KISAH Sanghyang Nurcahya
Kisah
ini menceritakan perjalanan hidup Sayidina Anwar sampai akhirnya menjadi dewa
pertama bergelar Sanghyang Nurcahya. Sumber dari penyusunan kisah ini adalah
Serat Paramayoga, yang dipadukan dengan Serat Arjunasasrabahu dan Serat Kandha,
dengan sedikit pengembangan.
Sekilas Serat Paramayoga
Dalam
Serat Paramayoga disebutkan, Sayid Anwar, adalah seorang anak dari Nabi Sis
putra Nabi Adam. Diceritakan bahwa dia sangat terkesima dengan penyakit dan
kematian kakeknya Nabi Adam, dan sangat ingin melarikan diri dari kematian,
sehingga meninggalkan kota tempat tinggalnya, Kusniyamalebari, untuk mencari
obat yang akan melindunginya dari segala penyakit dan juga menghindarkan dari
kematian.
Dalam
perjalanan ia bertemu dengan malaekat Ngajajil, yang kemudian membawa dirinya
ke sebuah tempat bernama alam Lulmat (Siluman), yang sangat dingin dan gelap,
karena sinar matahari hampir tidak pernah sampai disana. Ngajajil menunjukkan
sebuah tempat di Samudra Arktik, dekat Kutub Utara, bernama Maulkayat, yaitu
tempat Air Kehidupan (Tirtamarta Kamandalu).
Malaikat
membuat Sayid Anwar meminum air ini dan juga mandi di dalamnya. Lalu dia
memberinya sebuah vas permata kecil, Cupu Manik Astagina, yang dahulu milik
kakeknya, Adam, yang memiliki kekuatan keajaiban delapan kali lipat dan tidak
akan pernah habis.
Sayid
Anwar mengisi wadah kecil ini sepenuhnya dengan air kehidupan, setelah itu
mereka bergegas meninggalkan tanah Lulmat. Di dalam perjalanan, tak jauh dari
tempat itu, sampailah ke sebuah batang pohon gundul, tanpa daun, bernama Réwan.
Akar pohon ini menjadi dasar segala kehidupan dunia; ketika akar ini (yang
disebut Lata Mahosada) dipegang pada seseorang yang meninggal sebelum waktunya,
ia menjadi hidup kembali.
Jika
pada awalnya vas permata (cupu manik astagina), air kehidupan (tirtamarta) dan
akar kehidupan (Lata Mahosada) ini, hanya milik para dewa. Sekarang Sayid Anwar
juga telah menerima tiga pusaka ini, dan sangat senang dengan pemenuhan
keinginannya itu. Dia pun berangkat kembali menuju Kusniyamalébari.
Tetapi,
dalam perjalanannya, bagaimanapun, dia tersesat dan terus mengembara selama
bertahun-tahun hingga zaman Nabi Idris. Suatu hari, saat berdiri di tepi
lautan, dia melihat dua malaikat yang jatuh dari langit, Haruta dan Maruta.
Mereka mengajarkan ilmu tentang penciptaan alam semesta, dan seketika itu juga
Sayid Anwar meminta mereka untuk menunjukkan jalan menuju ke surga (Nirwana).
Mereka menyuruhnya untuk mengikuti sungai Nil ke sumbernya, karena Sungai Nil
itu naik ke Nirwana.
Sayid
Anwar pun berangkat dan sampailah di sebuah rawa yang sangat luas
Jambirijahiri. Di sebelah selatannya ada gunung rendah, gunung Kapsi, tempat
Sungai Nil berhulu. Sayid Anwar naik ke puncak, di mana Ngajajil, kemudian
dikelilingi oleh api yang menyala-nyala, menampakkan dirinya sebagai kekuatan
Tuhan langit dan bumi.
Sayid
Anwar meminta Ngajajil untuk memperlihatkan Nirwana, dimana Tuhan (Allah
Tangala) menganugerahkan kepadanya sebuah permata bersinar yang disebut
Retnadumilah, yang berisi gambar surga dan neraka.
Sayid
Anwar dimampukan oleh Tuhan untuk memasuki permata ini dan dengan demikian
dapat melihat surga dan neraka. Melalui permata ini Sajid Anwar mampu membuat
apapun yang dia pikirkan menjadi nyata, apapun yang dia inginkan untuk
terwujud, dan terbebas dari mengantuk dan kelaparan. Dia diberi perintah dalam
segala jenis rahasia dan segera pergi untuk tinggal di Jajirat Ngariyat, alias
Pulo Sëpi, di Samudera Hindia di sebelah barat Hindustan, di mana, selain
keabadian, dia juga mendapatkan penyatuan dengan dewa dan mendapatkan nama Sang
Hyang Nurcahya.
NABI ADAM MENINGGAL DUNIA
Di
Negeri Kusniya Malebari, Nabi Adam telah berusia 990 tahun dan kini dalam
keadaan sakaratulmaut menjelang wafat. Di sekitarnya telah berkumpul semua
anggota keluarga, mulai dari istri, para putra-putri, serta cucu dan cicit.
Namun ada seorang yang belum datang, yaitu Sayidina Anwar putra Sayidina Sis.
Nabi Adam mengetahui kalau Sayidina Anwar saat ini sedang berkelana di Hutan
Ambalah di Tanah Keling, dan berguru kepada Malaikat Ajajil.
Tidak
lama kemudian Sayidina Anwar datang dan menyampaikan rasa prihatin atas keadaan
sang kakek. Sayidina Sis bertanya apakah benar putranya itu telah berguru
kepada Malaikat Ajajil di Hutan Ambalah. Jika memang benar, ia melarang keras
Sayidina Anwar berhubungan lagi dengan Malaikat Ajajil karena dulu telah
dikeluarkan dari Taman Surga oleh Tuhan Yang Mahakuasa atas kesombongannya yang
menolak memberikan penghormatan kepada Nabi Adam.
Sayidina
Anwar mengakui dirinya memang telah berkelana sampai ke Hutan Ambalah di Tanah
Keling, dan berguru kepada seorang pertapa tua. Pertapa tua itu telah
mengajarinya berbagai macam ilmu kesaktian, antara lain kemampuan terbang,
menghilang, amblas bumi, menyelam di air, serta berubah wujud. Mengenai
Malaikat Ajajil, ia mengaku tidak kenal dan tidak tahu-menahu.
Nabi
Adam menjelaskan bahwa pertapa tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang
sedang menyamar. Ia berwasiat agar Sayidina Anwar tidak lagi berhubungan
dengannya dan supaya kembali ke agama yang benar.
Tidak
lama kemudian muncul dua malaikat yang diutus Tuhan untuk datang ke Kusniya
Malebari. Mereka adalah Malaikat Izrail yang bertugas menjemput roh Nabi Adam,
dan Malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan keputusan Tuhan untuk menunjuk
Sayidina Sis, putra keenam, sebagai nabi menggantikan sang ayah, dan mengangkat
Sayidina Kayumaras, putra ketiga belas, sebagai raja Kusniya Malebari yang
baru, dengan bergelar Sultan Kayumutu.
Demikianlah,
Nabi Adam pun meninggal dunia. Para anggota keluarga serentak memanjatkan doa
mengantarkan kepergian rohnya.
SAYIDINA ANWAR MENINGGALKAN KUSNIYA MALEBARI
Empat
puluh hari setelah meninggalnya Nabi Adam, terjadi percakapan antara dua orang
putra Nabi Sis, yaitu Sayidina Anwas dan Sayidina Anwar mengenai rahasia
kehidupan. Menurut Sayidina Anwas, agama Nabi Adam adalah agama yang paling
benar dan harus diikuti tanpa penolakan. Semua kitab peninggalan sang kakek
bisa dijadikan petunjuk untuk menjalani kehidupan yang benar, karena isi kitab
tersebut berasal dari apa yang diajarkan Tuhan Yang Mahakuasa kepada Nabi Adam.
Maka, mencari agama lain adalah suatu perbuatan sia-sia belaka.
Sayidina
Anwar tidak setuju. Menurutnya, ilmu Tuhan itu sangat luas tak terbatas dan
tidak bisa ditampung hanya dalam kitab-kitab saja. Untuk mempelajari rahasia
kehidupan, maka harus mempelajari pula bagaimana alam bekerja. Alam memiliki
hukum sebab-akibat yang berjalan sesuai ketentuan Tuhan. Apalagi melihat Nabi
Adam ternyata meninggal dunia dalam usia 990 tahun membuat Sayidina Anwar
merasa sangat kecewa. Ia berpendapat, jika memang agama yang diajarkan Nabi
Adam itu benar, harusnya dapat menghindarkannya dari kematian seperti kaum
malaikat yang hidup abadi.
Sayidina
Anwas tidak setuju, karena makhluk bernama manusia dan malaikat jelas berbeda
secara penciptaan. Manusia berasal dari saripati tanah dan harus kembali
menjadi tanah. Namun Sayidina Anwar tetap bersikeras bahwa manusia bisa
mencapai kehidupan abadi seperti malaikat jika mau berusaha. Setelah
membulatkan tekad, ia pun memutuskan untuk pergi berkelana lagi demi
mendapatkan kehidupan abadi tersebut.
Sayidina
Anwas berusaha menghalangi niat adiknya itu. Terpaksa ia menggunakan kekerasan
supaya sang adik menghentikan langkah. Kedua bersaudara itu lalu terlibat
pertarungan seru. Karena Sayidina Anwar jauh lebih sakti, maka ia pun dapat
meloloskan diri.
Sayidina
Anwas sangat sedih bercampur malu. Ia bersumpah meskipun ilmu kesaktian adiknya
lebih tinggi, namun kelak akan ada keturunannya yang bisa mengalahkan keturunan
Sayidina Anwar.
SAYIDINA ANWAR MENDAPATKAN TIRTAMARTA KAMANDANU
Setelah
sampai di perbatasan Kusniya Malebari, Sayidina Anwar bertemu Malaikat Ajajil
yang memperkenalkan diri sebagai kakeknya dari pihak ibu. Malaikat Ajajil juga
menceritakan bahwa dirinya dulu menyamar sebagai pertapa tua yang telah
mengajarkan segala macam ilmu kesaktian sewaktu Sayidina Anwar bertapa di Hutan
Ambalah di Tanah Keling.
Sayidina
Anwar bertanya alasan apa yang membuat Nabi Adam berwasiat agar dirinya tidak
lagi berhubungan dengan Malaikat Ajajil. Malaikat Ajajil pun menceritakan latar
belakang permasalahan ini. Dulu di Taman Surga, ia adalah pemuka kaum malaikat,
bahkan disebut-sebut sebagai makhluk yang paling tekun beribadah kepada Tuhan.
Sampai akhirnya Tuhan berkehendak memilih manusia bernama Adam sebagai khalifah
di muka bumi. Para malaikat menyampaikan keluhan kepada Tuhan bahwa manusia
hanyalah makhluk yang suka berbuat kerusakan. Tuhan lalu mengajarkan berbagai
ilmu pengetahuan kepada Nabi Adam sehingga para malaikat pun mengaku kalah.
Maka ketika Tuhan memerintahkan kepada para malaikat untuk menyatakan tunduk
dan memberikan penghormatan kepada Nabi Adam, mereka pun serentak mematuhi,
kecuali Malaikat Ajajil sang pemuka. Malaikat Ajajil tetap pada pendiriannya,
bahwa manusia adalah makhluk yang mudah berubah-ubah hatinya, sehingga tidak
layak mendapatkan penghormatan. Karena menolak perintah Tuhan itulah, Malaikat
Ajajil pun dikeluarkan dari Taman Surga.
Sayidina
Anwar mendengarkan cerita itu dengan seksama, dan merasa pendapat Malaikat
Ajajil ada benarnya, namun menentang perintah Tuhan jelas adalah perbuatan yang
keliru. Ia tidak mau terlibat dalam permusuhan antara Nabi Adam dan Malaikat
Ajajil karena keduanya adalah sama-sama kakek baginya. Ia hanya ingin bisa
hidup abadi seperti kaum malaikat. Malaikat Ajajil berjanji akan membimbing
cucunya itu dalam mewujudkan cita-citanya. Sayidina Anwar sangat gembira dan
bersedia mematuhi segala nasihatnya. Mereka berdua lalu berangkat menuju ke
Kutub Utara untuk mencari sumber keabadian tersebut, yang konon akan memancar
dari mustika awan mendung di sana.
Malaikat
Ajajil dan Sayidina Anwar akirnya sampai di Tanah Lulmat yang terletak di balik
Kutub Utara. Di sana Sayidina Anwar kemudian bertapa memohon kemurahan Tuhan.
Setelah sekian lama bertapa melawan hawa dingin, datanglah sekumpulan awan
mendung yang berasal dari Lautan Rahmat. Dari awan mendung tersebut memancar
keluar air keabadian yang disebut Tirtamarta Kamandanu.
Atas
nasihat Malaikat Ajajil, Sayidina Anwar segera mandi dan meminum air keabadian
tersebut. Setelah itu ia pun berniat menampung air yang masih terus memancar
agar kelak bisa diminum anak cucunya. Namun ia tidak tahu bagaimana caranya dan
juga tidak memiliki wadah yang tepat. Memahami hal itu, Malaikat Ajajil pun
menyerahkan Cupumanik Astagina milik Nabi Adam dan Siti Hawa. Dulu cupumanik
tersebut menjadi wadah benih yang mereka keluarkan saat peristiwa lahirnya Nabi
Sis. Cupumanik itu kemudian terhempas oleh angin topan dan ditemukan Malaikat
Ajajil di dalam lautan.
Sayidina
Anwar menerima cupumanik itu. Meskipun ukurannya kecil, namun memiliki daya
kesaktian mampu menampung semua air keabadian yang dipancarkan awan mendung
tersebut sampai habis. Setelah dirasa cukup, keduanya lalu pergi meninggalkan
Tanah Lulmat.
SAYIDINA ANWAR MENDAPATKAN LATA MAHOSADI
Sesampainya
di luar Kutub Utara, Malaikat Ajajil pamit pergi meninggalkan Sayidina Anwar
yang kemudian melanjutkan perjalanan pulang sendiri. Di tengah jalan, Sayidina
Anwar menemukan Pohon Rewan, yaitu sejenis pohon ajaib yang tidak memiliki daun
sama sekali, tapi bisa hidup sehat. Suara hatinya berkata bahwa akar pohon
gundul tersebut bernama Oyod Mimang, merupakan pusaka yang sangat ampuh.
Sayidina
Anwar lalu mengambil Oyod Mimang itu dan menjadikannya sebagai pusaka yang
diberi nama Lata Mahosadi. Keampuhan akar pohon ini adalah dapat digunakan
untuk menyembuhkan segala macam penyakit, bahkan bisa menghidupkan orang mati.
Akan
tetapi, karena menyimpan Lata Mahosadi tanpa persiapan, tiba-tiba pikiran
Sayidina Anwar menjadi bingung. Ia tidak tahu ke mana arah jalan pulang menuju
Kusniya Malebari. Maka, ia pun berjalan secara serabutan dan akhirnya
terlunta-lunta selama ribuan tahun.
SAYIDINA ANWAR BERGURU KEPADA DUA MALAIKAT
Sesampainya
di Laut Hitam, Sayidina Anwar menyaksikan pemandangan aneh. Ia melihat dua
orang manusia tergantung-gantung di angkasa, di atas laut. Sayidina Anwar
bertanya, dan kedua orang itu mengaku bernama Malaikat Harut dan Malaikat
Marut.
Kedua
malaikat tersebut dulu pernah menyampaikan keluhan kepada Tuhan, bahwa
keputusan Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi adalah keliru.
Banyak sekali keturunan Nabi Adam yang berbuat kerusakan dan menuruti hawa
nafsu. Jika yang menjadi khalifah adalah bangsa malaikat, tentu bumi akan lebih
makmur.
Kedua
malaikat juga berkata, jika mereka memiliki hawa nafsu seperti manusia, pasti
mereka tetap bisa mengendalikannya dan tidak mungkin terjerumus ke dalam
kejahatan. Tuhan Yang Mahakuasa lalu memberikan ujian dengan cara mengisi
mereka berdua dengan hawa nafsu dan menurunkannya ke bumi. Ternyata pada
akhirnya mereka gagal juga menjalani ujian tersebut karena terlena oleh pujian
sehingga mengajarkan ilmu sihir kepada umat manusia dengan sesuka hati. Kini,
Malaikat Harut dan Malaikat Marut harus menjalani hukuman dengan
tergantung-gantung di atas Laut Hitam.
Sayidina
Anwar sangat tertarik dan ingin menjadi murid mereka. Kedua malaikat lalu
mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu perbintangan, ilmu
bumi, ilmu kebijaksanaan, serta ilmu berbicara dengan berbagai jenis makhluk
hidup.
Sayidina
Anwar sangat bersyukur. Ia merasa tidak perlu lagi kembali ke Negeri Kusniya
Malebari karena semua anggota keluarga yang dikenalnya pasti sudah meninggal
dunia. Maka, ia lantas menanyakan di mana letak Surga dan Neraka karena ingin
melihat bagaimana keadaan di dalam sana. Kedua malaikat berbohong dengan
mengatakan bahwa Surga dan Neraka terletak di hulu Sungai Nil.
SAYIDINA ANWAR BERGURU KEPADA SAYIDINA LATA DAN SITI UJWA
Sayidina
Anwar yang polos segera mengikuti petunjuk kedua malaikat gurunya. Ia pun
mendatangi Sungai Nil dan berjalan menyusuri sungai terpanjang di dunia
tersebut. Dalam perjalanannya itu ia bertemu paman dan bibinya yang bernama
Sayidina Lata dan Siti Ujwa, putra-putri Nabi Adam dan Siti Hawa nomor lima
belas.
Sayidina
Anwar sangat terkejut melihat paman dan bibinya itu masih hidup. Ternyata
mereka berdua dulu kabur dari Kusniya Malebari karena tidak bersedia dinikahkan
dengan saudara yang lain, sebagaimana yang pernah dikeluhkan Sayidina Kabil.
Mereka juga tidak mengikuti agama Nabi Adam dan memilih mencari jalan kehidupan
sendiri, sehingga akhirnya menemukan cara agar bisa tetap awet muda.
Sayidina
Anwar kemudian berguru kepada paman dan bibinya tersebut, dan ia memperoleh
ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara melihat masa depan. Setelah dirasa
cukup, Sayidina Anwar lalu melanjutkan perjalanan menuju hulu Sungai Nil.
SAYIDINA ANWAR MELIHAT ISI SURGA DAN NERAKA
Sayidina
Anwar telah sampai di hulu Sungai Nil yang berupa rawa-rawa sangat luas bernama
Rawa Jambirijahiri. Ia sangat kecewa dan merasa telah ditipu oleh Malaikat
Harut dan Malaikat Marut karena di tempat itu ternyata sama sekali tidak
terdapat Surga dan Neraka. Yang ada di sana hanyalah pemandangan Gunung Kapsi
yang berkali-kali menyemburkan api mengerikan.
Sayidina
Anwar melihat air yang mengisi rawa-rawa tersebut ternyata bersumber dari mata
air di Gunung Kapsi. Maka ia pun melanjutkan perjalanan mendaki gunung
tersebut. Di puncak gunung, ia bertemu seorang kakek tua yang mengaku sebagai
penguasa Surga dan Neraka.
Kakek
tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang sedang menyamar. Ia mengatakan
bahwa Sayidina Anwar yang berhati tulus dalam mematuhi petunjuk kedua gurunya,
berhak menerima anugerah Tuhan berupa Permata Retnadumilah. Melalui permata
tersebut, Sayidina Anwar dapat menyaksikan keindahan Surga dan kengerian
Neraka.
Si
kakek tua lalu mengajarkan berbagai macam ilmu baru kepada Sayidina Anwar,
antara lain ilmu panitisan atau bersatu dengan makhluk lain, ilmu memasuki alam
kematian, dan ilmu memutarbalikkan waktu. Setelah selesai, kakek tua itu
memerintahkan kepada Sayidina Anwar untuk bertapa ke Pulau Lakdewa yang
terletak di Samudera Hindia. Sayidina Anwar pun mohon pamit dan berangkat.
SAYIDINA ANWAR BERTAPA DI PULAU LAKDEWA
Sayidina
Anwar telah sampai di Pulau Lakdewa dan bertapa di puncak sebuah gunung. Ia
bertapa dengan cara menatap jalannya Matahari. Jika pagi hari wajahnya
menghadap ke timur, jika siang hari wajahnya menghadap ke atas, dan jika sore
hari wajahnya menghadap ke barat, kemudian jika malam hari ia berendam di air.
Setelah
tujuh tahun bertapa seperti itu dengan sabar dan tekun, Sayidina Anwar pun
menjadi makhluk halus yang berbadan rohani, tinggal di alam Sunyaruri, yaitu
alam para jin. Di alam itu tiada barat, tiada timur, tiada utara, tiada
selatan, tiada atas, tiada bawah. Terang tanpa siang, gelap tanpa malam. Ruang
dan waktu menjadi satu, sudah musnah semua tiada nama, dan segalanya berada
dalam rengkuhan Tuhan Yang Mahakuasa.
Sayidina
Anwar kemudian mendapatkan perintah Tuhan untuk segera berkeluarga, karena
keturunan Sayidina Anwas saja saat ini sudah mencapai zaman Nabi Musa. Sayidina
Anwar patuh dan segera bertapa di dalam gua untuk mendapatkan jodoh yang tepat.
PRABU NURHADI MENCARI MENANTU
Tersebutlah
raja jin di Pulau Maladewa bernama Prabu Nurhadi, yang masih keturunan Jan
Banujan, leluhur para jin di dunia. Ia memerintah didampingi saudaranya yang
bernama Patih Amir. Pada suatu hari, putri tunggal Prabu Nurhadi yang bernama
Dewi Nurrini bermimpi didatangi seorang kakek tua yang memberi tahu bahwa
jodohnya yang bernama Sayidina Anwar sudah dekat, dan saat ini bertapa di
sebuah gua. Kakek tua itu mengabarkan bahwa perkawinan Dewi Nurrini dengan
Sayidina Anwar kelak akan menurunkan raja-raja Tanah Hindustan dan Tanah Jawa.
Dewi
Nurrini menceritakan apa yang dialaminya kepada sang ayah. Prabu Nurhadi lalu
mengutus Patih Amir untuk pergi menyelidiki laki-laki yang digambarkan sang
putri dalam mimpinya itu. Patih Amir pun mohon diri dan berangkat.
Perjalanan
Patih Amir akhirnya sampai di Pulau Lakdewa dan ia menemukan seorang laki-laki
di dalam gua yang tubuhnya bercahaya tapi tidak menyilaukan, seperti sinar
bulan purnama. Setelah berkenalan dan mengetahui bahwa laki-laki itu bernama
Sayidina Anwar seperti yang ia cari, Patih Amir pun mengajaknya pergi ke Pulau
Maladewa untuk bertemu Prabu Nurhadi dan Dewi Nurrini.
SAYIDINA ANWAR MENIKAH DENGAN DEWI NURRINI
Prabu
Nurhadi menerima kedatangan Sayidina Anwar dan Patih Amir. Dilihatnya sosok
Sayidina Anwar ternyata berwajah tampan dan tubuhnya bercahaya seperti bulan
purnama, membuat hatinya sangat berkenan. Dewi Nurrini juga yakin kalau
Sayidina Anwar ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan si kakek tua dalam
mimpi. Maka pernikahan di antara mereka pun dilangsungkan di Pulau Maladewa,
dan Sayidina Anwar berganti nama menjadi Sanghyang Nurcahya.
Singkat
cerita, Dewi Nurrini telah mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki
yang diberi nama Sanghyang Nurrasa. Prabu Nurhadi merasa sudah tiba saatnya
untuk mengundurkan diri dari takhta Kerajaan Maladewa, dan menyerahkannya
kepada sang menantu. Maka sejak saat itu, Sanghyang Nurcahya menjadi pemimpin
Kerajaan Maladewa, yang namanya kemudian diganti menjadi Kahyangan Pulau Dewa.
Imajiner
Nuswantoro