SANG HYANG NURCAHYA
Kisah ini menceritakan perjalanan hidup Sayidina Anwar sampai akhirnya menjadi dewa pertama bergelar Sanghyang Nurcahya.
Sumber dari penyusunan kisah ini adalah Serat Paramayoga, yang dipadukan dengan Serat Arjunasasrabahu dan Serat Kandha, dengan sedikit pengembangan.
Dalam Serat Paramayoga disebutkan, Sayid Anwar, adalah seorang anak dari Nabi Sis putra Nabi Adam. Diceritakan bahwa dia sangat terkesima dengan penyakit dan kematian kakeknya Nabi Adam, dan sangat ingin melarikan diri dari kematian, sehingga meninggalkan kota tempat tinggalnya, Kusniyamalebari, untuk mencari obat yang akan melindunginya dari segala penyakit dan juga menghindarkan dari kematian.
Dalam perjalanan ia bertemu dengan malaekat Ngajajil, yang kemudian membawa dirinya ke sebuah tempat bernama alam Lulmat (Siluman), yang sangat dingin dan gelap, karena sinar matahari hampir tidak pernah sampai disana. Ngajajil menunjukkan sebuah tempat di Samudra Arktik, dekat Kutub Utara, bernama Maulkayat, yaitu tempat Air Kehidupan (Tirtamarta Kamandalu).
Malaikat membuat Sayid Anwar meminum air ini dan juga mandi di dalamnya. Lalu dia memberinya sebuah vas permata kecil, Cupu Manik Astagina, yang dahulu milik kakeknya, Adam, yang memiliki kekuatan keajaiban delapan kali lipat dan tidak akan pernah habis.
Sayid Anwar mengisi wadah kecil ini sepenuhnya dengan air kehidupan, setelah itu mereka bergegas meninggalkan tanah Lulmat. Di dalam perjalanan, tak jauh dari tempat itu, sampailah ke sebuah batang pohon gundul, tanpa daun, bernama Réwan. Akar pohon ini menjadi dasar segala kehidupan dunia; ketika akar ini (yang disebut Lata Mahosada) dipegang pada seseorang yang meninggal sebelum waktunya, ia menjadi hidup kembali.
Jika pada awalnya vas permata (cupu manik astagina), air kehidupan (tirtamarta) dan akar kehidupan (Lata Mahosada) ini, hanya milik para dewa. Sekarang Sayid Anwar juga telah menerima tiga pusaka ini, dan sangat senang dengan pemenuhan keinginannya itu. Dia pun berangkat kembali menuju Kusniyamalébari.
Tetapi, dalam perjalanannya, bagaimanapun, dia tersesat dan terus mengembara selama bertahun-tahun hingga zaman Nabi Idris. Suatu hari, saat berdiri di tepi lautan, dia melihat dua malaikat yang jatuh dari langit, Haruta dan Maruta. Mereka mengajarkan ilmu tentang penciptaan alam semesta, dan seketika itu juga Sayid Anwar meminta mereka untuk menunjukkan jalan menuju ke surga (Nirwana). Mereka menyuruhnya untuk mengikuti sungai Nil ke sumbernya, karena Sungai Nil itu naik ke Nirwana.
Sayid Anwar pun berangkat dan sampailah di sebuah rawa yang sangat luas Jambirijahiri. Di sebelah selatannya ada gunung rendah, gunung Kapsi, tempat Sungai Nil berhulu. Sayid Anwar naik ke puncak, di mana Ngajajil, kemudian dikelilingi oleh api yang menyala-nyala, menampakkan dirinya sebagai kekuatan Tuhan langit dan bumi.
Sayid Anwar meminta Ngajajil untuk memperlihatkan Nirwana, dimana Tuhan (Allah Tangala) menganugerahkan kepadanya sebuah permata bersinar yang disebut Retnadumilah, yang berisi gambar surga dan neraka.
Sayid Anwar dimampukan oleh Tuhan untuk memasuki permata ini dan dengan demikian dapat melihat surga dan neraka. Melalui permata ini Sajid Anwar mampu membuat apapun yang dia pikirkan menjadi nyata, apapun yang dia inginkan untuk terwujud, dan terbebas dari mengantuk dan kelaparan. Dia diberi perintah dalam segala jenis rahasia dan segera pergi untuk tinggal di Jajirat Ngariyat, alias Pulo Sëpi, di Samudera Hindia di sebelah barat Hindustan, di mana, selain keabadian, dia juga mendapatkan penyatuan dengan dewa dan mendapatkan nama Sang Hyang Nurcahya.
Kisah ini menceritakan perjalanan hidup Sayidina Anwar sampai akhirnya menjadi dewa pertama bergelar Sanghyang Nurcahya.
Sumber dari penyusunan kisah ini adalah Serat Paramayoga, yang dipadukan dengan Serat Arjunasasrabahu dan Serat Kandha, dengan sedikit pengembangan.
Sang Hyang Nurcahya (Sayid Anwar) adalah leluhur dari para dewa sebelum Sang Hyang Wenang dan Bathara Guru. Menurut Serat Pustakaraja Purwa tokoh ini adalah putra dari Nabi Sis dngan Dewi Dlajah yg menyamar mnjadi Dewi Mulat, istri Nabi Sis. Sang Hyang Nurcahya bertempat di Kahyangan Pulau Dewa.
Sekian info tentang tokoh wayang lawas ini, skedar bagi ilmu tntang pewayangan pada para pecinta wayang kulit.
LAHIRNYA SANG HYANG NURCAHYA (VERSI KISAH WAYANG)
Apa yang dituliskan adalah apa yang pernah dibaca dan dipelajari dari beberapa referensi cerita wayang yang dikutip dari sumber karya sastra para pujangga, khususnya pujangga Jawa. Mohon jangan disalah artikan secara negatif. Sedikitpun tidak ada maksud untuk menyinggung atau melecehkan kepercayaan, keyakinan dan agama manapun. Mohon dipahami dengan fikiran terbuka agar kita mendapat poin-poin positif dari pen-ceritaan kisah ini.
Kisah ini berawal pada Nabi Adam As yang memiliki anak 40 pasang kembar dampit. Diceritakan bahwa Nabi Adam hendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasannya sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Mereka saling berebut dan mengaku siapa yang lebih berhak untuk menentukan perjodohan diantara anak-anak mereka, maka mereka pun ingin membuktikan benih siapa sebenarnya yang lebih mempunyai peran atas terbentuknya janin. Dari mereka lalu kemudian sama-sama mengeluarkan rahsa "dayaning urip" (daya hidup).
Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna. Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Syits (pemberian Allah). Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut. Saat Nabi Adam mengambil bayi dari dalam cupu dan menggendongnya, tiba-tiba datang badai (angin kencang) yang akhirnya menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh ke tengah Samudera. Suatu saat cupu itu diambil oleh Ijazil (Iblis).
Nabi Syits yang telah menjadi dewasa, lalu mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Ijazil (Iblis) yang telah mengetahui sebelumnya bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah, Maka Ijazil (Iblis) memohon kepada Allah agar dirinya diberikan kebebasan dalam menggoda anak cucu Adam untuk dijadikan sekutunya saat hari pembalasan kelak. Ijazil (Iblis) memohon supaya keturunannya bisa disatukan dengan keturunan Adam dengan maksud agar dirinya lebih mudah mempengaruhi keturunan Adam yang tidak memiliki ketaqwaan terhadap agama Allah. Do'a Ijazil (Iblis) dikabulkan, kemudian anaknya yang bernama Dlajah, dicipta/dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan istri Nabi Syits tersebut. Dan Dewi Mulat untuk sementara waktu disembunyikan secara ghaib. Setelah beberapa waktu pertukaran yang dilakukan secara licik oleh Ijazil (Iblis), dan lalu mengetahui nutfah Nabi Syits telah jatuh di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Ijazil (Iblis) mengambil dan membawa pulang kembali Dlajah, dan Dewi Mulat pun dimunculkan kembali.
Tepat pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit, Dewi Mulat melahirkan anak kembar, hanya saja yang satu berwujud bayi laki-laki (manusia) dan yang satunya berwujud Cahya (Nur). Selang waktu yang hampir bersamaan, tepatnya pada waktu julungpujut atau saat matahari tenggelam, Dlajah juga melahirkan anak. Namun yang dilahirkan oleh Dlajah adalah Asrar (daya hidup yang memancarkan cahaya), berkilauan laksana embun pagi. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ijazil (Iblis) ke Kusniyamalebari secara sembunyi-sembunyi dan dipersatukan dengan anak Nabi Syits dan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur). Secara ajaib berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat dipegang, kemudian Ijazil (Iblis) meninggalkannya. Nabi Adam memberi nama kepada anak-anak Nabi Siyts dan Dewi Mulat. Anak laki-laki yang berwujud manusia diberi nama Anwas (Nasa), sedangkan anak yang berwujud bayi laki-laki yang diliputi cahaya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah dalam wujud cahaya) diberi nama Anwar.
Sayid Anwas sangat tekun beribadah kepada Allah SWT, kelak suatu saat ia akan menurunkan para nabi hingga akhir zaman. Sedang Sayid Anwar sangat gemar berkelana dan menyepi diri hingga suatu saat ia bertemu dengan Ijazil (Iblis) dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian dari Ijazil (Iblis). Ia bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan (mencala putra - mencala putri), ia pun bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa di-indera). Juga bisa terbang ke angkasa, masuk ke dalam perut bumi dan bernafas di dasar samudra. Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat perubahan pada perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ijazil (Iblis), dan berkata kepada Nabi Syits, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Sayid Anwar adalah cikal bakal para Dewa atau Hyang. Ijazil (Iblis) memohon kembali kepada Allah Sang Maha Pencipta agar Sayid Anwar diperkenankan berumur panjang hingga akhir zaman. Permohonan Ijazil (Iblis) dikabulkan. Sayid Anwar lalu meminum dan mandi Maolkayat atau Tirta Kamandalu, yaitu "air kehidupan" yang berasal dari intisari awan mendung yang telah dicurahkan dari atas langit. Oleh Ijazil (Iblis) Tirta Kamandalu itu ditampung kedalam cupumanik Astagina (milik Nabi Adam dahulu yang terhempas badai), agar Tirta Kamandalu tidak pernah habis secara ajaib di dalam Cupumanik Astagina. Ijazil (Iblis) menganugerahkan cupu tersebut kepada Sayid Anwar.
Dan atas kodrat Allah, Sayid Anwar dipertemukan dengan pohon Rewan (Pohon Kehidupan, Lata Maosadi, Kalpataru, Oyod Mimang) yang sedang ngarang, gugur daun-daunnya. Akar pohon ini menjadi tanda dari kehidupan alam, dimana seluruh isi jagad raya yang mati sebelum takdirnya bila diatasnya diletakkan akar pohon ini akan hidup kembali. Sayid Anwar kemudian mengambil akar pohon tersebut dan kemudian menjadi salah satu pusaka para dewa. Oleh Ijazil (Iblis), Sayid Anwar mendapatkan sesotya (mutiara mustika, bola kristal) Retna Dumilah yang atas ijin Allah, sesotya tersebut bisa untuk memandang seluruh isi jagad raya dan mengetahui/membuat "tiruan" (prototype) surga dan neraka.
Kemudian Sayid Anwar diberi pelajaran berbagai ilmu pengetahuan dan kesaktian oleh Ijazil (Iblis). Diantaranya : ilmu pangiwa, ilmu patraping panitisan (ilmu menitis, reinkarnasi), ilmu manjing suruping pejah (sasahidan, semadi hingga mencapai mati sajroning urip) dan ilmu cakra panggilingan (ilmu menguasai perjalanan waktu, termasuk ilmu jangka atau ngerti sadurunge winarah atau mengetahui tabda-tanda kejadian yang akan datang).
Setelah menerima dan menguasai semua ilmu pengetahuan dan kesaktian, Sayid Anwar ingin kembali berkelana, ia sudah enggan kembali pulang ke keluarganya, kakek-neneknya, ayah ibunya, dan saudara-saudaranya. Ia merasa tidak bisa hidup berdampingan dengan mereka. Maka, Ijazil (Iblis) menyarankan untuk tinggal di Jazirat Ngariyat (Pulau Malwadewa). Di tempat itu Sayid Anwar disuruh bertapa di puncak gunung dengan cara mengikuti perjalanan matahari. Kalau matahari terbit dia menghadap ke timur, kalau matahari di tengah dia menengadah, dan kalau matahari sudah di barat dia menghadap ke barat. Setelah tujuh tahun bertapa, atas kehendak Allah juga, Sayid Anwar hilang dimensi kemanusiaannya menjadi badan rohani di alam Adam-Makdum (alam ada tiada, sonyaruri atau awang-uwung, suwung). Bumi-langit tiada terlihat, tiada matahari tiada bulan tiada bintang, tiada malam dan siang, tiada arah kiblat, tiada ruang dan waktu. Semua menjadi tiada, yang ada tinggal rengkuhan (liputan) cahaya, hingga segala kehendaknya mendapat restu dari Allah Sang Maha Pencipta.
Alkisah cahaya yang memancar dari Sayid Anwar dilihat oleh Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) putra Prabu Rawangin (Sang Hyang Hartahetu). Prabu Nurhadi (Sang Hyang Malhadewa) adalah keturunan Jan-Banujan (nenek moyang jin). Prabu Nurhadi paham bahwa cahaya yang memancar itu bukanlah cahaya matahari, bukan cahaya bulan dan bukan cahaya bintang, itu cahaya keturunan Adam.
Kemudian cahaya tersebut didekati dan berusaha untuk menangkapnya. Namun Prabu Nurhadi tidak bisa menangkap cahaya tersebut. Cahaya yang tidak lain adalah Sayid Anwar itu mengaku sebagai Kang Murbeng Alam. Prabu Nurhadi membantah dan terjadi adu ilmu kesaktian. Prabu Nurhadi kalah dan selanjutnya tunduk takluk dan menyembah kepada Sayid Anwar. Kemudian Prabu Nurhadi mengajak Sayid Anwar ke kahyangannya dan dijadikan raja. Setelah menjadi raja diantara bangsa jin di pulau Malwadewa, Sayid Anwar menggelarkan dirinya sebagai Sang Hyang Nurcahya (perpaduan cahaya). Selanjutnya Putri Prabu Nurhadi yang bernama Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) diserahkan dan dijadikan permaisuri Sang Hyang Nurcahya.Sang Hyang Nurcahya mendapatkan keturunan dari Dewi Nurrini (Dewi Mahamuni) berwujud Asrar (rahsa daya hidup, plasma, tan wujud) yang bercahaya sangat terang benderang menyilaukan dan menerangi kegelapan. Asrar (tan wujud) itu kemudian disiram dengan air kehidupan menjadi wujud. Oleh Sang Hyang Nurcahya diberi nama : Sang Hyang Nurrasa.
KISAH SANG HYANG NURCAHYA
Ajajil pemimpin para malaikat yang terusir dari Taman Surga dan kini dijuluki sebagai Sang Iblis pada suatu hari mendengar ramalan bahwa keturunan Sayid Sis (putra Nabi Adam) kelak akan menjadi para pemimpin dunia. Maka, Ajajil pun berdoa memohon kepada Tuhan supaya bisa menyatukan keturunannya dengan keturunan Sis. Doa tersebut dikabulkan Tuhan. Malaikat Ajajil kemudian mendapatkan seorang anak perempuan yang diberi nama Dewi Dlajah.
Malaikat Ajajil kemudian membawa Dlajah yang wajahnya diserupakan dengan Mulat untuk disusupkan ke negeri Kusniyamalebari. Sementara itu Mulat yang asli disembunyikan oleh Ajajil. Setelah mengandung benih Sis, barulah Dlajah diambil oleh Ajajil, serta Mulat yang asli dikembalikan.
Beberapa waktu kemudian, bersamaan dengan terbitnya matahari, Mulat melahirkan dua orang anak Sis. Yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud cahaya. Di lain tempat pada saat matahari terbenam, Dlajah juga melahirkan putra Sis namun berwujud darah yang berkilauan. Diam-diam Ajajil membawa “cucunya” itu untuk dipersatukan dengan putra Mulat yang berwujud cahaya. Terciptalah seorang bayi laki-laki yang tubuhnya memancarkan cahaya tapi tidak bisa diraba. Nabi Adam kemudian memberikan nama kepada kedua cucunya tersebut. Bayi yang bertubuh normal diberi nama Anwas, sedangkan yang memancarkan cahaya diberi nama Anwar.
Sayid Anwas tumbuh menjadi seorang pemuda yang gemar belajar ilmu agama, sedangkan Sayid Anwar gemar menjalani tapa brata. Anwar pernah menjalani tapa berat di dalam Hutan Ambalah. Di sana ia bertemu seorang pendeta yang sebenarnya samaran Ajajil. Kepada pendeta itu ia mendapatkan berbagai macam ilmu kesaktian. Anwar kemudian kembali ke Kusniyamalebari. Nabi Adam meramalkan kelak cucunya itu akan keluar dari syariat agama yang ia ajarkan.
Beberapa waktu kemudian Nabi Adam meninggal dunia pada usia 990 tahun. Anwar merasa heran karena kakeknya itu seorang nabi tapi mengapa masih tetap saja tidak luput dari kematian. Ia pun pergi berkelana untuk mencari cara agar bisa hidup abadi.
Anwar kemudian dijemput oleh Malaikat Ajajil kakeknya untuk diajak ke Tanah Lulmat (Kutub Utara) demi menggapai cita-citanya itu. Setelah bertapa cukup berat, Anwar mendapatkan Tirtamarta Kamandalu, suatu air kehidupan yang berasal dari lautan rahmat, yang terpancar dari mustika awan. Setelah mandi air tersebut, Anwar pun menjadi makhluk abadi. Malaikat Ajajil memberikan cupu pusaka bernama Astagina sebagai wadah air tersebut untuk diberikan kepada anak cucu Anwar. Cupu tersebut semula adalah pusaka Nabi Adam.
Dalam perjalanan pulang Anwar menemukan pohon pusaka bernama Rewan yang akarnya bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati di luar takdir. Anwar mengambil akar pohon tersebut sebagai pusaka yang diberi nama Lata Mahosadi. Setelah berpisah dengan Ajajil yang kembali ke alamnya, Anwar tiba-tiba menderita linglung. Ia kehilangan jalan pulang ke rumahnya (negeri Kusniyamalebari) sehingga berkelana tak tentu arah sampai ratusan tahun lamanya.
Selanjutnya Anwar berguru kepada dua malaikat bernama Harut dan Marut yang mengajarinya ilmu tentang bahasa segala jenis makhluk, baik yang nyata maupun gaib. Anwar kemudian bertanya kepada gurunya di mana letak surga dan neraka. Kedua malaikat tersebut berbohong bahwa surga dan neraka terletak di hulu sungai Nil.
Tanpa rasa curiga Anwar berjalan menyusuri sungai Nil dan di sebuah lembah ia bertemu putra-putri Nabi Adam yang berumur panjang bernama Lata dan Ujya. Kepada keduanya ia belajar ilmu melihat masa depan.
Anwar kemudian melanjutkan perjalanan sampai ke mata air sumber sungai Nil yang terletak di lereng sebuah gunung. Di sana terdengar suara Malaikat Ajajil memanggilnya untuk naik ke puncak. Ajajil yang menyamar sebagai kakek tua mengaku sebagai utusan Tuhan yang menyerahkan permata Retnadumilah kepada Anwar. Dengan memasuki permata itu, Anwar dapat menyaksikan keindahan surga dan kengerian neraka.
Karena sifat tulus dan yakinnya, Anwar berhasil meraih cita-citanya meskipun semula dibohongi oleh Harut dan Marut. Atas petunjuk Ajajil, selanjutnya Anwar berkelana ke arah timur sampai di Pulau Dewa. Pulau ini merupakan gabungan dua buah pulau bernama Lakdewa dan Maldewa. Di sana ia bertapa menghadap arah peredaran matahari pada siangnya, dan berendam di air pada malamnya. Setelah tujuh tahun, Anwar berganti raga menjadi makhluk halus. Ia dipuja dan disembah bangsa jin dan siluman di sekitar tempatnya bertapa.
Anwar kemudian menjadi dewa pertama yang bergelar Sanghyang Nurcahya. Ia membangun sebuah kahyangan indah yang melayang di atas puncak gunung tempat ia bertapa.
Pada suatu hari raja jin Pulau Dewa yang bernama Prabu Nurradi datang untuk menantang Nurcahya karena merasa tersaingi. Setelah bertarung adu kesaktian, Nurradi akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan seluruh kekuasaannya kepada Nurcahya. Putrinya yang bernama Nurrini juga diserahkan sebagai istri Nurcahya. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berbadan halus, bernama Nurrasa.
Sanghyang Nurcahya menuliskan kisah hidupnya dalam kitab pusaka Pustakadarya yang tidak berwujud namun bisa berbunyi bila dipikirkan saja. Bersama dengan pusaka-pusaka yang lain (Tirtamarta Kamandanu, Lata Mahosadi, Cupu Astagina, dan Retnadumilah), kitab tersebut diwariskan kepada Nurrasa setelah putranya itu dewasa. Selanjutnya, Nurcahya pun bersatu ke dalam diri Nurrasa.
NABI ADAM MENINGGAL DUNIA
Di Negeri Kusniya Malebari, Nabi Adam telah berusia 990 tahun dan kini dalam keadaan sakaratulmaut menjelang wafat. Di sekitarnya telah berkumpul semua anggota keluarga, mulai dari istri, para putra-putri, serta cucu dan cicit. Namun ada seorang yang belum datang, yaitu Sayidina Anwar putra Sayidina Sis. Nabi Adam mengetahui kalau Sayidina Anwar saat ini sedang berkelana di Hutan Ambalah di Tanah Keling, dan berguru kepada Malaikat Ajajil.
Tidak lama kemudian Sayidina Anwar datang dan menyampaikan rasa prihatin atas keadaan sang kakek. Sayidina Sis bertanya apakah benar putranya itu telah berguru kepada Malaikat Ajajil di Hutan Ambalah. Jika memang benar, ia melarang keras Sayidina Anwar berhubungan lagi dengan Malaikat Ajajil karena dulu telah dikeluarkan dari Taman Surga oleh Tuhan Yang Mahakuasa atas kesombongannya yang menolak memberikan penghormatan kepada Nabi Adam.
Sayidina Anwar mengakui dirinya memang telah berkelana sampai ke Hutan Ambalah di Tanah Keling, dan berguru kepada seorang pertapa tua. Pertapa tua itu telah mengajarinya berbagai macam ilmu kesaktian, antara lain kemampuan terbang, menghilang, amblas bumi, menyelam di air, serta berubah wujud. Mengenai Malaikat Ajajil, ia mengaku tidak kenal dan tidak tahu-menahu.
Nabi Adam menjelaskan bahwa pertapa tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang sedang menyamar. Ia berwasiat agar Sayidina Anwar tidak lagi berhubungan dengannya dan supaya kembali ke agama yang benar.
Tidak lama kemudian muncul dua malaikat yang diutus Tuhan untuk datang ke Kusniya Malebari. Mereka adalah Malaikat Izrail yang bertugas menjemput roh Nabi Adam, dan Malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan keputusan Tuhan untuk menunjuk Sayidina Sis, putra keenam, sebagai nabi menggantikan sang ayah, dan mengangkat Sayidina Kayumaras, putra ketiga belas, sebagai raja Kusniya Malebari yang baru, dengan bergelar Sultan Kayumutu.
Demikianlah, Nabi Adam pun meninggal dunia. Para anggota keluarga serentak memanjatkan doa mengantarkan kepergian rohnya.
SAYIDINA ANWAR MENINGGALKAN KUSNIYA MALEBARI
Empat puluh hari setelah meninggalnya Nabi Adam, terjadi percakapan antara dua orang putra Nabi Sis, yaitu Sayidina Anwas dan Sayidina Anwar mengenai rahasia kehidupan. Menurut Sayidina Anwas, agama Nabi Adam adalah agama yang paling benar dan harus diikuti tanpa penolakan. Semua kitab peninggalan sang kakek bisa dijadikan petunjuk untuk menjalani kehidupan yang benar, karena isi kitab tersebut berasal dari apa yang diajarkan Tuhan Yang Mahakuasa kepada Nabi Adam. Maka, mencari agama lain adalah suatu perbuatan sia-sia belaka.
Sayidina Anwar tidak setuju. Menurutnya, ilmu Tuhan itu sangat luas tak terbatas dan tidak bisa ditampung hanya dalam kitab-kitab saja. Untuk mempelajari rahasia kehidupan, maka harus mempelajari pula bagaimana alam bekerja. Alam memiliki hukum sebab-akibat yang berjalan sesuai ketentuan Tuhan. Apalagi melihat Nabi Adam ternyata meninggal dunia dalam usia 990 tahun membuat Sayidina Anwar merasa sangat kecewa. Ia berpendapat, jika memang agama yang diajarkan Nabi Adam itu benar, harusnya dapat menghindarkannya dari kematian seperti kaum malaikat yang hidup abadi.
Sayidina Anwas tidak setuju, karena makhluk bernama manusia dan malaikat jelas berbeda secara penciptaan. Manusia berasal dari saripati tanah dan harus kembali menjadi tanah. Namun Sayidina Anwar tetap bersikeras bahwa manusia bisa mencapai kehidupan abadi seperti malaikat jika mau berusaha. Setelah membulatkan tekad, ia pun memutuskan untuk pergi berkelana lagi demi mendapatkan kehidupan abadi tersebut.
Sayidina Anwas berusaha menghalangi niat adiknya itu. Terpaksa ia menggunakan kekerasan supaya sang adik menghentikan langkah. Kedua bersaudara itu lalu terlibat pertarungan seru. Karena Sayidina Anwar jauh lebih sakti, maka ia pun dapat meloloskan diri.
Sayidina Anwas sangat sedih bercampur malu. Ia bersumpah meskipun ilmu kesaktian adiknya lebih tinggi, namun kelak akan ada keturunannya yang bisa mengalahkan keturunan Sayidina Anwar.
SAYIDINA ANWAR MENDAPATKAN TIRTAMARTA KAMANDANU
Setelah sampai di perbatasan Kusniya Malebari, Sayidina Anwar bertemu Malaikat Ajajil yang memperkenalkan diri sebagai kakeknya dari pihak ibu. Malaikat Ajajil juga menceritakan bahwa dirinya dulu menyamar sebagai pertapa tua yang telah mengajarkan segala macam ilmu kesaktian sewaktu Sayidina Anwar bertapa di Hutan Ambalah di Tanah Keling.
Sayidina Anwar bertanya alasan apa yang membuat Nabi Adam berwasiat agar dirinya tidak lagi berhubungan dengan Malaikat Ajajil. Malaikat Ajajil pun menceritakan latar belakang permasalahan ini. Dulu di Taman Surga, ia adalah pemuka kaum malaikat, bahkan disebut-sebut sebagai makhluk yang paling tekun beribadah kepada Tuhan. Sampai akhirnya Tuhan berkehendak memilih manusia bernama Adam sebagai khalifah di muka bumi. Para malaikat menyampaikan keluhan kepada Tuhan bahwa manusia hanyalah makhluk yang suka berbuat kerusakan. Tuhan lalu mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada Nabi Adam sehingga para malaikat pun mengaku kalah. Maka ketika Tuhan memerintahkan kepada para malaikat untuk menyatakan tunduk dan memberikan penghormatan kepada Nabi Adam, mereka pun serentak mematuhi, kecuali Malaikat Ajajil sang pemuka. Malaikat Ajajil tetap pada pendiriannya, bahwa manusia adalah makhluk yang mudah berubah-ubah hatinya, sehingga tidak layak mendapatkan penghormatan. Karena menolak perintah Tuhan itulah, Malaikat Ajajil pun dikeluarkan dari Taman Surga.
Sayidina Anwar mendengarkan cerita itu dengan seksama, dan merasa pendapat Malaikat Ajajil ada benarnya, namun menentang perintah Tuhan jelas adalah perbuatan yang keliru. Ia tidak mau terlibat dalam permusuhan antara Nabi Adam dan Malaikat Ajajil karena keduanya adalah sama-sama kakek baginya. Ia hanya ingin bisa hidup abadi seperti kaum malaikat. Malaikat Ajajil berjanji akan membimbing cucunya itu dalam mewujudkan cita-citanya. Sayidina Anwar sangat gembira dan bersedia mematuhi segala nasihatnya. Mereka berdua lalu berangkat menuju ke Kutub Utara untuk mencari sumber keabadian tersebut, yang konon akan memancar dari mustika awan mendung di sana.
Malaikat Ajajil dan Sayidina Anwar akirnya sampai di Tanah Lulmat yang terletak di balik Kutub Utara. Di sana Sayidina Anwar kemudian bertapa memohon kemurahan Tuhan. Setelah sekian lama bertapa melawan hawa dingin, datanglah sekumpulan awan mendung yang berasal dari Lautan Rahmat. Dari awan mendung tersebut memancar keluar air keabadian yang disebut Tirtamarta Kamandanu.
Atas nasihat Malaikat Ajajil, Sayidina Anwar segera mandi dan meminum air keabadian tersebut. Setelah itu ia pun berniat menampung air yang masih terus memancar agar kelak bisa diminum anak cucunya. Namun ia tidak tahu bagaimana caranya dan juga tidak memiliki wadah yang tepat. Memahami hal itu, Malaikat Ajajil pun menyerahkan Cupumanik Astagina milik Nabi Adam dan Siti Hawa. Dulu cupumanik tersebut menjadi wadah benih yang mereka keluarkan saat peristiwa lahirnya Nabi Sis. Cupumanik itu kemudian terhempas oleh angin topan dan ditemukan Malaikat Ajajil di dalam lautan.
Sayidina Anwar menerima cupumanik itu. Meskipun ukurannya kecil, namun memiliki daya kesaktian mampu menampung semua air keabadian yang dipancarkan awan mendung tersebut sampai habis. Setelah dirasa cukup, keduanya lalu pergi meninggalkan Tanah Lulmat.
SAYIDINA ANWAR MENDAPATKAN LATA MAHOSADI
Sesampainya di luar Kutub Utara, Malaikat Ajajil pamit pergi meninggalkan Sayidina Anwar yang kemudian melanjutkan perjalanan pulang sendiri. Di tengah jalan, Sayidina Anwar menemukan Pohon Rewan, yaitu sejenis pohon ajaib yang tidak memiliki daun sama sekali, tapi bisa hidup sehat. Suara hatinya berkata bahwa akar pohon gundul tersebut bernama Oyod Mimang, merupakan pusaka yang sangat ampuh.
Sayidina Anwar lalu mengambil Oyod Mimang itu dan menjadikannya sebagai pusaka yang diberi nama Lata Mahosadi. Keampuhan akar pohon ini adalah dapat digunakan untuk menyembuhkan segala macam penyakit, bahkan bisa menghidupkan orang mati.
Akan tetapi, karena menyimpan Lata Mahosadi tanpa persiapan, tiba-tiba pikiran Sayidina Anwar menjadi bingung. Ia tidak tahu ke mana arah jalan pulang menuju Kusniya Malebari. Maka, ia pun berjalan secara serabutan dan akhirnya terlunta-lunta selama ribuan tahun.
SAYIDINA ANWAR BERGURU KEPADA DUA MALAIKAT
Sesampainya di Laut Hitam, Sayidina Anwar menyaksikan pemandangan aneh. Ia melihat dua orang manusia tergantung-gantung di angkasa, di atas laut. Sayidina Anwar bertanya, dan kedua orang itu mengaku bernama Malaikat Harut dan Malaikat Marut.
Kedua malaikat tersebut dulu pernah menyampaikan keluhan kepada Tuhan, bahwa keputusan Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi adalah keliru. Banyak sekali keturunan Nabi Adam yang berbuat kerusakan dan menuruti hawa nafsu. Jika yang menjadi khalifah adalah bangsa malaikat, tentu bumi akan lebih makmur.
Kedua malaikat juga berkata, jika mereka memiliki hawa nafsu seperti manusia, pasti mereka tetap bisa mengendalikannya dan tidak mungkin terjerumus ke dalam kejahatan. Tuhan Yang Mahakuasa lalu memberikan ujian dengan cara mengisi mereka berdua dengan hawa nafsu dan menurunkannya ke bumi. Ternyata pada akhirnya mereka gagal juga menjalani ujian tersebut karena terlena oleh pujian sehingga mengajarkan ilmu sihir kepada umat manusia dengan sesuka hati. Kini, Malaikat Harut dan Malaikat Marut harus menjalani hukuman dengan tergantung-gantung di atas Laut Hitam.
Sayidina Anwar sangat tertarik dan ingin menjadi murid mereka. Kedua malaikat lalu mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu perbintangan, ilmu bumi, ilmu kebijaksanaan, serta ilmu berbicara dengan berbagai jenis makhluk hidup.
Sayidina Anwar sangat bersyukur. Ia merasa tidak perlu lagi kembali ke Negeri Kusniya Malebari karena semua anggota keluarga yang dikenalnya pasti sudah meninggal dunia. Maka, ia lantas menanyakan di mana letak Surga dan Neraka karena ingin melihat bagaimana keadaan di dalam sana. Kedua malaikat berbohong dengan mengatakan bahwa Surga dan Neraka terletak di hulu Sungai Nil.
SAYIDINA ANWAR BERGURU KEPADA SAYIDINA LATA DAN SITI UJWA
Sayidina Anwar yang polos segera mengikuti petunjuk kedua malaikat gurunya. Ia pun mendatangi Sungai Nil dan berjalan menyusuri sungai terpanjang di dunia tersebut. Dalam perjalanannya itu ia bertemu paman dan bibinya yang bernama Sayidina Lata dan Siti Ujwa, putra-putri Nabi Adam dan Siti Hawa nomor lima belas.
Sayidina Anwar sangat terkejut melihat paman dan bibinya itu masih hidup. Ternyata mereka berdua dulu kabur dari Kusniya Malebari karena tidak bersedia dinikahkan dengan saudara yang lain, sebagaimana yang pernah dikeluhkan Sayidina Kabil. Mereka juga tidak mengikuti agama Nabi Adam dan memilih mencari jalan kehidupan sendiri, sehingga akhirnya menemukan cara agar bisa tetap awet muda.
Sayidina Anwar kemudian berguru kepada paman dan bibinya tersebut, dan ia memperoleh ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara melihat masa depan. Setelah dirasa cukup, Sayidina Anwar lalu melanjutkan perjalanan menuju hulu Sungai Nil.
SAYIDINA ANWAR MELIHAT ISI SURGA DAN NERAKA
Sayidina Anwar telah sampai di hulu Sungai Nil yang berupa rawa-rawa sangat luas bernama Rawa Jambirijahiri. Ia sangat kecewa dan merasa telah ditipu oleh Malaikat Harut dan Malaikat Marut karena di tempat itu ternyata sama sekali tidak terdapat Surga dan Neraka. Yang ada di sana hanyalah pemandangan Gunung Kapsi yang berkali-kali menyemburkan api mengerikan.
Sayidina Anwar melihat air yang mengisi rawa-rawa tersebut ternyata bersumber dari mata air di Gunung Kapsi. Maka ia pun melanjutkan perjalanan mendaki gunung tersebut. Di puncak gunung, ia bertemu seorang kakek tua yang mengaku sebagai penguasa Surga dan Neraka.
Kakek tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang sedang menyamar. Ia mengatakan bahwa Sayidina Anwar yang berhati tulus dalam mematuhi petunjuk kedua gurunya, berhak menerima anugerah Tuhan berupa Permata Retnadumilah. Melalui permata tersebut, Sayidina Anwar dapat menyaksikan keindahan Surga dan kengerian Neraka.
Si kakek tua lalu mengajarkan berbagai macam ilmu baru kepada Sayidina Anwar, antara lain ilmu panitisan atau bersatu dengan makhluk lain, ilmu memasuki alam kematian, dan ilmu memutarbalikkan waktu. Setelah selesai, kakek tua itu memerintahkan kepada Sayidina Anwar untuk bertapa ke Pulau Lakdewa yang terletak di Samudera Hindia. Sayidina Anwar pun mohon pamit dan berangkat.
SAYIDINA ANWAR BERTAPA DI PULAU LAKDEWA
Sayidina Anwar telah sampai di Pulau Lakdewa dan bertapa di puncak sebuah gunung. Ia bertapa dengan cara menatap jalannya Matahari. Jika pagi hari wajahnya menghadap ke timur, jika siang hari wajahnya menghadap ke atas, dan jika sore hari wajahnya menghadap ke barat, kemudian jika malam hari ia berendam di air.
Setelah tujuh tahun bertapa seperti itu dengan sabar dan tekun, Sayidina Anwar pun menjadi makhluk halus yang berbadan rohani, tinggal di alam Sunyaruri, yaitu alam para jin. Di alam itu tiada barat, tiada timur, tiada utara, tiada selatan, tiada atas, tiada bawah. Terang tanpa siang, gelap tanpa malam. Ruang dan waktu menjadi satu, sudah musnah semua tiada nama, dan segalanya berada dalam rengkuhan Tuhan Yang Mahakuasa.
Sayidina Anwar kemudian mendapatkan perintah Tuhan untuk segera berkeluarga, karena keturunan Sayidina Anwas saja saat ini sudah mencapai zaman Nabi Musa. Sayidina Anwar patuh dan segera bertapa di dalam gua untuk mendapatkan jodoh yang tepat.
PRABU NURHADI MENCARI MENANTU
Tersebutlah raja jin di Pulau Maladewa bernama Prabu Nurhadi, yang masih keturunan Jan Banujan, leluhur para jin di dunia. Ia memerintah didampingi saudaranya yang bernama Patih Amir. Pada suatu hari, putri tunggal Prabu Nurhadi yang bernama Dewi Nurrini bermimpi didatangi seorang kakek tua yang memberi tahu bahwa jodohnya yang bernama Sayidina Anwar sudah dekat, dan saat ini bertapa di sebuah gua. Kakek tua itu mengabarkan bahwa perkawinan Dewi Nurrini dengan Sayidina Anwar kelak akan menurunkan raja-raja Tanah Hindustan dan Tanah Jawa.
Dewi Nurrini menceritakan apa yang dialaminya kepada sang ayah. Prabu Nurhadi lalu mengutus Patih Amir untuk pergi menyelidiki laki-laki yang digambarkan sang putri dalam mimpinya itu. Patih Amir pun mohon diri dan berangkat.
Perjalanan Patih Amir akhirnya sampai di Pulau Lakdewa dan ia menemukan seorang laki-laki di dalam gua yang tubuhnya bercahaya tapi tidak menyilaukan, seperti sinar bulan purnama. Setelah berkenalan dan mengetahui bahwa laki-laki itu bernama Sayidina Anwar seperti yang ia cari, Patih Amir pun mengajaknya pergi ke Pulau Maladewa untuk bertemu Prabu Nurhadi dan Dewi Nurrini.
SAYIDINA ANWAR MENIKAH DENGAN DEWI NURRINI
Prabu Nurhadi menerima kedatangan Sayidina Anwar dan Patih Amir. Dilihatnya sosok Sayidina Anwar ternyata berwajah tampan dan tubuhnya bercahaya seperti bulan purnama, membuat hatinya sangat berkenan. Dewi Nurrini juga yakin kalau Sayidina Anwar ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan si kakek tua dalam mimpi. Maka pernikahan di antara mereka pun dilangsungkan di Pulau Maladewa, dan Sayidina Anwar berganti nama menjadi Sanghyang Nurcahya.
Singkat cerita, Dewi Nurrini telah mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Sanghyang Nurrasa. Prabu Nurhadi merasa sudah tiba saatnya untuk mengundurkan diri dari takhta Kerajaan Maladewa, dan menyerahkannya kepada sang menantu. Maka sejak saat itu, Sanghyang Nurcahya menjadi pemimpin Kerajaan Maladewa, yang namanya kemudian diganti menjadi Kahyangan Pulau Dewa.