PRANOTO MONGSO / PRANATA MANGSA
Pranoto Mongso adalah pembagian musim dalam satu tahun yang disusun berdasarkan sifat-sifat dan siklus perubahan iklim di suatu wilayah dengan menggunakan metode Ilmu Titen. Yang dimaksud engan ilmu titen adalah ilmu yang didapat dari hasil pengamatan fenomena alam.
Pranata Mangsa / pranatamangsa berarti ketentuan musim) merupakan sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan. Kalender Pranata Mangsa disusun berdasarkan pada pada peredaran Matahari. Kalender ini memiliki 1 siklus (setahun) dengan periode 365 hari atau 366 hari.
Kalender ini memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia, seperti etnik Sunda dan etnik Bali (di Bali dikenal sebagai Kerta Masa). Beberapa tradisi Eropa mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau penanggalan untuk petani.
1. Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, kalender ini bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam.
Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan. Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.
2. Pranata mangsa dalam versi Kasunanan (sebagaimana dipertelakan pada bagian ini) berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu.
Setahun menurut penanggalan ini dibagi menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau atau ketiga (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari), musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng, 95 hari), dan pancaroba akhir musim hujan atau mareng, 86 hari).
Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tumbuhan, situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris.
Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim kecil :
1. Terang (langit cerah, 82 hari).
2. Semplah (penderitaan, 99 hari) dengan mangsa kecil paceklik pada 23 hari pertama.
3. Udan (musim hujan, 86 hari).
4. Pangarep-arep (penuh harap, 98/99 hari) dengan mangsa kecil panen pada 23 hari terakhir.
WATAK MANGSA BERKAITAN DENGAN KONDISI EMPIRIS METEOROGIS
1. Mangsa kasa (kartika).
a. 22 Juni - 1 Agustus (41 hari)
b. Masa terang yg biasanya kering.
c. Sinar matahari 76%.
d. Kelembaban udara 60,1%, curah hujan 67.2 mm.
e. Suhu udara 27,4°C.
f. Pada masa ini manusia merasa ada sesuatu yg hilang dalam alam, walau cuacanya sedang terang.
g. Para petani membakar batang padi yg masih tersisa di sawah.
h. Ada masa ini petani mulai menanam palawija, ubi dll, daun mulai rontok, belalang bertelur.
2. Mangsa karo (poso).
a. 1 Agustus - 24 Agustus (23 hari).
b. Hawa menjadi panas.
c. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa kasa, kecuali curah hujan menjadi 32.2 mm.
d. Pada masa ini manusia mulai resah, karena suasana kering dan panas.
e. Bumi seperti merekah.
f. Memasuki alam paceklik.
g. Palawija mulai tumbuh.
h. Pohon randu dan mangga mulai bersemi.
h. Sawah dan palawija harus berair dapat dari irigasi.
i. Tanah banyak yg retak.
3. Mangsa katelu.
a. 25 Agustus - 17 September (24 hari).
b. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan naik lagi jadi 42.2 mm.
c. Sumur-sumur mulai kering dan angin yg berdebu.
d. Manusia cuma bisa pasrah.
e. Tanah tidak dapat ditanami sebab panas dan tidak ada air.
f. Saat mulai panen palawija, ubi dll.
4. Mangsa kapat (sitra).
a. 18 september - 12 oktober (25 hari).
b. Kemarau mulai berakhir, harapan mulai cerah sinar matahari 72%.
c. Kelebaban udara 75,5%.
d. Curah hujan 83.3 mm, suhu udara 26,7°C.
e. Disini manusia masih harus menunda kegembiraannya.
f. Petani mulai menggarap tanahnya untuk menanam padi gaga.
g. Pohon kapuk sedang berbuah, burung pipit dan burung manyar membuat sarang.
5. Mangsa kalima (manggala).
a. 23 oktober - 8 november (27 hari)
b. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, hanya curah hujan naik menjadi 151.1 mm.
c. Mangsa ini ditandai dengan hujan pertama.
d. Suka cita manusia atas turunnya air hujan seperti pancuran mas yg membasahi bumi.
e. Petani mulai membetulkan sawah dan membuat pengairan dipinggir sawah.
f. Mulai menyebar padi gaga.
g. Pohon asam berdaun muda.
h. Ulat-ulat mulai keluar.
6. Mangsa kanem (naya).
a. 9 november - 21 desember (43 hari).
b. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya.
c. Hanya curah hujan meninggi jadi 402.2 mm.
d. Alam menghijau, hati tenteram, tapi tidak menjadikan manusia serakah, justru menjadi penuh syukur.
e. Para petani mulai pekerjaannya di sawah, banyak buah-buahan, burung belibis mulai kelihatan di kolam.
f. Musim orang membajak sawah.
g. Kemudian masuk kedalam mangsa rendheng, yg terdiri dari mangsa kapitu, kawolu, dan kasanga.
7. Mangsa kapitu (palguna).
a. 22 desember - 2 februari (43 hari).
b. Ketentraman manusia sejenak terganggu.
c. Kondisi meteorologisnya: sinar matahari 67%, kelembaban udara 80%, curah hujan 501.4 mm dan suhu udara 26,2°C.
d. Musim datangnya penyakit, alam ditandai dengan banjir.
e. Alam yg terlihat kurang bersahabat sesungguhnya sedang menyimpan berkah panen yg demikian kaya.
f. Kucing-kucing mulai kawin, itu adalah pratanda suka cita berada diambang mata.
g. Para petani mulai menanam padi.
h. Sungai banjir, angin kencang.
8. Mangsa kawolu (wasika).
a. 3 februari - 28 februari (26 hari).
b. Sesuatu sedang merebak dalam kehendak.
c. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsasebelumnya, kecuali curah hujan turun menjadi 371.8 mm.
d. Meski mendung dan kilat, hujan menyapu segala kekeringan.
e. Dalam 4 tahun sekali umurnya menjadi 27 hari.
f. Tanaman padi sudah menjadi tinggi, sebagian mulai berbuah, mulai banyak binatang uret.
9. Mangsa kasanga (jita).
a. 1 maret - 25 maret (25 hari)
Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan menurun lagi jadi 252.5 mm.
b. Musim padi berbuah, musim kucing kawin, jangkrik dan tonggeret mulai keluar di atas pohon.
c. Alam memasuki mangsa terakhir dalam setahun, yaitu mangsa mareng, yg dibagi dalammangsa kasapuluh, dhesta, dan saddha.
10. Mangsa kasapuluh (srawana).
a. 26 maret - 18 april (24 hari).
b. Mangsa ini menyimpan antisipasi yg sedikit muram, karena akan menghadapi musim kemarau lagi, orang gampang lesu dan pusing-pusing.
c. Kondisi meteorologisnya: sinar matahari 60%, kelembaban udara 74%, curah hujan 181.6 mm, suhu udara 27,8°C.
d. Padi mulai menguning, panen padi gaga, banyak binatang bunting, burung-burung membuat sarang.
11. Mangsa dhesta (pradawana).
a. 19 april - 11 mei (23 hari).
b. Hujan mulai habis.
c. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, kecuali curah hujan menjadi 129.1 mm.
d. Para petani mulai panen raya, burung sedang mengeram.
12. Mangsa saddha (asuji).
a. 12 mei - 21 juni (41 hari).
b. Air lenyap dari tempatnya, kemarau mulai tiba.
c. Kondisi meteorologisnya masih sama, hanya curah hujan naik lagi menjadi 149.2 mm.
d. Petani mulai menjemur padinya dan dimasukkan ke lumbung, disawah tinggal batang padi kering.
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi.
JADWAL TANAM PRANATA MANGSA
Pranata Mangsa berasal dari kata pranata yang berarti aturan dan mangsa berarti masa atau musim. Jadi pranata mangsa sejatinya memberi informasi tentang perubahan musim yang terjadi setiap tahunnya.
Informasi ini yang akan digunakan oleh petani dan pelaut dalam pekerjaan mereka. Kalender tanam dengan kearifan lokal ini tidak hanya dipunya Masyarakat Jawa. Beberapa daerah di Nusantara juga memiliki sistem penanggalan lokal, sama seperti Pranata Mangsa.
1. Seperti di Suku Batak mengenal dengan Parhalaan.
2. Suku Dayak di Kalimantan Barat mengenal sistem kalender dengan sebutan Papan Katika.
3. Masyarakat Bali memiliki sistem kalender yang didasarka atas ilmu astronomi yang disebut Wariga. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pranata Mangsa, penanggalan tradisional tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai pedoman bagi masyarakat dalam kegiatan keseharian mereka.
Kalender Pranata Mangsa didasarkan atas peredaran matahari tanpa didukung oleh teori-teori pertanian modern dan alat-alat pertanian modern. Murni berdasarkan atas pengamatan yang teliti terhadap gejala perubahan yang terjadi pada lingkungan hidupnya.
Berbeda 180° dengan masa lalu dimana bertani memang dianggap sebagai jalan hidup, sumber pokok pencaharian, dan sektor dimana kita bisa mengambil manfaat dengan penyelarasan diri dengan alam berupa hasil tani.
Saat ini pertanian dianggap pekerjaan yang tergolong rendah, parameter kemiskinan, dan indikator ketidakberdayaan.
Saat ini Pranata Mangsa mulai ditinggalkan. Era globalisasi yang mendorong masyarakat kita untuk lebih open minded, termasuk petani, sehingga mulai melunturkan budaya ketimuran kita yang cenderung ekspresif dengan mengkiblat pada budaya barat yang cenderung progresif.
Globalisasi juga menjadi faktor kunci yang menggerogoti sistem pranata mangsa, sehingga musim kita menjadi agak semrawut.
Akhirnya, banyak petani yang mulai kehilangan jiwanya sebagai petani.
Idealisme tentang marwahnya menjadi petani termasuk idealisme petani sebagai bagian dari alam dan implikasinya yang harus bersahabat dengan alam, seperti yang diajarkan dalam pranata mangsa, bukan justru memerintah alam dalam bertani.
Sudah saatnya buku lama itu kita buka kembali, kita gali berbagai macam kearifan lokal dalam sistem budi daya.
Perlu diingat bahwa tuntunan ini berlaku di saat penanaman padi sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam).
No.
Mangsa
Mangsa utama
Rentang waktu
Candra
Penciri
Tuntunan (bagi petani)
1. Kasa (Kartika) Ketiga -
Terang 22 Juni – 1 Agustus
(41 hari).
Sesotyå murcå ing embanan (Intan jatuh dari wadahnya, daun-daun berjatuhan)
Sotyå sinåråwèdi
Daun-daun berguguran, kayu mengering, belalang masuk ke dalam tanah.
Saatnya membakar jerami, mulai menanam palawija
2. Karo (Pusa) Ketiga - Paceklik2 Ags – 24 Ags
(23 hari)
Bantålå rengkå ("bumi merekah")
Rontoging tarulåtåTanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga.
3. Katelu
(Manggasri)Ketiga - Semplah25 Ags – 17 Sept
(24 hari)
Sutå manut ing båpå ("anak menurut bapaknya")
Wiji tuwuh sinimpènTanaman merambat menaiki lanjaran, rebung bambu bermunculanPalawija mulai dipanen.
4. Kapat
(Sitra) Labuh - Semplah18 Sept – 12 Okt
(25 hari)
Waspå kumembeng jroning kalbu ("Air mata menggenang dalam kalbu" > mata air mulai menggenang)
Lunglungan tumelungMata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelurPanen palawija; saat menggarap lahan untuk padi gaga.
5. Kalima (Manggala) Labuh
- Semplah13 Okt – 8 Nov
(27 hari)
- Pancuran mas sumawur ing jagad (Pancuran emas menyirami dunia).
- Pancuran muncar.
- Mulai ada hujan besar,
- pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda.
- ulat mulai bermunculan.
- laron keluar dari liang.
- lempuyang dan temu kunci mulai bertunas.
- Selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah.
- mulai menyebar padi gaga.
6. Kanem (Naya) Labuh
- Udan9 Nov – 21 Des (43 hari)
- Råså mulyå kasuciyan.
- Genthong pecah.
- Buah-buahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lainnya).
- mulai bermunculan.
- belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.
- Para petani menyebar benih padi di pembenihan.
7. Kapitu (Palguna) Rendheng
- Udan23 Des – 3 Feb (43 hari).
- Wiså kéntir ing marutå ("Racun hanyut bersama angin" > banyak penyakit).
- Udan råså mulyå.
- Banyak hujan.
- banyak sungai yang banjir.
- Saat memindahkan bibit padi ke sawah.
8. Kawolu (Wisaka) Rendheng
- Pangarep-arep4 Feb – 28/29 Feb
(26/27 hari)
- Anjrah jroning kayun ("Keluarnya isi hati" > musim kucing kawin).
- Sari råså mulyå.
- Musim kucing kawin.
- padi menghijau.
- uret mulai bermunculan di permukaan.
9. Kasanga (Jita) Rendheng
- Pangarep-arep1 Mar – 25 Mar (25 hari)
Wedharing wacånå mulyå ("Munculnya suara-suara mulia" > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis)Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran10Kasepuluh
(Srawana)Marèng - Pangarep-arep26 Maret – 18 April (24 hari)
Gedhong mineb jroning kalbu ("Gedung terperangkap dalam kalbu" > Masanya banyak hewan bunting)
Wijiling locånåPadi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya11Desta
(Padrawana)Marèng - Panèn19 Apr – 11 Mei
(23 hari)
Sesotyå sinåråwèdi ("Intan yang bersinar mulia")
Sekar lesahing jagad
Burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekahSaat panen raya génjah (panen untuk tanaman berumur pendek)12Sada
(Asuji)Marèng - Terang12 Mei – 21 Juni (41 hari)
Tirtå sah saking sasånå ("Air meninggalkan rumahnya" > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering)
Suryå numpang hargåSuhu menurun dan terasa dingin (bediding)Saatnya menanam palawija: kedelai, nila, kapas, dan saatnya menggarap tegalan untuk menanam jagung
Praktik pertanian sebelum 1960-an di Jawa masih tergantung pada kebaikan alam dan "Dewi Sri".
Bentuk formal pranata mangsa diperkenalkan pada masa Sunan Pakubuwana VII (raja Surakarta) dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.
Perlu disadari bahwa penanaman padi pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo. Selain itu, pranata mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan cuaca belum dikenal. Pranata mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut hingga kini masih diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan pengamatan terhadap gejala-gejala alam.
Terdapat petunjuk bahwa masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di wilayah sekitar Gunung Merapi, Gunung Merbabu, sampai Gunung Lawu, telah mengenal prinsip-prinsip pranata mangsa jauh sebelum kedatangan pengaruh dari India Prinsip-prinsip ini berbasis peredaran matahari di langit dan peredaran rasi bintang Waluku (Orion).
Di wilayah dengan tipe iklim Am menurut Klasifikasi iklim Köppen ini, penduduknya menerapkan penanggalan berbasis peredaran matahari dan rasi bintang sebagai bagian dari keselarasan hidup mengikuti perubahan irama alam dalam seta. Pengetahuan ini dapat diperkirakan telah diwariskan secara turun-temurun sejak periode Kerajaan Medang (Mataram Hindu) dari abad ke-9 sampai dengan periode Kesultanan Mataram pada abad ke-17 sebagai panduan dalam bidang pertanian, ekonomi, administrasi, dan pertahanan (kemiliteran).
Perubahan teknologi yang diterapkan di Jawa semenjak 1970-an, berupa paket intensifikasi pertanian seperti penggunaan pupuk kimia, kultivar berumur genjah (dapat dipanen pada umur 120 hari atau kurang, sebelumnya memakan waktu hingga 180 hari), meluasnya jaringan irigasi melalui berbagai bendungan atau bendung, dan terutama berkembang pesatnya teknik prakiraan cuaca telah menyebabkan pranata mangsa (dalam bentuk formal versi Kasunanan) kehilangan banyak relevansi.
Isu perubahan iklim global yang semakin menguat semenjak 1990-an juga membuat pranata mangsa harus ditinjau kembali karena dianggap tidak lagi dapat dibaca.
Rasi Orion (Waluku, bintang bajak) merupakan pedoman penting pada pranata mangsa.
Pranata mangsa memiliki latar belakang kosmografi ("pengukuran posisi benda langit"), pengetahuan yang telah dikuasai oleh orang Austronesia sebagai pedoman untuk navigasi di laut serta berbagai kegiatan ritual kebudayaan. Karena peredaran matahari dalam setahun menyebabkan perubahan musim, pranata mangsa juga memiliki sejumlah penciri klimatologis.
Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi matahari di langit berada pada Garis Balik Utara, sehingga bagi petani di wilayah di antara Merapi dan Lawu saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah selatan). Pada saat yang sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari sinilah keluar nama "waluku", karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah/lahan menggunakan bajak (bahasa Jawa: waluku).
Panjang rentang waktu yang berbeda-beda di antara keempat mangsa pertama (dan empat mangsa terakhir, karena simetris) ditentukan dari perubahan panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir di saat bayangan menjadi tiga pecak, dan mangsa karo (kedua) dimulai. Demikian selanjutnya, hingga mangsa keempat berakhir di saat bayangan tepat berada di kaki, di saat posisi matahari berada pada zenit untuk kawasan yang disebutkan sebelumnya (antara Merapi dan Lawu). Pergerakan garis edar matahari ke selatan mengakibatkan pemanjangan bayangan ke utara dan mencapai maksimum sepanjang dua pecak di saat posisi matahari berada pada Garis Balik Selatan (21/22 Desember), dan menandai berakhirnya mangsa kanem (ke-6). Selanjutnya proses berulang secara simetris untuk mangsa ke-7 hingga ke-12. Sebuah jam matahari di Gresik yang dibuat pada tahun 1776 secara eksplisit menunjukkan hal ini.Mangsa ke-7 ditandai dengan terbenamnya rasi Waluku pada waktu subuh. Beberapa rasi bintang, bintang, atau galaksi yang dijadikan rujukan bagi pranata mangsa adalah Waluku, Lumbung (Gubukpèncèng, Crux), Banyakangrem (Scorpius), Wuluh (Pleiades), Wulanjarngirim (alpha- dan beta-Centauri), serta Bimasakti.
Batas-batas eksak tanggal pada pranata mangsa versi Kasunanan merupakan modifikasi kecil terhadap pranata mangsa yang sudah dikenal sebelumnya yang didasarkan pada posisi benda-benda langit.
Secara klimatologi, pranata mangsa mengumpulkan informasi mengenai perubahan musim serta saat-saatnya yang berlaku untuk wilayah Nusantara yang dipengaruhi oleh angin muson, yang pada gilirannya juga dikendalikan arahnya oleh peredaran matahari. Awal musim penghujan dan kemarau serta berbagai pertanda fisiknya yang digambarkan pranata mangsa secara umum sejajar dengan hasil pengamatan klimatologi. Kelemahan pada pranata mangsa adalah bahwa ia tidak menggambarkan variasi yang mungkin muncul pada tahun-tahun tertentu (misalnya akibat munculnya gejala ENSO). Selain itu, terdapat sejumlah ketentuan pada pranata mangsa yang lebih banyak terkait dengan aspek horoskop, sehingga cenderung tidak logis.
Karena pranata mangsa dianggap sudah "usang" namun tetap dianggap penting sebagai pedoman bagi petani/nelayan mengingat fungsinya sebagai penghubung petani/nelayan dengan lingkungan, upaya-upaya dilakukan untuk memodifikasi pranata mangsa dengan memanfaatkan informasi-informasi baru. Di bidang penangkapan ikan telah dilakukan upaya untuk menggunakan kalender semacam pranata mangsa sebagai pedoman bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Informasi ini berguna, misalnya, untuk menentukan kelaikan penangkapan serta musim-musim jenis tangkapan.
Di bidang pertanian tanaman pangan, telah dikembangkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk meningkatkan kemampuan petani dalam memahami berbagai aspek prakiraan cuaca dan hubungannya dengan usaha tani.
Kegiatan SLI dimaksudkan untuk membuat petani mampu "menerjemahkan" informasi prakiraan cuaca yang sering kali sangat teknis, sekaligus membuat petani mampu mengadaptasikannya dengan kearifan lokal yang telah lama dimiliki. Dalam kaitan dengan SLI, pranata mangsa menjadi rujukan untuk berbagai gejala alam yang diperkirakan muncul sebagai tanggapan atas kondisi cuaca/perubahan iklim. Pranata mangsa masih tetap dapat diandalkan dalam kaitan dengan pengamatan atas gejala alam. Kemampuan membaca gejala alam ini penting karena petani perlu beradaptasi apabila terjadi perubahan dengan mengubah pola tanam.
PRANOTO MONGSO
Pranata mangsa (penentuan musim) adalah semacam penanggalan yang berkaitan dengan musim menurut pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan. Pemahaman seperti ini juga dikenal oleh suku-suku lainnya di Indonesia, seperti suku Sunda dan suku Bali (dikenal sebagai Kerta Masa), atau di beberapa tradisi Eropa, misalnya pada bangsa Jerman dikenal sebagai Bauern kalendar (penanggalan untuk petani).
Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yaitu Pranata yang berarti aturan dan Mangsa yang berarti musim atau waktu. Jadi Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan. Hal ini dipelopori oleh raja Pakoeboewono VII dan dimulai sejak 22 Juni 1856. Misalnya melaksanakan usaha tani bercocok tanam atau melaut para nelayan, merantau atau berperang. Pada umumnya digunakan oleh para petani pedesaan berdasarkan pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul dan bagaimana uraian satu-satu kejadian di dalam setahun, tetapi tetap dipakai dan sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Pranata mangsa adalah aturan waktu musim, yang berdasar pada solar kalender. Mungkin kalender Pranata Mangsa ini termasuk dari 40 sistem kalender yang oleh sebuah studi tahun 1987 digunakan di dunia dan dikenal dalam pergaulan internasional dan lebih spesifikasiknya hanya dikategorikan ke dalam tiga panutan baku besar yaitu :
1. Sistem kalender masehi/syamsiah (solar calendar).
2. Kalender qomariah (lunar calendar).
3. Lunisolar.
Kalender Pranata Mangsa mengacu pada sistem kalender yang perhitungannya berdasarkan pada perjalanan bumi saat melakukan revolusi mengorbit matahari. Kalender Pranata Mangsa juga mengenal tahun kabisat dan basithah yang dikenal dengan wastu dan wuntu. Hal itu dilakukan sama persis dengan sistem kalender syamsiah agar tetap sinkron dengan tahun tropis (musim). Untuk menjaga sinkronisasi inilah, jumlah harinya disisipi dalam bentuk tahun kabisat (leap year) sebagai tambahan pada jumlah hari rata-rata kalender tersebut.
Menurut sumber aslinya, yaitu Kitab Primbon Qamarussyamsi Adammakna, Pranata Mangsa puniku petangan mangsa wawaton lampahing suz. Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina inggih sampun wonten. Ing taun masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 juni 1855. menggah jengkapi sataun wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 juni 1856.
Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten.
Petangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Dari uraian bahasa Jawa di atas dapat pahami bahwa Pranata Mangsa diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium Radya-Pustaka. Menurut sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1855 titik balik matahari pada musim panas, penanggalan ini dipakai di daerah tropis seperti di jawa dan bali.
Pada awalnya sebelum ada kalender jawa, masyarakat masih menggunakan sistem penanggalan saka hindu yang berdasarkan pergerakan matahari. Kemudian pada tahun saka hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggaln matahari menjadi sistem bulan seperti kalender hijriah.
Perubahan penanggalan tersebut berlaku untuk seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan).
Hal tersebut terjadi karena ketiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Perubahan kalender jawa dilakukan pada hari Jumat Legi saat tahun baru saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M. Pergantian sistem ini tidak mengganti hitungan tahun saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun pertama, tetapi meneruskannya.
Hitungan tahun tersebut berlangsung sampai saat ini.
Pada tahun 1855 M, karena penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan matahari yang disebut sebagai pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.
Menggah dhuawahing taun wuntu punika katentokaken saben 4 taun sapisan; dene psangetangipun : menawi angkaning taun kapara 4 pinang ceples, dhawah taun wuntu, kajawi yen angkaning taun wau dhauh atau jejeg.
1. Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan di masa ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan. Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-kayuan).
2. Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah mulai retak/berlubang. Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak). Musim kapok bertunas tanam palawija kedua.
3. Katiga, mulai 25 Agustus, berusia 24 hari. Musimnya/waktunya lahan tidak ditanami, sebab panas sekali, yang mana Palawija mulai di panen, berbagai jenis bambu tumbuh. Penampakannya/ibaratnya : suta (anak) manut ing Bapa (lanjaran). Musim ubi-ubian bertunas panen palawija.
4. Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, sebab musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur. Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng jroning kalbu (sumber). Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang. . Pada masa ini kemarau berakhir.
5. Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya : pancuran (hujan) emas sumawur (hujannya) ing jagad. Musim turun hujan, pohon asam bertunas, pohon kunyit berdaun muda.
6. Kanem, mulai 10 Nopember, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya kasucian (sedang banyak-banyaknya buah-buahan). Musim buah-buahan mulai tua, mulai menggarap sawah.
7. Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir. Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta (bisa larut dengan angin, itu masanya banyak penyakit). Musim banjir, badai longsor mulai tandur.
8. Kawolu, mulai 4 Pebruari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, uret mulai banyak. Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin). Musim padi beristirahat, banyak ulat, banyak penyakit.
9. Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon mulai bersuara). Musim padi berbunga, turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.
10. Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya : gedong minep jroning kalbu (masa hewan sedang hamil). Musim padi berisi tapi masih hijau, burung-burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.
11. Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memanen padi. Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan). Masih ada waktu untuk palawija, burung-burung menyuapi anaknya.
12. Sadha, mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa dami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang berkeringat, sebab sangat dingin). Musim menumpuk jerami,tanda-tanda udara dingin pada pagi hari.
Dari Pranata Mangsa itu diketahui bahwa pada bulan Desember-Januari-Pebruari adalah musimnya badai, hujan, banjir dan longsor. Mendekati kecocokan dengan situasi alam sekarang dan jadwal itu sesuai dengan perubahan iklim yang telah disepakati bersama.
Selanjutnya pada musim Kawolu antara 2/3 Pebruari – 1/2 Maret, bersiap-siaga waspada menghadapi penyakit tanaman maupun wabah bagi manusia dan hewan, mungkin akibat dari banjir, badai dan longsor tersebut akan berdampak menyebarnya penyakit dan kelaparan. Hal tersebut masuk akal, karena manusia atau binatang bahkan tanamanpun belum siap mempertahankan diri dari serangan hama penyakit.
Kaitannya dengan para nelayan, mereka melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang dianggap patokan yang selalu menemani saat melaut.
Sudah tentu mereka mengetahui pada bulan-bulan berapa mereka saat yang baik melaut dan akan mendapatkan ikan banyak. Sebaliknya mereka mengetahui saat-saat tidak melaut, berbahaya dan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Pada saat-saat itulah mereka
gunakan waktu untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak, memperbaiki rumah dan pekerjaan selain melaut, sehingga mereka dapat mengurangi risiko dan mencegah biaya produksi tinggi.
1. Mangsa Kasa/Sura.
Candrane : Sotya murca saking embanan. Sotya = mutiara, murca = hilang. Pindhane mutiara coplok saka embane. Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang. Awal mangsa ketiga.
Umure : 41 dina. 22 Juni – 1 Agustus.
2. Mangsa Karo.
Candrane : Bantala rengka. Bantala = lemah, rengka= pecah. Lemah-lemah padha nela.Mangsane paceklik larang pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
3. Mangsa Katelu.
Candrane : Suta manut ing bapa. Suta = anak. Pindhane anak manut marang bapake. Pungkasane mangsa ketiga.Lung-lungan, bangsane gadung, uwi, gembili padhamrambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
4. Mangsa Kapat.
Candrane : Waspa kumembeng jroning kalbu. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati. Pindhane eluh kebak ing jerone ati. Sumber padha garing.Awal mangsa labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
5. Mangsa Kalima.
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan.
Para among tani wiwit padha nggarap sawah.
Umure : 27 dina. 13 Oktober – 8 Nopember.
6. Mangsa Kanem.
Candrane : Rasa mulya kasucian. Pindhane mulya-mulya rasa kang suci. Woh-wohan bangsane pelem lsp wiwit padha awoh. Pungkasane mangsa labuh. Udan wiwit akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9 Nopember – 21 Desember.
7. Mangsa Kapitu.
Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta = angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari.
8. Mangsa Kawolu.
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti. Pindhane akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran. Wit pari padha mbledug.
Umure : 26 dina. 3Pebruari – 28 Pebruari.
9. Mangsa Kasanga.
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni; mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak. Garengpung padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure : 25dina. 1 Maret – 25 Maret.
10. Mangsa Kasepuluh/Kasadasa.
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing padha gandhik. Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret – 18 April.
11. Mangsa Dhesta.
Candrane : Sotya sinarawedi. Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani (?). Pindhane kaya mutyara kang banget ditresnani. Mangsane manuk ngloloh anake. Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
12. Mangsa Sada.
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan. Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir mangsa mareng.
Umure : 41 dina. 12 Mei – 21 Juni.