TUMBAK CUCUKAN
Dalam budaya Jawa, ada orang yang dikenal berwatak tumbak cucukan, karena berlidah sangat tajam bagaikan mata tombak.
Misalnya, suka ribut dan bertengkar dengan sesama, termasuk dengan sanak saudara, tetangga dan bahkan dengan keluarga sendiri.
Opo artine tumbak cucukan.
Yang dinamakan tumbak bahasa Indonesianya adalah tombak, sedangkan cucukan artinya moncongnya tombak yang lancip itu.
Jadi arti tumbak cucukan adalah orang yang suka mengadu domba, senengane wadul ke orang lain, membicarakan kejelekan orang lain kepada kawannya, saudaranya dan sebagainya.
Orang yang sukanya wadul atau suka lapor ke orang ini, amit-amit jabang bayik.
Contoh kalimat :
Dadi uwong ojo tumbak cucukan maksudnya
jadi orang jangan suka lapor atau melaporkan kejelekan orang.
Ada salah satu watak jahat lagi destruktif yang oleh masyarakat Jawa dinamai tumbak cucukan yaitu manusia yang suka bikin ribut dan menyakiti perasaan orang lain dengan sengatan ucapannya yang penuh kebencian.
Tumbak Cucukan adalah salah satu sikap dan perbuatan/tabiat tidak terpuji.
Kiasan kata ini menggambarkan seseorang yang punya tabiat suka mengadu kesana-kemari/gedhabrus golek pekoro/mungsuh.
Istilah ini bisa dimaknai dalam bahasa Jawa secara umum sebagai wadulan, dengan aduan/adu-adu, dan dalam (Inggris =tattle-tale). Definisi sederhananya kira-kira menceritakan atau mengadukan tentang seseorang kepada orang lain.
Atau bisa juga didefinisikan sebagai berikut : Tumbak cucukan iku wong sing seneng wadulan.
Ewo semono wadule waton wadul malah kepara seneng yen wadulane mau ndadekake perkara gedhe.
(Orang yg punya tabiat seperti ini tidak baik/saru/tidak pantas untuk dijadikan teman ngobrol ataupun curhat, maka berhati-hatilah dalam memilih teman & kawan).
Dalam budaya Jawa, ada orang yang dikenal berwatak tumbak cucukan, karena berlidah sangat tajam bagaikan mata tombak. Misalnya, suka ribut dan bertengkar dengan sesama, termasuk dengan sanak saudara, tetangga dan bahkan dengan keluarga sendiri.
Orang berwatak tumbak cucukan sering pula dilukiskan memiliki hati berbulu sangat gatal, lidah berbisa ganas dan bibir berduri runcing, karena sering menyakiti perasaan orang lain dengan ucapan penuh kebencian, suka mencaci-maki, menghina, mengadu domba, menyebarkan berita bohong atau memfitnah.
Kata tumbak cucukan dipresentasikan untuk mulut yang terbiasa diumbar, berbicara sembarangan, mengada-ada dengan maksud mendapatkan pujian atau menghindar dari berbagai masalah dan akibat perbuatannya sering menimbulkan korban. Kata paling mudah untuk menerjemahkan tumbak cucukan adalah adu domba.
Jika suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan, niscaya akan sering ribut. Pergaulan antarwarga akan sering diwarnai pertengkaran atau tak pernah bisa damai dan nyaman. Pada titik ini, aparat bisa dibuat sibuk melerai pertengkaran konyol.
Apa pun keyakinanannya, setinggi apa pun ilmu dan pangkatnya, sebanyak apa pun kekayaannya, jika dia berwatak tumbak cucukan, maka dia akan tercela. Hanya orang-orang yang sama-sama berwatak tumbak cucukan saja yang suka berteman dengannya.
Watak tumbak cucukan mudah menular. Karena itu, jika di suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan dan punya banyak teman akan segera terbentuk menjadi sebuah kelompok. Misalnya, ada kelompok ibu-ibu berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing. Biasanya mereka suka berkumpul sambilpetan(mencari kutu di rambut) untuk digigit hingga mati, sambil menjelek-jelekkan atau menghina orang lain dengan kata-kata keji.
Atau, ada juga kelompok bapak-bapak berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing di gardu. Mereka juga suka menghina orang lain dengan kata-kata kotor. Mereka suka berdebat keras yang berakhir dengan pertengkaran atau bahkan perkelahian. Lantas mereka saling melapor kepada aparat. Maka suasana kampung jadi gaduh dan aparat akan kerepotan untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan bersama.
Selain itu, ada pula kelompok anak muda yang sama-sama berwatak tumbak cucukan. Mereka suka bicara kasar dan mengumpat kelompok lain. Akibatnya mereka sering bentrok. Jika bentrokan mereka didukung orang tua masing-masing maka bisa jadi akan meluas menjadi tawuran antarkelompok atau bahkan tawuran antardesa yang diwarnai bakar-bakaran rumah dan menelan banyak korban.
Orang berwatak tumbak cucukan bisa saja berseteru dengan orang yang berwatak sama. Maka jika suatu kelompok tumbak cucukan berseteru dengan kelompok tumbak cucukan lain, kampung bisa selalu gaduh, karena pertengkaran mereka bisa sangat terbuka dan berlangsung berulang-ulang dalam waktu lama. Semua kata-kata kotor seperti umpatan dan kutukan bisa bersahut-sahutan.
Jika orang yang berwatak tumbak cucukan menjadi pemimpin kelompok, dapat dipastikan akan suka mengeluarkan kata-kata tajam kepada mereka yang dipimpinnya. Jika misalnya dia menjadi kepala desa maka seluruh warganya bisa jadi akan sering dihina dan diumpat-umpat sehingga akan ikut-ikutan suka menghina dan mengumpat.
Orang berwatak tumbak cucukan sering pula dilukiskan memiliki hati berbulu sangat gatal, lidah berbisa ganas dan bibir berduri runcing, karena sering menyakiti perasaan orang lain dengan ucapan penuh kebencian, suka mencaci-maki, menghina, mengadu domba, menyebarkan berita bohong atau memfitnah.
Kata tumbak cucukan dipresentasikan untuk mulut yang terbiasa diumbar, berbicara sembarangan, mengada-ada dengan maksud mendapatkan pujian atau menghindar dari berbagai masalah dan akibat perbuatannya sering menimbulkan korban. Kata paling mudah untuk menerjemahkan tumbak cucukan adalah adu domba.
Jika suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan, niscaya akan sering ribut. Pergaulan antarwarga akan sering diwarnai pertengkaran atau tak pernah bisa damai dan nyaman. Pada titik ini, aparat bisa dibuat sibuk melerai pertengkaran konyol.
Apa pun keyakinanannya, setinggi apa pun ilmu dan pangkatnya, sebanyak apa pun kekayaannya, jika dia berwatak tumbak cucukan, maka dia akan tercela. Hanya orang-orang yang sama-sama berwatak tumbak cucukan saja yang suka berteman dengannya.
Watak tumbak cucukan mudah menular. Karena itu, jika di suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan dan punya banyak teman akan segera terbentuk menjadi sebuah kelompok. Misalnya, ada kelompok ibu-ibu berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing. Biasanya mereka suka berkumpul sambilpetan(mencari kutu di rambut) untuk digigit hingga mati, sambil menjelek-jelekkan atau menghina orang lain dengan kata-kata keji.
Atau, ada juga kelompok bapak-bapak berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing di gardu. Mereka juga suka menghina orang lain dengan kata-kata kotor. Mereka suka berdebat keras yang berakhir dengan pertengkaran atau bahkan perkelahian. Lantas mereka saling melapor kepada aparat. Maka suasana kampung jadi gaduh dan aparat akan kerepotan untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan bersama.
Selain itu, ada pula kelompok anak muda yang sama-sama berwatak tumbak cucukan. Mereka suka bicara kasar dan mengumpat kelompok lain. Akibatnya mereka sering bentrok. Jika bentrokan mereka didukung orang tua masing-masing maka bisa jadi akan meluas menjadi tawuran antarkelompok atau bahkan tawuran antardesa yang diwarnai bakar-bakaran rumah dan menelan banyak korban.
Orang berwatak tumbak cucukan bisa saja berseteru dengan orang yang berwatak sama. Maka jika suatu kelompok tumbak cucukan berseteru dengan kelompok tumbak cucukan lain, kampung bisa selalu gaduh, karena pertengkaran mereka bisa sangat terbuka dan berlangsung berulang-ulang dalam waktu lama. Semua kata-kata kotor seperti umpatan dan kutukan bisa bersahut-sahutan.
Jika orang yang berwatak tumbak cucukan menjadi pemimpin kelompok, dapat dipastikan akan suka mengeluarkan kata-kata tajam kepada mereka yang dipimpinnya. Jika misalnya dia menjadi kepala desa maka seluruh warganya bisa jadi akan sering dihina dan diumpat-umpat sehingga akan ikut-ikutan suka menghina dan mengumpat.
Dalam budaya Jawa, ada orang yang dikenal berwatak tumbak cucukan, karena berlidah sangat tajam bagaikan mata tombak. Misalnya, suka ribut dan bertengkar dengan sesama, termasuk dengan sanak saudara, tetangga dan bahkan dengan keluarga sendiri.
Orang berwatak tumbak cucukan sering pula dilukiskan memiliki hati berbulu sangat gatal, lidah berbisa ganas dan bibir berduri runcing, karena sering menyakiti perasaan orang lain dengan ucapan penuh kebencian, suka mencaci-maki, menghina, mengadu domba, menyebarkan berita bohong atau memfitnah.
Kata tumbak cucukan dipresentasikan untuk mulut yang terbiasa diumbar, berbicara sembarangan, mengada-ada dengan maksud mendapatkan pujian atau menghindar dari berbagai masalah dan akibat perbuatannya sering menimbulkan korban. Kata paling mudah untuk menerjemahkan tumbak cucukan adalah adu domba.
Jika suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan, niscaya akan sering ribut. Pergaulan antarwarga akan sering diwarnai pertengkaran atau tak pernah bisa damai dan nyaman. Pada titik ini, aparat bisa dibuat sibuk melerai pertengkaran konyol.
Apa pun keyakinanannya, setinggi apa pun ilmu dan pangkatnya, sebanyak apa pun kekayaannya, jika dia berwatak tumbak cucukan, maka dia akan tercela. Hanya orang-orang yang sama-sama berwatak tumbak cucukan saja yang suka berteman dengannya.
Watak tumbak cucukan mudah menular. Karena itu, jika di suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan dan punya banyak teman akan segera terbentuk menjadi sebuah kelompok. Misalnya, ada kelompok ibu-ibu berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing. Biasanya mereka suka berkumpul sambilpetan(mencari kutu di rambut) untuk digigit hingga mati, sambil menjelek-jelekkan atau menghina orang lain dengan kata-kata keji.
Atau, ada juga kelompok bapak-bapak berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing di gardu. Mereka juga suka menghina orang lain dengan kata-kata kotor. Mereka suka berdebat keras yang berakhir dengan pertengkaran atau bahkan perkelahian. Lantas mereka saling melapor kepada aparat. Maka suasana kampung jadi gaduh dan aparat akan kerepotan untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan bersama.
Selain itu, ada pula kelompok anak muda yang sama-sama berwatak tumbak cucukan. Mereka suka bicara kasar dan mengumpat kelompok lain. Akibatnya mereka sering bentrok. Jika bentrokan mereka didukung orang tua masing-masing maka bisa jadi akan meluas menjadi tawuran antarkelompok atau bahkan tawuran antardesa yang diwarnai bakar-bakaran rumah dan menelan banyak korban.
Orang berwatak tumbak cucukan bisa saja berseteru dengan orang yang berwatak sama. Maka jika suatu kelompok tumbak cucukan berseteru dengan kelompok tumbak cucukan lain, kampung bisa selalu gaduh, karena pertengkaran mereka bisa sangat terbuka dan berlangsung berulang-ulang dalam waktu lama. Semua kata-kata kotor seperti umpatan dan kutukan bisa bersahut-sahutan.
Jika orang yang berwatak tumbak cucukan menjadi pemimpin kelompok, dapat dipastikan akan suka mengeluarkan kata-kata tajam kepada mereka yang dipimpinnya. Jika misalnya dia menjadi kepala desa maka seluruh warganya bisa jadi akan sering dihina dan diumpat-umpat sehingga akan ikut-ikutan suka menghina dan mengumpat.
Orang berwatak tumbak cucukan sering pula dilukiskan memiliki hati berbulu sangat gatal, lidah berbisa ganas dan bibir berduri runcing, karena sering menyakiti perasaan orang lain dengan ucapan penuh kebencian, suka mencaci-maki, menghina, mengadu domba, menyebarkan berita bohong atau memfitnah.
Kata tumbak cucukan dipresentasikan untuk mulut yang terbiasa diumbar, berbicara sembarangan, mengada-ada dengan maksud mendapatkan pujian atau menghindar dari berbagai masalah dan akibat perbuatannya sering menimbulkan korban. Kata paling mudah untuk menerjemahkan tumbak cucukan adalah adu domba.
Jika suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan, niscaya akan sering ribut. Pergaulan antarwarga akan sering diwarnai pertengkaran atau tak pernah bisa damai dan nyaman. Pada titik ini, aparat bisa dibuat sibuk melerai pertengkaran konyol.
Apa pun keyakinanannya, setinggi apa pun ilmu dan pangkatnya, sebanyak apa pun kekayaannya, jika dia berwatak tumbak cucukan, maka dia akan tercela. Hanya orang-orang yang sama-sama berwatak tumbak cucukan saja yang suka berteman dengannya.
Watak tumbak cucukan mudah menular. Karena itu, jika di suatu kampung ada warga yang berwatak tumbak cucukan dan punya banyak teman akan segera terbentuk menjadi sebuah kelompok. Misalnya, ada kelompok ibu-ibu berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing. Biasanya mereka suka berkumpul sambilpetan(mencari kutu di rambut) untuk digigit hingga mati, sambil menjelek-jelekkan atau menghina orang lain dengan kata-kata keji.
Atau, ada juga kelompok bapak-bapak berwatak tumbak cucukan yang suka bergunjing di gardu. Mereka juga suka menghina orang lain dengan kata-kata kotor. Mereka suka berdebat keras yang berakhir dengan pertengkaran atau bahkan perkelahian. Lantas mereka saling melapor kepada aparat. Maka suasana kampung jadi gaduh dan aparat akan kerepotan untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan bersama.
Selain itu, ada pula kelompok anak muda yang sama-sama berwatak tumbak cucukan. Mereka suka bicara kasar dan mengumpat kelompok lain. Akibatnya mereka sering bentrok. Jika bentrokan mereka didukung orang tua masing-masing maka bisa jadi akan meluas menjadi tawuran antarkelompok atau bahkan tawuran antardesa yang diwarnai bakar-bakaran rumah dan menelan banyak korban.
Orang berwatak tumbak cucukan bisa saja berseteru dengan orang yang berwatak sama. Maka jika suatu kelompok tumbak cucukan berseteru dengan kelompok tumbak cucukan lain, kampung bisa selalu gaduh, karena pertengkaran mereka bisa sangat terbuka dan berlangsung berulang-ulang dalam waktu lama. Semua kata-kata kotor seperti umpatan dan kutukan bisa bersahut-sahutan.
Jika orang yang berwatak tumbak cucukan menjadi pemimpin kelompok, dapat dipastikan akan suka mengeluarkan kata-kata tajam kepada mereka yang dipimpinnya. Jika misalnya dia menjadi kepala desa maka seluruh warganya bisa jadi akan sering dihina dan diumpat-umpat sehingga akan ikut-ikutan suka menghina dan mengumpat.