Raden Mas Adipati Aryo Tjokronerogo / Kandjeng Raden Mas Adipati Tjokronagoro Rijderderorde Vande Nederlansche Leeuw Engeele (Ridderorden van de Nederlansche Leeuw Engeele) Song-Song (Namanya Digunakan Sebagai Nama Masjid Agung Ponorogo)
KLIK DISINI :
- Bupati Ponorogo Ke 3 Kutho Tengah (tahun 1856 - 1882)
https://syehhakediri.blogspot.com/2024/01/ponorogo-ke-3-kutho-tengah-tahun-1856.html
- Orde Singa Belanda Orde van de Nederlandse Leeuw
https://pointconsultant3.blogspot.com/2025/02/orde-singa-belanda-orde-van-de.html
Raden Mas Adipati Aryo Tjokronerogo atau R.M.A.A Tjokronegoro
Sebelumnya, nama tersebut dijadikan sebagai nama Masjid Agung Ponorogo yang berada di Jalan Alon-Alon Barat, Ponorogo. Namun, untuk mengetahui lebih detail-nya, akan bisa diketahui ketika kita mengunjungi makamnya yang terletak di belakang masjid.
Di komplek makam bergerbang, terdapat cungkup makam yang di dalamnya berselendang kain putih transparan dengan songsong (payung) lusuh tua.
Ada nisan yang tertulis Kandjeng Raden Mas Adipati Tjokronagoro Rijderderorde Vande Nederlansche Leeuw Engeele (Ridderorden van de Nederlansche Leeuw Engeele) Song-Song. Di sana lah makam Raden Mas Adipati Tjokronegoro yang dijadikan sebagai nama Masjid Agung Ponorogo.
Bahwa Tjokronegoro (Tjakranagara) adalah Bupati Ponorogo keturunan Kiai Kasan Besari sekaligus menantu Tumenggung Jogokaryo II (Bupati Pacitan) yang menjabat tahun 1856-1882. Informasi yang tertera pada nisan makam menunjukkan bahwa Raden Mas Adipati Tjokronegoro menerima lencana Rijderderorde Vande Nederlansche Leeuw Engeele atau Bintang Orde Singa Belanda.
Beliau menerima Bintang Orde Singa Belanda, Song-song emas, dan gelar-gelar Jabatan lain.
Bintang Orde Singa Belanda merupakan penghargaan tertua dan tertinggi dari pemerintah Hindia-Belanda kepada seniman, politisi, atau ilmuwan yang dianggap punya kontribusi besar.
Menurut peneliti sejarah dari Surakarta beliau dianugerahi 2 (dua) jabatan, untuk sipil dan untuk militer. Semuanya punya peringkatnya sendiri-sendiri.
Tak hanya itu, menurut buku Sejarah Adipati dan Bupati Ponorogo (1694-2016) karya Alip Sugianto, Raden Mas Adipati Tjokronegoro juga memiliki julukan lain yakni Gusti Lider atau Gusti Sepuh.
Bupati Tjokronegoro (Tjakranagara) juga mendapat anugrah bintang Gouvernement Goud Ster Orde Van Orange Naasau Koninklyke Nederlasncshe Leger (G.G.St.O.O.N.K.N.L). Maka tak heran, Tjokronegoro berdedikasi kerja untuk masyarakat.
Bupati Tjokronagoro pun turut andil dalam pembangunan Masjid Agung yang dibangun pada tahun 1858.
Dalam bidang infrastruktur, beliau membangun Masjid Agung Ponorogo dan beberapa fasilitas publik. Dalam bidang sosial-kemasyarakatan, membawa kestabilan politik di Ponorogo daripada pemerintahan bupati-bupati sebelumnya.
Meskipun bukti fisik anugerah bintang yang diberikan kepada Tjokronegoro itu tidak diketahui keberadaannya, namun dengan didirikannya Masjid Agung R.M.A.A Tjokronegoro atau Masjid Agung Ponorogo menjadi bukti bahwa Tjokronegoro pernah ada.
Keturunan Tjokronegoro juga melahirkan tokoh besar nasional yakni Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto dan Soedjatmoko.
Beliau adalah Putra Kyai Kasan Besari dan cucu Kyai Ilyas, sekaligus cicit Kyai Muhammad Besari. Tjokronegoro, salah satu cucunya menikah dengan keluarga yang kelak menurunkan Soedjatmoko dan lain-lain.
Bupati Tjokronegoro turut berperan dalam mengatasi pemberontakan di Patik, Pulung. Bahkan menurut buku Madiun dalam Kemelut Sejarah : Priyayi dan Petani di Karesidenan Madiun Abad XIX karya Ong Hok Ham, Tjokronegoro disebut sebagai Bupati Sepuh berhasil menyergap 22 pemberontak utama yang tertidur di Makam Dowo.
Keberhasilan penangkapan pemberontak utama yang dibantu orang-orang desa perdikan Tegalsari dan Karanggebang memudahkan penangkapan kelompok lainnya. Meskipun Bupati Tjokronegoro telah pensiun, dia tetap disegani masyarakat.
![]() |
Raden Mas Adipati Aryo Tjokronerogo atau R.M.A.A Tjokronegoro |
Orde Singa Belanda
Orde van de Nederlandse Leeuw
Orde Singa Belanda
Orde Singa Belanda (bahasa Belanda : De Orde van de Nederlandse Leeuw, bahasa Prancis: L'Ordre du Lion Néerlandais) merupakan sebuah orde kekesatriaan Belanda yang didirikan oleh Raja Willem I pada 29 September 1815.
Orde Oranye-Nassau
Orde Singa Belanda hingga saat ini diberikan kepada orang terkemuka dari seluruh lapisan masyarakat, meliputi jenderal, menteri, wali kota besar, profesor dan ilmuwan terkemuka, industrialis, pegawai negeri sipil golongan tinggi, kepala hakim, serta artis terkenal. Sejak 1980, tanda kehormatan ini utamanya dianugerahkan atas jasa di bidang seni, ilmu pengetahuan, olahraga, dan literatur; sementara itu yang lainnya dianugerahkan Orde Oranye-Nassau.
Tanda kehormatan ini tingkatannya di bawah Orde Militer Willem. Kelas kedua dan ketiga dari tanda kehormatan ini tidak dapat dianugerahkan kepada warga negara asing. Warga negara asing yang memenuhi kriteria akan dianugerahkan Orde Oranye-Nassau ataupun Orde Mahkota.
Raja Belanda merupakan Pemilik Agung dari tanda kehormatan ini. Orde ini diberikan dalam tiga kelas. Dahulunya, juga ada medali untuk kelas "Saudara" yang tidak dianugerahkan lagi sejak 1960.[2] Kelas tersebut kemudian dihapuskan pada tahun 1994.
Kelas
Kesatria Salib Agung.
Diberikan kepada anggota keluarga kerajaan, kepala negara lain, serta beberapa mantan perdana menteri, pangeran, dan kardinal yang dipilih. Lencana tanda kehormatan berada di selempang yang dipakai di pundak kanan ditambah sebuah patra bintang dipakai di dada kiri.
Panglima
Biasanya diberikan kepada orang Belanda yang memenangkan Penghargaan Nobel, beberapa artis, penulis, dan politikus yang terkenal. Lencana tanda kehormatan berada di kalung yang dikenakan di leher ditambah dengan patra salib yang bentuknya identik dengan lencana dipakai di dada kiri.
Kesatria
Mengenakan lencana yang berbentuk medali di dada kiri.
Saudara
Tidak lagi dianugerahkan. Mengenakan medalinya di dada kiri.
Pita tanda kehormatan
Kesatria Salib Agung
Panglima
Kesatria
Saudara
Insignia
Lencana Orde Singa Belanda berbentuk Salib Malta hasil sepuhan yang diemail putih dengan monogram "W" (Raja Willem I) berwarna emas di setiap lengannya. Tepat di tengah bagian depannya terdapat lingkaran berwarna biru yang diemail bertuliskan motto dari orde ini, yaitu Virtus Nobilitat. Bagian belakang dari lingkaran tersebut berupa lingkaran berwarna emas polos yang dilengkapi singa dari Lambang Kerajaan Belanda. Lencana ini menggantung pada ornamen berbentuk mahkota kerajaan.
Sama seperti anugerah kehormatan Belanda yang lain, orde ini juga terdiri atas beberapa kelengkapan tanda kehormatan seperti miniatur dan patra. Semua kelas dari orde ini memiliki miniatur sementara patra hanya terdapat di beberapa kelas saja. Tanda kehormatan dan kelengkapannya ini hanya dikenakan pada saat kesempatan formal saja. Selain itu, terdapat sebuah pita pengganti yang berukuran lebih kecil dari miniatur dan dipakai ketika mengenakan pakaian formal saja.
Daftar Nama Bupati Ponorogo :
1. R. Adipati Mertohadinegoro 1837-1854.
2. R. Mas Sasrokusuma 1854-1856.
3. R. Mas Tumenggung Cokronegoro I1856-1882.
4. R. Mas Cokronegoro II 1882-1906.
5. R.T. Sosro Prawiro 1906-1906.
6. R. Mas Cokrohadinegoro 1914-1916.
7. Pangeran Kusumo Yuda1916-1926
8. R. Tumenggung Saim 1926-1934
9. R. Sutikno 1934-1944.
10. R. Soesanto Tirtoprodjo 1944-1945.
Masa Kemerdekaan Indonesia :
11.R. Tjokrodiprodjo 1945-1949
12. R. Prajitno19491951
13. Mayjen TNI R. Moehamad Mangoendipradja 1951-1955
14. R. Mahmoed 1955-1958
15. R. M. Harjogi 1958-1960
16. R. Dasoeki Prawirowasito 19601967
17. R. Soejoso 1967-1968
18. R. Soedono Soekirdjo 1968-1974
19. H. Soemadi 1974-1984
20. Drs. Soebarkah Poetro Hadiwirjo 1984-1989
21. Drs. R. Gatot Soemani 1989-1994
22. Dr. H. M. Markum Singodimedjo 1994-2004H. Muryanto, S.H., M.M.
23. H. Muryanto, S.H., M.M. 2004-2005
24. H. Muhadi Suyono, S.H., M.Si. 2005-2010H. Amin, S.H.
25. H. Amin, S.H. 2010-2015 Yuni Widyaningsih
26. Drs. H. Ipong Muchlissoni 17 Februari 2016, 26 Februari 2021. Drs. H. Soedjarno, M.M.
27. H. Sugiri Sancoko, S.E., M.M.
26 Februari 2021 (Petahana)
Dst...
Sumber Referensi :
- Babad Ponorogo
- Wikipedia
- PonorogoNews.com
![]() |
Foto : ilustrasi Bethara Katong |
Penulis : Imajier Nuswantoro