DUNYO MUNG TITIPAN
Urip neng dunyo ki gak sugih gak popo, Sing penting tansah narimo opo sing diwehne sing kuoso, Sugihe bondo mung sak wetoro,
Mbesok yen mati ora bakalan di gowo.
Bandha Mung Titipan.
Urip iku kaya mampir ngombe, bandha mung titipan, pangkat mung sampiran, nyawa mung gadhuhan, kang langgeng iku mung sihing Gusti kang kudu diudi kanthi iman.
Artinya :
Hidup itu hanya seperti mampir minum (Hidup itu umurnya hanya sebentar saja).
Harta adalah titipan
Pangkat adalah predikat yang di sandang
Nyawa adalah pinjaman
Dan yang kekal hanyalah Iman kepada Tuhan
yang harus di uji terlebih dahulu.
Apakah arti ungkapan Jawa urip kuwi mung sak dermo.
Sebenarnya versi lengkap ungkapan yang dimaksud adalah urip kuwi mung sak dermo nglakoni.
Artinya hidup itu hanya sekedar menjalani. (Semua sudah diatur Tuhan, Manusia hanya sebatas menjalani rencanaNya)
Hidup cuma sebentar. Lakukan apa yang menjadi kewajiban kita kepadaNya
URIP IKU URUP
Adalah sebuah peribahasa Jawa yang artinya adalah hidup itu selalu bertukar (urup berasal dari kosakata Jawa Kuno hurup yang artinya bertukar).
Dalam kehidupan, kita tidak selalu berada dalam posisi yang sama setiap waktu posisi A bertukar dengan B, lalu dari B kembali bertukar ke A, begitu seterusnya.
Dulu sewaktu kecil orang tua memang kerap sekali memberikan wejangan dengan pepatah-pepatah seperti itu.
Simbah/nenek kita pun juga pernah memberikan wejangan seperti diatas.
Alangkah baiknya saya jelaskan menurut pendapat pribadi saya sendiri tanpa mengutip sumber manapun.
Arti bahasa indonesia dari pepatah tersebut dpt diartikan Ambil ikannya tapi jangan sampai bikin air keruh/kotor.
Maksudnya sih sederhana, misalnya dalam mengambil tindakan atau keputusan alangkah baiknya kita mempertimbangkan pilihan yang terbaik dari semua pilihan.
Monggo kita wedar dan oncheki paribasan lan bebasan yang berkaitan dengan
DONYA IKU MUNG TITIPAN
1. Witing mulyo jalaran wani rekoso.
Secara harfiah witing mulya jalaran wani rekasa memiliki arti dasar/pokok/pohon (witing) kemuliaan/kemakmuran (mulya) karena (jalaran) berani (wani) tersiksa/kesusahan (rekasa).
Maksudnya adalah siapa pun yang siap dan mau menempuh jalan kesukaran/kesusahan pada akhirnya akan mendapatkan kemuliaan. Kemuliaan di sini dapat berupa harta material atau penghormatan.
Semisal seorang atlet lari yang terus setiap hari melakukan latihan berat, berlalu berpuluh-puluh kilometer, naik gunung, turun gunung, yang merupakan suatu kesusahan, pada akhirnya terbayar saat si dia berhasil meraih juara pertama perlombaan lari maraton.
Atau semisal seorang pebisnis yang setiap hari paham akan peluang bisnis, tekun, ulet, hati-hati, cermat pada akhirnya si pebisnis meraih juara kesuksesan.
2. Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe.
Secara harfiah, ungkapan tersebut artinya adalah senyap dalam pamrih, ramai dalam pekerjaan.
Falsafah Jawa kuno ini menjelaskan tentang seseorang yang tidak muncul dalam pembagian penghargaan serta pujian, namun mereka selalu ada dan bersemangat ketika bekerja. Lebih lanjut, seringkali sangat mereka senyap dan senantiasa bekerja keras dalam kesunyian.
Kalau Istilah jaman sekarang, mereka itu adalah spesies yang sudah sangat langka. Kebanyakan malah sebaliknya, kalau diberi pekerjaan pada lari, tapi gilira dapat fee, langsung semua datang mengaku-aku sebagai yang paling berjasa.
3. Memayu hayuning bawono, ambrasto dhur angkoro.
Secara harfiah, ungkapan ini artinya adalah Percantik keindahan dunia, Berantaslah keangkaramurkaan.
Ungkapan ini maksudnya adalah memberi pesan kepada manusia agar ketika hidup di dunia hendaknya manusia senantiasa berusaha memperindah dunia ini dengan cinta kasih dan menghancurkan sifat angkara murka dan semua sifat tercela yang merusak dunia.
4. Maju tatu mundur ajur.
Dalam bahasa jawa pitutur luhur, maju tatu mundur ajur (maju akan terluka sedagkan mundur atau kembali akan hancur).
Daripada maju terluka mundur juga hancur lebih baik meninggalkan keduanya tidak menjalani sama sekali. atau lebih baik lagi menghadapi keduanya dengan cara yang paling memungkinkan. Dalam hidup, sering sekali kita dihadapkan pada peristiwa atau sesuatu dilematis. Bagaimanapun, semua harus tetap dihadapi agar tidak menjadi ganjalan dikemudian hari,
5. Sabar subur.
Seingat saya,menurut apa yang diajarkan bapak guru bahasa Jawa dulu, 'unen - unen' ini lengkapnya, 'Sopo sabar, subur' , seperti unen - unen lain yang serupa, 'Sopo salah, seleh'
'Sopo sabar, subur' = barangsiapa berhati sabar ,terutama dalam menghadapi rintangan atau cobaan dalam hidup, dengan berkeyakinan bahwa segala sesuatu Allah yang mengatur, in sya Allah akan mendapatkan keberuntungan .
6. Setan ora doyan dhemit ora ndulit.
Maksud dari ungkapan tersebut adalah " Tansah diparingi slamet ora ana kang ngrusuhi" atau dalam bahasa Indonesia yaitu selalu diberikan keselamatan, dan tidak ada yang mengganggu.
7. Anteng meneng jatmiko.
Artinya secara harfiah :
anteng = tidak banyak bicara dan tidak banyak gerak/tingkah.
meneng = diam, tidak berbicara, tidak bersuara.
jatmiko = sopan - santun.
Jadi maksud ungkapan 'anteng meneng jatmiko' ialah perilaku seseorang yang tidak banyak bicara ( bicara bilamana perlu saja) ,lebih banyak diam dan sopan santun dalam pergaulan.
8. Waton suloyo.
Waton suloyo itu ungkapan untuk orang yang suka beda, melawan arus, tapi perbuatannya salah dab tidak berguna. Pokoknya beda,salah benar urusan belakangan.
9. Wong Urip iku mung Mampir Ngombe
Secara harafiah, Wong urip iku mung mampir ngombe dapat diartikan orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum.
Meskipun ungkapan tersebut mempunyai arti yang sederhana tetapi makna yang terkandung sangat dalam. Untuk dapat memahami makna ungkapan itu kita dituntut untuk memahami kehidupan manusia secara menyeluruh.
Dalam budaya Jawa kehidupan manusia dimulai semenjak tumbuhnya bayi dalam kandungan ibu kemudian setelah bayi dilahirkan ke dunia, dimulailah kehidupan yang sebenarnya dunia.
Dengan kematian seseorang, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia, dimulailah kehidupannya di alam lain yang belum kita ketahui pasti. Pemahaman tentang tiga kehidupan ini biasa dimanifestasikan sebagai alam purwa, madya dan wasana.
Makna ungkapan Wong urip itu mung mampir ngombe mengacu kepada alam madya, yaitu kehidupan setelah manusia dilahirkan di dunia.
Seperti kita ketahui manusia terlahir di dunia ini berbekal empat sifat dasar yang mewarnai kehidupannya, yang sering diistilahkan dengan aluamah, sefiah, amarah dan mutmainah, atau yang biasa juga diistilahkan dengan nafsu angkara, amarah, keinginan dan perbuatan suci.
Nafsu-nafsu tersebut timbulnya dirangsang oleh anasir-anasir yang ada di dunia ini dan masuk melalui paningal (mata), pengucap (mulut), pangrungu (telinga) dan pangganda (hidung).
Anasir alam yang masuk melalui mata berwujud nafsu keinginan akibat rangsangan sesuatu yang terlihat oleh mata. Anasir alam yang masuk melalui mulut berupa kata-kata kotor yang diucapkan oleh mulut.
Anasir alam yang masuk melalui telinga berwujud suara yang tidak enak didengar oleh telinga dan menyebabkan seseorang marah, kasar dan mata gelap. Sedangkan anasir alam yang masuk melalui hidung berwujud tindakan-tindakan baik karena hidung tidak mau menerima bau-bau yang tidak enak.
Dengan bekal empat sifat dasar hidup itu, manusia diwajibkan menguasai keempat nafsu yang melekat pada dirinya. Dengan kata lain, manusia harus menguasai ketiga nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang kurang baik, yaitu aluamah, amarah dan sufah, dan mengutamakan nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan baik, yaitu mutmainah.
Menguasai diartikan sebagai memelihara mengatur ataupun mengendalikan. Apabila manusia dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsu tersebut akan menjadi manusia teladan dalam arti dapat diteladani oleh orang-orang disekitarnya karena tindakan-tindakannya selalu terpuji.
Sebaliknya apabila manusia tidak dapat memelihara mengatur serta mengendalikan keempat nafsu-nafsunya, orang tersebut akan menampilkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, sehingga ia dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya, oleh karena itu kehidupan di dunia yang hanya sesaat tersebut.
Yang dalam budaya Jawa diungkapkan istlah wong urip iku mung mampir ngombe, haruslah disibukkan dengan tindakan-tindakan memelihara, mengatur serta mengendalikan keempat nafsu manusia ini, sehingga kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sesaat tersebut diisi dengan tindakan-tindakan terpuji, seperti tolong-menolong, mengasihi sesama, berbakti kepada nusa dan bangsa, saling hormat-menghormati, bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan lain-lain.
Dengan demikian apabila pada saat kematian, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia dapat diharapkan roh manusia tersebut akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu causa pria segala kehidupan di dunia ini.
Kehidupan di dunia ini dapat diibaratkan sebagai perang antara nafsu baik dan nafsu yang tidak baik. Agar manusia dapat memenangkan perang tersebut, sehingga pada saat kematian rohnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus dapat menempatkan hati nuraninya di atas nafsu.
Dengan kata lain, hati nurani manusia haruslah menguasai nafsu. Jika hati nurani dikuasai oleh nafsu pada saat kematian roh manusia dapat kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimana agar seseorang dapat menjaga hati nuraninya selalu berada di atas nafsu? Budaya Jawa mengajarkan agar seseorang selalu menjalani laku, seperti berpuasa dan lain-lain, sebagai latihan pengendalian diri sehingga dapat mengendalikan diri apabila timbul rangsangan untuk bertindak yang tidak baik.
Selain itu budaya Jawa juga mengajarkan agar seseorang selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu mendapatkan terang dari-Nya yang akan menyebabkannya dapat berpikir secara jernih dan bersih.
Tujuan hidup manusia adalah selamat di dunia maupun di alam kelanggengan. Untuk dapat mencapai tujuan itu manusia dituntut untuk terus menerus berjuang menegakkan kebenaran.
Dalam kehidupan di dunia yang sesaat, manusia harus dapat mengisinya dengan tindakan baik. Oleh karena itu budaya Jawa selalu mengingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara sifatnya.
Peringatan tersebut diungkapkan dalam istilah wong urip iku mung mampir ngombe. Apabila seseorang selalu ingat akan hal ini dan mengisi kehidupan sesaat dengan tindakan baik, maka dapatlah diharapkan tujuan hidup seseorang akan tercapai, yaitu selamat di dunia maupun di alam kelak nanti.
10. Aja dumeh mujudake pitutur luhur warisane para leluhur lan pinisepuh kang ngemu teges supaya jalma manungsa utawa titah sewantah anggone nglakoni penguripane ana ing alam donya ora ngendelake aji mumpung.
Dumeh, mujudake kahanan kajiwan kang njalari sawijining pawongan nggunakake kesempatan (aji mumpung) kanggo kepentingane dhewe tanpa ngelingi sak padhane urip. Kesempatan kasebut ing ndhuwur bisa maujud drajat, pangkat, bandha donya, panguwasa, ilmu linuwih, kebagusane rupa lan liyane.
Ing donya Eropa utawa dunia barat uga nduweni sanepa power tends to corrupt kang nduweni teges yen kuwasa bisa njalari wong kang nyekel kuwasa kuwi nylewengake kekuwasaane kanggo kepentingane pribadhi lan ngianati marang wong kang ngamanati .
Wong urip mono kudu tansah eling marang kang nitahake urip ing alam donya, kudu tansah mawas marang sangkan paraning dumadi. Seko ngendi bibit kawite urip, ana ngendi saiki dumunung lan papan ngendi kang tembene bakal dituju.
1.a. Kahanan kang bisa direngkuh ora kena njalari lali marang kodrate minangka kawulane Gusti. Kanthi mengkono sifat aja dumeh bisa njalari wong tansah eling marang asal-usule, sahengga ora nglali yen apa kang diduweni mung minangka titipan utawa amanate kang gawe urip.
Sikep ini bisa nyurung supaya manungsa tansah nyukuri peparingane Gusti, kanthi nggunakake peparingane mau kanggo nyengkuyung kewajibane minangka khalifahe Gusti ing alam donya, kang nduweni kewajiban memayu hayuning bawana.
1.b. Kahanan urip kang dilakoni manungsa kena digambarake kaya dene cakramanggilingan utawa rodha kreta, kang ana sakperangane rodha sakwijining wektu mapan ing dhuwur nanging ing kala wektu liyane ganti mapan ing ngisor. Urip mujudake ganti gumiliring nasib. Mula saka kuwi nalikane wong lagi nduweni nasib kang apik ora kena gumedhe lan umuk marang sak padha-padha lan nalikane ngalami nasib kang ala uga aja nglokro utawa mutung.
Kadangkala wong urip diparingi kanikmatan kang tanpa kinira. Ana ing kahanan iki pitutur aja dumeh trep banget kanggo diamalake. Wong kudu tansah syukur lan uga kudu loma marang sak padhaning urip, ora kena umuk lan gumedhe nanging kudu tansah bisa sakmadya lan andhap asor.
1.c. Ana uga kahanane urip kang lagi diparingi pacoban nganti kadangkala wong sing rumangsa ora kuwat nglakoni kahanan mau nduweni panganggep yen donyane wis kiamat. Ngadepi kahanan mengkene, manungsa kudu tansah pasrah sumarah marang kang gawe urip lan sabar anarima ing pandum.
Manungsa kudu nduweni keyakinan yen pacoban mau uga mujudake wujud katresnane Gusti kanggo nggembleng manungsa supaya tatag lan tanggon anggone nglakoni uripe.
1.d. Aja dumeh ngajarake manungsa tansah mawas diri lan nduweni keyakinan kang kuat menawa urip ing alam donya iki mung sakwetara mampir ngombe. Kabeh lelakone urip mujudake proses kang ora langgeng lan kabeh bakale dijaluk pertanggungjawabane mbesuk ing alam akherat.
Sifat utawa watak aja dumeh bisa diwedhar kanthi pitutur kayadene:
1.Aja dumeh kuwasa, tumindake daksura lan daksiya marang sakpadha-padha.
2. Aja dumeh pinter, banjur tumindak keblinger.
3. Aja dumeh sugih, banjur tumindak lali marang wong ringkih.
4. Aja dumeh menang, tumindake sak wenang-wenang.
5. Aja dumeh bagus, banjur gumagus.
6. Aja dumeh ayu, banjur kemayu, lan sakpiturute.
“Nyawa mung gaduhan, bandha donya mung sampiran”, mengkono pituture para winasis.
Kanthi mengkono sejatine manungsa urip ing alam donya ora duwe apa-apa. Kayadene nalika dilahirake manungsa ora nggawa apa-apa, smono uga mengko yen wis tumeka titi wancine sowan ing ngarsa Gustine uga ora sangu apa-apa.