SIRNO ILANG KERTANING MBUMI
Hilang lenyap ditelan bumi, begitu kita bisa memaknai ungkapan berbahasa sanskerta : sirna ilang kertaning bumi. Ungkapan ini sekaligus menandakan tahun keruntuhan Majapahit, 1400 saka atau 1478 masehi.
Majapahit sebagai spirit persatuan dan kejayaan Nusantara.
Candra sengkala seperti Sirna Ilang Kertaning Bumi kerap terdengar dalam pergaulan ataupun dalam masyarakat. Sebenarnya candra sengkala ini merupakan sandi/kode yang mempunyai makna angka tahun.
Candra Sengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi adalah pengingat dimana kerajaan Wilwatikta atau lebih dikenal sebagai Majapahit menutup peradabannya.
Dan cara untuk menjabarkannya adalah seperti ini :
- Sirna bermakna 0 (nol)
- Ilang juga bermakna 0 (nol)
- Kerta bermakna 4 (empat), dan
- Bumi bermakna 1 (satu)
Bila diurutkan dari depan akan menjadi 0041, tapi cara membacanya dimulai dari belakang.
Sehingga akan menjadi sebuah angka tahun : 1400.
Karena kerajaan Wilwatikta masih menggunakan penanggalan/kalender Saka, maka tahun 1400 tadi merupakan penanggalan Saka.
Bila ditranformasi menggunakan kalender Masehi, maka angka tahun yang didapat ditambah 78 tahun. Dan sengkala itu menjadi 1478.
Candra Sengkala yang lain sebagai rujukan :
1. Sanga kuda suddha candrama = 1799 Saka = 1877 Masehi.
2. Ditemukan pada kisah Bharatayuddha klasik (masih menggunakan metrum lagu) yang diciptakan oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh pada kepemimpinan Maha Prabu Jayabaya di Dahanapura.
Sad sanganjala candra = 1496 Saka = 1574 Masehi.
3. Pada serat Harisraya klasik.
Guna paksa kaswareng rat = 1723 Saka = 1081 Masehi.
4. Ditemukan di serat Panji Angreni, dengan lakon Dewi Candrakirana dan Raden Panji.
Panerus tingal tataning nabi = 1529 Saka = 1607 Masehi.
5. Pada serat Suluk Wujil di zaman Sultan Agung.
Geni rasa driya eka = 1563 Jawa = 1641 Masehi.
6. Serat Nitipraja di zaman Sultan Agung.
Jalma paksa kawayang buwana = 1621 Jawa = 1699 Masehi.
7. Ditemukan pada serat Sewaka di zaman Panembahan Amangkurat (Pangeran Puger).
Tasik sonya giri juga = 1704 Jawa = 1782 Masehi.
8. Pada serat Wiwaha di zaman Paku Buwana III.Tata tri gora ratu = 1735 Jawa = 1813 Masehi.
9. Serat Paniti Sastra ciptaan R. Ng. Yasadipura.Naya merta maharsi manengkung = 1742 Jawa = 1820 Masehi.
10. Ditemukan pada serat Darmasunya. Ciptaan dari R. Ng. Yasadipura II di zaman Paku Buwana V.Pawaka ro wiku raja = 1723 Jawa 1801 Masehi.
11. Ada pada serat Dewaruci Jarwa, ciptaan R. Ng. Yasadipura di zaman Paku Buwana V.Janma tri gora aji = 1731 Jawa = 1809 Masehi.
12. Ada pada serat Ambiya karangan R. Ng. Yasadipura.
Sapta catur swareng janmi = 1747 Jawa = 1825 Masehi.
13. Ditemukan pada Serat Sasana Sunu ciptaan R. Ng. Yasadipura.
Song-song gora candra = 1799 Jawa = 1877 Masehi.
14. Ada pada serat Cemporet karya R. Ng. Ranggawarsita.
Murtyastha amulang sunu = 1788 Jawa = 1862 Masehi.
15. Ada pada serat Wirawiyata, karya KGPAA Mangkunegara IV.
Kaya wulan putri iku = 1313 Saka. 16. Ditemukan di makam putri Champa yang di Trowulan.
Rupa sirna retuning bumi = 1601 Jawa = 1679 Masehi.
Sengkalan ini tercipta ketika pemakaman Trunajaya.
Tri manunggal wiwaraning urip = 1913 Jawa = 1981 Masehi.
17. Ada pada buku Memetri Basa Jawi karya S. Padmosukaca.Tunggal ngesthi manjing gusti = 1981 Masehi.
Mencapai puncak keemasannya di abad ke-14, kejayaan Majapahit berangsur-angsur melemah digerogoti pertentangan internal yang sebelumnya selalu bisa diredam.
Sepeninggal Gajah Mada pada tahun 1364 dan menyusul kemudian Hayam Wuruk di tahun 1389, Majapahit kehilangan panutannya dan segera terbenam pada konflik rebutan tahta penuh darah.
Salah satunya adalah Perang Paregreg yang menjadi perang paling merusak dalam sejarah Majapahit. Paregreg diartikan sebagai bertahap dan berkelanjutan dengan pemenang yang silih berganti.
Dyah Pitaloka setelah peristiwa di Bubat, Hayam Wuruk akhirnya menikahi Sri Sudewi yang bergelar Paduka Sori setelah menjadi permaisuri.
Putri ini terhitung masih sepupu Hayam Wuruk buah perkawinan Rajadewi dengan Wijayarajasa Bhre Wengker. Rajadewi adalah adik kandung Tribhuwana Wijayatunggadewi ibu Hayam Wuruk.
Baik Rajadewi maupun Tribhuana, keduanya adalah sama-sama anak Gayatri, putri Kertanegara raja terakhir Singasari yang dipersunting Sangrama Wijaya, pendiri Majapahit.
Dari perkawinan Hayam Wuruk dengan Paduka Sori itulah lahir Kusumawardhani, sementara dari istri selirnya lahir anak laki-laki yang diberi nama Wirabhumi.
Sepeninggal Hayam Wuruk, Kusumawardani dan suaminya Wikramawardana inilah yang kemudian ditunjuk secara berdampingan memerintah Majapahit.
Wikramawardhana dalam Pararaton disebut sebagai Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama namun nama aslinya adalah Raden Gagak Sali. Ia beribu Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk yang menjabat sebagai Bhre Pajang.
Sementara itu selain diangkat sebagai anak oleh Rajadewi, Wirabhumi juga dinikahkan dengan cucunya, anak Indudewi Bhre Lasem bernama Nagarawardhani. Wirabhumi juga ditunjuk mewarisi kedudukan Rajadewi.
Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya Nagarawardhani. Menjadi masalah karena saat yang bersamaan Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem.
Menggambarkan matahari kembar itu, Pararaton menyebut ada dua orang Bhre Lasem yakni Bhre Lasem Sang Alemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardhana.
Ketika akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal pada tahun 1400, secara sepihak Wikramawardhana mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru.
Sengketa jabatan inilah yang belakangan memicu perang dingin antara Wikramawardana dan Wirabumi yang berujung pertengkaran. Keduanya bahkan mulai tak bertegur sapa sejak tahun 1401 yang berpuncak dengan meletusnya Perang Paregreg.
Perang Paregreg memasuki tahap akhir ketika tahun 1406 tentara Majapahit yang dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana menyerbu pusat kerajaan di timur.
Bhre Wirabhumi yang kalah dan melarikan diri menggunakan perahu di malam hari berhasil ditangkap dan dibunuh Raden Gajah yang menjabat sebagai ratu angabhaya di istana barat. Ia juga yang membawa kepala Bhre Wirabhumi ke barat sekaligus mencandikannya di Lung bernama Girisa Pura.
Tanda-tanda terpecahnya Majapahit sudah mulai terlihat di era pemerintahan Hayam Wuruk ketika Wijayarajasa membangun keraton timur di Pamotan sepeninggal Gajah Mada, Rajadewi dan Tribuanatunggadewi.
Pararaton menggambarkan peristiwa itu sebagai munculnya ‘gunung baru’ di tahun 1376 yang ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru. Cerita itu dibenarkan kronik Cina dari era Dinasti Ming yang menyebut pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina.
Sumber Cina itu menyebut Hayam Wuruk sebagai Wu-lao-po-wu, dan menyebut Wijayarajasa di timur sebagai Wu-lao-wang-chieh.
Meski berebut pengaruh hubungan keraton barat dan timur terjaga tetap harmonis karena bagaimanapun Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk. Sepeninggal kedua tokoh itulah perselisihan pecah menjadi konflik terbuka.
Di sisi lain meski Paregreg berbuah penyatuan kembali Majapahit, perang itu membuat banyak daerah-daerah bawahan di luar Jawa yang melepaskan diri.
Perang saudara yang berlarut membuat Majapahit tak punya tentara yang cukup dan tangguh untuk menindak mereka yang melepaskan diri.
Wikramawardana kemudian digantikan putrinya, Dyah Suhita yang memerintah sejak 1427 sampai dengan 1447. Tak meninggalkan putra mahkota, Dyah Suhita digantikan adik tirinya yakni Kertawijaya, anak Wikramawardana dari istri selirnya.
Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara menyebut Kertawijaya adalah raja Majapahit pertama yang bukan keturunan Sanggramawijaya atau Raden Wijaya. Silih berganti tahta Majapahit diduduki oleh berbagai raja dari beberapa keluarga sebelum kemudian jatuh oleh Demak.
Memerintah sampai tahun 1451, Kertawijaya kemudian digantikan Rajasawardhana Sang Sinagara sampai ia mangkat tahun 1453. Sempat kosong selama tiga tahun, Girisawardhana Dyah Suryawikrama atau Hyang Purwawisesa naik tahta tahun 1456 dan memerintah sampai 1466.
Girisawardhana digantikan oleh Bhre Pandan Alas yang identik dengan Dyah Suprabawa yang memerintah selama dua tahun sebelum akhirnya meninggalkan keraton pada tahun 1468. Paraton menyebut raja ini meninggal di dalam keraton.
Meski Pararaton tak menyebut siapa penggantinya, namun dari Prasasti Jiyu bisa diketahui bahwa raja selanjutnya adalah Singawardhana yang memerintah di Majapahit sejak 1468 sampai dengan 1474.
Sesudah Singawardhana, Majapahit diperintah oleh Bhre Kertabhumi. Pararaton memang tak menyebut alasannya, namun bisa dipastikan Kertabhumi naik tahta dengan kudeta. Sebagai anak Rajasawardhana, ia merasa lebih berhak atas takhta Majapahit dibanding pamannya, Singawardhana.
Sudarma Wisuta
Kerthabumi yang memerintah Majapahit sampai tahun 1478 namanya diabadikan sebagai candrasengkala dalam Serat Kanda untuk menyatakan lenyapnya Majapahit akibat serangan tentara Demak dengan sirna-ilang-kertining-bumi atau tahun 1400 saka.
Kronik Cina yang tersimpan di klenteng Sam Po Kong Semarang menulis raja Majapahit terakhir dan ditawan oleh tentara Demak ialah Kung-ta-bu-mi.
Mendasarkan dari penelitian Residen Poortman pada kronik Cina yang ditemukan di klenteng Sam Po Kong di Semarang, Slamet Mulyana meyakini Kertabhumi sebagai raja Majapahit terakhir.
Ia juga menyebut setelah 1478, Majapahit menjadi negara bawahan Kasultanan Demak di bawah kekuasaan Panembahan Jimbun alias Raden Patah.
Panembahan Jimbun alias al-Fatah yang berarti ‘pemenang’ atau conqueror adalah anak Kertabhumi yang lahir dari putri Cina yang diasuh oleh Arya Damar alias Swan Liong, kapten Cina di Palembang.
Arya Damar ini adalah anak Wikramawardhana dari istri selir yang juga lahir dari putri Cina.
Kronik Cina itu juga menyebut pada tahun 1478 Jimbun menyerang Majapahit dan membawa Kung-ta-bu-mi secara hormat ke Bing-to-lo atau Bintara di Demak. Penyerbuan ini menandai akhir dari Majapahit sebagai negara merdeka dan tunduk pada kekuasaan Demak.
Jimbun mengangkat seorang Cina muslim sebagai penguasa Majapahit yakni Njoo Lay Wa. Namun pemerintahan itu hanya bertahan selama delapan tahun akibat pemberontakan bekas rakyat Majapahit. Ia mati terbunuh tahun 1489.
Sadar bahwa orang-orang Majapahit tak suka diperintah penguasa Cina, setelah pembunuhan itu Jimbun mengangkat Dyah Ranawijaya sebagai penguasa baru. Ranawijaya yang bergelar Girindrawardhana adalah menantu Kertabhumi sekaligus ipar Jimbun yang memerintah hingga tahun 1527.
Prasasti Jiyu menyebut gelar Dyah Ranawijaya adalah Sri Wilwatikta Jenggala Kediri, yang artinya penguasa Majapahit, Jenggala, dan Kediri. Ini membuktikan bahwa tahun 1486 tersebut kekuasaan Bhre Kertabhumi di Majapahit telah jatuh pula ke tangan Ranawijaya.
Di sisi lain, umumnya naskah-naskah babad dan serat menyebut perang Majapahit dan Demak hanya terjadi sekali yakni pada tahun 1478 yang menyebutnya sebagai Perang Sudarma Wisuta atau perang antara ayah melawan anak.
Babad dan serat tak menyebut lagi perang antara Majapahit dan Demak sesudah tahun itu, padahal menurut catatan penjelajah Portugis dan kronik Cina perang terjadi lebih dari sekali.
Gara-gara Ranawijaya bekerja sama dengan bangsa asing di Mao-lok-sa atau Malaka, pada tahun 1517 Jimbun menyerbu Daha yang menjadi Ibu Kota Majapahit. Meski berhasil mengalahkan Pa-bu-ta-la, Jimbun mengampuni musuhnya itu mengingat istrinya adalah adik Jimbun. Perang ini juga terdapat dalam catatan Portugis.
Di sisi lain, Majapahit yang dipimpin seorang bupati muslim dari Tuban bernama Pate Vira membalas dengan menyerang Giri Kedaton, salah satu sekutu utama Demak di Gresik. Serangan ini gagal.
Sepeninggal Jimbun tahun 1518, Demak berturut-turut dipimpin putranya Yat Sun alias Adipati Yunus yang lebih dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor sampai tahun 1521. Yat Sun digantikan adiknya Tung Ka Lo atau Sultan Trenggana.
Kronik Cina menyebut memanfaatkan suksesi di Demak itu, Pa-bu-ta-la kembali kerjasama dengan Portugis yang memicu serangan Demak ke Daha tahun 1524 yang dipimpin Sunan Ngudung. Pada penyerbuan itu Sunan Ngudung yang juga merupakan salah satu anggota wali sanga itu tewas di tangan Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit.
Demak kembali menyerbu Daha pada tahun 1527 yang dipimpin oleh Sunan Kudus putra Sunan Ngudung. Dalam perang ini Majapahit kalah.
Akibat serbuan itu Ranawijaya tewas sementara putra-putrinya yang enggan memeluk Islam lari mengungsi ke arah timur menuju Pasuruhan dan Panarukan yang secara resmi tak pernah dikuasai Demak.
Dalam penyerbuan itu pusat kerajaan Majapahit dijarah oleh tentara Demak dan lenyap dari sejarah.
Pengaruh Cina
Gagal menaklukkan Jawa di era Kubhilai Khan dengan senjata, Cina mengganti strateginya. Tahun 1405 wilayah di Kalimantan Barat direbut Cina, Palembang di tahun 1407 dan menyusul kemudian, Melayu, Malaka dan Brunei.
Wilayah-wilayah itu tumbuh menjadi bandar-bandar perdagangan yang ramai, merdeka dari Majapahit.
Mandala Dwipantara yang digagas Kertanagara dan dilanjutkan Gajah Mada dalam Sumpah Palapa runtuh. Pengaruh Cina tak terbendung di Nusantara.
Setelah Armada Cina merebut Palembang dari tangan Majapahit, daerah itu diduduki orang-orang Cina Islam dari Yunan yang membentuk masyarakat Muslim di Palembang. Pada tahun itu juga mereka membentuk masyarakat muslim di Sambas.
Hampir semua negara-negara pantai di Asia Tenggara juga masuk dalam kekuasaan Cina di bawah kepemimpinan Laksamana Cheng Ho.
Di Campa ia menunjuk Bong Tak Keng sebagai penguasa penuh untuk mengawasi perkembangan masyarakat Cina Islam di seluruh Asia Tenggara.
Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara menyebut untuk mempercepat proses pembentukan masyarakat Cina Islam di Jawa, Bong Tak Keng memindahkan Gan Eng Cu dari Manila ke Tuban pada tahun 1419.
Kala itu Tuban sudah menjadi kota pelabuhan yang sangat penting karena menjadi pintu masuk dari laut lepas menuju Majapahit di pedalaman.
Swan Liong alias Arya Damar, kepala pabrik mesiu di Semarang yang dianggap sebagai keturunan Majapahit di pindahkan ke Palembang sebagai kapten Cina untuk memimpin masyarakat Cina Muslim di sana.
Ia dibantu Bong Swi Hoo yang datang dari Campa di tahun 1445. Orang inilah yang dua tahun kemudian diangkat menjadi Kapten Cina di Bangil, yang terletak di muara Kali Porong.
Demikianlah, hampir semua kota pelabuhan di seluruh penjuru Nusantara, khususnya pantai utara Jawa terbentuk masyarakat Muslim Cina yang mapan.
Semua kota-kota itu menjadi pusat perdagangan yang sesuai instruksi dari Cina harus mengadakan hubungan politik dan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan tempat di mana mereka menetap.
Sebelum kedatangan mereka, wilayah-wilayah ini mutlak dikuasai pedagang-pedagang yang tunduk kepada kekuasaan Majapahit di pedalaman. Pelabuhan-pelabuhan itu adalah tempat berdagang sekaligus urat nadi perekonomian Majapahit.
Bercokolnya pedagang-pedagang Cina Muslim di sepanjang pantai utara Jawa itu benar-benar mencekik sumber perekonomian Majapahit. Ya, Majapahit dikepung Cina Islam dari laut.
Jauh sebelum kedatangan orang-orang Eropa di Malaka, Yat Sun memang memendam cita-cita merebut kota Pelabuhan Malaka. Namun niatnya itu didahului Portugis yang menyerbu Malaka dari Goa.
Tak ada pilihan lain, Malaka harus direbut dari Portugis dan ia mengirimkan armada perang tahun 1512.
Ungul jangkauan meriam dan menempatkan banteng di atas bukit yang strategeis, Portugis berhasil mencegah kapal-kapal Demak mendekati pantai di Malaka.
Meski berhasil mengusir Portugis di sepanjang pantai Utara Jawa, dan mendirikan kasultanan di Banten sebagai pertahanan terdepan menghadapi Portugis dari Malaka, Demak gagal mencegah Portugis mencapai Maluku.
Akibatnya, perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan itu justru jatuh ke tangan orang-orang Portugis.
Meletakkan fokus utama merebut Malaka dari Portugis untuk menguasai jalur perdagangan penting, Demak justru mengabaikan membangun kehidupan rakyat di pedalaman.
Di sisi lain, bagaimanapun hebatnya, masyarakat Cina yang selalu menjadi andalan Demak hakikatnya tetap terlalu kecil jika dibanding kekuatan rakyat Jawa di pedalaman. Demak tetaplah menguasai beberapa kota pelabuhan yang terpecah-pecah di berbagai tempat.
Kelalaian Jimbun merangkul orang-orang di pedalaman bekas Majapahit dengan segera membuat Demak kehilangan simpati rakyat banyak.
Tenaga rakyat uang mestinya bisa digunakan untuk kepentingan negara, justru berbalik sikap dengan memusuhi Demak. Negara setengah koloni ini pada akhirnya runtuh gara-gara mengabaikan penduduk asli.
Majapahit adalah sebuah kerajaan besar di masa itu yang berhasil menjadi kerajaan otonom yang sangat disegani kerajaan lainnya di dunia kala itu.Berikut nama raja-raja yang memimpin Majapahit berikut kurun waktu memerintah yang dikutib dari beberapa prasasti dan ahli-ahli sejarah nasional dan internasional :
1. Raden Wijaya tahun 1292-1309 Masehi.
2. Raden Jayanegara / Kalagemet tahun 1309-1328 M.
3. Tribuana Tunggadewi Jayawisnu Wardani tahun 1328-1350 M.
4. Hayam Wuruk tahun 1350-1389 M.
5. Wikrama Wardana tahun 1389-1492 M.Dalam masa ini muncul perang Paregreg.Bre wirabumi Kebo Marcuet memberontak dan berhasil ditumpas Jaka Umbaran/R.Gajah/Minakjinggo.
6. Ratu Suhita (Kencana Wungu) tahun 1429-1447 M. Diperistri R.Prameswara /Damarwulan dengan gelar Brewijaya 2 setelah berhasil mengalahkan Minakjinggo yang berniat mengkudeta pemerintahan sah.Dengan gelar yang disandangnya tersebut bertujuan memperkokoh keturunan asli R.Wijaya.
7. Prabu Kertawijaya (Brewijaya 3) tahun 1447-1451 M.
8. Prabu Rajasawardana (Brewijaya 4) tahun 1451-1453 M.
9. Raden Kertabumi (Brewijaya 5) tahun 1453-1478 M.Dg dibantu saudaranya R. Purwawisesa sebagai Patih tahun 1456-1466 M.Terus dilanjutkan putra Patih sebagai pengganti Patih yang bernama Raden Pandan Salas menjabat Patih yang menjalankan pemerintahan Prabu Brewijaya 5. Dalam hal ini menurut beberapa sumber ada banyak versi. Merujuk salah satu versi yang umum bahwa pada tahun tersebut Kerajaan Demak menyerang Majapahit (Suryo Sengkolo Sirno Ilang Kertaning Bumi).
Semenjak itu Majapahit tunduk menjadi bawahan Demak menjadi kerajaan kecil dan dipimpin oleh Brawijaya 6.
Fenomena ini yang memicu ketidakpuasan dikalangan bangsawan Majapahit.
Raden Girindawardana yang berada di Keling Kediri memelopori pemberontakan dan berhasil merebut Majapahit Brawijaya 6 berhasil di bunuh dan R.Girindawardana memimpin Majapahit dengan gelar Brewijaya 7 dan memboyong segala kebesaran Majapahit ke Keling,ibukota dipindahkan ke Keling agar terbebas dari Demak.
Dan Demakpun mengirim pasukan menyerbu Kediri dibawah pimpinan Sunan Kudus dan berhasil menewaskan Brawijaya 7 beliau gugur di medan perang.
Majapahit kembali lagi ke bawah naungan Demak dan diangkatlah Brawijaya 8 hingga berakhir di Brawijaya 9. Dan setelah itu Majapahit ikut pemerintahan Kadipaten Terung Sidoarjo pada tahun 1500 Masehi.
Keturunan-keturunan sah Raja Brewijaya 5 yang menyebar ke Nusantara khususnya Jawa yg kelak memunculkan tokoh-tokoh besar di kerajaan-kerajaan di jawa pada era Islamiah.