KANJENG SINUHUN SUSUHUNAN HYANG-HYANGING DALEM PRABU AGUNG TAWANGALUN MAS MACANPUTIH
(1655 - 1691)
Kanjeng Sinuhun susuhunan Hyang-Hyanging Dalem Prabu Agung Tawangalun Mas Macanputih adalah raja Blambangan yang ke VIII dan dinobatkan menjadi raja di Kedhaton Macanputih pada tahun 1655 M.
Kanjeng Sinuhun Susuhunan Hyang-Hyanging Dalem Prabu Agung Tawangalun Mas Macanputih telah memindahkan pusat pemerintahan yang sebelumnya dari Kuthadawung (Jember) yang berada di barat gunung Padangalun (Gumitir) ke kutha Macanputih (Banyuwangi) yang berada di timur gunung Padangalun.
Hal ini merupakan kecapakan Prabu Agung Tawangalun Mas Macanputih dalam hal kemiliteran, dengan menjadikan gunung Padangalun (Gumitir) sebagai benteng alami dari musuh yang akan datang dari barat gunung. Kita ketahui sebelumnya bahwa Blambangan saat itu sedang bermusuhan dengan Mataram yang dipimpin oleh Sunan Amangkurat Agung, yang sedang mengadakan gencatan senjata.
Kedhaton Macanputih memiliki letak geografis yang sangat strategis, dimana terdapat dua sungai besar yang mengapit kedhaton sehingga menjadikan benteng alami dalam kedhaton. Selain itu, letak Macanputih juga dikaruniai tanah persawahan yang subur dan luas dibawah kaki gunung Rahung.
Kedhaton Macanputih juga terletak di dataran tinggi, sehingga segara rupèk/ selat Blambangan (selat Bali) dapat terlihat dari atas kedhaton. Hal ini juga merupakan kecerdasan Prabu Agung Tawangalun untuk mengantisipasi jikalau ada musuh yang datang dari laut.
Gelar yang disandang beliau adalah bukan tanpa sebab dan bukan tanpa arti.
Gelar KANJENG SINUHUN SUSUHUNAN adalah gelar yang didapat dari para penguasa Jawa khususnya di masa persekutuannya dengan pasukan Trunojoyo dan Karaeng Galesong dalam menentang kesewenang-wenangan yang dilakukan Sunan Amangkurat Agung atas pemerintahan feodalisme di Jawa.
Gelar ini juga merupakan bukti penentangan bahwa Balambangan merdeka dari Mataram yang terjadi pada 23 Pebruari 1652 di Bale paseban Ageng Mataram.
Gelar HYANG-HYANGING DALEM adalah gelar yang diberikan oleh penguasa Bali saat itu sebagai rasa hormat kepada beliau yang selalu membantu dalam menjaga stabilitas dan kedamaian diantara para raja di Bali.
Hal itu berawal dari adanya perseteruan antara pemberontakan sang patih Gelgel yaitu I Gusti Kryan Maruti dengan putera Dalem Dimade yang bernama I Dewa Agung Jambe, kejadian ini juga menandai runtuhnya wibawa kerajaam Gelgel di Bali. Hyang-Hyanging Dalem juga memberikan bantuan kepada pasukan I Dewa Agung Jambe dalam merebut tahta kerajaan Gelgel dan membangun kerajaan Klungkung, di Bali. Sebab itulah jalinan antara Klungkung yang sudah erat sejak masa kerajaan Gelgel dengan Blambangan lebih mesra dari sebelumnya.
Di dalam Babad Mengwi juga diceritakan bahwa penghormatan raja Mengwi pertama kepada Hyang-Hyanging Dalem Tawangalun sangat terlihat ketika penobatan raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung Made Agung bergelar Cokorda Sakti Balambangan, karena tanpa bantuan Hyang-Hyanging Dalem Tawangalun maka kerajaan Mengwi tidak akan berdiri. Yang dikemudian hari antara Mengwi dan Balambangan semakin erat setelah menjalin hubungan pernikahan.
Pada masa pemerintahan Kanjeng Sinuhun Susuhunan Hyang-Hyanging Dalem Prabu Tawangalun Mas Macanputih, kerajaan Balambangan mengalami masa puncak kejayaannya dengan pasukan yang sangat disegani baik dari Jawa maupun dari Bali. Pada tahun 1619 luas wilayah kekuasaanya telah mencapai Sengguruh, Blitar, Kediri, Pasuruhan, hingga segara rupèk (selat Bali).
Pasukan Balambangan saat itu mencapai 49.000 orang prajurit yang mana setiap 7000 prajurit dibawah perintah Dewan Saptamanggala Balambangan. Prajurit ini belum termasuk 2000 prajurit yang berada di benteng Demong (besuki) dibawah komando Karaeng Galesong.
De Graaf juga mencatat ketika penaklukan di Blitar, Kediri, dan Malang pasukan Mataram dapat ditaklukkan dengan hanya menerjunkan pasukan Balambangan sebanyak 12.000 orang saja dibantu 500 orang laskar Bali yang bersenjatakan tombak dan sumpit berbisa.
Dengan jumlah yang hanya seperempat dari kekuatan militer Blambangan saja sudah mampu menawan 40.000 orang prajurit Mataram.
Kanjeng Sinuhun Susuhunan Hyang-Hyanging Dalem Prabu Agung Tawangalun Mas Macanputih memiliki 400 orang istri selir yang dicatat oleh seorang orientalis Belanda bernama Valentjin, namun terdapat tiga istri utama yang merupakan dua garwa padmi diantaranya :
1. Garwa Padmi wetan Sekardewi Irawuni, yang merupakan puteri dari anggota Sapta manggala Balambangan Arya Balater. Dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai empat orang putera yang bernama :
● Pangeran Senapati Arya Mas Sasranegara/Dipati Rayi
● Pangeran Mas Arya Keta Macanagara
● Pangeran Mas Arya Kertanegara
● Pangeran Mas Arya Gajah Binarong (kakek buyut Mas Ayu Wiwit)
2. Garwa Padmi kulon Dewi Sumekar, yang merupakan puteri dari Sultan Agung Hanyakrakusuma dari istri selir Dewi Gandhi (janda Mas Kriyan) yang memiliki seorang putera bernama Pangeran Adipati Mas Macanapura yang menjadi putera mahkota kerajaan Balambangan.
Ada sumber yang mengatakan bahwa Dewi Ayu Sumekar adalah seorang muslimah, sehingga ketika Sinuhun Susuhunan Hyang-Hyanging Dalem Prabu Agung Tawangalun wafat tidak melakukan Sati, sehingga dari 400 istri beliau hanya 270 orang istri saja yang ikut melakukan Sati sedangkan sisanya tidak. Bisa jadi karena sebelumnya sudah mati atau mungkin ada yang menjadi Bikkhuni dan bisa jadi ada pula seorang Muslimah.
3. Ni Mas Ayu Sukesih, yang merupakan puteri dari I Gusti Agung Made Agung raja pertama Mengwi sebagai hadiah dan jalinan persahabatan antara kerajaan Mengwi - Balambangan. Dari pernikahan puteri asal Bali inilah lahir seseorang yang bernama Mas Dalem Wiraguna (kakek buyut Pangeran Pakis/ Mas Rempeg Jagapati).
Sumber referensi :
Babad Tawangalun
Babad Blambangan
Babad Mengwi
Babad Sembar
De Graaf, runtuhnya kekuasaan Mataram
Aji Ramawidi, suluh Blambangan
Aji Ramawidi, dari Balambangan menjadi Banyuwangi
(Balambangan, 27 Soma Pon wuku Matal Jyeá¹£á¹ha 1946 çaka).
Imajiner Nuswantoro