Mundhak apa aneng ngayun, andhedher kaluputan, siniram ing banyu kali, lamun tuwuh dadi kekembangan beka
꧋ꦩꦸꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦄꦥꦄꦤꦺꦁꦔꦪꦸꦤ꧀ꦄꦤ꧀ꦝꦺꦣꦺꦂꦏꦭꦸꦥꦸꦠꦤ꧀ꦱꦶꦤꦶꦫꦩ꧀ꦆꦁꦧꦚꦸꦏꦭꦶ꧈ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦠꦸꦮꦸꦃꦣꦝꦶꦏꦼꦏꦼꦩ꧀ꦧꦔꦤ꧀ꦧꦺꦏ
Mundhak apa aneng ngayun, andhedher kaluputan, siniram ing banyu kali, lamun tuwuh dadi kekembangan beka
Tegese Apa gunane dadi pemimpin yen tetep nggawe kesalahan sing pungkasane nyebabake bencana.
Aksara Jawanipun :
꧋ꦩꦸꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦄꦥꦄꦤꦺꦁꦔꦪꦸꦤ꧀ꦄꦤ꧀ꦝꦺꦣꦺꦂꦏꦭꦸꦥꦸꦠꦤ꧀ꦱꦶꦤꦶꦫꦩ꧀ꦆꦁꦧꦚꦸꦏꦭꦶ꧈ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦠꦸꦮꦸꦃꦣꦝꦶꦏꦼꦏꦼꦩ꧀ꦧꦔꦤ꧀ꦧꦺꦏ
꧋ꦠꦼꦒꦼꦱꦼꦄꦥꦒꦸꦤꦤꦺꦣꦝꦶꦥꦼꦩꦶꦩ꧀ꦥꦶꦤ꧀ꦪꦺꦤ꧀ꦠꦼꦠꦼꦥ꧀ꦔ꧀ꦒꦮꦺꦏꦼꦱꦭꦲꦤ꧀ꦱꦶꦁꦥꦸꦁꦏꦱꦤꦺꦚꦼꦧꦧꦏꦺꦧꦼꦚ꧀ꦕꦤ꧉
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia :
Apa guna menjadi seorang pemimpin apabila terus berbuat kesalahan hingga pada akhirnya menimbulkan bencana.
Mundhak Apa Aneng Ngayun (Kajian Kalatidha : 4)
Bait ke-4, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita :
Dasar karoban pawarta,
bebaratan ujar lamis,
pinudya dadya pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti,
mundhak apa aneng ngayun,
Andhedher kaluputan.
Siniram ing banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembenging beka.
Aksara Jawanipun :
ꦣꦱꦂꦏꦫꦺꦴꦧꦤ꧀ꦥꦮꦂꦠ꧈
ꦧꦼꦧꦫꦠꦤ꧀ꦈꦗꦂꦭꦩꦶꦱ꧀
ꦥꦶꦤꦸꦣꦾꦣꦝꦾꦥꦔꦂꦱ꧉
ꦮꦼꦏꦱꦤ꧀ꦩꦭꦃꦏꦮꦸꦫꦶ꧉
ꦪꦺꦤ꧀ꦥꦶꦤꦶꦏꦶꦂꦱꦪꦺꦏ꧀ꦠꦶ꧈
ꦩꦸꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦄꦥꦄꦤꦺꦁꦔꦪꦸꦤ꧀
ꦄꦤ꧀ꦝꦺꦣꦺꦂꦏꦭꦸꦥꦸꦠꦤ꧀꧈
ꦱꦶꦤꦶꦫꦩ꧀ꦆꦁꦧꦚꦸꦭꦭꦶ꧉
꧋ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦠꦸꦮꦸꦃꦣꦝꦶꦏꦼꦏꦼꦩ꧀ꦧꦼꦔꦶꦁꦧꦺꦏ꧉
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Pokok persoalannya adalah mendapat berita,
kabar angin yang seolah-olah,
akan ditunjuk sebagai pemuka.
Akhirnya malah tersingkir.
Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Hanya menebarkan kesalahan.
Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.
Kajian per kata:
Dasar (pokok persoalannya) karoban(mendapat) pawarta (berita), bebaratan (kabar angin) ujar (perkataan) lamis (berpura-pura, seolah-olah), pinudya (ditunjuk) dadya (sebagai) pangarsa (pemuka). Pokok persoalannya adalah mendapat berita, kabar angin yang seolah-olah, akan ditunjuk sebagai pemuka.
Bait ini mengungkap lebih dalam pokok masalah yang mendera sang pujangga. Berawal dari kabar angin yang dibawa seorang yang berpura-pura (lamis) tadi, bahwa beliau akan ditunjuk menjadi seorang pemuka.
Mengingat serat ini ditulis setelah sang pujangga memasuki usia matang, maka tak heran kalau kabar ini sangat membuat beliau berharap lebih. Mengingat beliau sebagai pujangga yang banyak karya-karyanya ternyata kariernya mentok. Pangkat beliau pun terhenti, ditilik dari gelar beliau yang hanya seorang Raden Ngabehi. Bandingkan dengan kakek beliau yang sesama pujangga namun bergelar Kanjeng Raden Tumenggung, yakni KRT Yasadipura.
Wekasan (akhirnya) malah (malah) kawuri (tersingkir). Akhirnya malah tersingkir.
Setelah sempat menaruh harap akhirnya tidak menjadi kenyataan, bahkan beliau tersingkir posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa hubungan beliau dengan raja yang berkuasa waktu itu kurang baik. Hal ini tampak masuk akal mengingat jasa beliau mengapa beliau dimakamkan di Palar, sebuah kecamatan yang jauhnya 25 km dari pusat kerajaan, dan bukan termasuk wilayah kotaraja.
Yen (kalau) pinikir (direnungkan) sayekti (sungguh-sungguh), mundhak (bertambah) apa (apa) aneng (menjadi) ngayun (pemuka). Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh, bertambah apa sih menjadi pemuka itu ?
Dalam gatra ini sang pujangga mulai mengambil hikmat dari peristiwa yang beliau alami. Dengan menimbang-nimbang untung ruginya. Sebenarnya kalau menjadi pemuka apa sih yang bertambah ? Kok saya demikian berharap.
Andhedher (menebarkan) kaluputan (kesalahan). Hanya menebarkan kesalahan.
Memang benar, menjadi pemuka, pejabat atau pemimpin jika tidak cakap justru berbuah hina. Hanya menebarkan banyak kesalahan, blunder, salah langkah, dan mungkin kedzaliman. Oleh karena itu ada untungnya juga tak jadi ditunjuk sebagai pemimpin.
Siniram ing banyu (seperti tenggelam) lali (dalam kealpaan). Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Pemimpin yang tidak cakap dan tak tahan godaan justru seringkali lupa diri. Tenggelam dalam kealpaan, kekhilafan, kemunafikan, pencitraan, dan aneka penyimpangan lain.
Lamun (jika) tuwuh (membesar) dadi (menjadi) kekembenging (penuh dengan) beka (kerepotan, kesusahan). Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.
Jika tidak segera sadar justru semakin lama semakin menjadi-jadi, kelak penyimpangannya semakin membesar hingga menimbulkan kesusahan. Baik bagi orang banyak karena kebijakannya yang salah, juga bagi diri sendiri karena bisa-bisa menuntunnya ke bui.
Dalam bait ini Ki Ranggawarsita secara apik menggambarkan pergolakan batin beliau. Sejak timbul kekecewaan, sampai munculnya kesadaran untuk mencari hikmat dari setiap keadaan yang menimpanya. Kita beruntung ada orang berjiwa besar yang mau berbagai pengalaman batinnya kepada kita sehingga kita bisa meneladaninya. Orang lain mungkin akan mengubur setiap rasa ketidakpuasaannya dalam-dalam dan menampilkan muka manis demi sebuah citra diri. Namun beliau bukan orang seperti itu.
Imajiner Nuswantoro