Semar Maneges
Maneges
adalah membuka kehampaan.
Semar
Maneges ialah pergulatan manusia dalam menapaki kesejatian hidup dan melalui
rintangan serta godaan yang ada di dunia fana.
Semar
Maneges yaitu laku prihatin, sabar, jujur, tanggung jawab. Sedangkan metode
nasehat terdapat di ajaran Pancawisaya yang memuat sikap rela, ikhlas,
berhati-hati dan meningkatkan iman.
Ismaya-Dewabrata
Di Kahyangan Alang-Alang Kumitir, Sanghyang Wenang menerima sowannya Ismaya dan
Dewabrata. Keduanya maneges (bertanya) apakah peran masingmasing di marcapada
masih dibutuhkan. Sanghyang Wenang bersabda Dewabrata dan Ismaya masih harus
mengabdikan diri, membimbing para titah ke jalan utama dan kebenaran. Oleh karena itu, keduanya diminta segera
mengejawantah lagi. Ismaya dan Dewabrata kemudian pamit dan kembali ke marcapada.
Keduanya langsung bertemu dengan Bhisma dan terjadilah peperangan
sengit. Akhirnya, Bhisma badhar (berubah wujud aslinya) menjadi sukma Wahmuka
dan Arimuka. Sementara itu, Dewabrata malih (berubah wujud) menjadi Bhisma asli
dan Ismaya menjadi Semar. Sukma Wahmuka dan Arimuka terus mengamuk. Akan
tetapi, Semar meladeni dengan mewejang keduanya untuk segera bertobat agar
hidup mereka tidak kelambrangan (bergentayangan). Dengan izin Yang Mahakuasa,
Semar lalu menyempurnakan kedua sukma itu masuk ke alam keabadian. Setelah
suasana kondusif, Semar mengundang Pandawa datang ke Klampisireng. Di depan
sang pamong, Puntadewa, Werkudara, dan Arjuna meminta maaf karena kelancangan mereka. Mereka mengaku khilaf menerima
saran dan nasihat Bhisma palsu atau jadi-jadian. Semar meminta Pandawa untuk
senantiasa eling dan waspada karena cobaan seperti itu bukan yang pertama kali
dan itu juga bukan yang terakhir. Ia mewantiwanti bahwa kodratnya Pandawa tidak
akan terpisahkan dengan Semar yang merepresentasikan rakyat. Sekali lagi
Puntadewa meminta ampun. Ia lalu memohon nasihat Semar, apa yang mesti
dilakukan agar pandemi secepatnya lenyap dari Amarta. Semar mengatakan secara
fisik, bangsa Amarta mesti menjaga jarak, tetapi batin dan hati tidak boleh
berjarak. Antara pemimpin dan rakyat justru harus semakin raket-supeket (solid)
untuk bersama-sama melawan pandemi. Bahu-membahu Hanya dengan persatuan dan
kesatuan, serta gotong royong, kata Semar, bangsa Amarta akan selalu bisa
mengatasi setiap masalah. Jangan sampai ada anasir-anasir yang berusaha
memisahkan antara Pandawa dan rakyatnya. Puntadewa menghaturkan terima kasih
kepada Semar yang diakuinya sering ditinggalkan. Padahal, sejak nenek
moyangnya, Semar-lah yang membimbingnya. Ia berjanji tidak akan melupakan Semar
yang sejatinya merupakan Bathara Ismaya mengejawantah.
CERITA
SEMAR MANEGES
Cerita
diawali dengan jejer Astina, dimana berkumpul Pandawa dan Kurawa sedang
menghadap seorang pandita baru bernama Begawan Sukma Lawung. Mereka sedang
membahas masalah perdamaian antara Pandawa-Kurawa dan menggagalkan perang
Baratayudha Jayabinangun.
Belum
begitu lama mereka berbincang-bincang, datanglah Ki Lurah Semar. Kedatangan Ki
Lurah Semar sebagai wakil rakyat dalam pasamuan agung tersebut untuk meminta
pertanggungjawaban dari Prabu Duryudana dan Prabu Puntadewa tentang kehidupan
rakyat yang tidak tenteram.
Karena
menurut Kyai Semar, keadaan bangsa yang tidak tenteram tersebut merupakan
tanggung jawab dari Prabu Puntadewa dan Prabu Duryudana sebagai pemegang tampuk
pemerintahan. Belum sampai kedua prayagung tersebut memberikan jawaban, sang
guru yaitu Begawan Sukma Lawung memperkenalkan diri sekaligus mengutarakan
maksudnya untuk menyatukan Pandawa-Kurawa dan menggagalkan Baratayudha serta
meminta pendapat Kyai Semar.
Mendengar
itu semua, Kyai Semar tidak setuju, karena Baratayudha itu adalah perang suci
dimana yang nandur bakal ngunduh, utang bakal nyaur, nyilih mbalekake, nggawe
bakale nganggo, utang wirang nyaur wirang, utang pati nyaur pati.
Di
saat itulah, ada seorang murid sang begawan yang tidak terima dan tiba-tiba
masuk ke pasewakan dan menyeret Kyai Semar keluar.
Di
luar, Kyai Semar bertemu dengan Anoman, Setyaki, Antareja dan Gatutkaca.
Mendengar pengakuan Kyai Semar yang diseret keluar secara paksa, mereka
berempat tidak terima dan terjadilah pertempuran dengan siswa Begawan Sukma
Lawung.
Melihat
murid-muridnya kalah, Begawan Sukma Lawung memerintahkan Patih Sangkuni diikuti
beberapa Kurawa mengejar Kyai Semar ke Karang Kadempel untuk menjadi saksi
bersatunya Pandawa-Kurawa.
Raden
Arjuna diperintah untuk mengikuti Patih Sangkuni, kalau-kalau gagal membawa
Kyai Semar, sedangkan Raden Werkudara diminta mencari Prabu Kresna.
Di
Karang Tumaritis, Patih Sangkuni, Prabu Karna dan Aswatama berhadapan dengan
anak-anak Kyai Semar dan dibantu oleh Raden Abimanyu.
Begitu
para Kurawa terdesak, Raden Arjuna maju ke pertempuran. Melihat orang tuanya
yang maju, Raden Angkawijaya langsung lari menghindar, dan mau tidak mau Ki
Lurah Semar harus menghadapinya. Untuk menghadapi Raden Arjuna, Kyai Semar
memanggil Bathara Ismaya yang kemudian berubah menjadi Raden Arjuna, sehingga
terjadilah pertarungan antara dua Arjuna.
Dalam
pertarungan tersebut, Begawan Sukma Lawung turut campur dan mengeluarkan ajian
Gelap Sayuta untuk menyingkirkan KyaiSemar.
Di
lain tempat, Prabu Kresna dan Prabu Baladewa bertemu dengan Gareng, Petruk dan
Bagong yang melarikan diri. Mereka bertiga kemudian menceritakan semua kejadian
yang menimpa orang tuanya. Tidak begitu lama, datanglah Raden Werkudara yang
ditugaskan mencari Prabu Kresna.
Mendengar
pernyataan Raden Werkudara tersebut, Prabu Kresna mengatakan, bukankah Raden
Werkudara pernah menjadi seorang pandita dengan gelar Begawan Bima Suci, lantas
dimana kawaskitan Begawan Bima Suci tersebut?
Pertanyaan
tersebut membuat Raden Werkudara pergi tanpa pamit dan langsung menggendong
Prabu Puntadewa dan Raden Arjuna untuk segera pulang ke Amarta.
Dalam
pengejarannya, Begawan Sukma Lawung bertemu dengan seorang pandita.
Terjadilah
pertarungan diantara kedua pandita tersebut dan berubahlah masing-masing ke
wujud aslinya, yaitu Sang Hyang Manikmaya dan Kyai Nayantaka. Bathara Guru
mengungkapkan maksudnya, dimana dia hanya ingin menguji kewaspadaan Prabu
Duryudana dan Prabu Puntadewa dalam menyikapi keadaan masyarakat yang tidak
tenteram.
Prabu
Duryudana yang tidak terima dan hendak mengamuk bertemu dengan Kyai Semar. Ki
Lurah Semar mengingatkan bahwa apa yang didapat dari peperangan. Disamping itu,
Baratayudha tidak perlu diharapkan ataupun dihindari, karena manusia sebagai
makhluk Tuhan hanya bertugas menjalani saja.
FILOSOFI
SEMAR
Semar
dalam Bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra artinya Membangun sarana Dari dasar dasar
Naya
/ Nayaka =/ Utusan mangrasul
Artinya
: Mengembani Sifat Membangun Dan melaksanakan Perintah Allah demi Kesejahteraan
Manusia.
Semar
/ Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar
tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya ke atas dan tangan kirinya
kebelakang.
Maknanya
: Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal.
Sedang tangan kirinya berarti berserah
total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik.
Semar
sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan
ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi . Semar barjalan menghadap ke atas
maknanya : dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan
agar selalu memandang ke atas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang
umat.
Kain
semar Parangkusumorojo: adalah perwujudan Dewonggowantah agar memayuhaayuning
bawono adalah keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah adalah jongkok Semar tak pernah menyuruh namun memberikan Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua Semar tertawannya selalu diakhiri tangisan Semar berwajah mata menangis namun tertawa tertawa.
Semar berprofil berdiri sekaligus konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan
Jawa melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa,
yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu,
Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan
spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata bukan sebagai fakta historis,
tetapi lebih bersifat mitologi dan simbol tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu
lambang dari pengejawantahan ekspresi, persepsi dan pengertian tentang Illah
yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah
suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius
dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari
tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas , dimengerti dan dihayati sampai
dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa.
Kebudayaan
Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan
Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.
Dikalangan
spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta
historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu:
Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang
Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain
hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah
Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Semar
itu lambang gelap gulita, lambang misteri, ketidaktahuan mutlak, yang dalam
beberapa ajaran mistik sering disebut-sebut sebagai ketidaktahuan kita mengenai
Tuhan.
Konon
Kaki Semar adalah Kakek moyang yg pertama dan digambarkan sebagai perwujudan
dari orang Jawa yg pertama. Karena mendapat “tugas khusus” dari Gusti Kang
Murbeng Dumadi (Tuhan), maka Kaki Semar memiliki kemungkinan untuk terus hadir
dgn keberadaan pada setiap saat, kepada siapa saja dan kapan saja menurut apa
yg dikehendaki.
Salah satu ajaran hidup dari Kaki Semar
Gusti
Kang Murbeng Dumadi
Masyarakat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan Nama Gusti Kang Murbeng Dumadi jauh sebelum agama masuk ke tanah Jawa dan sampai ke tradisi saat ini yang dikenal dengan Kejawen yang merupakan Tatanan Paugeraning Urip atau Tatanan berdasarkan dengan Budi Perkerti Luhur.
Keyakinan
dalam masyarakat mengenai konsep Ketuhanan adalah berdasarkan sesuatu yang Riil
atau “Kesunyatan” yang kemudian di realisasikan dalam peri kehidupan sehari
hari dan aturan positip agar masyarakat Jawa dapat hidup dengan baik dan
bertanggung jawab.
Mengenai
Sang Murbeng Dumadi, Kaki Semar mengatakan “Gusti Kang Murbeng Dumadi ing
ngendi papan tetep siji, amergane thukule kepercayaan lan agomo soko
kahanan,jaman,bongso lan budoyo kang bedo-bedo. Kang Murbeng Dumadi iso maujud
opo wae ananging mewujudan iku dede Gusti Kang Murbeng Dumadi” atau dengan kata
lain “ Tuhan Yang Maha Esa itu di sembah di junjung oleh semua manusia tanpa
kecuali.oelh semua agama dan kepercayaan.Sejatinya Tuhan Yang Maha Esa itu Satu
dan tak ada yang Lain. Yang membedakanya hanya cara menyembaah dan memujanya
dimana hal tersebut terjadi karena munculnya agama dan kebudayaan dari jaman,
waktu atau bangsa yang berbeda beda…”
Tiga hal yang mendasari Masyarakat Jawa mengenai
Konsep Ketuhanan yaitu :
1.
Kita
Bisa Hidup karena ada yang meghidupkan, yang memberi hidup dan menghidupkan
kita adalah Gusti Kang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Hendaknya
dalam hidup ini kita berpegang pada “Rasa” yaitu dikenal dengan “Tepo seliro”
artinya bila kita meraa sakit di cubit maka hendaklah jangan mencubit orang
lain.
3.
Dalam
kehidupan ini jangan suka memaksakan kehendak kepada orang lain Ojo Seneng
Mekso seperti apa bila kita memiliki suatupakaian yang sangat cocok dengan
kita, belum tentu baju itu akan sangat cocok dengan orang lain.
Kaki
Semar memberikan piwulangnya mengenai konsep dasar penghayatan Mahluk Kepada
penciptanyanya yaitu Manusia harus mengetahui Tujuh Sifat Kang Murbeng Dumadi.
1.
Tuhan
Itu Satu , Esa dan tak ada yang lain, dalam bahasa jawa di sebut “ Gusti Kang Murbeng
Dumadi.
2.
Tuhan
itu bisa mewujud apa saja , tetapi pewujudan itu bukanlah Tuhan.”Ananging
wewujudan iku dede Gusti “ yang artinya “ yang berwujud itu adalah Karya Allah.
3.
Tuhan
Itu ada dimana-mana.”Dadi Ojo Salah Panopo,Mulo nang ngendi papan uga ono Gusti
“ maksudnya walau Tuhan ada dimana mana, Tuhan satu juga “Nang awakm ugo ono
Gusti” maksudnya manusia itu dalam lingkupan Tuhan secara jiwa dan raga.Tuhan
ada dalam dirinya tetapi manusia tak merasakanya dengan panca indra, hanya
dapat di rasakan dengan “Roso” bahwa dia ada.”Ananging ojo sepisan pisan awakmu
ngaku-aku Gusti”maksudnya manusia harus sadar jiwa dan raga ini hanyalah Karya
Allah, walaupun DIA ada dalam Manusia tetapi jangan sekali kali manusia mengaku
DIA.
4.
Tuhan
Itu Langgeng, Tuhan Itu Abadi.dari masal dahulu, sekarang, esok dan sampai
seterusnya Tuhan, Gusti Kang Murbeng Dumadi tetaplah Tuhan dan tak akan
berubah.
5.
Tuhan
Itu tidak Tidur “ Gusti Kang Murbeng Dumadi ora nyare” maksudnya Tuhan itu
mengetahui segalanya dan semuanya, tak ada satupun kata hilaf dan lalai.
6.
Tuhan
itu Maha Pengasih, Tuhan Itu Maha Penyayang.maksudnya Tuhan itu maha adil tak
membeda bedakan kepada mahluknya, siapa yang berusaha dia yang akan
mendapatkan.
7.
Tuhan
Itu Esa dan Maha Kuasa, apa yang di putuskannya tak ada yang dapat menolaknya,
Dengan menyadari hal tersebut manusia di harapkan :
1.
Manungso
urip ngunduh wohe pakertine dhewe dhewe” maksudnya manusia kaa menerima paa
yang dia tanam, bila baik yang di tanam, maka yang baiklah akan dia terima.
2.
Manusia
hidup pada saat ini adalah hasil / proses dari hidup sebelumnya.atau manungso
urip tumimbal soko biyen,nek percoyo marang tumimbal ada petuah yang mengatakan
Apabila kamu hendak melihat hidupmu
kelak, maka lihat lah hidupmu sekarang, bila hendak melihat hidupmu yang lalu,
maka lihatlah hidupmu sekarang. Manungso urip nggowo apese dhewe dhewe”
maksudnya agar kita menghilangkan sifat iri,dengki,tamak, sombong sebab saat
mati tak ada sifat duniawi tersebut dibawa dan mengntungkan kita.
3.
Manusia
tak akan mengerti Rahasia Tuhan, “Ati lan pikiran manungso ora bakal iso
mangerteni kabeh rencananing Gusti Kang Murbeng Dumadi:”maka Manusia hiduplah
“sak madyo” dan tak perlu “nggege mongso”.ada petuha mengatakan “ Hiduplah
dengan usaha, tapi janganlah dengan harapan, karena bila gagal maka yang
merasakan diri kita juga, Maka dalam hal ini Kaki semar menganjurkan Manusia
memohon dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Esa dengan”Eling lan
Percoyo,Sumarah lan seumeleh lan mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.
SUMARAH, SUMELEH, MITUHU
1.
Sumarah : Berserah, Pasrah, Percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dengan sumarah ,manusia di harapkan percaya dan yakin akan kasih
saying dan kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi, Bhawa DIA lah yang mengatur dan
aka memebrikan kebaikan dalam kehidupan kita. Keyakinan bahwa apabila kita
menghadapai gelombang kehidupan maka Allah akan memebrikan jalan keluar yang
terbaik bagi kita.
2.
Sumeleh artinya Patuh dan Bersandar kepada Allah
Yang Maha Esa . Manusia sebagai hamba hanya lah berusaha dan keberhasilannya
tergantung Kuasa Tuhan yang maha Esa, maka dengan sumeleh ni manusia di
harapkan tak mudah putus asa dan teguh dalam usahanya .
3.
Mituhu artinya patuh taat dan disiplin.
4.
Tatanan Paugeraning Urip,
Petuah Kaki semar menenai Tatanan
Paugeraning Urip bagi manusia dalam mengisi Kehidupanya di alam fana ini :
a.
Eling
Lan Bekti marang Gusti Kang Murbeng Dumadi : maksudnya Manusia yang sadar akan
dirinya akan selalu mengingat dan memuja Tuhan Yang Maha Esa.dimana Allah yang
Esa telah membrikan kesepantan bagi manusia untuk hidup dan berkarya di alam
yang Indah ini.
b.
Percoyo
lan Bekti Marang Utusane Gusti”: maksudnya Manusia sudah seharusnya menghormati
dan mengikuti ajaran para Utusan Allah sesuai dengan ajarannya masing masing,
dimana semua konsep para Utusan Allah tersebut adalah menganjurkan kebaikan.
c.
Setyo
marang Khalifatullah utowo Penggede Negoto”: maksudnya sebaia manusia yang
tingal di suatu wilayah,maka adalah wajar dan wajib untuk menghormati dan
mengikuti semua peraturan yang di keluarka pemimpinnya yang baik dan bijaksana.
d.
Bekti
marang Bhumi Nusontoro” maksudnya sebagai manusia yang tinggal dan hidup di
bumi nusantara ini wajib dan wajar unuk merawat dan memperlaukan bumi ini
dengan baik, dimana bumi ini telah memberikan kemakmuran bagi penduduk yang
mendiaminya.
e.
Bekti
Marang Wong Tuwo : maksudnya Manusia ini tidak dengan semerta merta ada di
dunia ini, tetapi melalui perantara Ibu dan Bapaknya, maka
hormatilah,mulyakanlah orang tua yang telah merawat kita .
f.
Bekti
Marang sedulur Tuwo”: Maksudnya adalah menghormati saudara yang lebih tua dan
lebih mengerti dari pada kita, baik dlama umur,pengetahuan maupun kemampuannya.
g.
Tresno
marang kabeh kawulo Mudo : maksudnya menyayangi kawulo yang lebih muda,
memberikan bimbingan dan menularkan pengalaman dan pengetahuan kepada yang
muda, dengan harapan yang muda ini akan dapat menjadi generasi pengganti yang
tangguh dan bertanggung jawab.
h.
Tresno
marang sepepadaning manungs : maksudnya semua manusia itu sama, hanya
membedakan warna kulit dan dan budaya saja. Maka hormatila sesame manusia
dimana mereka memiliki harka dan martabat yang sama dengan manusia lainya.
i.
Tresno
marang sepepadaning Urip : maksudnya semua yang di ciptakan Allah adalah mahluk
yang ada karena kehendak Allah yang Kuasa.memiliki fungsi masing masing.dengan
menghormati semua ciptaan Allah maka kita telah menghargai dan menghormati
kepada PENCIPTANYA.
j.
Hormat
marang kabeh agomo, maksudnya hormatilah semua agama atau aliran dan para
penganutnya.
k.
Percoyo
marang Hukum Alam” : maksudnya selain Allah menurunkan kehidupan,Allah juga
menurunkan Hukum Alam dan menjadi hokum sebab akibat, siapa yang menanam maka
dia yang menuai,
l.
Percoyo
marang kepribaden dhewe tan owah gingsir” : maksudnya manusia ini rapuh dan
hatinya berubah ubah, maka hendaklah menyadarinya dan dapat menepatkan diri di
hadapan Allah, agar selalu mendapat lindungan dan rahmat Nya dalam menjalani
Hiudp dan kehidupan ini.
m. Tatanan
Paugeraning Urip yang 12 di atas di ringkas menjadi tiga konsep
n.
Hubungan
Manusia dengan Allah/Tuhan Yang Maha Esa.
o.
Hubungan
Manusia dengan sesama Manusia
p.
Hubungan
Manusia dengan Alam Semesta.
q.
Kesemua
tatanan di tersebut di atas adalah kaitannya dengan konsep “tatanan Menembah.
r.
Sangkan
Paraning Dumadi : yaitu Sangkaning Dumadi dan Paraning Dumadi dimana maksudnya
adalah agar manusia mengetahui dari mana dia berasal dan mau kemana dia akan
kembali.
s.
Manunggaling
Kawulo lan Gusti : yaitu manunggaling kawulo dengan Gusti adalah dengan
melakukan smeua perintahnya, melakukan dan menuruti peraturan peraturan yang di
perintakan dengan sbeaik baiknya.
t.
Kasedan
Jati : yaitu dimana posisi kesadaran manusia sampai kepada tataran sangat
menyadari dan telah melakukan atau menjalani kehidupan yang di sebutkan di atas
sehingga semua telah menuruti kehendak Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
istilah “Hidup sekali dan mati pun sekali .
u.
Tuntunan
Sikap terhadap Paugeraning Urip. Kaki Semar menuntunkan sikap terhadapt
Paugeraning Urip adalah dengan Kata sesanti atau Petuah OJO DUMEH,ELING LAN
WASPODOkarena : Ojo dumeh, Eling lan waspodo” adalah bekal manusia menghadapi
ujian dan perjuangan hidup dan menjadi senjata ampuh untuk menjadi kesatria
utama dalam menaklukan dirinyasendiri dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu
dumateng Gusti serta untuk Hamemayu
Hayuning Bawono. Ojo dumeh, Eling lan Waspodo” adalah sebagai penyeimbang,
sehingga pada kondisi maupun situasi apapun manusia akan selamat”Rahayu”, tidak
mudah panic dalam setiap pemecahan masalah yang di hadapinya. ojo dumeh, Eling
lan Waspodo”sebagai sarana pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang
sering manusia lakukan, karena telah menyadari dan memahami serta mentaati
semua kaidah Agama, Budi pekerti, maupun aturan aturan manusia lainnya.
v.
OJO
DUMEH yang maksudnya “Jangan Mentang Mentang” adalah suatuperingatan agar
manusia tidak larut dengan pa ayang di miliki atau di jalaninya, sehingga
cendrung menjalani keputusan hidup yang negatip seperti :
1)
Mentang
mentang kaya, maka kita menjadi sombong dan merasa semua dapat di beli dengan
uang.
2)
Mentang
menatng Miskin, maka kita menjadi putus asa dan mengakibatkan kita mengumpat
sana sini kepada yang kaya.
3)
Siapa
yang “mentang mentang” maka suatau saat akan menjadi sebagaimana dalma
pribahasa Jawa :
a)
Sopo
sing Dumeh bakal keweleh
b)
Sopo
sing adigang bakal keplanggrang
c)
Sopo
sing Adigung bakal kecemplung
d)
Sopo
sing Adiguno bakal ciloko
e)
Sopo
sing Becik bakal ketitik
f)
Sopo
sing salah bakal seleh
g)
Sopo
sing Temen bakal Tinemu
h)
Eling
Lan Waspodo maksudnya Ingat dan Waspada.
i)
Ingat
yang dijalani adalah inget dalam kaitan Menembah kepada Tuhan, ingat akan
karunianya, Rahmanya,Nikmatnya , selalu ingat akan kesalahan kita kepada Tuhan,
pelanggaran yang kita lakukan dan meminta ampunan kepada Nya. Dengan demikian
akan lahirlah Budi perkerti yang luhur sehingga Eling ini akan melahirkan
kepedulain kepada manusia dan lingkungan sekitarnya.
j)
Waspodo/Waspada
adalah bentuk ke hati-hatian manusia dalam menjalankan hidup, teliti dan
mengakibatkan kita menjadi Wara dalam memilih dalam keputusan kita sehari hari.
Berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku. Mana yang merupakan perintah
dan mana yang merupakan larangan akan menjadi terang dan jelas bagi
kita.sehinga kta akan selamat dalam perjalanan hidup ini.
k)
Ojo
Dumeh,Eling lan Waspodo merupakan satu kesatuan yang dipahami secara utuh,
sehingga manusia di harapkan menjadi Pasrah dan Yakin Kepada Kekuasaan Tuhan
serta menjadi bijaksana,sederhana dan hati hati. Manusia menjadi “Bisa Merasa.”
Bukan ”Merasa Bisa.” begitulah Semar berfilosofi.
l)
Dengan
“Ojo Dumeh,Eling lan Waspodo”, maka dalam bahasa Jawa disebutkan :
a)
Ono
Luwih,Luwih soko Ono
b)
Kang
Kebak,Luwih dening kebak
c)
Kang
suwung,Luwih dening Suwung
d)
Kang
Pinter, Luwih dening Pinter
e)
Kang
Sugih, Luwih dening Sugih..
Aji Gineng Sukawedha
(Lambang
Pemahaman Seorang Pemimpin Terhadap Rakyatnya)
Lurah
Semar Saat Mewejang Momongannya, Raden Permadi Arjuna
Wujud
Bakti suci Arjuna pada Negara, dalam mendapatkan wahyu dari Yang Maha Kuasa
berupa Wahyu “Aji Gineng Sukawedha” penuh dengan perjuangan dan pengorbanan
yang begitu besar.
Keberhasilan
ini adalah wujud kerja kerasnya yang dibantu oleh Ki Lurah Semar Bandranaya.
Wahyu
Aji Gineng Sukawedha adalah ajian sakti yang oleh salah satu pemiliknya Pikulun
Nagaraja, digunakan untuk mengetahui bahasa semua mahluq di dunia ini. Sementara pemilik ajian serupa Prabu
Newatakawaca, menempatkan aji gineng di dalam tenggorokannya. Baik Nagaraja
maupun Newatakawaca menjadikan Aji Gineng sebagai sarana artikulasi dan
penyampaian pesan. Intinya, Aji Gineng
akan menjadikan seorang prajurit mampu memahami kehendak bawahannya. Aji Gineng adalah sarana komunikasi atasan
dengan bawahannya.
Untuk
mendapat wahyu tersebut dari Batara Guru
Arjuna, sengaja dikadali oleh Bethara
Guru, dikarenakan Bethara Guru berniat menyerahkan Aji Gineng Sukawedha kepada
anak biologisnya dengan Bethari Durga, yaitu Dewasrani.
Mengetahui
hal tersebut, sebagai abdi yang tanggap terhadap kesulitan momongannya, Lurah
Semar bergegas menuju kahyangan guna
menuntut keadilan pada Bethara Guru, dikarenakan perjuangan dan pengorbanan
Arjuna dalam menempuh Tapa brata, sudah dianggap layak guna memperoleh wahyu
tersebut. Rekayasa tingkat tinggi yang dilakukan oleh Bethara Guru bersama
dengan Bethari Durga akhirnya kandas ditangan Lurah Semar. Lurah Karang Kadempel inilah yang pada
akhirnya menjadi tokoh sentral diakhir cerita untuk memuluskan langkah Arjuna
mendapatkan haknya.
Dalam
Lakon Semar Maneges, nama Aji Gineng muncul lagi dalam bentuk wahyu yang
merupakan representasi dari wahyu keprajuritan.
Nilai filosofis yang tersirat dari lakon ini adalah wahyu (kekuatan)
seorang pemimpin yang akan dapat dicapai apabila seorang ksatria/pemimpin
senantiasa melibatkan “wong cilik” dalam meraihnya. Semar adalah represntasi wong cilik,
sementara Arjuna adalah simbol seorang ksatria, seorang aparat dan abdi Negara,
seorang nayaka praja yang dianggap mengerti dan bertanggung jawab terhadap
rakyat kecil.
Dengan
wahyu gineng inilah Pandawa semakin kuwat mewakili kebenaran. Sadar bahwa
kesaktian Pandawa tidak mungkin ditandingi oleh para kurawa, maka Prabu
Duryudana berniat untuk mengembalikan Negara Hasitana kepada Pandhawa. Niat ini ditentang oleh Patih Sengkuni dan
Pendhita Durna. Merekka menyarankan
untuk lebih baik Sang Prabu berupaya meraih turunnya Wahyu Aji Gineng
Saptawedha yang dalam waktu dekat akan diturunkan oleh Dewa di lereng Gunung
Arjuna. Prabu Duryudana menyetujui
usulan ini dan memerintahkan Adipati Karna untuk “nyadhong’ turunnya Wahyu Aji
Gineng Sukawedha. Alhasil Karnapun juga mendapat aji gineng yang serupa dengan
milik Arjuna.
Di
kahyangan Jonggringsaloka, Bethara Guru tengah menerima kehadiran Bathari Durga
bersama anak lelakinya yang sudah menjadi raja di Tunggulmalaya,
Dewasrani. Kedatangannya kali ini adalah
untuk menagih janji Bathara Guru kepada Dewa Srani yang akan menyerahkan Wahyu
Aji Gineng kepada Dewasrani apabila anak lelakinya ini sudah bersedia hadir
menghadap dirinya.
Seperti
saya kemukakan didepan, Aji Gineng Sukawedha akhirnya didapatkan oleh Panengah
Pandhawa, Raden Arjuna, yang dikemudian hari ajian itupun digunakan Raden
Permadi menumpas keangkaramurkaan Kurawa.
Aji
Gineng adalah sebuah pusaka (ajian)
sakti yang dikemudian hari juga dimiliki oleh Pikulun Nagaraja, yang kelak
menjadi Guru Spritual Prabu Malwapati Angling Darma. Ajian inilah yang pada akhirnya membuat Dewi
Setyawati, sang permaisuri membakar diri.
Dikarenakan, Angling Darma menapatkan wewarah Aji Gineg dari
Nagaraja. Hasilnya, Angling Darma mampu
mengetahui bahasa semua jenis binantang di dunia ini. Setyowati membakar diri karena Angling Darma
tidak mau memberikan ajian sakti ini kepadanya.
Yang kedua, Aji Ginengdimiliki oleh Prabu Newatakawaca dari Keraton
Himahimantaka yang menjadikannya sakti luar biasa. Hingga Tak seorangpun mampu menandingi
kesaktian Raja Raksasa ini. Namun dikarenakan
raja tersebut menyalah gunakan aji luhur ini di jalan kesesatan, pada ahirnya
raja sakti ini, terbunuh oleh ajiannya sendiri.