Pembagian Zaman Menurut Ramalan Prabu Sri Aji Jayabaya
Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kerajaan Kadiri/Kediri (1135-1159 Masehi). Bahkan dalam tradisi Jawa, beliau ini dipandang sebagai sosok yang sangat dihormati karena kesaktian dan kewibawaannya. Saking populernya, beliau ini lalu menjadi tokoh yang sangat sulit dicari tandingannya dari zaman ke zaman, apalagi sekarang ini. Sosok yang memiliki gelar Abiseka sebagai Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa ini bahkan dianggap tidak pernah wafat seperti manusia pada umumnya. Oleh sebagian orang, beliau ini justru diyakini meninggalkan mayapada (dunia) ini dengan cara Moksa (berpindah dimensi setelah mencapai kesempurnaan hidup). Karena itulah, tidak pernah ada makam yang menjadi pusaranya.
Sejarah Singkat Prabu Jayabaya
Maharaja Jayabaya adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Pemerintahan Jayabaya dianggap sebagai masa kejayaan Kediri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157).
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri menang. Prasasti ini terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kediri selama perang melawan Jenggala. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.
Kemenangan Jayabaya atas Jenggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157. Nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit dan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma raja Malawapati.1
Jayabaya turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang.
Pembagian Zaman menurut Prabu Sri Aji Jayabaya sebagai berikut :
1. Pembagian Zaman Menurut Pandangan Prabu Jayabaya
Sewaktu kehidupannya sebagai raja Kadiri, Prabu Jayabaya telah membagi zaman yang sudah, sedang dan akan terjadi nanti, khususnya di Nusantara. Lama waktunya yaitu sekitar 2.100 tahun matahari (1 tahun matahari = 10,3 tahun kita sekarang). Ramalannya itu lalu menjadi Tri Takali (tiga periode zaman), yaitu:
1. Zaman permulaan disebut KALI-SWARA
Satu periode zaman ini lamanya adalah 700 tahun matahari (721 tahun bulan). Pada waktu itu di Jawa (Nusantara) banyak terdengar suara alam, halintar, dan petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa pun turun ke Bumi menjadi manusia. Zaman ini bisa disebut dengan zaman puncak kesaktian manusia, yang hal itu tidak pernah terulang lagi hingga hari ini.
2. Zaman pertengahan disebut KALI-YOGA
Satu periode zaman ini lamanya adalah 700 tahun matahari. Pada waktu ini banyak perubahan pada Bumi. Daratan di Bumi ini lalu terbelah-belah, menyebabkan peta dunia menjadi berpulau-pulau. Pada saat ini banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yang mati banyak menjelma (nitis) dengan segala kepentingannya.
3. Zaman akhir disebut KALI-SANGARA.
Satu periode zaman ini lamanya adalah 700 tahun matahari. Pada waktu ini banyak hujan salah mongso (musim) dan banyak kali (sungai kecil) dan bengawan (sungai besar) bergeser, Bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya (tanpa sempat membaginya).
Ketiga zaman tersebut lalu dibagi lagi menjadi tujuh zaman (Saptama Kala). Artinya ada zaman kecil dan setiap zaman rata-rata berumur 100 tahun matahari (103 tahun bulan). Seperti penjelasan berikut ini :
I. ZAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
1) Kala Kukila (th. 1-100) :
Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.
2) Kala Buddha (th. 101-200) : Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha (Budi Dharma) menurut syariat Sang Hyang Jagadnata (Bhatara Guru).
3) Kala Brawa (th. 201 – 300) :
Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun ke Bumi menyiarkan ilmu.
4) Kala Tirta (th. 301-400) :
Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu Bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Swarna, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.
5) Kala Swabara (th. 401-500) :
Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.
6) Kala Rebawa (th. 501-600) :
Orang Jawa mengadakan keramaian-kesenian dsb.
7) Kala Purwa (th. 601-700) :
Banyak tumbuh keturunan orang-orang besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.
II. ZAMAN KALI-YOGA dibagi menjadi :
1) Kala Brata (th. 701-800) :
Orang mengalami hidup sebagai fakir.
2) Kala Drawa (th. 801-900) :
Banyak orang mendapat ilham dan orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.
3) Kala Dwawara (th. 901-1.000) :
Banyak kejadian yang mustahil.
4) Kala Praniti (th. 1.001- 1.101) :
Banyak orang mementingkan olah pikir (telepati).
5) Kala Teteka (th. 1.101 – 1.200) :
Banyak orang datang dari negeri-negeri lain.
6) Kala Wisesa (th. 1.201 – 1.300) :
Banyak orang yang terhukum.
7) Kala Wisaya (th. 1.301 – 1.400) :
Banyak orang memfitnah.
III. ZAMAN KALI-SANGARA dibagi menjadi :
1) Kala Jangga (th. 1.401 – 1.500) :
Banyak orang olah kehebatan.
2) Kala Sakti (th. 1.501 – 1.600) :
Banyak orang olah kesaktian.
3) Kala Jaya (th. 1.601 – 1.700) :
Banyak orang olah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.
4) Kala Bendu (th. 1.701 – 1.800) :
Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokan = ini zaman kita sekarang.
5) Kala Suba (th. 1.801 – 1.900 ) :
Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.
6) Kala Sumbaga (th. 1.901 – 2.000) :
Banyak orang tersohor pandai dan hebat.
7) Kala Surasa (th. 2.001 – 2.100) :
Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang olah asmara.
Sesungguhnya ketiga zaman itu (Kali Swara, Kali Yoga, Kali Sangara) selalu berada di dalam lintasan Chakra Manggilingan.
Artinya, apa yang terjadi di dalam setiap zamannya itu akan terus terulang hingga nanti berakhir dengan datangnya Hari Kiamat. Dari zaman Kali Swara hingga Kali Sangara, sebenarnya sudah pernah terjadi berulang kali. Kehidupan manusia itu jauh lebih lama dari anggapan sebagian besar orang saat ini.
Apa yang disampaikan oleh Prabu Jayabaya itu hanyalah formula untuk lebih mudah memahami keadaan zaman dan model kehidupan umat manusia di atas Bumi ini, dari awal zaman sampai Hari Kiamat nanti. Karena menurut pengamatan dan penelitian kami, setidaknya manusia sudah melalui 10.000 kali putaran zaman di atas, yang angkanya lebih dari 2.163.000.000 tahun.
Jadi, dalam pandangan Prabu Jayabaya, maka akhir zaman itu bukan berarti Hari Kiamat. Tapi lebih kepada berakhirnya satu periode zaman; bisa yang berskala besar seperti Kali Swara, Kali Yoga atau Kali Sangara, dan bisa pula yang berskala kecil yang disebut dengan Saptama Kala (7 jenis zaman). Memang terjadi kehancuran yang besar pada setiap kali zaman berakhir, khususnya di muka Bumi ini, tetapi bukan berarti kehidupan pun ikutan berakhir. Karena akhir zaman disini berarti telah berakhirnya satu periode zaman yang memang pada setiap waktunya harus ada pergolakan besar dimana-mana, baik dalam bentuk perang besar atau pun bencana alam yang dahsyat. Itu bertujuan agar ibu pertiwi (Bumi) ini bisa “muda kembali” dan siap menjadi tempat anak manusia untuk menjalani kehidupannya lagi. Tentang contoh dan faktanya, Anda bisa mengulas kembali kisah banjir besar di masa Nabi Nuh AS atau perang besar dalam kisah Ramayana dan Mahabharata. Kedua hal itu adalah contoh nyata tentang adanya akhir zaman pada setiap periode yang disebutkan oleh Prabu Jayabaya di atas. Karena berakhirnya satu periode zaman itu bisa karena bencana alam (azab Tuhan) atau perang besar. Hingga pada akhirnya semua perputaran zaman (Chakra Manggilingan) itu benar-benar berakhir karena Hari Kiamat yang telah dijanjikan oleh Tuhan pun datang. Pada saat itu bukan hanya zaman manusia telah berakhir, tetapi kehidupan duniawi akan sirna dan manusia akan memasuki fase kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan abadi di alam akherat.
“Wahai putra Pandu, aku sudah menjelaskan segalanya kepadamu. Aku sudah menjelaskan perputaran zaman baik di masa lalu maupun di masa depan sebagaimana yang dinyatakan oleh Dewa Vayu dalam Kitab Purana-nya (Kitab Vayu Purana) yang dipuji oleh para Resi. Aku sudah berkali-kali menyaksikan perputaran dunia ini. Aku kini telah memberitahumu apa yang telah kurasakan dan ku lihat” (Mahabharata, Vana Parva, Bab 191, Ayat 7-17)
Dari keterangan zaman di atas, maka khususnya zaman kita sekarang ini termasuk ke dalam zaman Kali Sangara, tepatnya di masa Kala Bendu. Kehidupan manusia saat ini benar-benar sudah berada di akhir zamannya. Dan jika dicermati dengan seksama, maka periode Kala Bendu saat ini sudah berada di puncaknya dan menunggu masa pemurnian total. Karena itu, sebagaimana tulisan saya sebelumnya, maka periode Kala Bendu saat ini akan segera berakhir dan berganti ke periode zaman Kala Suba. Yaitu zaman yang berkebalikan dengan Kala Bendu, karena Bendu disini berarti hukuman (untuk manusia) sebab terlalu banyak melanggar hukum Tuhan yang universal ini terus saja terjadi sampai hari ini seperti keserakahan, pertikaian, kemunafikan, kebencian dan maksiat, sehingga bencana alam dan perang pun terjadi dimana-mana. Sementara Kala Suba itu sendiri bisa diartikan sebagai zaman kebangkitan, zaman dimana umat manusia akan hidup sesuai dengan aturan Tuhan, sehingga hidup mereka pun jadi makmur dan sejahtera.
2. Pergantian Zaman Dalam Pandangan Kitab Suci
Wahai saudaraku. Dalam setiap pergantian zaman akan ada seorang tokoh pemuda yang menjadi pancer (pusat harapan) dari kisah hidup manusia. Tak terkecuali di zaman kita sekarang. Dan sebagai bahan informasi, maka dalam kitab Mahabharata (Vana Parva, 190.93-97) telah memuat keterangan tentang ciri-ciri pemuda yang akan memimpin dunia untuk bisa melewati masa transisi zaman nanti (Kala Bendu ke Kala Suba). Sosok yang sakti itu juga akan memerangi kebatilan yang sudah sekian lama menyebar di Bumi ini. Dialah sosok agung yang dikenal dengan sebutan Kalki, yang hidup pada akhir periode Kala Bendu ini – masa kita sekarang. Berikut bunyi ayatnya:
“Karena waktunya telah tiba, seorang brahmana bernama Kalki Visnuyasa akan muncul. Dia memiliki tenaga, kecerdasan dan kekuatan yang sangat besar. Dia muncul di Desa Sambhala di sebuah keluarga “brahmana” yang terberkati. Dia bisa mengendalikan kendaraan, senjata, pasukan, dan tameng hanya dengan memikirkannya. Dia akan menyatukan dunia, senantiasa menang karena kekuatan-Nya. Dia akan mengembalikan varsrama-dharma dan kedamaian di dunia yang dibanjiri oleh ketimpangan hukum. Brahmana yang cemerlang dan cendekiawan itu akan menghancurkan segala sesuatu. Dia akan menjadi penghancur segalanya dan membuat zaman baru (Satya Yuga atau Kala Suba). Dia dikelilingi oleh para brahmana dan dia akan membinasakan semua golongan mleccha (golongan yang tidak mematuhi aturan Tuhan) yang hina dimanapun mereka bersembunyi”
Kemudian dalam kitab Agni Purana (16.7-9) juga dikatakan bahwa :
“Ketika orang-orang anarya (yang tidak beradab) menyamar menjadi raja-raja dan menyiksa orang-orang shaleh dan memakan daging manusia, Kalki sebagai putra Visnuyasa, dan Yajñavalkya sebagai pendeta dan gurunya, akan membinasakan para anarya ini dengan senjatanya. Dia akan mengembalikan empat susunan ideal dalam masyarakat (varsrama). Setelah itu, orang-orang akan kembali ke jalan kebenaran”
Selain itu, sosok pemuda yang dikenal sebagai Hyang Kalki itu akan melakukan beberapa tindakan besar. Berikut keterangan dari salah satu ayat di kitab Padma Purana (6.71.279-282):
“Sang Kalki akan mengakhiri zaman kekuasaan Kali dan membunuh semua golongan mleccha (orang kelas rendah yang tidak beradab) yang licik, sehingga dia akan mengembalikan keadaan dunia. Dia akan mengumpulkan semua brahmana terkemuka dan menetapkan Kebenaran Tertinggi. Dia mengetahui Kebenaran yang saat itu telah dihancurkan dan dia akan menghilangkan rasa lapar para brahmana dan orang-orang shaleh. Dia akan menjadi penguasa tunggal atas Bumi dan tidak bisa ditaklukkan. Dia akan menjadi lambang kemenangan dan dipuji seluruh dunia”
Lalu untuk mengklarifikasi ramalan ini, juga disebutkan dalam kitab Brahma Vaivarta Purana (Praketi Khanda, Bab 7.60, Ayat 58-59) tentang bagaimana kondisi menjelang akhir zaman Kala Suba dan apa saja kegiatan serta tujuan dari kedatangan Hyang Kalki ini. Yaitu:
“Pada saat itu akan ada kekacauan di Bumi. Di mana-mana ada pencuri dan perampok. Pada saat itu, di rumah brahmana bernama Visnuyasa, Hyang Sri Narayana akan muncul dalam salah satu ekspansi kekal-Nya dalam wujud Kalki yang agung sebagai putra brahmana itu. Dengan mengendarai seekor kuda yang gagah dan memegang pedang di tangannya, dia akan membinasakan semua mleccha (orang-orang licik, serakah, egois dan tidak beradab) di muka Bumi. Demikianlah Bumi akhirnya bebas dari para mleccha dan setelah itu Kalki akan menghilang kembali ke kediamannya (di alam Ruhani)”
Dari keterangan ayat-ayat di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Kalki Avatar itu akan datang sebagai penegak hukum atau ksariya. Pada masa itu – tepatnya masa sekarang ini – Bumi telah dipenuhi oleh orang-orang yang tidak mengerti hakekat ilmu dan kitab suci. Mereka terlalu bodoh dan dungu, tidak bisa diajarkan pengetahuan rohani tentang tujuan sejati dari kehidupan. Mereka tidak dapat mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya bisa hidup yang benar. Karena itu, mereka pasti tidak bisa mengubah cara hidup mereka itu karena kebodohan yang sangat kasar. Karena itu, Hyang Kalki muncul tidak untuk mengajari manusia tentang prinsip-prinsip agama, namun hanya untuk menghukum, membinasakan dan membersihkan Bumi ini dari para penjahat. Atas alasan ini, kitab Suci Srimad Bhagavatam 10.40.22 menjelaskan bahwa Hyang Kalki adalah pemusnah para mleccha (manusia kelahiran rendah yang biadab) serta golongan rendah lainnya yang menyamar sebagai raja/pemimpin.
Selanjutnya, selain sebagai pemusnah kebatilan, Hyang Kalki juga akan membangkitkan kejayaan hidup di Bumi ini. Dia akan mengantarkan orang-orang yang selamat saat transisi zaman terjadi nanti menuju pada puncak kehidupan yang sejati. Ini sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Kalki Purana (32.2-5) berikut ini:
“Hyang Kalki selanjutnya tinggal di Desa Sambhala, bersama saudara-saudaranya (yang adalah ekspansi kekal-Nya), putra-putranya, keluarganya dan rekan-rekannya selama seribu tahun. Seluruh wilayah Desa Sambhala, yang keadaannya sebaik planet-planet surga, terlihat sangat indah dengan gedung balairung, pintu-pintu gerbang, panggung yang tinggi, dan bendera-bendera yang berkibar tertiup angin disana-sini. Siapa pun yang meninggal di Desa Suci Sambhala ini segera dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai kaki-padma Tuhan Kalkideva. Demikianlah keadaan Desa Sambhala yang dihias menawan dengan bunga-bunga yang mekar, pohon-pohon yang membawa kemujuran, hutan-hutan dan taman-taman, menjadi tempat suci yang menawarkan jalan pembebasan dari penderitaan material”
Sehingga, pada saat itu pikiran umat manusia akan tercerahkan. Mereka kembali hidup sebagai manusia yang sejati dan mengagungkan Tuhannya saja. Tentang hal ini, kitab Mahabharata (Vana Parva, 190.89-92) juga menyatakan kondisi Bumi ketika zaman Satya Yuga (atau zaman Kala Suba-Kala Sumbaga-Kala Surasa) kembali seperti berikut ini:
“Makhluk hidup yang dulunya punah karena polusi dan ulah manusia akan kembali lagi, dimulai dengan para brahmana. Ketika Zaman Satya Yuga (atau zaman Kala Suba-Kala Sumbaga-Kala Surasa) kembali, makhluk hidup akan berkembang dan memenuhi Bumi lagi. Kehendak Tuhan akan ada di Bumi ini. Ketika matahari, bulan dan planet Jupiter (Brhaspati-graha) memasuki daerah Bintang Purya (Delta Cacnri) di Rasi Bintang Cancer, awan-awan akan kembali mencurahkan hujan setelah musim kemarau dan kelaparan selama beratus-ratus tahun. Pada saat itu, Kali Yuga (Kala Bendu) berakhir dan Satya Yuga kembali lagi. Posisi bintang dan planet-planet menjadi mujur. Makhluk hidup, kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian akan berada di seluruh muka Bumi”
Untuk itu, dalam ayat kitab Mahabharata tersebut dapat kita simak bahwa ketika Dharma ditegakkan kembali oleh Hyang Kalki, Planet Bumi memulai proses penyembuhan dan peremajaannya. Makhluk-makhluk yang punah karena polusi dan ketimpangan akibat ulah manusia akan muncul kembali. Planet Bumi memproduksi kebutuhan penghuninya lagi, dan sejak saat itu akan ada awan-awan yang menurunkan hujan lagi. Akan ada kedamaian dan keindahan dimana-mana, yang semua makhluk akan menikmatinya dengan percuma.
3. Penutup
Apa yang telah diuraikan pada bagian ke 2 (Pergantian Zaman Dalam Pandangan Kitab Suci) di atas adalah sekilas dari apa yang akan terjadi pada saat transisi zaman terjadi, khususnya zaman kita sekarang ini (Kala Bendu ke Kala Suba). Dan bagi saya pribadi, saya sangat menyakini hal itu, sebab tanda-tandanya sudah semakin jelas terlihat, bahkan aura yang dipancarkan sebelum peristiwa itu terjadi sudah semakin terasa baik secara lahir maupun batin. Tinggal menunggu waktunya saja, kapan peristiwa dahsyat itu terjadi di depan mata semua orang di Bumi. Siapapun tidak akan bisa menghindar. Dan saat itu terjadi, maka zaman memang sedang berganti. Lalu saat prosesnya berakhir, maka siapapun yang selamat akan hidup di zaman yang baru, yang lebih baik dari masa sebelumnya.
Tapi, sesuai dengan keterangan ayat-ayat kitab suci di atas pula, maka sebelum semua kebangkitan dan kesejahteraan itu terwujud, maka akan ada masa transisi di antara kedua zaman (Kala Bendu dan Kala Suba) tersebut. Prosesnya pun sudah dimulai sejak beberapa tahun belakangan, tinggal menunggu puncaknya saja. Dan nanti, akan ada perang yang sangat dahsyat (perang kosmik) yang melibatkan semua makhluk yang ada di jagat raya ini, bahkan tidak hanya di alam nyata tapi juga dari alam goib (dimensi lain). Selanjutnya ada berbagai jenis bencana alam yang sangat dahsyat, yang menerpa di sepenjuru Bumi ini, bahkan belum pernah dilihat selama ini.
Kedua proses itu adalah bentuk dari pemurnian total yang melibatkan semua makhluk. Dan setelah proses transisi itu selesai, maka bagi mereka yang selamat nanti, mereka akan memulai kehidupan yang baru, di zaman yang baru (Kala Suba), dan dalam peradaban yang baru pula. Sungguh beruntunglah mereka itu, karena bisa hidup di zaman keemasan dunia. [Silahkan baca: Transisi dimensi kehidupan: Mempersiapkan diri menuju zaman yang baru atau Nurrataya: Para penjaga Bumi dalam masa transisi zaman]
Akhirnya, semoga hal ini bisa menjadi perenungan untuk kita semua. Bukan untuk mendahului takdir Tuhan, tetapi agar kita semua bisa terus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Jika seandainya nanti zaman berganti, yang dimulai dengan perang besar dan bencana dahsyat, maka kita sudah siap. Tetapi jika tidak terjadi, tentunya tidak menjadi masalah, karena justru kita sudah berusaha menjadi orang yang baik dan mengikuti perintah Tuhan. Sehingga kehidupan pun akan menjadi lebih baik.
Dirangkum oleh Imajiner Nuswantoro