SADAWA-DAWANE LURUNG ISIH LUWIH DAWA GURUNG
Jawa dikenal dengan kekhasan budaya yang santun dan adiluhung.
Peradaban Jawa yang panjang, mulai periode Kerajaan Hindu-Budha hingga masa Kerajaan/Kasultanan Islam sehingga masyarakat di Jawa kaya akan falsafah.
Betapapun panjang lorong masih lebih panjang tenggorokan.
dawa : panjang
sadawa-dawane: sepanjang-panjangnya, betapapun panjangnya
lurung : lorong, jalan
isih : masih
gurung : tenggorokan
Arti yang tersirat :
Pembicaraan orang dapat tersebar luas hingga tak terbatas. Apa yang dituturkan oleh seseorang, lebih-lebih tentang cela seseorang, mudah sekali tersiar ke mana-mana tanpa mengenal batas.
Nilai yang terkandung :
Ungkapan ini mengandung nilai positif, yaitu ajaran atau nasihat agar orang jangan bersikap dan berbuat tidak baik.
Makna Falsafah Jawa, Sadawa-dawane Lurung, Isih Luwih Dawa Gurung.
Falsafah menjadi sebuah nilai yang dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Satu di antara falsafah hidup orang Jawa adalah :
Sepanjang-panjangnya lorong, masih lebih panjang tenggorokan.
Secara bebas dapat diterjemahkan menjadi : Omongan seseorang bisa saja tersebar sampai ke mana-mana.
Sedangkan secara maknawi berarti, Sadawa-dawane Lurung, Isih Luwih Dawa Gurung, mengingatkan kita bahwa omongan seseorang bisa saja tersebar kemana-mana, maka hendaknya kita lebih berhati-hati dalam bertindak maupun berucap.
Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung.
Lurung itu jalan dan gurung itu adalah tenggorokan (tempat keluarnya suara ketika kita bicara).
Kalau diartikan secara harafiah maka tidak akan masuk akal. Seberapa to panjangnya tenggorokan manusia kalau dibandingkan dengan panjangnya jalan
Tetapi yang dimaksud adalah demikian, suara atau kata-kata atau ucapan yang keluar dari tenggorokan bisa menjadi panjang sekali dan tidak ada habisnya. Biasanya hal ini terjadi ketika kita membicarakan kejelekan orang lain.
Setiap kali kita menitip kata-kata atau ucapan, ada kecenderungan, nantinya oleh orang yg kita titipi kata atau ucapan tersebut akan ditambahi (dititipi omongan luwih, dititipi duit kurang).
Bahkan, terkadang sampai berubah atau berbeda maksud ataupun makna.
Latar belakang sejarah: / falsafah
Watake wong Jawa :
Dhemen ngrasani tanggane (sifat orang Jawa senang membicarakan atau menggosipkan tetangganya), demikian pendapat seorang penulis terkenal, Padmosusastro.
Mungkin sifat senang gossip itu bukan hanya milik orang Jawa, melainkan dimiliki oleh setiap orang di seluruh muka bumi.
Berlandaskan kenyataan bahwa setiap orang senang gossip, maka lahirlah ajaran, nasihat atau pesan yang terpateri di dalam sebuah ungkapan sadawa-dawane lurung, isih luwih dawa gurung.
Pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat
Ungkapan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.
Ungkapan ini memagari atau membatasi sikap dan perbuatan orang untuk tidak berbuat cela.
Orang kemudian menjadi hati-hati, menghindari perbuatan cela, agar jangan menjadi sasarn gossip orang lain.
Tambahan pula adanya kenyataan, bahwa berita selalu lebih besar daripada kenyataan, seperti di dalam ungkapan undhaking pawarta sudaning kiriman.
Kedudukannya di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini
Ungkapan ini sampai saat ini masih berlaku di dalam kehidupan masyarakat, merupakan salah satu sarana pengendalian ketegangan masyarakat.
Ungkapan lain yang ada hubungannya :
Undhaking pawarta, sudaning kiriman, bertambahnya berita, berkurangnya kiriman.
Artinya, berita selalu berkembang, kiriman barang selalu berkurang.
Kisah Popular :
Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran :
Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran Pun, sapun kula jurungkeun Mukakeun turub mandepun Nyampeur nu dihandeuleumkeun Teundeun poho nu baré..
WEWALER NGLANGKAHI GAMELAN
Nalika wonten kanca ingkang taken.
Kenapa tidak boleh melangkahi gamelan ? radi ewuh anggenkula badhe wangsulan. Awit, tamtunipun panjeneng...
Sadawa-Dawane Lurung, Isih Luwih Dawa Gurung
Sadawa-dawane lurung, isih luwih dawa gurung Betapapun panjang lorong masih lebih panjang tenggorokan dawa : panjang sadawa-dawane.