Raden Sudamala
Di
Kerajaan Astina, Prabu Duryudana dihadap Patih Sangkuni dan para Kurawa. Dalam
pertemuan agung itu, Prabu Duryudhana sedang bertukar pendapat dengan Patih
Sangkuni perihal mengurangi kekuatan Pandawa Lima yang terdiri dari Yudistira,
Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.
“Paman
Sangkuni, bagaimana cara kita mengurangi kekuatan Pandawa Lima agar dalam
perang besar Baratayuda nanti, Kurawa unggul?” kata Prabu Duryudana.
“Perkara
tersebut sebaiknya kita serahkan saja pada Kakang Resi Bagawan Durna,” jawab
Sangkuni.
“O,
ya, sang Prabu. Bapa Bagawan tak keberatan, nanti Bapa yang akan merencanakan
supaya kekuatan Pandawa Lima berkurang!” kata Bagawan Durna menyambung ucapan
Patih Sangkuni.
Ketika
mereka sedang seru berdebat, tiba-tiba di luar istana ada dua raksasa yang
hendak menghadap Prabu Duryudana. Setelah dipersilakan naik ke sitinggil Astina
dan menghadap Prabu Duryudana, mereka pun menyampaikan maksud kedatangan
mereka. Mereka ingin menjadi murid Bagawan Durna sekaligus ingin diruwat
seperti layaknya manusia utama.
Bagawan
Durna yang memiliki Serat Pangruwating Diyu bersedia meruwat raksasa Kalanjaya
dan Kalantaka asalkan mereka dapat mempersembahkan lima manusia yang semuanya
laki-laki dan masih bersaudara. Yang dimaksudkan adalah Pandawa Lima.
Kalanjaya
dan Kalantaka menyanggupinya. Pergilah mereka ke Kerajaan Amarta tempat Pandawa
Lima.
Alkisah,
di Padepokan Prangalas, Bagawan Tambrapetra ditangisi oleh anak putrinya
bernama Dewi Soka. Dewi Soka memiliki seorang adik bernama Dewi Pradapa. Sejak
kecil, keduanya telah menjadi anak yatim karena ibu mereka telah meninggal
dunia.
Pada
suatu malam, Dewi Soka bermimpi. Ia bertemu satria tampan dari Kesatrian
Bumiratawu, bernama Raden Sadewa. Dalam mimpinya, Raden Sadewa menyatakan
cintanya pada Dewi Soka. Itulah sebabnya Dewi Soka memohon kepada ayahandanya,
Bagawan Tambrapetra, untuk mencari Raden Sadewa di Kasatrian Bumiratawu.
Pagi-pagi
benar, Bagawan Tambrapetra bersama dua orang putrinya berangkat ke Kesatriyan
Bumiratawu mencari Raden Sadewa. Perjalanan mereka melewati hutan dan
menyeberangi sungai. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua raksasa,
Kalanjaya dan Kalantaka. Mereka hendak dijadikan istri, tetapi Dewi Soka dan
Dewi Pradapa tidak mau. Mereka dikejar-kejar oleh dua raksasa yang kejam dan
bengis tersebut.
Mereka
akhirnya tiba di Kerajaan Amarta. Mereka mohon perlindungan Prabu Yudistira.
Prabu Yudistira mengutus Raden Sadewa untuk menumpas raksasa Kalanjaya dan
Kalantaka. Terjadilah perang tanding yang sengit. Dengan segenap kekuatannya,
Raden Sadewa menjambak rambut kedua raksasa itu dan mengadu kepala mereka
hingga keduanya sirna.
Setelah
kedua raksasa itu sirna, tiba-tiba berdirilah dua dewa kayangan bernama Sang
Hyang Citranggada dan Sang Hyang Citrasena. Kedua dewa itu diutus oleh Batara
Guru menemui Raden Sadewa untuk meruwat (memulihkan kembali ke bentuk semula)
Dewi Durga di Pasetran Gandamayit.
Konon,
di Pasetran Gandamayit, Batari Durga atau Dewi Durga mengutus jin Kalika untuk
menghasut Dewi Kunti. Dewi Kunti adalah ibu Pandawa Lima. Setelah Dewi Kunti
datang menghadap bersama jin Kalika, berkatalah Dewi Durga pada Dewi Kunti.
“Dewi
Kunti, tolonglah aku. Serahkanlah anakmu si Raden Sadewa. Dia tidak akan
kubunuh, tetapi hendak kumintai tolong untuk meruwat diriku dari wujud raksesi
menjadi bidadari kayangan.”
“Permohonan
sang Batari Durga akan hamba penuhi asalkan Batari mau menolong Pandawa Lima
dari ancaman bahaya dua raksasa yang kejam dan bengis bernama Kalanjaya dan
Kalantaka,” kata Dewi Kunti.
“Dewi
Kunti! Dewi Kunti! Sungguh sayang benar engkau terhadap anak-anakmu.
Permintaanmu kupenuhi, asalkan engkau segera menyerahkan anak bungsumu, Raden
Sadewa.”
“Duh,
sang Batari. Ijinkanlah hamba mencari anak hamba, Sadewa. Sebentar lagi anakku,
sadewa, hendak kuserahkan pada sang Batari.”
Tanpa
disengaja, setelah mengalahkan raksasa Kalanjaya dan Kalantaka, Raden Sadewa
bertemu dengan ibunya, Dewi Kunti yang telah berhari-hari meninggalkan kerajaan
tanpa memberi tahu kepada anak-anaknya.
Ketika
Dewi Kunti hendak menghadapkan Raden Sadewa kepada Batari Durga, Raden Sadewa
menurut saja. Setelah di hadapan Batari Durga, Dewi Kunti berkata, “Sang
Batari, kuserahkan anakku si Raden Sadewa.”
“Sadewa,
ruwatlah aku. Kembalikanlah wujudku dari wujud raseksi menjadi wujud bidadari
kayangan!” kata Batari Durga.
“Batari
Durga, aku tidak bisa!”
“Kau
harus bisa! Sadewa, kau pasti bisa!
“Hamba
mohon maaf, hamba tak kuasa meruwat sang Batari!”
Karena
Raden Sadewa tidak bersedia meruwat Batari Durga, Batari Durga menjadi marah.
Raden Sadewa dianiaya oleh para bajobarat (prajurit bekasaan yang terdiri dari
jin, setan, peri, prayangan, genjong, warudoyong, tetekan, ilu-ilu, banaspati,
gendruwo, kemamang dan sebagainya).
Duka
nestapa yang dialami oleh Raden Sadewa yang jujur dan suci menjadikan gara-gara
di Kayangan Jonggring Saloka. Batara Guru sebagai raja para dewa turun ke
mayapada menemui Raden Sadewa.
Atas
petunjuk Batara Guru, Raden Sadewa melaksanakan tugas luhur dan sucinya, yaitu
meruwat Batari Durga beserta prajuritnya. Caranya, Batari Durga dan prajuritnya
disuruh untuk berdiri tegak seperti teja dan bersedia bertobat mohon ampun atas
segala kesalahan dan dosa-dosanya pada Sang Hyang Widhi Wasa.
Keajaiban
pun terjadi. Batari Durga diruwat oleh Raden Sadewa dengan kekuatan Batara
Guru, berubah wujud menjadi Batari Uma yang cantik jelita. Demikian pula para
prajuritnya juga turut berubah menjadi para Apsara dan Apsari penuhi kayangan.
Dewi
Uma adalah istri Batara Guru, raja para Dewa. Karena suatu kesalahan yang
diperbuatnya, konon ia dikutuk oleh Batara Guru menjadi raseksi berwajah buruk.
Baru setelah genap menjalani hukuman di Pasetran Gandamayit, ia diruwat oleh Raden
Sadewa dari papa duhkita atau papa samsara.
Setelah
berhasil meruwat Batari Durga dan para prajuritnya, Raden Sadewa diberi gelar
Raden Sudamala (artinya yang membersihkan segala noda dan kejahatan). Raden
Sadewa atau Raden Sudamala akhirnya dijodohkan dengan Dewi Soka, sedangkan
Raden Nakula, saudara kembarnya dijodohkan dengan Dewi Pradapa.
Raden
Sudamala disambut oleh para kadang Pandawa Lima sebagai pahlawan kaum muda.
Teladan baktinya selalu dikenang.
Berbeda
dengan Kurawa. Mereka gagal menumpas Pandawa Lima. Sifat iri dan dengki selalu
menyelimuti hidupnya.
Begitulah
kisah Sudamala, suatu kisah yang selalu diingat dan sering diceritakan oleh
para tetua di Suku Tengger kepada anak cucu mereka.
Tamabahan
:
Dalam
cerita Sudamala, Sakula atau Nakula memperisteri Soka dan Sadewa memperisteri
Padapa, setelah Sadewa menyembuhkan Tambapetra ayah dua perempuan itu
(Sudamala: IV. 81).
Sadewa
merupakan tokoh utama dalam Kakawin Sudamala, yaitu karya sastra berbahasa Jawa
Kuna peninggalan Kerajaan Majapahit. Naskah ini bercerita tentang kutukan yang
menimpa istri Batara Guru bernama Umayi, akibat perbuatannya berselingkuh
dengan Batara Brahma. Dikisahkan bahwa Umayi berubah menjadi rakshasi bernama
Ra Nini, dan hanya bisa kembali ke wujud asal apabila diruwat oleh bungsu
Pandawa. Maka, Sadewa pun diculik dan dipaksa memimpin prosesi ruwatan. Setelah
dirasuki Batara Guru, barulah Sadewa mampu menjalankan permintaan Ra Nini.
Sadewa pun mendapat julukan baru, yaitu Sudamala yang bermakna
"menghilangkan penyakit". Atas petunjuk Ra Nini yang telah kembali
menjadi Umayi, Sadewa pun pergi ke desa Prangalas menikahi putri seorang
pertapa bernama Tambrapetra. Gadis itu bernama Predapa.
Sebelum
pecah Baratayuda, ada dua raksasa penjelmaan Citraganda dan Citrasena yang
bernama Kalantaka dan Kalanjaya yang datang ke Astina hendak membantu kerajaan
Astina. Kedua raksasa tersebut sebenarnya hanyalah jin biasa, namun karena
dikutuk oleh Batara Guru akibat mengintip Batara Guru dan Dewi Uma yang sedang
mandi di telaga. Kehadiran kedua raksasa tersebut tenyata menimbulkan kegusaran
dalam diri Dewi Kunti. Dewi Kunti lalu memohon pada Batari Durga agar kedua
raksasa tersebut dimusnahkan. Batari Durga meminta Sadewa sebagai tumbalnya.
Mendengar hal itu, Dewi Kunti tidak setuju dan kemudian kembali ke Amarta.
Batari Durga kemudian menyuruk Kalika, seorang jin anak buahnya untuk menyusup
kedalam tubuh Dewi Kunti. Dalam keadaan kerasukan, Dewi Kunti menyuruh sadewa
sebagai tumbal dan diminta menghadap Batari Durga. Sadewa pun hanya menurut
perintah ibu tirinya yang telah mengasuhnya dari kecil.
Sesampainya
di hutan, Batari Durga minta diruwat oleh Sadewa menjadi putri yang cantik.
Sadewa tidak sanggup melakukannya dan lalu akan dimangsa oleh Batari Durga.
Sang Hyang Narada yang mengetahui hal itu lalu melaporkannya pada Batara Guru.
Batara Guru lalu merasuk kedalam tubuh Sadewa dan meruwat Batari Durga.
Kemudian kedua raksasa jelmaan Citraganda dan Citrasena dimusnahkan. Cerita ini
dikenal dengan lakon Sudamala.
Sumber:
Cerita Rakyat dari Tengger
Sudamala (versi 2)
Batara
Guru dan Batari Uma, yang sedang melanglang buana, busana Batari Uma tersingkap
oleh angin, sehingga tergugah hasrat Batara Guru. Namun kenginan batara Guru
ditolak oleh Batari Uma, maka batara Guru mengutuk batari Uma menjadi raseksi
bernama Batari Durga, dan tinggal di hutan Setra ganda Mayit menguasai jin dan
setan. Untuk merubah wujud Batari Durga kembali semula harus diruwat oleh
sadewa.
Di
Negara Astina, kedatangan dua orang raksasa Kolonjaya dan kalantaka yang
bersedia membantu menumpas Pandawa bersama para prajurit astina. Di tengah
perjalanan dihadang oleh Raden gatotkaca dan para putra Pandawa, sehingga
terjadi pertempuran yang dimenangkan para Kurawa.
Para
Pandawa yang sedang bermuram durja, dihadapkan Prabu Kresna membicarakan
perihal Dewi Kunti yang sedang menderita sakit dan belum ditemukan cara
penyembuhannya, sedangkan Raden sadewa yang diutus untuk menghadap Resi
Abiyasa, belum kunj*ung tiba. Tak lama kemudian dating Raden Sadewa yang
menghaturkan sabda Resi Abiyasa, hingga Prabu Kresna mengusulkan agar para
Pandawa mengucapkan nadar (janji) yang ditujukan kepada Dewi Kunti yang
kemudian mengikuti Raden sadewa meninggalkan Amarta, Nakula mohon pamit untuk menyusul.
Bersamaan dengan ini dating musuh yang ingin menumpas para Pandawa hingga
terjadi pertempuran, Bima ditelan oleh raksasa Kolonjaya dan Kalantakja.
Dewi
Kunti yang sedang akit jiwanya pergi bersama Raden sadewa dari Kerajaan Amarta
menuju ke tengah hutan, Dewi Kunti dimasuki roh Jim Kalika utusan Batari Durga
yang menyatakan cintanya kepada Raden sadewa.
Batari
Durga dating dan meminta Sadewa untuk meruwat dirinya agar ujudnya kembali
menaji cantik jelita, namun sadewa menolak permintaan batari Durga, maka
murkalah batari Durga. Pada saat itu batara Guru memasuki raga sadewa hingga
batari durga lunglai dan memasrahkan diri. Maka diruwatlah oleh raden sadewa.
Atas keberhasilan Raden sadewa meruwat batari Durga, Batara Guru memberikan
anugerah nama dengan sebutan raden Sudamala dan memperoleh jodoh putrid dari
pertapaan Prang Alas bernama Endang Soka, anak dari Begawan Tamba Petra. Batara
Guru dan Batari Durga kembali ke kahyangan.
Begawan
Tamba Petra dan kedua putrinya, membicarakan perihal mimpi berteemu dengan
raden nakula dan sadewa.
Prabu
Kresna dan Prabu Puntadewa yang mencari kepergian Dewi Kunti dan raden sadewa,
pada saat itulah datanglah Kalanjaya dan Kalantaka sehingga terjadi pertempuran
seru, akhirnya kedua raksasa berubah ujud menjadi Batara Citragada dan
Citrasena.
Kakawin Sudamala (versi 3)
Kakawin
Sudamala (Jawa: ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦱꦸꦣꦩꦭ) adalah karya
sastra berbahasa Jawa Kuno peninggalan Kerajaan Majapahit, sekitar abad ke-14
hingga ke-16 Masehi. Naskah ini bercerita tentang kutukan yang menimpa Batari
Uma (Umayi), istri Batara Guru (Siwa), akibat durhaka terhadap suaminya. Untuk
membebaskan dirinya dari kutukan tersebut, ia harus diruwat oleh putra bungsu
Pandu yang bernama Sadewa (Sahadewa).
Kisah
ini merupakan karya asli pujangga Jawa, tetapi nama para tokoh utama dalam
naskah ini (Durga, Siwa, Sadewa) diambil dari cerita Hindu dan wiracarita
Mahabharata dari India, sementara beberapa tokoh pendamping (Kalantaka,
Kalanjaya) tidak diambil dari cerita Hindu India. Kisah ini merupakan suatu
interpolasi yang tidak akan ditemukan dalam naskah-naskah Hindu dari India.
Kisah
ini diabadikan dalam bentuk panel relief yang ditemukan di sejumlah candi di
pulau Jawa, di antaranya Candi Ceto, Candi Sukuh, dan Candi Tegowangi. Kisah
ini menyebar ke Bali yang didominasi umat Hindu dan istilah
"sudamala" di sana menjadi identik dengan pembersihan secara
spiritual. Di Kabupaten Bangli, terdapat sebuah pura bernama Pura Tirta
Sudamala yang sering dipakai sebagai tempat melukat (pembersihan secara jasmani
dan rohani) dan ruwatan.
Kisah
Dikisahkan
bahwa Uma (Umayi) berubah menjadi raksasi (raksasa wanita) bernama Batari Durga
atau Ra Nini karena ia tidak setia kepada suaminya, Batara Guru (Siwa). Ia pun
diusir bersama dua gandarwa yang dikutuk, bernama Kalantaka dan Kalanjaya, lalu
tinggal di Kahyangan Setragandamayit (Setragandamayu) dan hanya bisa kembali ke
wujud asal apabila diruwat oleh putra bungsu Pandu, Sadewa. Durga pun pergi
menemui Kunti, ibu Sadewa dan memohon agar ia menyerahkan anaknya untuk
melancarkan proses ruwatan tersebut. Namun Kunti menolak sehingga Durga mencoba
cara dengan perantara Batari Kalika, asisten setia Durga. Kalika masuk ke dalam
raga Kunti, kemudian ia mengikat Sadewa di suatu pohon sampai proses ruwatan
tiba.
Pada
waktu yang ditentukan, Durga alias Ra Nini meminta agar Sadewa meruwatnya,
tetapi Sadewa menolak karena merasa tidak mampu. Durga pun marah dan mengancam
nyawa Sadewa. Peristiwa itu disaksikan oleh Batara Narada, yang segera
melaporkannya kepada Batara Guru. Tidak ingin masalah itu berkelanjutan,
akhirnya Batara Guru merasuki tubuh Sadewa. Setelah dirasuki Batara Guru,
barulah Sadewa mampu menjalankan permintaan Batari Durga.
Sadewa
pun mendapat julukan baru, yaitu Sudamala yang bermakna "menghilangkan
penyakit" atau "pembersih dari kotoran dan kejahatan". Atas
petunjuk Batari Durga yang telah kembali menjadi Batari Uma, Sadewa pun pergi ke
desa Pertapaan Prangalas menikahi putri seorang pertapa bernama Begawan
Tambrapetra. Gadis itu bernama Dewi Endang Predapa.