Wong Agung Ngeksi Gondo
Wong agung ngeksi Gondo puniko sinten, ingkang dipun maksud menika Panembahan Senapati utawi Sutawijaya, raja pertama Mataram.
Ngeksi : mata,
Ganda : arum, = mataarum dados Mataram.
Wong Agung ing Mataram Panembahan Senapati.
Ingkang dipun maksud menika Panembahan Senapati utawi Sutawijaya, raja pertama Mataram
Wong agung ing ngeksi ganda = tiang kinurmatan saking Ngeksi ganda (KotaGede) = Panembahan Senapati Jarwa merdikanipun Ratu
Wong Agung = wong gedhe.
Ngeksi menika paningal/ mata Ganda arum maksute matarum (mataram) mbok menawi maksute wong gedhe ing Mataram inggih menika Njeng Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Raja ingkang nggadahi panguwasa, ugi para priyantun ingkang nggadahi Drajat pangkat, ingkang nggadahi sifat Adil Wicaksono lan berbudi bawa Laksono.
Ati, Lati lan Pakarti nipun nyawiji .
Menawi wedharan saking swargi Simbah minongko kangge Mastani priyayi Jawi perangan siseh kidul werdinipun priyayi ngeksigondo anggenipung ngeksi miring pengeran meniko sarwi siningit, beneh kaliyan priyayi Jawi siseh lor (Pantura) anggenipung ngeksi pengeran sarwi cetha Milo dipun wastani wong agung ngeksintoro .
Tambahan keterangan :
Mataram yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi kerajaan oleh Panembahan Senopati. Sebagai raja pertama, ia memerintah Kerajaan Mataram Islam sekitar tahun 1587-1601. Sebagai pendiri juga, Panembahan Senopati disebutkan sebagai peletak dasar-dasar kerajaan.
Berikut 10 raja yang pernah memimpin kesultanan mataram islam :
1. Sutawijaya/ Panembahan Senopati (1584-1601)
Sutawijaya atau Panembahan Senopati merupakan pendiri sekaligus sultan pertama Mataram Islam. Ia menjadi seorang sultan setelah sang ayah yakni Ki Ageng Pemanahan wafat.
Pada masa kekuasaannya, ia berhasil menaklukan beberapa wilayah yang ada di sekitar Mataram Islam seperti Madiun, Surabaya, dan Kadiri. Untuk memperluas daerah kekuasaannya, ia juga berhasil menguasai daerah Priangan dan menjalin kerjasama dengan Cirebon.
2. Raden Mas Jolang/ Panembahan Seda ing Krapyak (1601-1613)
Raden Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak adalah putra dari Panembahan Senopati dengan selirnya, Kanjeng Ratu Mas Waskita Jawi. Pada masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai seorang sultan yang ahli dalam menyelesaikan pemberontakan.
Namun ketika pemerintahannya berjalan dengan rukun dan damai, secara mengejutkan Raden Mas Jolang meninggal di hutan Krapyak. Sehingga namanya dikenal dengan Panembahan Seda ing Krapyak.
3. Raden Mas Rangsang/ Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645)
Raden Mas Rangsang atau yang dikenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma merupakan sultan ketiga sekaligus yang terlama sepanjang sejarah Mataram Islam. Sultan yang satu ini memiliki masa jabatan hingga 32 tahun lamanya.
Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai sosok sultan yang banyak meninggalkan perkembangan budaya. Sultan Agung dikenal sebagai pendiri kalender, penulis karya sastra berjudul Serat Sastra Gendhing dan menyempurnakan bahasa di Pulau Jawa.
4. Raden Mas Sayidin/ Amangkurat I (1646-1677)
Raden Mas Sayidin merupakan putra dari Sultan Agung, sehingga dirinya mengisi jabatan sebagai sultan setelah wafatnya sang ayah dan menjadi raja keempat Mataram Islam. Tidak jauh dari sang ayah, ia juga memiliki jabatan yang lama sebagai sultan yakni 31 tahun.
Pada masa kepemimpinannya, Raden Mas Sayidin memiliki kebijakan yang berbeda dengan sang ayah. Ia memilih untuk menjalin hubungan baik dengan pihak kolonial Belanda. Namun tindakannya tersebut salah yang mengakibatkan timbulnya pemberontakan hingga dirinya meninggal.
5. Pangeran Adipati Anom/ Amangkurat II (1677-1703)
Pangeran Adipati Anom yang merupakan putra dari Raden Mas Sayidin ini juga memiliki jabatan yang terbilang lama, yakni 26 tahun. Selama memimpin Mataram Islam, dirinya dikisahkan sebagai pemimpin yang berhati lemah dan mudah dipengaruhi oleh VOC.
Sama halnya dengan sang ayah, Pangeran Adipati Anom ini juga kembali mendapatkan serangan dari pihak kolonial. Amangkurat II meninggal pada saat berusaha memperbaiki hubungan dengan pihak VOC.
Pada era kepemimpinan Adipati Anom ini pusat kekuasaan berpindah ke Kartasura, dan raja atau sultan kemudian berganti dengan gelar Susuhunan (Sunan).
6. Amangkurat III (1703-1705)
Pada awal hingga akhir kepemimpinan Amangkurat III ini diwarnai dengan berbagai macam pemberontakan. Terlebih ketika insiden ketidakpercayaan VOC terhadap garis keturunan Amangkurat.
Kemunduran pemerintahan Amangkurat III terlihat ketika Pangeran Puger mendeklarasikan diri sebagai sunan Kartasura dengan gelar Pakubuwana I. sejak saat itu Amangkurat III terpaksa melarikan diri dan menyerahkan Kartasura.
7. Pakubuwana I (1705-1719)
Setelah berhasil merebut wilayah kekuasaan dari Amangkurat III, Pakubuwana I akhirnya resmi menjadi Sunan Mataram Islam dan semakin terikat kuat dengan VOC. Bahkan ia pernah mengeksekusi Adipati Jangrana atas perintah VOC.
Era kepemimpinan Pakubuwana I memang tergolong singkat. Ia meninggal pada tahun 1719 dan digantikan oleh putranya.
8. Raden Mas Suryaputa/ Amangkurat IV (1719-1726)
Raden Mas Suryaputra merupakan putra dari Pakubuwana I yang memilih menggunakan gelar Amangkurat. Pada saat kenaikan tahtanya menjadi seorang sunan, telah diwarnai dengan berbagai pemberontakan oleh Pangeran Blitar, Purbaya, Madiun, serta Arya Mataram di Pati.
Namun seluruh pemberontakan tersebut berhasil ditumpas dengan bantuan dari pihak kolonial Belanda. Sama halnya dengan sang ayah, putra dari Pakubuwana I ini juga menjabat dalam waktu yang singkat karena wafat akibat diracun pada tahun 1726.
9. Raden Mas Prabasuyasa/ Pakubuwana II (1726-1742)
Pada era pemerintahan Raden Mas Prabasuyasa atau Pakubuwana II, pusat pemerintahan Mataram Islam kembali berpindah ke wilayah Surakarta (sala). Pada saat itu pula Mataram pernah dikuasai oleh VOC karena sakit pada 1747, dan menunjuk raja baru sesuai izinnya.
10. Raden Mas Garendi/ Amangkurat V (1749-1788)
Raden Mas Garendi atau Amangkurat V merupakan putra dari Pangeran Tepasana. Ia diusung menjadi seorang sunan untuk menggantikan tahta Amangkurat IV oleh koalisi Jawa-Tionghoa yang menentang kekuasaan Pakubuwana II.
Imajiner Nuswantoro