ajaran agama, peraturan hidup dan kehidupan manusia di dalam masyarakat, terutama yang menuju ke arah kesempurnaan hidup. Wulang berarti ajaran atau petuah, mulang berarti mengajar. Istilah dalang adalah seorang ahli yang mempunyai kejujuran dan kewajiban memberi pelajaran wejangan, uraian atau tafsiran tentang kitab suci Wedha beserta maknanya kepada masyarakat.
Dalang juga berasal dari kata dalung atau disebut blencong, yaitu alat penerang tradisional. Dengan adanya pendapat tersebut fungsi dalang di masyarakat adalah sebagai juru penerang.
Dalang berasal dari kata Angudal Piwulang. Angudal artinya menceritakan, membeberkan, mengucapkan dan menerangkan seluruh isi hatinya. Piwulang artinya petuah atau nasehat. Dengan pendapat tersebut maka dalang adalah seorang pendidik atau pembimbing masyarakat atau guru masyarakat.
Istilah dalang berasal dari kata Talang artinya saluran air pada atap. Jadi kata dalang disamakan dengan talang yang dapat diartikan sebagai saluran air. Dalam hal ini, dalang dimaksud sebagai penghubung atau penyalur antara dunia manusia dan dunia roh.
Kelengkapan dalam Pagelaran Wayang Kulit Purwa.
Seni memainkan wayang yang biasa disebut pagelaran, merupakan kombinasi harmonis dari berbagai unsur kesenian. Pada pagelaran wayang kulit dituntut adanya kerjasama yang harmonis baik unsur benda mati maupun benda hidup (manusia). Unsur benda mati yang dimaksud adalah sarana dan alat yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit. Sementara unsur benda hidup (manusia) adalah orang-orang yang berperan penuh dalam seni pagelaran wayang kulit.
2. Unsur Benda.
Unsur benda yang ada dalam pagelaran wayang kulit adalah alat-alat yang berupa benda tertentu yang digunakan dalam pagelaran wayang tersebut. Bahkan terdapat unsur materi yang harus ada (karena tidak bisa digantikan). Unsur materi yang dimaksud antara lain: wayang yang terbuat dari kulit lembu, kelir, debog (batang pohon pisang), seperangkat gamelan, keprak,kepyak, kotak wayang, cempala, dan blencong. Seperangkat alat tersebut harus ada, karena alat-alat tersebut tidak bisa digantikan. Akan tetapi pada perkembangan zaman ada modifikasi atau pengubahan yang bibuat berdasar kebutuhan atau kreatifitas seniman, namun keberadaan wayang dan kelir tidak bisa ditinggalkan.
3. Wayang kulit.
Jawa tentunya terbuat dari kulit. Pada umumnya terbuat dari kulit sapi namun ada juga yang dibuat dari kulit kambing. Proses pembuatannya pun cukup lama, mulai dari direndam lalu di gosok terus dipentang supaya tidak kusut kemudia dibersihkan bulu-bulunya. Baru setelah itu diberi pula untuk kemudian ditatah sesuai dengan gambar pola, dan terakhrir diwarnai. Jadilah wayang hasil kreasi seni pahat dan seni lukis.
4. Gamelan.
adalah seperangkat alat musik perkusi dan petik serta gesek yang mengiringi pagelaran wayang. Jumlahnya sangat banyak. Macam gamelan antara lain bonang, gambang, gendang, gong, siter, kempul, dll. Gamelan dimainkan secara bersama-sama membentuk alunan musik yang biasa disebut gending. Inilah seni kreasi musik dalam pagelaran wayang.
5. Kelir.
Adalah layar lebar yang digunakan pada pertunjukan wayang kulit. Pada rumah Joglo, kelir di pasang pada bagian ‘pringgitan’. Bagian ini merupakan bagian peralihan dari pada ranah publik, pendopo dengan ranah privat, ndalem atau nggandok. Oleh karena itu penonton wayang kulit yang tergolong keluarga, pada umumnya nonton di bagian dalam ndalem, yang sering dianggep nonton mburi kelir. Nonton di belakang kelir ini memang benar-benar wewayangan, atau bayang-bayang. Lihat buku Aspek Kebudayaan Jawa Dalam Pola Arsitektur Bangunan Domestik dan Publik (Subanindyo, 2010). Dari sinilah pengaruh blencong yang seolah-olah menghidupkan‟ wayang akan dapat terlihat (lihat: Blencong). Penonton juga tidak terganggu oleh adanya gamelan. Bagi penonton publik, mereka menonton didepan kelir, sehingga selain dapat melihat keindahan dari pada peraga wayang itu sendiri, oleh karena tatah dansungging-nya, berikut simpingannya, juga dapat menyaksikan deretan pesinden atau waranggana manakala ada. Sayang, menyaksikan dari sisi ini selain tak dapat menyaksikan pengaruh blencong, dimana wayang seolah-olah menjadi hidup, juga terkadang terhalang oleh gamelan, terutama gayor untuk kempul dan gong.
6. Debog.
adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang (simpingan). Di simping artinmya dijajar. Baik yang dimainkan maupun yang yang dipamerkan (display), digunakan debog. Barang tentu untuk menancapkanya wayang yang di-display juga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus ada disebelah kanan ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya.
Tugas menyimping ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dankepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.
7. Blencong.
adalah lampu minyak (minyak kelapa lenga klentik) yang khusus digunakan dalam pertunjukan wayang kulit. Design-nya juga khusus, dengan cucuk (paruh) dimana diujungnya akan menyala api sepanjang malam. Oleh karenanya seorang penyimping harus mewaspadai pula keadaan sumbu blencong tersebut manakala meredup, atau bahkan mati sama sekali.Tak boleh pula api itu berkobar terlampau besar. Karena akan mobat-mabit. Kalaupun lampu penerangan untuk dalang pada masa sekarang sudah menggunakan listrik, sesungguhnya ada fungsi dasar yang hilang atau dihilangkan dari penggunaan blencong Oleh karena blencong adalah lampu minyak, maka apinya akan bergoyang manakala ada gerakan-gerakan wayang, lebih-lebih waktu perang, yang digerakkan oleh ki dalang. Ada kesan bahwa ayunan api (kumlebeting agni) dariblencong itu seolah-olah memberikan nafas dan atau menghidupkan wayang itu sendiri. Hal yang tak terjadi manakala penerangan menggunakan listrik atau tromak (petromax). Saat ini blencong sudah jarang digunakan. Dianggap kurang praktis dan merepotkan.
8. Kotak.
wayang berukuran 1,5 meter kali 2,5 meter ini akan merupakan peralatan dalang selain sebagaimana sudah diutarakan merupakan tempat menyimpan wayang, juga sebagai keprak, sekaligus tempat menggantungkan kepyak. Dari kotak tempat menyimpan wayang ini juga akan dikeluarkan wayang, baik yang akan ditampilkan maupun yang akan di-simping. Di-simping artinya dijajar, di-display di kanan dan kiri layar (kelir) yang ditancapkan di debog (batang pisang). Kotak akan ditaruh dekat dalang, di sebelah kiri, dan ditentang yang dekat dalang ditempatkan kepyak. Sedang kepraknya justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala. Keprak adalah suaradhodhogan sebagai tanda, disebut sasmita, dengan jenis tertentu diwujudkan pemukulan pada kotak dengan menggunakan cempala. Sementara pada kepyak, berupa tiga atau empat lempengan logam (kuningan/gangsa atau besi) yang digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala, dalam bentuk tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk selain mengatur perubahan adegan merubah, mempercepat, memperlambat, sirep, menghentikan atau mengganti lagu (gendhing). Terdengar nada yang berbeda antarakepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta.
9. Cempala.
merupakan piranti sekaligus senjata bagi dalang untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga, wiraswaramaupun Bentuknya sangat artistik, bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak, bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang. Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang dan ini yang unik maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak, dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki dalang. Cempala dengan desain sedemikian rupa itu akan dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempalamemerlukan latihan untuk memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu. Memukul kotak dengan cempala, Ki Dalang dapat memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan, seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah kepada karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau menghentikan gamelan. Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan, seperti suara kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua belah tangan ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat juga berbunyi. Suatukeprigelan yang jarang dapat dilihat oleh para penonton wayang, karena biasanya ia sedang asyik mengikuti adegan yang ditampilkan di kelir (layar). Padahal untuk mencapai tingkat keprigelan tersebut, seorang dalang harus melakukan latihan-latihan yang intensif. Betapa tidak, keempat anggota badan, tangan dan kaki harus terus bergerak, sementara pikiran dan pandangan terfokus pada apa yang dilakukannya di layar / kelir.
10. Unsur Manusia.
Dalang, penyimping, penabuh, dan sinden adalah orang-orang yang berperan penting dalam kelancaran dan keberhasilan sebuah pagelaran wayang. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemahiran khusus dalam bidangnya masing-masing. Berkat kemahiran khusus tersebut, terkadang mereka tidak bisa digantikan oleh sembarang orang.
11. Dalang.
adalah sutradara, pemain, artis, serta tokoh sentral dari pada suatu pertunjukan wayang. Tanpa dalang, maka pertunjukan wayang itu tidak ada. Apalagi untuk dalang pada pertunjukan wayang kulit. Komunikasi antara dalang dengan unit pendukung, perlengkapan dan peralatan pertunjukan wayang merupakan komunikasi yang unik. Melalui segenap indera yang dimilikinya, ia berkomunikasi dengan kompleksitas orang dan peralatan yang lazim digunakan dalam suatu pertunjukan wayang. Tanpa suatu skenario yang dipersiapkan terlebih dahulu, namun wayang tampil secara spontan, kompak dan tidak pernah mengalami out of order, semalam suntuk. Sungguh suatu bentuk teater yang anehnya karena meskipun tanpa suatu skenario padahal dalang dapat memilih beratus lakon atau cerita baku (babon-pakem), carangan, anggitan (sanggit) tontonan dapat berjalan mulus dari jejeran sampai tancep kayon.
12. Penyimping.
adalah orang yang membantu dalang dalam menyiapkan wayang yang di jajar (disimping) pada debog (simpingan). Tugas menyimping ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong,lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.
13. Panjak.
adalah orang yang bertugas memainkan gamelan. Orang-orang yang bertugas sebagai penabuh gamelan harus mempunyai kemahiran khusus dalam memainkan lagu (gendhing) sesuai dengan permintaan si dalang. Permintaan si dalang tentunya tidak verbalistik, namun penabuh gamelan diharuskan memahami isi cerita/lakon wayang dan gendhing yang dimainkan hendaknya diselaraskan dengan lakon cerita wayang. Hal inilah menuntut ketajaman intuisi bagi penabuh gamelan dalam pagelaran wayang, karena dalam pagelaran wayang tidak disediakan notasi musik dalam memainkan gamelan. Semuanya menggunakan intuisi seniman.
14. Waranggana.
adalah penyanyi wanita dalam seni karawitan yang dimainkan dalam pagelaran wayang kulit. Lazim juga disebut pesinden. Penyanyi ini selain harus mempunyai kemahiran dalam menyanyi dengan suara yang merdu, namun juga ketahanan fisik yang prima. Hal ini diperlukan karena biasanya pagelaran wayang kulit itu dilaksanakan semalam suntuk. Tentu harus mempunyai fisik yang sehat dan kuat untuk melantunkan lagu-lagu jawa serta menahan kantuk mulai senja hingga pagi hari.
DALANG RUWAT
Tradisi pedalangan mengenal sosok dalang purwa sejati. Ialah gelar yang disematkan kepada dalang yang mampu memimpin ritual ruwatan. Orang Jawa menyebutnya sebagai dalang ruwat.
Semula, gelar ini hanya diperuntukkan bagi seorang dalang yang memiliki trah dalang memiliki ayah dalang, kakek dalang, dst. Namun, seiring berjalannya waktu, ilmu ruwat bisa dipelajari oleh siapa saja. Maka dalang yang memiliki ilmu ruwat dipercayai mampu memimpin sebuah ritual ruwatan.
Keberadaan dalang sangat penting dalam ruwatan. Pasalnya, ia menjadi penentu bagaimana sebuah ritual ruwatan berlangsung. Dalang juga menanggung hajat hidup masyarakat, umumnya ruwatan digelar dengan maksud menghilangkan keburukan atau sukerto.
Koentjaraningrat menjelaskan ngruwat sebagai ilmu gaib protektif, yakni sebuah upacara yang dilakukan dengan maksud menghilangkan penyakit, wabah, membasmi hama tanaman dan sebagainya menggunakan mantra-mantra (Koentjaraningrat, 1987).
Selain itu, beberapa peristiwa kelahiran dan kejadian tertentu oleh masyarakat Jawa dipercayai harus melakukan ruwatan. Seperti menjatuhkan periuk nasi, atap rumah yang runtuh diterpa angin, anak tunggal laki-laki (ontang-anting), anak tunggal perempuan (unting-unting), dua anak dalam satu keluarga berisi laki-laki dan perempuan (gendhana-gendhini), dst ada 14 kombinasi anak yang berbahaya sehingga harus diruwat (Koentjaraningrat, 1994).
Selaras dengan hal itu, Ir. Sri Mulyono dalam kajiannya menyebutkan bahwa pagelaran wayang disertai ruwatan juga dilakukan dalang untuk menyembuhkan orang gila (Mulyono, 1975). Sarjanawan Belanda Victoria M. Clara van Gronendael, dalam tesisnya Dalang bihind the Wayang, juga menyebutkan adanya dalang hujan dan seorang dalang yang melakukan ruwatan terhadap keberhasilan panen masyarakat di Jawa Tengah (Gronendael, 1987).
Salah satu cara menyelesaikan problematika di atas adalah dengan menanggap wayang kulit dan melakukan ruwatan. Berbeda dengan pagelaran wayang pada umumnya, wayang kulit ini digelar pada siang hari yang dilanjutkan dengan pembacaan 23 rumus untuk ngruwat. Seorang dalang ruwat akan menyajikan lakon khusus dalam pagelaran wayang ruwat.
Keterangan Van Hien (1912) sebagaimana dikutip oleh Kontjaraningrat, seorang dalang ruwat menggunakan lakon Murwa Kala. Lakon ini dipercayai mampu mengusir Bathara Kala. Sebab, seseorang yang terkena sukerto dipercayai akan menjadi mangsa sang Bathara Kala. Kekhususan ritual ruwatan ini menjadi sebab tidak semua dalang mampu menjadi dalang ruwat. Bisa dikatakan, ia adalah orang sakti.
Kesaktian dalang ruwat salah satunya bisa diamati melalui keberhasilannya menghilangkan sukerto. Melalui beberapa dalang yang saya temui, satu diantaranya adalah dalang ruwat yakni dalang Maryono (Desa Jengglungharjo,Tulungagung), suatu kebaikan dan kesejahteraan akan muncul setelah digelar ruwatan dan wayangan. Misalnya, suatu desa yang terkenal sering terjadi kecelakaan dijalannya menjadi aman, seseorang yang gila kemudian tersembuhkan, hasil panen dan ternak yang berlimpah, dst.
Pada konteks lain, kesaktian dalang dibuktikan dengan peran ganda dalam masyarakat.
Antropolog Belanda G.A.J. Hazeu menyebutnya sebagai pendeta yang bertugas dalam pemujaan roh nenek moyang. Sementara Van Hien menyebutnya sekaligus sebagai seorang dukun.
Biasanya, seorang dalang akan melakukan ritual khusus sebelum pementasan. Ritual ini dilakukan demi kesuksesan sebuah pementasan. Sebab, tidak jarang seorang dalang mendapat guna-guna sebelum atau ketika pentas peristiwa jarah-jarahan. Misalnya, suara dalang tiba-tiba hilang, mendapat tenung hingga sakit, mendadak tidak bisa menahan kencing dan buang air besar, mendapat kiriman hujan sehingga gagal pentas, dsb.
Jika demikian adanya, maka dunia pedhalangan tidak mampu terpisah dari kekuatan mistis. Namun keahlian-keahlian dalang hingga mereka juga dikenal sebagai orang sakti bukanlah perkara mudah. Buktinya, saat ini jarang ditemui seorang dalang wayang kulit maupun dalang ruwat memiliki keahlian tersebut.
Keterangan Gronendael menyebutkan bahwa seusai periode kemerdekaan hampir tidak lagi ditemui dalang yang diminta untuk ngruwat hasil panen masyarakat. Pasalnya, masyarakat tani jauh lebih memercayai pestisida untuk tanaman.
Ada lagi, seseorang yang disebut dalang hujan menjadi sangat jarang ditemukan. Melalui amatan seorang dalang yang saya temui juga menyebutkan bahwa peristiwa jarah-jarahan sangat jarang terjadi seusai periode 80-an. Kekuatan-kekuatan khusus seorang dalang tidak lagi begitu diperlukan seperti sediakala.
Besar kemungkinan, kesaktian dalang ruwat dan keahlian khususnya juga tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat. Bilapun diperlukan hanya sedikit sekali masyarakat yang masih memercayainya. Masyarakat lebih memercayai keampuhan teknologi pertanian dan kedokteran modern, misalnya. Ini yang membuat tradisi ruwatan pudar. Masyarakat tidak lagi menaruh sebagian hajat hidup dan permasalahannya kepada sang dalang ruwat.
Dalang ruwat, sebagai pemilik sah ilmu ruwat, menjadi sulit ditemui. Keahlian khususnya tidak lagi akrab dalam denyut kehidupan masyarakat Jawa. Saat ini, jika menyebut istilah dalang, yang tersisa adalah mereka yang lihai memeragakan boneka wayang dan bercerita menyesuaikan irama gamelan.
Padahal dulu, dalang memegang peran vital. Pertunjukan wayang yang digelar turut menentukan kesejahteraan hidup suatu masyarakat.
MENURUT KI MANTEB SOEDARSONO.
Ki Mabteb Sudarsono (alm) pernah menegaskan, tak sembarangan yang bisa menjadi dalang songgo buwono atau dalang ruwat.
Dalang bukan sekadar soal menggerakkan wayang dan bercerita dalam pertunjukan. Lebih dari itu, dalang diharuskan memiliki kemampuan memainkan wayang, bercerita, dan nembang. Butuh pemahaman dan keahlian khusus untuk mendapatkan status dalang sehingga sejak dulu mereka amat diistimewakan.
Tidak ada penjelasan pasti tentang masuknya pertunjukan wayang dan awal mula keberadaan dalang di Indonesia. Diperkirakan kesenian ini sudah ada di zaman Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9 Masehi sebelum agama Hindu masuk, meski ada pula pendapat yang berkata wayang mulai dimainkan di abad ke-11 dan 12 Masehi.
Mengutip buku bertajuk Sejarah Pedalangan yang ditulis Soetarno, Sarwanto dan Sudarko, pertunjukan wayang dianggap sebagai sarana pemujaan roh leluhur. Kala itu roh leluhur diyakini bisa menampakkan diri sebagai bayangan di Bumi.
Berangkat dari sana, orang Jawa kuno lantas menghormati roh leluhur dengan membuat gambar serupa. Digambar di atas kulit binatang, umumnya lembu atau kerbau, kemudian disorot cahaya lampu dengan latar kain putih yang kelak disebut sebagai kelir, hingga ada bayangan yang bisa dilihat.
Dalang dilakukan oleh seorang pendeta, karena hanya pendeta yang dapat menghadirkan roh-roh leluhur, dikutip dari buku Sejarah Pedalangan.
Menjadi dalang dan memainkan wayang bukan perkara mudah. Ada beban moral dan tanggung jawab, terlebih untuk seorang dalang songgo buwono.
Seiring berjalannya waktu, pertunjukan wayang semakin berkembang, pun begitu dengan dalang.
Dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia Prapto Yuwono mengatakan, pertunjukan wayang kerap digunakan oleh Walisongo sebagai dakwah pada abad ke 14. Saat itu, Walisongo sendiri langsung turun tangan menjadi dalang.
Lambat laun, perubahan terus terjadi. Kini, masyarakat awam pun bisa jadi dalang. Bahkan profesi itu menjadi warisan turun temurun, dari kakek ke bapak, dari bapak ke anak. Lazim memang.
Bagaimanapun, ada satu dalang yang ditegaskan tak boleh diemban oleh orang biasa, yaitu dalang songgo buwono. Dalang ini, kata Prapto, adalah orang yang sangat spiritual dan suci. Ia bertugas khusus untuk ritual ruwat, karenanya disebut juga sebagai dalang ruwat.
Ritual ruwat bisa dibilang sebagai upaya buang sial. Hal ini sering dilakukan oleh masyarakat Jawa, biasanya kepada anak yang mudah sakit-sakitan, jauh jodoh, ataupun situasi lain yang dianggap tidak baik.
Kalau ada suatu kejadian salah yang ingin diselamatkan, diadakan upacara ruwat (pertunjukan wayang ruwat). Ini enggak boleh dilakukan oleh dalang biasa, harus dalang ruwat.
Ki Manteb Soedarsono adalah salah satu dalang ruwat tersebut. Ia mendalang sejak usia delapan tahun dan saat ini pada usia 71 ia telah jadi maestro wayang. Profesi itu ia dapatkan dari garis keluarga, di mana buyut sampai ayahnya juga seorang dalang, hingga tutup usia. Persis seperti dalang-dalang zaman dahulu.
Sejak awal, Manteb kecil kerap diberitahu sang ayah, Ki Hardjo Brahim, tentang perbedaan dalang biasa dengan dalang ruwat. Menurut Hardjo, menjadi dalang ruwat harus memiliki darah berketurunan dalang, seperti dirinya.
Itu dinamakan dalang sejati dan saya sudah dipercayai dan diakui oleh masyarakat. Dari kakek sampai saya, jadi saya dalang generasi keempat.
Manteb mengingat, Hardjo memberinya petuah tentang menjadi dalang ruwat. Disebutkan, setidaknya ada tiga syarat utama :
1. Pertama, harus sudah beristri saat meruwat.
2. Kedua, dilarang keras berpoligami.
3. Dan ketiga, tidak boleh rujuk dengan mantan istri.
Ki Manteb Soedharsono memaparkan pengalaman menjadi dalang songgo buwono.
Syarat-syarat itu yang membuat Ki Manteb menikah sampai delapan kali. Setelah bercerai, ia menikahi perempuan lain karena ingin tetap mengamalkan petuah sang ayah, selain karena alasan cinta. Saat ini, istri Ki Manteb bernama Suwarti.
Syarat itu dari kakek ke bapak, dari bapak ke saya. Kalau pakem saya seperti ini, kalau dalang lain bisa saja beda pakem.
Jika hendak meruwat, ia harus menjalani puasa mutih (berpantangan makanan minuman kecuali air putih dan nasi) selama tiga hari. Ada hari-hari tertentu untuk berpuasa, yakni pada Rabu Pon, Kamis Wage dan Jumat Kliwon. Bila dijumlahkan, jarak antara hari-hari tersebut adalah 40, sehingga berpuasa di tiga hari itu sama dengan berpuasa selama 40 hari.
Ki Manteb mengaku tak berani meruwat bila tidak berpuasa sama sekali. Setidaknya, ia melakoni puasa mutih satu hari pada salah satu hari yang telah disebutkan. Bila tidak berpuasa mutih, ia mengatakan ruwatan berpotensi gagal.
Saat meruwat, lakon khusus yang harus dimainkan adalah Batara Kala. Dalam kisah Mahabarata, Batara Kala diceritakan sebagai penguasa waktu. Ia direpresentasikan sebagai raksasa berwajah menyeramkan, yang dalam filsafat Hindu sekaligus menyimbolkan bahwa hukum karma tak dapat dilawan.
RUWATAN BERKESAN KI MANTEB SOEDARSONO
Ki Manteb menuturkan, dari sekian banyak permintaan, salah satu yang paling berkesan adalah saat dirinya meruwat seorang anak pengidap kanker darah. Sebelum acara ruwatan dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah, sang dalang sempat bertemu si anak. Ki Manteb diberitahu, umur anak itu diprediksi sudah tak lama lagi, bahkan hanya tinggal hitungan bulan.
Kata dokter hidup anak itu tinggal tiga bulan, dia terlihat kurus dan pucat saat itu. Setelah ruwat selesai, bapak dan ibunya saya panggil untuk saya kasih syarat. Rahasia syaratnya, setiap dalang itu bisa beda.
Waktu berlalu, kehidupan terus berjalan. Suatu hari tak sengaja Ki Manteb bertemu kembali dengan anak itu. Karena Ki Manteb sudah tak mengenali, si anak yang menghampiri terlebih dahulu untuk menyapa dalang yang pernah meruwatnya setahun lalu.
Menurut Ki Manteb, si anak terlihat sehat dan yang pasti, hidup sudah lebih dari tiga bulan sejak vonis dokter. Anak itu juga sudah bekerja, serta punya istri yang sedang mengandung.
Katanya kamu tiga bulan mati ?
Kok masih hidup ?, tanya Ki Manteb saat itu kepada si anak.
Meruwat agenda politik juga jadi makanan sehari-hari Ki Manteb. Salah satu agenda yang ia ingat adalah saat ruwatan Partai Golkar, ketika politikus Agung Laksono dengan Aburizal Bakrie berseberangan di masa pemilihan ketua umum.
Tetap memainkan lakon Batara Kala, Ki Manteb sempat menyelipkan beberapa nasihat untuk partai berlambang pohon beringin itu. Ia berkata, sebagai salah satu partai tertua di Indonesia, sebaiknya kedua belah pihak berdamai atau islah.
Ki Manteb pun mengiyakan permintaan ruwatan saat Pemilihan Presiden 2019 masih berlangsung. Ia mengklaim, waktu itu Presiden Joko Widodo dan calon presiden Prabowo sempat memintanya untuk meruwat. Tanpa pikir panjang, kedua permintaan itu ia setujui.
Saya ditanggap hijau, kuning, biru dan merah mau saja. Saya bukan orang partai, saya seniman, seniman itu netral, ditanggap siapa pun saya berangkat.
PERILAKU RELIGIUSITAS DALANG RUWAT SURAKARTA
Ruwatan sebagai bentuk budaya lokal dengan dalang ruwat sebagai tokoh yang berperan utama dalam prosesi ritual ruwatan yang memiliki religiusitas dalam mengemban tugas ngruwat. Religiusitas dalang ruwat ini adalah religiusitas yang sangat sarat dan erat dengan Agami Jawi.
Secara operasional adalah Secara kognitif meliputi konsepsi keTuhanan, konsepsi tentang nabi, dan konsepsi kitab suci. Secara afektif, apakah ada pengalaman-pengalaman religius, dan perasaan-perasaan religius. Sedangkan secara psikomotorik meliputi, seperti apakah bentuk ritual dalang ruwat, dan bagaimanakah perilaku religiusitas riil dalam hidup sehari-hari.
Dalang ruwat berjumlah 2 orang, dengan karakteristik versi Surakarta daerah :
(a) mereka yang telah lanjut usia, atau setidak-tidaknya dalang yang telah mengawinkan anaknya dalam arti mereka yang telah matang pengetahuannya dalam hal ruwatan.
(b) dalang yang keturunan Kyai Panjangmas. Tokoh ini merupakan dalang kenamaan pada zaman Sultan Agung di Mataram (1613-1643M).
(c) mereka yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, dan.
(d) berdomisili di Surakarta. Kesimpulannya :
1. Pertama, konsep keTuhanan dalang ruwat adalah konsep penghayatan terhadap Tuhan dengan tanpa adanya perpisahan antara seluruh alam semesta (panteisme).
2. Kedua, bagi dalang ruwat merupakan sosok yang sempurna. Ia memiliki kualitas-kualitas personal yang sempurna.
3. Ketiga, seluruh alam raya adalah kitab suci Tuhan, karena seluruh jagad raya ini adalah emanasi Tuhan.
4. Keempat, meditasi, samadhi, wening atau pujo broto sebagai ritual. Sedangkan melayani kemanusiaan adalah perilaku riil dalam hidup sehari-hari. Kelima, dampak psikis secara afektif, di antaranya adalah perasaan pasrah total kepada Tuhan, di dalam menjalani hidup rasa tenang dan tenteram, mampu hidup secara apa adanya, bersahaja, ikhlas dan mampu bersyukur atas apa yang Tuhan tetapkan, sering sekali mendapatkan petunjuk-petunjuk Tuhan, memiliki kemampuan memprediksi nasib seseorang atau memprediksi sesuatu yang belum terjadi.
DALANG PEMANGKU
Dalang adalah seorang pemangku yang memiliki banyak cerita tentang kehidupan pada masa lampau sebagai profesi dalam hal seni pewayangan untuk dapat memotivasi umat.
Dalam Lontar Dharma Pewayangan tersurat bahwa :
Mereka yang disebut sebagai dalang sejatinya memangku tugas yang amat berat.
Dikatakan memangku tugas yang cukup berat, karena dengan kondisi yang sekarang (globalisasi) sudah tentu tantangan dan hambatan sangat kompleks dan menuntut sebuah kesadaran untuk mampu memahami serta melaksanakan apa yang mesti dilakukan oleh seorang dalang.
Seperti halnya juga dijelaskan :
Dalam lakon yang ditampilkan dalam cerita wayang kulit sapuh leger, dimana dahulu Ki Mangku Dalang dengan keberaniannya menasehati Dewa Kala agar jangan meneruskan niatnya hendak memakan Dewa Rare Kumara, karena Dewa Kala telah memakan sesajen wayang itu sebagai tebusannya.Hak seorang Pemangku Dalang dalam Seminar Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama Hindu VI tahun 1980 disebutkan bahwa : Pemangku Dalang juga tidak mendapat luput dari ngayah, karena tugasnya tidak terkait secara langsung dengan suatu pura tertentu. Dalam Tutur Barong Swari juga dikisahkan asal mula dalang dan perjalanan Dewi Durga setelah dikutuk oleh Dewa Siwa.Saput poleng dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan atau penyucian.Dan karena itu pula, dalang beserta wayangnya dapat diminta air suci (tirta panglukatan). Sebagai Tirta Wasuhpada yang digunakan untuk penyucian atau pembersihan agar terwujud suatu keharmonisan dan keselarasan seseorang.Sebagai perlengkapan untuk upacara menanam ari-ari dalam energi spiritual Bali, Tunasin ring jro dalang serta minyak kelapa (nyuh surya). Lampu Bali yang menyala melambangkan Sanghyang Surya Candra, yaitu memiliki kekuatan Widia, oleh karan itu lampu tersebut ditatabkan atu ayab. Mantra : Om Ang Ah Surya Candra Gumelar Ye Namah Swaha.
FILOSOFI MANGKUNAGARAN DALANG YADNYA AGAMA HINDU
Secara filosofis Mangku Dalang lahir dari Tumpek Wayang, dengan fungsinya memestaskan Wayang, yang sarat dengan nilai-nilai Logika, Etika, Tatwa dalam agama Hindu. Sehingga di kultuskan menjadi hari yang baik untuk mendidik anakanak yang lahir pada saat ini atau pada wuku Wayang.
Orang Bali pada umumnya melakukan upacara penebusan dosa khusus yang dinamakan lukatan sapuh Leger. Mangku dalang adalah sosok orang yang dihormati, selain jabatan utamanya sebagai Dalang dipercayaan untuk membantu melaksanakan tugas Mangku Kahyangan Tiga, dan Kahyangan Jagat. Termasuk mepegat dalam upacara Pitra Yadnya, seperti dilakukan oleh Wayan Suendi, generasi penerus Mangku Dalang (Mangku Rengkug/Almarhum). Mangku Dalang adalah sosok orang yang dipercayai memiliki nilai kelebihan dari manusia yang lainnya, yang di percaya ahli diberbagai bidang :
1. Ahli Filsafat.
2. Ahli Logika.
3. Ahli Etika.
4. Ahli Ramal.
5. Ahli pengobatan (Balian), dan.
6. Ahli Seni.
Atas bulukan yang diberikan oleh masyarakat, maka Mangku Dalang dikatakan mampu mendidik Budi Pekerti, mampu melestarikan kebudayaan tradisional maupun nasional.
Catatan :
Utamaning sembah ningulun ri pada nira Hyang, rep ri sekala paripurna brahmantya tan kacauhing ila-ila.
Artinya : Puji Syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa. Semoga hamba tidak diukutuk, karena menyebutnyebut nama Beliau dinuia nyata. Di dalam dunia Pewayangan sering disebut dengan cahaya dari Hyang ning Hyang, yaitu sumber dari sumbernya Sinar. Eksistensi Mangku Dalang atau Jero Dalang sebagai bagian dari masyarakat Bali, ternyata masih tetap dihormati di era globalisasi yang berorientasi material. Hal itu disebabkan Mangku Dalang yang tergolong sebagai seni pertunjukan wali (sacred relegious), didalamnya terkandung nilai-nilai agama, nilai logika, nilai etika dan estetika. Nilai-nilai inilah diolah oleh Mangku Dalang untuk menjadikan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang berbeda sifat dan kualitasnya. Sehingga upacara lukatan/ ruwatan maupun dalam pementasan wayang kulit merupakan suatu kesatuan yang integral. Hal tersebut mencakup beberapa unsur-unsur pokok yang disebut sebagai rukun ruwatan yaitu komponen atau unsur-unsur meliputi :
1. Pihak yang mengadakan ruwatan.
2. Anak yang diruwat.
3. Yang bertugas memimpin upacara ruwatan, yaitu dalang.
4. Wayang.
5. Pocapan.
6. Sesajen.
7. Mantra atau mantram dan.
8. Lakon.
ALLAH SWT SEGALA MAHA DALANG
Rabb adalah Murabbi (yang maha memelihara dan mengurus) seluruh makhluk -Nya dengan mengatur urusan dan (melimpahkan) berbagai macam nikmat (kepada mereka). Maka Rabb adalah Yang Maha Pencipta sekaligus Penguasa dan Pengatur alam semesta beserta isinya.
Di antaranya dalam firman Allâh Azza wa Jalla : قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam (al-An’âm/6:162).
Dan dalam firman-Nya : قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ
Katakanlah : Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu ? (al-An’âm/6:164).
Demikian pula dalam firman-Nya: رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ
Rabb langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Shâd/38:66).
Juga dalam firman-Nya : سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ (Kepada penghuni surga dikatakan) : Salam, sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang (Yâsîn/36:58)
Kata Rabb menunjukkan beberapa arti pokok, yang pertama : memperbaiki dan mengurus sesuatu.
Maka Rabb berarti yang menguasai, menciptakan dan memiliki, juga berarti dzat yang memperbaiki (mengurus) sesuatu.
Kata Rabb secara bahasa diartikan pemilik, penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat.
Kata ini tidak boleh digunakan dengan tanpa digandengkan (dengan kata yang lain) kecuali untuk Allâh Azza wa Jalla (semata), dan kalau digunakan untuk selain-Nya maka (harus) diiringi (dengan kata lain). Misalnya: rabbu kadza (pemilik barang ini).
Kata Rabb dalam bahasa Arab memliki beberapa (pemakaian) arti. Penguasa yang ditaati di kalangan orang-orang Arab disebut rabb …, orang yang memperbaiki sesuatu dinamakan rabb …, (demikian) juga orang yang memiliki sesuatu dinamakan rabb. Terkadang kata ini juga digunakan untuk beberapa arti selain arti di atas, akan tetapi semuanya kembali pada tiga arti tersebut. Maka Rabb kita (Allâh Azza wa Jalla) yang maha agung pujian-Nya adalah penguasa yang tidak ada satu pun yang menyamai dan menandingi kekuasaan-Nya, dan Dialah yang memperbaiki (mengatur semua) urusan makhluk-Nya dengan berbagai nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, serta Dialah pemilik (alam semesta beserta isinya) yang memiliki (kekuasan mutlak dalam) menciptakan dan memerintahkan (mengatur).
RABB
Rabb adalah Murabbî (yang maha memelihara dan mengurus) seluruh makhluk-Nya dengan mengatur urusan dan (melimpahkan) berbagai macam nikmat (kepada mereka).
Maka Rabb adalah Yang Maha Pencipta sekaligus Penguasa dan Pengatur alam semesta beserta isinya.
Makna Rabb adalah yang memiliki sifat rubûbiyah terhadap seluruh makhluk-Nya dalam hal menciptakan, menguasai, berbuat sekehendak-Nya dan mengatur mereka. Nama Allâh Azza wa Jalla yang mulia ini termasuk nama Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang mengandung beberapa arti, bukan hanya satu arti. Bahkan nama ini jika disebutkan sendirian tanpa nama Allâh Jalla Jalaluhu lainnya, kandungannya mencakup semua nama Allâh yang maha indah dan sifat-Nya yang maha sempurna.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata : Sesungguhnya pengertian Rabb adalah (dzat) yang maha kuasa, yang mengadakan, pencipta, pembentuk rupa, yang maha hidup lagi berdiri sendiri dan menegakkan urusan makhluk-Nya, maha mengetahui, mendengar, melihat, luas kebaikan-Nya, pemberi nikmat, pemurah, maha memberi dan menghalangi, yang memberi manfaat dan celaka, yang mendahulukan dan mengakhirkan, yang memberi petunjuk dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya (sesuai dengan hikmah-Nya yang agung), yang menganugerahkan kebahagiaan dan menyengsarakan siapa yang dikehendaki-Nya, yang memuliakan dan menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya, dan semua makna rububiyah lainnya yang berhak dimiliki-Nya dari (kandungan) nama-nama-Nya yang maha indah.
Sifat rubûbiyah Allâh Azza wa Jalla ini meliputi seluruh alam semesta beserta isinya, karena Dialah yang memelihara dan mengatur semua makhluk dengan berbagai macam nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, Dialah yang menciptakan mereka dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, Dialah yang menyediakan semua kebutuhan makhluk-Nya, dan Dialah yang memberikan kepada semua makhluk penciptaan yang sesuai dengan keadaan mereka kemuadian memberi petunjuk kepada mereka untuk kebaikan dalam hidup mereka
Sifat rubûbiyah Allâh Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam :
1. Rubûbiyah umum yang mencakup semua makhluk, baik yang taat maupun yang selalu berbuat maksiat, yang beriman maupun kafir, yang berbahagia maupun celaka, yang mendapat petunjuk maupun yang sesat. Rubûbiyah ini berarti menciptakan, memberi rezki, mengatur, melimpahkan berbagai macam nikmat, memberi dan menghalangi, meninggikan dan merendahkan, menghidupkan dan mematikan, mamberi kekuasaan dan menghilangkannya, melapangkan dan menyempitkan, melapangkan semua penderitaan, menolong orang yang kesusahan dan memenuhi permohonan orang yang ditimpa kesulitan. Ini semua berlaku umum untuk selauruh makhluk-Nya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta kepada-Nya, setiap hari Dia memenuhi semua kebutuhan makhluk-Nya (ar-Rahmân/55:29).
2. Rubûbiyah yang khusus bagi para kekasih dan orang-orang yang dicintai-Nya, yaitu dengan menjaga dan memberi taufik kepada mereka untuk beriman dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, serta melimpahkan kepada mereka ilmu ma’rifatullâh (mengenal Allâh dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya) dan (memberi taufik) kepada mereka untuk selalu kembali/bertobat kepada-Nya, mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), dan memudahkan mereka untuk melakukan semua kebaikan serta menjaga mereka dari semua keburukan.
Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: (Rubûubiyah) yang bersifat lebih khusus dari itu bermakna penjagaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang shaleh dengan memperbaiki hati, jiwa dan akhlak mereka.
Inilah rahasia mengapa mayoritas doa yang diucapkan hamba-hamba Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang shaleh, yang disebutkan dalam al-Qur’ân selalu diawali dengan nama Rabb (misalnya: Wahai Rabb kami, atau wahai Rabbku).
Karena mereka sangat mengharapkan makna yang khusus dari sifat rubûbiyah ini, sehingga isi doa mereka pun tidak lepas dari makna yang dijelaskan di atas.
Mengimani rubûbiyah Allâh Azza wa Jalla akan menumbuhkan dalam diri seorang Muslim keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya dan ketundukan yang seutuhnya di hadapan-Nya.
Hal ini disebabkan keimanan terhadap rubûbiyah Allâh Jalla Jalaluhu mengandung konsekuensi penetapan ulûhiyah (penghambaan diri dengan ikhlas dalam ibadah) bagi Allâh Azza wa Jalla.
Inilah yang ditunjukkan dalam firman Allah Azza wa Jalla : يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu (semata-mata), Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (al-Baqarah/2:21). إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Rabb-mu, maka beribadahlah kepada-Ku semata-mata (al-Anbiyâ/21:92).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan hal penting ini dalam ucapannya : “… Inilah tanda (adanya) tauhid ulûhiyah (penghambaan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna) dalam hati seorang hamba, dan pintu masuk (yang membawa) hamba ini (mencapai kedudukan ini) adalah tauhid rubûbiyah.
Artinya: pintu masuk (untuk mencapai) tauhid ulûhiyah adalah tauhid rubûbiyah.
Sesungguhnya yang pertama kali tertanam dalam hati (manusia) adalah (mengimani) keesaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam rubûbiyah-Nya, kemudian (kedudukannya) meningkat kepada keimanan terhadap keesaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam ulûhiyah-Nya. Sebagaimana hal inilah yang diserukan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’ân, (yaitu) dengan (pengakuan) manusia terhadap tauhid rubûbiyah yang (mengandung konsekuensi) mengakui tauhid ulûuhiyah.
Allah menegakkan argumentasi kepada mereka dengan pengakuan mereka ini, kemudian Dia menyampaikan bahwa mereka sendiri yang menentang pengakuan mereka itu dengan menyekutukan-Nya dalam ulûhiyah.
Maka dalam keadaan ini terwujudlah pada diri seorang hamba tingkatan : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan (al-Fâtihah/1:5)
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : Siapakah yang menciptakan mereka ? niscaya mereka menjawab : Allâh, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allâh ? (az-Zukhruf/43 :87).
Maksud ayat di atas, bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dari mempersaksikan (kalimat) lâ ilâha illallâh (tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allâh) dan dari penghambaan diri kepadanya semata, padahal mereka telah mempersaksikan bahwa tidak ada Rabb (penguasa dan pengatur alam semesta) dan tidak ada pencipta selain Allâh Azza wa Jalla.
Demikian pula beriman kepada rubûbiyah-Nya dengan benar akan membawa seorang hamba menuju tingkatan ridha kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabb, yang berarti ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya. Inilah syarat untuk mencapai tingkatan ridha kepada-Nya sebagai Rabb secara utuh dan sepenuhnya.
Dan ini merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman, sebagaimana dikatakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya dan (Nabi) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya.
Sebenarnya kita hidup seperti wayang saja.
Allah lah Maha Dalangnya.
Kita menghendaki, ternyata Allah Maha Menghendaki.
Kita berencana, ternyata Allah Maha Perencana.
Dan Tuhanmu menciptakan dan memilihkan apa apa yang dikendaki. Bagi mereka manusia tidak ada pilihan (QS.Qoshos 68).
Wallohu kholaqokum wama ta'malun.
Allah menciptakan kita berikut perbuatan-perbuatan kita.
Kita berkehendak dan berbuat begitu dan begini, kalau sesuai dengan kehendak Allah, maka terjadilah tujuan perbuatan kita.
Tapi kalau lain dengan kehendak Allah ya tidak terjadi. Yang terjadi kehendak Allah. Atau biasa kita bilang, kita telah berbuat dan usaha, tapi Allah berkendak lain.
Itulah perlunya kita bertawakal, sesuai dengan janji Allah dengan firman-Nya,
Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya.
(QS. at Thalaq. 3)
Ngeri dan menakutkan bila kita hidup tanpa bantuan Allah.
ittakulloh ... ittakulloh... takutlah kepada Allah.
Takutlah hanya kepada Allah. Takut apa ?
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(QS. An Nur. 24 : 35)
Barang siapa tak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikitpun.
(QS. An Nur. 24 : 40).
Allah lah yang memberi kita cahaya.
Allah memberi cahaya-Nya sesuai dengan siapa2 yang dikehendaki. Itulah yang paling menakutkan. Kita takut tidak mendapat Nur-Nya.
Maka hendaknya kita senantiasa bertawakal dan takut kepada Allah, agar kita selalu diberi cahaya-Nya, Nur-Nya, petunjuk-Nya.
Dalam beberapa hal, cahaya itu tetap datang, namun orang yang menerima hatinya membatu. Samakah cahaya yang datang kepada orang yang dibuka hatinya dengan kepada orang yang hatinya telah membatu ?
Dalam Al Qur'an dijelaskan :
Maka apakah orang-orang yang dibukakan mata hatinya untuk (menerima) agama islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhan-Nya sama dengan orang yang membatu hatinya ?
Maka kcelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
(QS. : Az Zumar 39:22)
Pilihan hidup dari Allah tetap ada, untuk pilihan yang hak apa yang batil.
Namun Allah tetap memberinya ilham kepada jiwanya tentang jalan kefasikan dan ketakwaan.
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya 2 jalan (pilihan hak dan batil)
(QS. : Al Balad. 90:10)
Maka Allah mengilham kan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
(QS. As Syam. 91:)
Pilihan tetap ada, namun jangan salah menilai, sehingga kita salah pilih, mencintai yang buruk, dan membenci yang baik.
Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia baik untuk kalian.
Bisa jadi kalian mencintai sesuatu, padahal ia buruk untuk kalian. Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.
(QS. At Thalaq 3)
Salah pilih, dalam hidup ini selalu bikin kita jatuh terperosok pada lembah dosa.
Sehingga kita perlu berpegang pada tali Allah.
Siapa yang bersandar kepada Allah, berarti ia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
(QS. Al Imron 101)
Dengan selalu bersandar pada Allah, kita akan menjadi aman dan insya Allah iman semakin meningkat.
Seperti halnya para Waliulloh yang tidak lagi merasa khawatir dan sedih.
Bukan soal kewaliannya, tapi karakter tidak khawatir dan tidak sedih, adalah sifat-sifat dan sebuah karakter yang yang dipunyai orang-orang yang bermaqom tinggi.
AL-WAALI
(Maha Mengatur dan Melindungi).
Salah satu bab dari kitab Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna karya Al-Imam Al-Ghazali rahimahullah.
Tulisan berikut akan membahas nama Allah al-Waali (Maha Mengatur dan Melindungi).
Al-Waali adalah yang mengatur urusan makhluk-Nya dan memimpinnya,
Waali dalam tilisan arabnya الوالي (wawnya) panjang.
Orang Indonesia mengenalnya sebagai wali sebagaimana dalam nikah ada wali, ahli waris juga ada walinya ataupun ada kejahatan yang menimpa kepada seseorang dia pun memiliki wali yang akan menuntut.
Waali artinya yang mengatur urusan makhluk dan menindaklanjuti mengukur semua urusan terhadap wilayah/daerah kekuasaaannya, baik dalam pengertian wilayah makhluk atau pun kekuasaan.
Seakan-akan makna kata dari wilayah ini pengaturan kekuasaan dan perbuatan.
Jadi dalam pengawasan pengaturan perbuatan tindakan, kalau tidak ada sifat-sifat di dalamnya (mengatur berkuasa dan betindak bisa berbuat) maka tidak bisa disebut sebagai wali, oleh karena itu tidak ada wali yang mengatur alam semesta ini kecuali Allah swt.
Hal itu disebabkan karena beberapa hal :
Allah sendiri yang mengatur tidak ada campur tangan.
Allah sendiri juga yang merealisasikan menerapkan perencanaan dan pengaturannya itu, artinya Dia yang mengatur dan Dia pula yang melaksanakan.
Dia juga yang melakukan apakah ini diteruskan ataukah dikekalkan atau disudahi itu adalah urusan Allah juga.
Makanya اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا (Allah adalah walinya orang-orang beriman).
Sebagai manusia maka wali kita adalah Allah swt, Dialah yang mengatur kita dari lahir sampai kita meninggal, Allah juga yang merealisasikan kelahiran kita. Setelah Dia rancang, atur kemudian Dia realisasikan, Dia berkehendak mutlak.
Allah tentukan sampai kapan umur kita di dunia dan kita tidak bisa ikut campur, karenanya Laaa Haula walaa quwwat illa billah.
Begitu juga alam semesta ini, maka apa yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an tidak ada alasan kita untuk tidak percaya, karena kita juga tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk merubah, bahkan untuk mengundurkan kematian aja kita tidak mampu walau hanya satu detik.
Allah tidak akan mengundurkan kematian seseorang kalau sudah sampai ajalnya.
Sedikitpun tidak akan Allah undur dan juga tidak akan Allah percepat, dan manusia tidak bisa campur tangan dalam hal itu.
Oleh sebab itu, Allah adalah waali kita. Alangkah nikmatnya hidup ketika kita berserah diri kepada Allah dengan al-Waali Allah Ta’ala. Kalau ada perencanaan yang tidak baik kita meminta untuk Allah merubahnya karena takdir itu bisa dirubah dengan doa, bagi Allah itu akan mudah apabila Dia berkehendak.
سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Hadid: 21).
Cobalah kita berlomba-lomba untuk mendapatkan ampunan dari Allah, pasti Dia akan mengabulkan karena Dia adalah walinya tidak ada yang lainnya. Barang siapa yang Allah beri petunjuk maka akan mendapatkan petunjuk, tidak ada yang bisa melarang.
Begitu juga sebaliknya, jika Allah telah memberi kesesatan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk, maka tingggal bagaimana kita memintanya.
اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، [وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ]، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang telah Engkau lindungi, sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi.
Berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari kejelekan apa yang Engkau takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan qadha, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepadaMu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau.
Kalau kita mau mulia maka pilihlah Allah ta’ala jadi Allah menjadi wali kita kita tidak akan pernah menjadi hina dimtanya, tetapi kalau kita pilih selain Allah kita menjadi hina.
Maka tiga hal ini ada pada Allah swt, Dia yang mengatur, Dia yang merealisasikan apa yang diatur dan apa yang direncanakan, kemudian Dia juga yang menetapkan keberadaannya ada atau tidak sesuatu itu, hanya Allah swt semua urusan terserah pada Allah swt.
Oleh karena itu marilah kita rasakan makna al-Waali dan bagaimana kita bersikap setelah kita memahami tantang Allah al-Waali.
Karena tidak ada lagi sikap lain kecuali pasrah total tawakkal kepada Allah dengan berikhtiar dan berdoa, sebab jika tidak demikian berarti namanya tawaakul (pura-pura bertawakkal). Tawakkal itu melaksanakan sebab sebabnya, diantara sebab-sebabnya adalah doa dan amal. Seperti halnya ilmu, kita mencari ilmunya.
Maka Allah katakan, bertawakkallah kamu kepada Dzat yang hidup dan tidak pernah mati yaitu Al Waali Allah. Kalau kita hidup dengan Allah Ta’ala maka segala problem tidak akan menjadi masalah, karena kita yakin dengannya bahwa dialah yang mengatur semuanya, yang menerapkan rencana dan menentukan eksistensinya ada atau tidak adanya, lama atau tidak lamanya.
Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan doa kepada kita, Ya Allah, aku minta semua kebaikan yang pernah diminta oleh semua nabi dan para hamba-hamba-Mu yang shalih, dan saya juga mohon perlindungan dari semua keburukan yang pernah diminta oleh hamba-Mu dan semua nabi-nabi.
Allah mengajarkan kita meminta di dunia kebaikan (hasanah), bukan harta dan yang lainnya. Arti dari hasanah dalam doa tersebut adalah semua kebaikan yang tak terhingga di tangan Allah swt. Sakit pun demikian, kalau bisa menjadikan kita taubat dan sadar maka itu juga termasuk dari kebaikan. Allah beri kita hidup bisa mencari ilmu itu juga kebaikan, sampai sekiranya kita mati sekarang sehingga besok tidak berbuat dosa lagi itu juga kebaikan, maka mintalah kebaikan kepada Allah.
Semoga bermanfaat literatur blog ini.
Penulis : Ki K S
Editing : R. TPN, SS
Blogger : http://www.syehhakediri.blogspot.com/