KISAH Maharaja Birawa
Kisah ini menceritakan Batara Kala yang menjelma sebagai Sri Maharaja Birawa untuk membalas dendam kepada Batara Brahma dan Batara Wisnu. Ia juga memerangi Batara Indra di Kahyangan Suralaya, namun pada akhirnya dapat dikalahkan oleh Batara Wisnu dalam wujud Brahmana Kestu.
Kisah
ini disusun dari sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita
dengan sedikit pengembangan.
BATARA KALA MENJADI SRI MAHARAJA BIRAWA
Batara
Kala yang sangat kecewa atas kekalahannya berusaha menghimpun kekuatan untuk
membalas dendam. Ia bertapa siang malam selama beberapa bulan sehingga
kesaktiannya meningkat pesat. Setelah para pengikutnya bertambah banyak pula,
ia pun meninggalkan Pulau Nusakambangan dan membangun sebuah kerajaan baru di
Hutan Tulyan, yang diberi nama Kerajaan Medang Kamulan, meniru nama kerajaan
yang dulu didirikan oleh Batara Guru di Gunung Mahendra. Sebagai raja di sana,
ia memakai gelar Sri Maharaja Birawa.
Pada
suatu hari Sri Maharaja Birawa menerima kedatangan tiga orang empu kahyangan,
yaitu putra Batara Isakandi yang bernama Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan
Batara Rasikadi. Ketiga bersaudara itu memohon perlindungan kepada Sri Maharaja
Birawa karena dikejar-kejar hendak dibunuh seorang raksasa sakti bernama Ditya
Danupaya, putra Ditya Danupati, atau cucu Prabu Danuka yang mendendam kepada
para dewa.
Sri
Maharaja Birawa bersedia memberikan perlindungan kepada mereka bertiga. Ditya
Danupaya akhirnya datang dan menantang perang Sri Maharaja Birawa apabila tidak
mau menyerahkan ketiga buruannya itu. Maka, terjadilah pertempuran seru di
antara mereka yang akhirnya dimenangkan oleh Sri Maharaja Birawa. Ditya
Danupaya menyerah kalah dan pasrah hidup mati. Melihat ketulusan raksasa itu,
Sri Maharaja Birawa pun menerimanya sebagai kawan. Bahkan, Ditya Danupaya juga diangkat
sebagai menteri utama Kerajaan Medang Kamulan, bergelar Patih Danupaya.
Sri
Maharaja Birawa juga menerima pengabdian Batara Sukadi, Batara Reksakadi, serta
Batara Rasikadi, dan menjadikan mereka sebagai pembuat pusaka kerajaan. Selain
itu, ia juga menikahi adik perempuan Patih Danupaya yang bernama Dewi Danupadi.
SRI MAHARAJA BIRAWA MENGHANCURKAN KERAJAAN MEDANG SIWANDA
Sri
Maharaja Birawa lalu menyusun rencana untuk membalas dendam kepada Batara
Brahma dan Batara Wisnu. Ia pun memerintahkan Batara Sukadi, Batara Reksakadi,
dan Batara Rasikadi untuk membuat senjata-senjata ampuh. Setelah tugas selesai
dilaksanakan, Sri Maharaja Birawa dan Patih Danupaya berangkat memimpin pasukan
menyerang Kerajaan Medang Siwanda.
Di
Kerajaan Medang Siwanda, Sri Maharaja Budawaka yang merupakan penjelmaan Batara
Brahma tidak menduga akan datangnya serangan mendadak dari Kerajaan Medang
Kamulan tersebut. Pertempuran besar pun terjadi. Kerajaan Medang Siwanda
mengalami kehancuran, sedangkan Sri Maharaja Budawaka melarikan diri ke arah
barat.
SRI MAHARAJA BUDAWAKA MEMBANGUN KERAJAAN GILINGAYA
Perjalanan
Sri Maharaja Budawaka akhirnya sampai di wilayah Kerajaan Medang Gili, yaitu
negeri yang dulu pernah dipimpinnya saat menjadi Sri Maharaja Sunda. Namun,
Kerajaan Medang Gili tersebut sekarang sudah terbengkalai dan tidak terawat,
karena kosong tidak memiliki raja.
Di
negeri itu, Sri Maharaja Budawaka ditolong dan diberi makan oleh seorang tua
bernama Kyai Sudana. Sri Maharaja Budawaka sangat berterima kasih dan mengajak
Kyai Sudana beserta keluarganya membangun kembali Kerajaan Medang Gili. Ia
kemudian mengangkat anak Kyai Sudana yang bernama Jaka Suweda menjadi menteri
utama, bergelar Patih Suweda. Adapun nama Kerajaan Medang Gili untuk
selanjutnya diganti menjadi Kerajaan Gilingaya.
SRI MAHARAJA BIRAWA MENYERANG KAHYANGAN SURALAYA
Setelah
puas mengalahkan Sri Maharaja Budawaka dan mengusirnya pergi, Sri Maharaja
Birawa lalu berniat menyerang Kahyangan Suralaya yang dipimpin Batara Indra.
Rancana ini tidak disetujui Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara
Rasikadi. Karena mereka bertiga berani terang-terangan menentang rencana ini,
Sri Maharaja Birawa pun marah besar. Ketiga putra Batara Isakandi itu memilih
melarikan diri meninggalkan Kerajaan Medang Kamulan karena takut menghadapi
amukan raja raksasa tersebut.
Sri
Maharaja Birawa dan Patih Danupaya kemudian berangkat memimpin pasukan Medang
Kamulan menyerang Kahyangan Suralaya. Perang besar pun terjadi di kaki Gunung
Mahameru. Batara Indra dan pasukan Dorandara terdesak kalah. Pada saat itulah
Batara Bayu datang membantu dan berhasil membunuh Patih Danupaya, kemudian ia
bertempur melawan Sri Maharaja Birawa.
Batara
Bayu dan Sri Maharaja Birawa sama-sama mengadu kesaktian sampai waktu yang
cukup lama. Batara Bayu merasa kesulitan mengalahkan lawannya itu. Ia akhirnya
mengerahkan angin topan yang menerbangkan tubuh Sri Maharaja Birawa beserta
para prajuritnya yang masih hidup kembali ke Kerajaan Medang Kamulan.
BRAHMANA KESTU MENGALAHKAN SRI MAHARAJA BIRAWA
Batara
Indra takut kalau Sri Maharaja Birawa datang kembali dengan kekuatan yang lebih
besar. Ia lalu mengheningkan cipta mengerahkan Aji Pameling memanggil adiknya,
yaitu Batara Wisnu yang memiliki kesaktian paling tinggi di antara sesama
saudara. Batara Wisnu pun datang dari Alam Sunyaruri dan menyatakan sanggup
menghadapi Sri Maharaja Birawa.
Batara
Wisnu lalu mengubah wujudnya menjadi seorang brahmana, bergelar Brahmana Kestu.
Ia mendatangi Kerajaan Medang Kamulan dan menantang Sri Maharaja Birawa adu
kesaktian. Tantangan itu diterima dan mereka pun bertarung seru. Karena sampai
sekian lama tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, Sri Maharaja Birawa
lalu menantang Brahmana Kestu adu kepandaian wawasan.
Sri Maharaja Birawa mengajukan teka-teki yang berbunyi:
Tuwuh doning mudratirta,
Seta ti kang purwandaya,
Mapatra pita laksmita,
Sirang puspa maharakta,
Mang bapte kang pala kresna,
Mesi nanda mancawarna,
Ma sadrasa marta wisa,
Taman kena pisahahna.
Yang
artinya :
Tumbuhnya
di tengah air, putih batang pohonnya, daun kuning bersinar, bunganya merah
menyala, buahnya berwarna hitam, berisi emas permata aneka warna, rasanya enam
jenis bisa menjadi obat atau racun, tidak dapat terpisahkan.
Brahmana
Kestu menjawab teka-teki tersebut :
Tumbuhnya
pramana di dalam budi, pohon pramana suci, daunnya birahi, bunganya amarah,
buahnya kesentosaan, isinya pancaindera dan akal yang berjumlah enam, jika
keluarnya baik bisa menjadi obat, jika keluarnya buruk bisa menjadi racun,
tidak dapat dipisahkan karena jika dipisah tentu menimbulkan kematian.
Sri
Maharaja Birawa sangat malu karena teka-tekinya dapat ditebak oleh Brahmana
Kestu. Ia pun menyerah kalah dan menyatakan tunduk terhadap segala keputusan
Brahmana Kestu. Maka, Brahmana Kestu lalu menjatuhkan hukuman buang kepada Sri
Maharaja Birawa supaya tinggal di Hutan Krendawana.
Sri
Maharaja Birawa sanggup menjalani hukuman tersebut. Ia lalu kembali ke wujud
Batara Kala dan berangkat menuju Hutan Krendawana bersama istrinya, yaitu Dewi
Danupadi yang telah diganti namanya menjadi Dewi Kali.
BRAHMANA
KESTU MENJADI RAJA MEDANG KAMULAN
Setelah
Sri Maharaja Birawa kalah dan berangkat menjalani pembuangan, para pengikutnya
pun menyatakan tunduk kepada Brahmana Kestu serta menyerahkan takhta kerajaan
kepada brahmana penjelmaan Batara Wisnu tersebut.
Brahmana
Kestu menerima takhta Kerajaan Medang Kamulan itu dan ia pun menjadi raja
dengan bergelar Sri Maharaja Budakresna.
Imajiner Nuswantoro