Tembang Gundhul-Gundhul Pacul
ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦒꦸꦤ꧀ꦝꦸꦭ꧀ꦒꦸꦤ꧀ꦝꦸꦭ꧀ꦥꦕꦸꦭ꧀
Gundhul-gundhul pacul-cul gembelengan
Nyuunggi-nyunggi wakul-kul sempoyongan
Wakul ngglempang segane dadi saratan
Wakul ngglem pang segane dadi saratan
Aksara Jawanipun :
ꦒꦸꦤ꧀ꦝꦸꦭ꧀ꦒꦸꦤ꧀ꦝꦸꦭ꧀ꦥꦕꦸꦭ꧀ꦕꦸꦭ꧀ꦒꦼꦩ꧀ꦧꦼꦊꦔꦤ꧀
ꦚꦸꦈꦁꦒꦶꦚꦸꦁꦒꦶꦮꦏꦸꦭ꧀ꦏꦸꦭ꧀ꦱꦼꦩ꧀ꦥꦺꦴꦪꦺꦴꦔꦤ꧀
ꦮꦏꦸꦭ꧀ꦔ꧀ꦒ꧀ꦭꦼꦩ꧀ꦥꦁꦱꦼꦒꦤꦺꦣꦝꦶꦱꦫꦠꦤ꧀
ꦮꦏꦸꦭ꧀ꦔ꧀ꦒ꧀ꦭꦼꦩ꧀ꦥꦁꦱꦼꦒꦤꦺꦣꦝꦶꦱꦫꦠꦤ꧀
Filosofi Tembang Gundhul Pacul.
Gundul gundul pacul-cul,
gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang
segane dadi sak latar
Tembang Gundhul-Gundhul Pacul memiliki filosofi yang dalam tentang kepemimpinan dan amanah. Secara keseluruhan, lagu ini adalah nasihat bagi para pemimpin agar tidak sombong dan congkak dalam mengemban tanggung jawab yang diberikan rakyat. Liriknya yang sederhana namun kaya makna mengajarkan pentingnya rendah hati dan bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat.
Makna Filosofis
- Gundul (Kepala Plontos).
Melambangkan seorang pemimpin yang seharusnya tidak terikat pada simbol-simbol kemewahan atau kekuasaan, tetapi lebih fokus pada tugas dan tanggung jawabnya.
- Pacul (Cangkul).
Melambangkan alat yang digunakan untuk bekerja keras, mencerminkan kewajiban pemimpin untuk bekerja demi kemakmuran rakyatnya.
- Gembelengan (Sombong/Congkak).
Menunjukkan sifat buruk yang harus dihindari oleh seorang pemimpin, karena kesombongan dapat menyebabkan amanah yang diemban menjadi sia-sia.
- Wakul (Bakul Nasi) Ngglimpang (Tumpah).
Menggambarkan akibat dari kesombongan seorang pemimpin, di mana hasil kerja kerasnya menjadi berantakan dan tidak bermanfaat bagi rakyat.
Pesan Utama.
Tembang Gundhul-Gundhul Pacul mengajarkan bahwa seorang pemimpin sejati bukanlah orang yang hanya berorientasi pada kemewahan dan kekuasaan, tetapi orang yang mau bekerja keras, rendah hati, dan bertanggung jawab dalam mengemban amanah rakyat.
Pesan Moral.
Lagu ini juga bisa diartikan sebagai pengingat untuk selalu mawas diri dan tidak terbawa hawa nafsu dalam menjalankan tugas, terutama dalam konteks kepemimpinan. Jika seorang pemimpin tidak mampu mengendalikan diri dan cenderung bertindak sesuka hati, maka amanah yang diberikan akan sia-sia dan merugikan banyak orang.
Tembang Jawa ini diciptakan tahun 1400 an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia.
Penjabaran makna Pitutur Jawa tersebut :
- Gundhul adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang.
Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala.
Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.
- Sedangkan pacul adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.
Gundul pacul artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas). Artinya bahwa:
kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal antara lain bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.
- Gembelengan.
Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat.
Tetapi dia malah :
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya.
2. Menggunakan kedudukannya untuk. berbangga-bangga di antara manusia.
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.
- Nyunggi wakul, gembelengan Nyunggi wakul artinya
membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya.Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya.
Wakul adalah simbol kesejahteraan rakyat.
Kekayaan negara, sumberdaya,
Pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat.
Kedudukannya di bawah bakul rakyat.
Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul ?
Tentu saja pemilik bakul.
Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya. Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main).
Akibatnya, Wakul ngglimpang segane dadi sak latar Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.
Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat.
Imajiner Nuswantoro
ꦆꦩꦗꦶꦤꦺꦂꦤꦸꦱ꧀ꦮꦤ꧀ꦠꦺꦴꦫꦺꦴ