Ken Sora / Mpu Sora / Lembu Sora
Ken Sora / Mpu Sora adalah Lembu sora nama salah seorang pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit.
Mpu Sora (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1300) adalah nama salah seorang pengikut Raden Wijaya yang berfaedah akbar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit. Beliau sering diasumsikan sebagai hamba Raden Wijaya yang paling setia, namun akibatnya mati sebagai pemberontak di halaman istana Majapahit.
Dalam beberapa karya sastra, Mpu Sora juga disebut dengan nama Lembu Sora, Ken Sora, Andaka Sora, atau kadang disingkat Sora saja.
Daftar inti
1 Peran dalam Perjuangan
2 Posisi di Majapahit
3 Kematian Dampak Fitnah
4 Kepustakaan
Peran dalam Perjuangan
Pararaton mengisahkan Sora ikut mengawal Raden Wijaya sewaktu menghindari kejaran pasukan Jayakatwang pada tahun 1292. Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan, Sora dengan setia menyediakan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya kala keduanya beristirahat. Beliau juga menggendong istri Wijaya kala menyeberangi sungai dan rawa-rawa.
Pada tahun 1293 Raden Wijaya ditolong pasukan Mongol menyerang Jayakatwang di Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora bekerja menggempur benteng selatan dan sukses membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang.
Dalam siasat selanjutnya, Raden Wijaya mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora dan keponakannya yang bernama Ranggalawe berperan sebagai pembantai orang-orang Mongol tersebut.
Posisi di Majapahit
Setelah Jayakatwang sukses dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese dihalau dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan posisi Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung.
Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih ri Daha, atau patih bawahan di Kadiri.
Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295. Ranggalawe berpendapat bahwa Sora semakin pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Sora, namun Sora justru mendukung Raden Wijaya agar tetap mempertahankan Nambi sebagai patih Majapahit.
Kematian Dampak Fitnah
Kematian Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lapang dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanagara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya. Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanagara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309.
Dikisahkan bahwa, Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang memainkan usaha menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Diam-diam Sora merasa sakit hati melihat keponakannya dibunuh secara kejam. Beliau pun berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari balik.
Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. hal itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Sora diasumsikan sebagai hamba kesayangan Raden Wijaya.
Suasana berbelit itu akibatnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar posisi rakryan patih. Beliau menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna agar berani menuntut pengadilan untuk Sora. Beliau juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kekeliruan Sora.
Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berjalan tidak berat sebelah. Beliau pun melepas Sora dari posisinya untuk menunggu keputusan semakin lanjut. Mahapati segera mengusulkan agar Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat akbar. Atas pertimbangan tersebut, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Sora hendak dihukum buang ke Tulembang.
Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Sora sedih atas keputusan itu. Beliau berniat ke ibu kota berharap hukuman mati daripada harus dihalau meninggalkan tanah airnya.
Mahapati semakin dahulu menghasut Nambi dengan menyebut bahwa Sora hendak datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Nambi pun diizinkan menghadang Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Karenanya terjadilah peristiwa di mana Sora dan kedua kenalannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.
Kisah dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berlainan dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara putra Raden Wijaya.
Sumber referensi :
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Imajiner Nuswantoro