ISUK DHELE SORE TEMPE
Paribasan yaiku unen-unen kang ajeg panganggone, mawa teges entar (kiasan) lan ora ngemu surasa pepindhan terjemahan paribasan Djawa yaitu kata-kata dalam bahasan Djawa yang tetap dalam penggunaannya, yang memiliki makna (kiasan) dan tidak mengandung makna pengandaian (bermakna konotatif).
Secara umum paribasan merupakan bentuk gaya bahasa Djawa yang berisi kata-kata yang dalam penggunaannya tidak boleh dialih bahasakan.
Paribasan menggunakan bahasa jawa secara lugas, jelas dan tidak menggunakan pengandaian, perbandingan, atau perumpamaan. Kata-kata atau gaya bahasan dalam paribasan berisi nasihat, teguran, atau sindiran kepada orang lain.
Tegese isuk dhele sore tempe yoiku pendirian yang tidak tetap. Contohnya bila mengambil keputusan atau berjanji, maka keputusan sering tidak dilakukan/ janji itu sering di ingkari tapi dalam bahasa Djawa plin-plan, utowo mencla mencle, omongane ora kene di percoyo, ngedhabrus, ora keno di cekel omongane mergo tukang blenjanni janji, wes pokoke ora pokro ngajak njanjian.
Tanpa disadari kata-kata bahasa jawa esuk tempe sore dele merupakan sindiran terhadap seseorang merasa kecewa dengan orang yang dipercaya karena tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kita terjemahkan dulu dalam bahasa indonesia arti esuk tempe sore dele, artiya pagi tempe sore kedelai.
Kalau diblogika sepertinya tidak pas ya harusnya kan kedrlai dulu di olah baru kemudian difermentasi menjadi tempe.
Esuk tempe sore dele merupakan kiasan atau peribahasa Djawa untuk orang yang mengabil keputusan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan atau direncanakan, sering mengingkari janji , orang yang plin-plan, mencle-mencle, tidak konsisten, ora duwe prinsip sing jejeg dan sering sekali sudah bicara muluk panjang lebar tetapi tiba tiba berubah lagi pada saat diterapkan.
Kiasan atau peribahasan ini memang sudah lazim dipakai oleh orang jawa ketika mengungkan kekecewaan terhadap orang yang sudah dipercaya namun mengingkari atau sering berubah pikiran / apa yang dikerjakan tidak sesuai dengan apa yang diucapkan.
Sifat inilah yang membuat orang bisa mudah terbawa arus karena tidak punya pendirian yang tetap.
Esuk tempe sore dhele merupakan bahasa Djawa ngoko, bahasa sehari-hari pada saat ngobrol, mengungkapkan kekesalan, atau saar bercanda dengan teman dekatnya.
MAKNA ESUK DHELE SORE TEMPE
Kita tentu dapat dengan mudah membedakan antara tempe dan kedelai.
Tempe berasal dari kedelai yang telah mengalami fermentasi. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari kedelai menjadi tempe. Berpijak dari peristiwa tersebut maka muncullah pepatah jawa esok dhele, sore tempe. Secara harfiah, kalimat itu berarti pagi hari masih berbentuk kedelai, tetapi ketika sore hari sudah berubah menjadi tempe. Namun, ungkapan tersebut mengacu pada karakter manusia yang tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan pada saat yang lalu saat ini dengan beberapa waktu kemudian.
Jadi, esok dhele, sore tempe digunakan orang jawa untuk menyatakan orang yang mudah terbawa angin dan tidak punya pendirian.
Paribasan atau peribahasa Djawa dan artinya :
1. Adigang adigung adiguna. tegese ngendel-endelake kekuwatane, kaluhurane, lan kapintarane.
(artinya mengandalkan (menyombongkan) kekuatannya, kekuasaannya, dan kepandaian yang dimilikinya).
2. Ana catur mungkur.
Tegese ora gelam ngrungokake rekasaning liyan kang ora prayoga.(artinya tidak mau mendengarkan keluh kesah/ gunjingan orang lain yang tidak baik).
3. Angon mangsa.
Tegese golek wektu kang prayoga utawa golek wektu kang becik.(artinya menunggu waktu yang tepat atau mencari waktu yang baik).
4. Anak polah bapa kapradhah.
Tegese wong tuwa nemu pakewuh amarga saka tumindake anak kang kurang prayoga.
(artinya orang tua juga ikut menanggung akibat dari perbuatan anaknya yang tidak baik).
5. Angon ulat ngumbar tangan.
Tegese ngulat-ulati limpene wong, tujuane arep njupuk barang sing dilimpe mau.
(artinya memperhatikan kelengahan orang, dengan tujuan mengambil/ mencuri barang yang diinginkan).
6. Becik ketitik ala ketara.
Tegese tumindak becik lan tumindak ala bakal ketara tembe mburine utawa dititeni tembe mburine.
(artinya perbuatan baik dan buruk pasti akan terlihat nantinya).
7. Busuk ketekuk pinter keblinger.
Tegese wong bodho utawa wong pinter padha nemu rekasa utawa nemu cilaka.
(artinya orang bodoh maupun orang pintar suatu saat akan menemui kesulitan).
8. Cincing-cincing meksa klebus.
Tegese karepe arep ngirit jebul malah entek akeh.
(artinya maksud hati ingin berhemat/ irit tetapi malah boros).
9. Ciri wanci lelai ginawa mati.
Tegese pakulinan ala ora bisa ilang nganti tumekaning pati.(artinya kebiasaan/ watak buruk seseorang tidak akan hilang sampai mati).
10. Criwis cawis.
Tegese akeh omongane ananging uga mrantasi ing gawe.
(artinya banyak omongnya tetapi juga mampu menyelesaikan pekerjaan dengan benar).
11. Dahwen ati open.
Tegese wong kang nacat, nanging panacate iku amarga duwe pamrih marang barang sing dicacat mau.(artinya orang yang mencela/ merendahkan karena memiliki niat/ keinginan untuk memiliki sesuatu yang dicela tersebut).
Desa mawa cara negara mawa tata.
Tegese saben papan utawa dhaerah duwe adat utawa tatacara dhewe-dhewe.
(artinya setiap tempat atau daerah mempunyai adat dan aturan sendiri-sendiri).
12. Dudu sanak dudu kadang yen mati melu kelangan.
Tegese sanajan wong liya manawa nandhang ora kepenak dibelani utawa yen mati melu nggetuni.(artinya meskipun bukan saudara atau orang lain jikalau terkena musibah kita ikut merasakan).
13. Pribahasa jawa lain kakean gludug kurang udan menggambarkan keadaan cuaca yang hanya diiringi sambaran petir saat hujan turun rintik-rintik. Namun, sebenarnya perkataan kakehan gludug kurang udan merupakan ungkapan yang melambangkan orang yang suka berbicara besar, tetapi hasilnya tidak tampak. Orang itu lebih banyak bicara daripada bekerja. Ia selalu berkata sesumbar, tetapi kalah dalam pertarungan. Sikapnya lebih menjegkelkan daripada sekedar mengobral janji. Sebab, ia merasa seolah-olah bisa melakukan apa pun dan mengalahkan siapa saja, tapi kenyataannya hanya pintar bicara.
Masyarakat yang minim informasi dan tidak mempunyai prinsip kuat akan menjadi korban dan mudah diombang-ambingkan oleh keadaan. Ketika gejolak zaman, mereka mudah panik, dan terprovokasi sehingga berbuat di luar kendali. Masyarakat yang tak punya prinsip lebih berbahaya dibandingkan individu. Masyarakat semacam ini mudah diperalat oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu.
Contoh manusia yang kakehan gludug kurang udan. Pada saat mempunyai kepentingan, misalnya untuk memenangkan suatu pemilihan anggota dewan ataupun kepala pemerintahan, politisi itu suka bicara muluk-muluk. Kata-katanya menyambar-nyambar seperti petir yang menggelegar di angkasa. Ucapannya dipenuhi janji manis layaknya angin sorga. Namun, begitu jabatan diraih, perkataan dan janji-janjinya seakan raib atau hilang tak berbekas.
Sikap kakehan gludug kurang udan harus dimusnahkan dari pemikiran manusia. Jangan sampai kita berfikir, berkeinginan, atau bermimpi menjadi orang yang fasih berbicara, tetapi tidak bisa melakukan tindakan nyata. Orang yang perbuatannya tidak sesuai dengan berbagai pembicaraannya tentu sangat dibenci masyarakat.
Jadi, hal yang harus dimusnahkan ialah karakter kakehan gludug kurang udan dari jiwa pemikiran. Jangan sampai kita menjadi sosok orang yang gemar berbicara. Hindari pembicaraan yang kurang berkualitas karena hal itu lama-lama bisa membuat orang lain merasa muak. Ingatlah bahwa kata-kata yang tidak sinkron dengan prilaku menyebabkan orang yang kakehan gludug kurang udan tidak dianggap oleh masyarakat.
Di era modern seperti saat ini, sosok yang dibutuhkan bukanlah sesorang dengan lidah fasih dan tajam lidahnya. Orang yang sedikit bicara, tetapi mempunyai banyak prestasi kerja jauh lebih dibutuhkan. Orang yang mampu bekerja maksimal demi kepentingan masyarakat umum sangat dicari, bahkan didambakan keberadaannya.