NRIMO ING PANDUM (SABAR DAN IKLAS)
Nrimo Ing Pandum, sebuah nama yang saya peroleh dari sebuah pepatah jawa, Narimo Ing Pandudum, yang artinya kurang lebih “menerima pada ketentuan sang kuasa”. Tulus, berarti ikhlas, bisa juga menjadi narimo atau nrimo. Kata ini menjadi penguat akan nama di belakangnya. Sebuah doa.
Saya hanyalah seorang yang haus akan pertemuan dengan khaliq. Seorang bodoh yang sering bertanya hidup, layaknya seekor ikan yang selalu bertanya sambil berenang “di mana sebenarnya air itu”.
Sambil terus berjalan, saya mencoba untuk selalu mensyukuri dan sabar pada apapun yang berlaku pada saya. Ibadah bukan sekedar ritualisme semata. Hidup ini adalah ibadah. Baik atau buruk, itu sekedar penafsiran dari setiap pribadi. Karena itu, marilah kita nikmati setiap ketentuan yang berlaku pada kita sambil kita selalu menyadari bahwa Tuhan menghendaki itu terjadi pada kita. Usaha ? Tentu. Tapi tidak ada daya dan upaya, melainkan hanya miliki sang khaliq semata.
SABAR DAN IKLAS
Banyak orang yang berada dalam keadaan teraniaya atau sedang mendapat bencana, mereka berkata: “sabar, sabar, ikhlas, ikhlas”. Mereka berkata demikian sambil mengusap dada dengan maksud mereka sabar dan ikhlas terhadap derita yang mereka alami.
Jika saya perhatikan dengan lebih seksama, keadaan mereka itu bukan dalam keadaan sabar dan ikhlas. Mereka sebenarnya dalam keadaan “menahan”. Ada sesuatu yang mereka tahan di hati mereka dimana jika mereka tidak kuat lagi menahannya, maka sesuatu itu akan terungkapkan.
Menurut pandangan saya, keadaan sabar dan ikhlas sesungguhnnya berada pada keadaan “melepaskan”. Dengan “melepaskan”, berarti kita melepaskan diri dari keterikatan. Keadaan seperti itulah keadaan sabar dan ikhlas yang sebenar-benarnya.
Jika mereka melakukan hal itu (melepaskan) berarti mereka telah bisa dikatakan sabar dan ikhlas walaupun kata sabar dan ikhlas tidak terucap di mulut mereka, atau sedikitpun tidak terlintas di pikiran mereka.
SABAR
Allah senang dengan hamba yang kembali padaNya. Allah senang melihat hambaNya yang mengetuk pintuNya ditengah malam buta, Allah senang melihat hambaNya berdoa dan menangis mengharap pertolonganNya. Allah senang dengan hambaNya yang mendekat dan mengingatNya. Allah senang dengan hamba yang tidak menggantungkan hidupnya kepada sesama makhluk. Allah senang dengan prasangka baik dari hambaNya.
Dalam sebua h hadist Qudsi Allah swt berfirman :
“ Aku akan berada disamping persangkaan hamba Ku kepada Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam dirinya, maka Aku ingat kepadanya dalam diri Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam kerumunan yang ramai, maka Aku ingat kepadanya dalam kerumunan yang lebih baik daripada kerumunan mereka. Jika dia mendekat kepada Ku satu jengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu lengan. Jika dia mendekat kepada Ku satu lengan , maka Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika dia mendekat Ku dengan berjalan, maka Aku mendekat kepadanya dengan berlari “ (HR. Abu Hurairah)
Dengan demikian , hamba yang tengah galau dilanda duka cita janganlah berputus asa lalu bunuh diri atau mencari – cari kesalahan orang lain dan melampiaskannya dalam kemarahan yang luar biasa atau mencari penolong kepada selain Allah swt mis. melalui perdukunan . Sama sekali tidak menyelesaikan masalah bahkan menambah panjang permasalahan .
Tidak mudah memang untuk mampu bersikap sabar dan ikhlas, Penulispun demikian. Namun kita harus belajar dan terus belajar. Kita harus melatih diri kita untuk siap sedia menerima apapun cobaan yang diberikan Allah, baik berupa duka cita maupun senang dan bahagia. Bagaimana seseorang dapat dikatakan sabar bila tidak diuji terlebih dahulu .
Allah telah berfirman :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Dan satu hal penting yang harus selalu kita ingat, disaat mendapat ujian seberat apapun kita harus percaya diri bahwa kita akan mampu menyelesaikan persoalan – persoalan tersebut dengan baik karena Allah berfirman :
“Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang di luar batas kemampuannya” (Qs Al Baqarah :286)
Semua cobaan pahit dalam kehidupan tidak mungkin Allah ujikan bila kita dianggapNya tidak mampu untuk melaluinya. Allah tidak bermain – main dalam hal penciptaan apapun. Allah sangat memahami dan tahu akan kekuatan dan kemampuan hambaNya. Allah tidak asal memilih seorang hambanya untuk diuji . Berat ringannya suatu ujian yang diujikan Allah kepada hambaNya telah Allah tetapkan dengan pengetahuanNya.
Hikmah dibalik sikap sabar kita dalam menghadapi ujian diantaranya adalah seperti apa yang disabdakan Rasullah saw :
Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda,
“Tiadalah seorang Muslim itu menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan (kerisauan hati) hingga tertusuk duri melainkan semua itu akan menjadi penebus kesalahan-kesalahannya.”
( HR Bukhari - Muslim)
Kehidupan yang kita lalui tak selalu menyenangkan, sering kita merasa berputus asa dalam menyikapi ujian hidup yang datang bertubi – tubi. Manusia sering menganggap bentuk u
jian hidup hanyalah berupa penderita dan kesedihan belaka. Padahal kecukupan dan kebahagiaanpun adalah wujud dari sebuah ujian . namun kita sering lupa menganggap semua kesenangan itu sebagai ujian.
Ujian yang berupa kebahagiaan sering membuat kita lupa untuk bersyukur kepada Sang Maha Pemberi Nikmat yaitu Allah swt dan kita sering sekali tidak menginginkan ujian yang berupa kesenangan dan kebahagiaan itu cepat berlalu.
Sangat berbeda dengan saat dimana kita menghadapi ujian yang berupa kesedihan ,kekecewaan, sakit, merasa serba kekurangan atau tertimpa suatu bencana , kita menginginkan semuanya cepat berlalu. Disaat – saat tersebutlah baru kita teringat kepada Allah swt . Kita mengetuk pintuNya sdi malam buta, menangis dan mengadukan nasib yang menimpa.
Allah senang dengan hamba yang kembali padaNya. Allah senang melihat hambaNya yang mengetuk pintuNya ditengah malam buta, Allah senang melihat hambaNya berdoa dan menangis mengharap pertolonganNya. Allah senang dengan hambaNya yang mendekat dan mengingatNya. Allah senang dengan hamba yang tidak menggantungkan hidupnya kepada sesama makhluk. Allah senang dengan prasangka baik dari hambaNya.
Dalam sebua h hadist Qudsi Allah swt berfirman :
“ Aku akan berada disamping persangkaan hamba Ku kepada Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam dirinya, maka Aku ingat kepadanya dalam diri Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam kerumunan yang ramai, maka Aku ingat kepadanya dalam kerumunan yang lebih baik daripada kerumunan mereka. Jika dia mendekat kepada Ku satu jengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu lengan. Jika dia mendekat kepada Ku satu lengan , maka Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika dia mendekat Ku dengan berjalan, maka Aku mendekat kepadanya dengan berlari “ (HR. Abu Hurairah)
Dengan demikian , hamba yang tengah galau dilanda duka cita janganlah berputus asa lalu bunuh diri atau mencari – cari kesalahan orang lain dan melampiaskannya dalam kemarahan yang luar biasa atau mencari penolong kepada selain Allah swt mis. melalui perdukunan . Sama sekali tidak menyelesaikan masalah bahkan menambah panjang permasalahan .
Tidak mudah memang untuk mampu bersikap sabar dan ikhlas, Penulispun demikian. Namun kita harus belajar dan terus belajar. Kita harus melatih diri kita untuk siap sedia menerima apapun cobaan yang diberikan Allah, baik berupa duka cita maupun senang dan bahagia. Bagaimana seseorang dapat dikatakan sabar bila tidak diuji terlebih dahulu .
Allah telah berfirman :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Dan satu hal penting yang harus selalu kita ingat, disaat mendapat ujian seberat apapun kita harus percaya diri bahwa kita akan mampu menyelesaikan persoalan – persoalan tersebut dengan baik karena Allah berfirman :
“Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang di luar batas kemampuannya” (Qs Al Baqarah :286)
Hikmah dibalik sikap sabar kita dalam menghadapi ujian diantaranya adalah seperti apa yang disabdakan Rasullah saw :
Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda,
“Tiadalah seorang Muslim itu menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan (kerisauan hati) hingga tertusuk duri melainkan semua itu akan menjadi penebus kesalahan-kesalahannya.”
( HR Bukhari - Muslim)
“ Hai hamba – hambaKu yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang – orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang – orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS Az Zummzr 10 )
IKLAS
Kata “Ikhlas” berasal dari bahasa Arab akhlasa, yukhlisu dan ikhlasan yang berarti “memurnikan”. Menurut para ulama ada beberapa makna dari ikhlas, diantaranya sebagai berikut.
Menyendirikan Allah SWT sebagai tujuan dalam ketaatan.
Membersihkan perbuatan dari perhatiakn makhluk/manusia.
Menjaga amal dari perhatian manusia, termasuk diri sendiri.
Melalui ibadah, seseorang ebrmaksud ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dan mendapatkan keridhaan-Nya.
Sesuatu yang paling mulia di dunia.
Rahasia antara Allah SWT dan hamba-Nya yang tidak diketahui, kecuali oleh malaikat yang mencatatnya.
Membersihkan amal dari segala “campuran”.
Orang yang ikhlas adalah orang tidak peduli pada sesuatu, meskipun seluruh penghormatan dan penghargaannya hilang dari dirinya dan berpindah ke orang lain. Hal ini bertujuan memperbaiki hati yang hanya untuk Allah SWT dan ia tidak senang jika amalan yang ia lakukan diperhatikan oleh orang lain, meski terlihat sepele.
Intinya, ikhlas adalah beribadah dan beramal dengan tujuan semata-mata untuk Allah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta memurnikan niat dari “kotoran” yang bisa merusak nilai suatu amalan.
Ikhlas adalah menyerahkan segala perbuatan, amalan, pekerjaan hanya untuk Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Pelajaran yang bisa saya petik dari sini adalah: kita hendaknya menyerahkan segalanya kepada Allah SWT.
Kita mungkin sering meragukan masa depan, berprasangka buruk pada nasib, dan tidak yakin dengan diri kita sendiri. Tapi Dia-lah yang paling baik mengetahui tentang diri kita, Dia yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Hal-hal sering tidak berjalan sesuai yang kita inginkan. Tapi semua itu bertujuan agar kita kembali pada-Nya dan merevisi ulang niat kita hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hingga pada akhirnya kita menjadi orang yang ikhlas yang menjadikan setiap perbuatan kita sebagai ibadah.
Menjadi orang yang ikhlas memang tidak mudah dan membutuhkan proses. Terkadang kita harus dihadapkan dulu dengan berbagai kejadian yang tidak menyenangkan, seperti kegagalan, kehilangan, dan sebagainya, agar kita belajar ikhlas dari peristiwa-peristiwa itu.