JAMUS KALIMASADA / KALIMOSODO
Jamus Kalimosodo (Jimat Dalam Diri, Dalam Jiwa)
Kalimosodo atau Kalimasadha dalam Cerita Pewayangan istilah Jamus Kalimosodo terdapat dalam kisah pewayangan baratayudha, suatu jamus/surat yang ada tulisannya tentang pengertian/kawruh.
Barang siapa mendapat kawruh ini ia akan menjadi
raja atau mempunyai kekuasaan yang besar.
Jimad kalimosodo adalah nama sebuah pusaka dalam dunia pewayangan yang dimiliki Prabu Puntodewo atau Prabu Yudhistira (Samiaji) dari kerajaan Amartha, pemimpin para pendowo, yang selalu menang dalam peperangan dan akhirnya masuk surga tanpa kematian. Pusaka ini berwujud kitab, dan merupakan benda yang dikeramatkan di dalam kerajaan amarto, warisan dari Kyai Semar, Jamus Kalimasada adalah pusaka untuk menangkal kesengsaraan, nasib celaka, bebendu atau hukuman dari Tuhan.
Jamus Kalimosodo diwahyukan kepada Pendawa Lima dan diteruskan kepada para
puteranya. Jadi para putera Pendawa Lima merupakan pralampita, pengejawantahan
dari panca indera manusia yang meliputi mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit
dan anggota badan.
Pertama
adalah Sang Pretiwindya putera dari Prabu Yudhistira sebagai perlambang indera
penglihatan, Sang Sutasoma, putera Sang Werkudara sebagai perlambang dari
indera penciuman, ketiga yakni Sang Sutakirti putera Sang Arjuna sebagai
perlambang indera pendengaran, ke empat yakni kembar Raden Nakula dan Raden
Sadewa, putera Raden Nakula yakni Sang Satanika sebagai perlambang lidah
sebagai indera perasa, dan Sang Srutakarma putera dari Raden Sadewa sebagai
perlambang kulit dan seluruh anggota badan sebagai indera perasa pula.
Kelima
putera tersebut dari satu isteri Pendawa Lima yakni Dewi Drupadi sebagai wujud
retasan dari Yang Maha Kuasa (purbawisesaning gesang). Sehingga dapat diambil
intisarinya yakni asal muasalnya panca indera tidak lain dari wujud ciptaan
Sang Khaliq, Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Hyang Wenang, Gusti Kang Maha Wisesa.
Tetapi, Sang Werkudara dari isteri Dewi Arimbi kemudian dikaruniai anak bernama
Gatutkaca, selanjutnya sebagai perlambang dari pamicara. Pamicara atau bicara
dengan bahasa manusia, bukanlah kewenangan Sang Hyang Wenag, purbawasesaning
gesang hanya menciptakan suara untuk makhluknya, tidak menciptakan bahasa
manusia. Bahasa atau bicara, wicara, merupakan hasil karya peradaban manusia,
sehingga Gatutkaca bukan menjadi putera Werkudara dengan Dewi Drupadi, tetapi
dengan Dewi Arimbi. Sang Werkudara sendiri merupakan perlambang hawa atau
udara, maka Gatutkaca adalah putera Werkudara dengan Dewi Arimbi, bukan dengan
Dewi Drupadi. Artinya, bahwa nafas dan suara asalnya dari hawa atau udara. Maka
jika mulut dubungkam, dan hidung ditutup, pasti tidak akan bisa bicara.
VERSI SUNAN KALIJAGA
Versi
Sunan Kalijaga ketika agama Islam datang ke Nusantara, bahkan oleh salah satu
wali songo (sembilan wali) Sunan Kalijaga wayang dijadikan alat untuk
penyebaran dakwah agama Islam yang memasukkan unsur Islam dalam kandungan cerita
Mahabharata, sebagai contoh : Puntodewa atau Yudistira sebagai raja di
Amartapura mempunyai jimat yang bernama Jamus Kalimasada yang merupakan
pegangan atau lambang keunggulan sebagai raja diterjemahkan sebagai Kalimat
Sahadat yang melambangkan keunggulan Islam sebagai pegangan hidup dengan
pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya.
Konon diceritakan Puntadewa belum bisa meninggal sebelum ada yang bisa menjabarkan jimat Kalimasada yang kemudian dalam pertapaannya bertemu dengan Sunan Kalijaga di hutan Ketangga yang menjabarkan Kalimasada sebagai Kalimat Sahadat dan yang meng-Islamkan Puntodewa atau Yudistira yang kemudian bisa menemui ajalnya dalam Islam (apabila dipikirkan secara rational tentu saja tidak masuk akal karena Puntadewa bagaimanapun adalah produk dari budaya Hindu tentu saja ini adalah kepandaian dari walisongo untuk meng-Islamkan masyarakat yang pada saat itu masih mayoritas Hindu).
Dalam hal seberapa besar Islam betul betul secara
effektif mempunyai pengaruh yang besar dalam wayang purwo atau
kulit masyarakat Islam masih banyak meragukan, oleh karena itu ada
sebagian masyarakat Islam bahkan mengharamkan wayang purwo atau kulit yang
jelas nafas Hindunya atau Jawanya lebih menonjol dibandingkan dengan nafas
Islamnya, lepas dari kenyataan bahwa wayang purwo atau kulit masih tetap
digemari masyarakat Jawa yang Islam maupun yang bukan Islam. Kalimosodo atau
Kalimasadha dalam Budaya Jawa.
Ada
beberapa versi yang menafsirkan (nafsirake) Jamus Kalimosodo :
1. Ada
yang menginterpretasikan dua kalimah syahadat.
2. Ada
yang menginterpretasikan lahirnya pancasila.
3. Ada
yang menginterpretasikan tokoh pewayangan pandawa lima.
Bagaimana cara penyampaian dakwah semuanya salahkah ? Tentu tidak, karena cara pandang setiap orang tidaklah sama hal
yang terpenting adalah jangan sampai kita kehilangan isi / makna dari Jamus
Kalimosodo sebagai orang yang berpengertian Jawa yang mendapatkan warisan dari
leluhur Jawa, pengertian Jamus Kalimosodo secara singkat adalah : Kalimasada
(Kalima usada atau jajampi wari gangsal) lima macam jamu atau lima macam
tindakan (lelampahan gangsal) yang harus dilakukan setiap orang agar
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat (kawilujengan).
Lima
macam tindakan tersebut adalah :
1. Suci
= setia, jujur.
2. Sentausa
= adil paramarta, tanggungjawab.
3. Kebenaran
= sabar, belas kasih, rendah hati.
4. Pintar/kepandaian
= pandai ilmu, pandai mengenakkan hati sesama, pandai meredam hawa nafsu.
5. Kesusilaan
= selalu sopan-santun, teguh memegang tatakrama Langkah Kelima perkara tadi
tidak boleh diabaikan salah satunya. Jadi harus dilakukan serempak
bersama-sama, atau diistilahkan Jawa ayam kapenang. Sebutan ayam kapenang
tersebut kemudian digunakan sebagai paugeran atau patokan yang menjadi petunjuk
Dalam pewayangan, ayam kapenang tersebut menjadi perwujudan watak masing-masing Satria Pendawa Lima. Sehingga disebut sebagai ayam kapenang artinya telur ayam sak petarangan, yang mengandung maksud pecah satu maka akan pecah semua. Ini untuk membahasakan guyub rukun nya para kesatria Pendawa Lima dalam tali persaudaraan, ada yang mati satu maka yang lain pasti akan membelanya. Langkah Lima perkara tersebut harus dijalankan secara kompak bersama-sama, jika salah satu tidak jalan maka akan mengalami kegagalan.
Seumpama, walaupun sudah menjalankan kesetiaan, kesantosaan, kepandaian, kesusilaan, tetapi buta akan kebenaran sudah tentu tidak menjadi manungso pinunjul.
Kebenaran dilupakan, artinya tidak memahami akan benar salahnya tindakan, perbuatan, dan pekerjaan. Maka kesetiaan dan kesantosaannya hanya untuk mendukung kepada perbuatan, tindakan, pekerjaan yang tidak benar. Kepandaian dan kesusilaannya juga hanya untuk membodohi (Jawa = minteri) orang lain.
Perbuatan demikian yang menjadikan
musabab menganggap enteng segala bahaya dan resiko, yang tidak bisa ditolak
hanya dengan doa, justru sebaliknya, niscaya manusia akan jatuh dalam duka dan
kesengsaraan.
ARTI KALIMASADA
Arti
Kalimasada terdiri dari beberapa bagian :
Ka
= huruf atau pengejaan Ka Lima = angka 5
Sada = lidi atau tulang rusuk daun kelapa yang diartikan Selalu. Jadi kelima ini haruslah utuh (selalu 5).
Kelima unsur kalimasada teridiri dari :
1. Ka
Donyan (Keduniawian) ojo ngoyo dateng dunyo yang arti singkatnya adalah jangan
mengutamakan hal yang bersifat duniawian, kebutuhan duniawi kita kejar tapi
jangan diutamakan.
2. Ka
Hewanan ( sifat binatang) ojo tumindak kaya dene hewan, cotoh : asusila.
amoral, tidak beretika dll.
3. Ka
Robanan, Ojo ngumbar hawa nafsu yang arti singkatnya jangan memelihra hawa
nafsu, nafsu itu harus dikendalikan.
4. Ka
Setanan Ojo tumindak sing duduk samestine yang arti singkatnya jangan bertindak
yang tidak semestinya, contoh : gengsi, sombong (ingin seperti Gusti),
menyesatkan, berbuat licik dll.
5. Ka
Tuhanan artinya kosong Gusti Allah iku tan keno kinoyo ngopo nanging ono yang
artinya Gusti Allah tidak dapat diceritakan secara apapun tapi toh ada.
Gantharwa
adalah salah satunya yang diberikan pusaka mewarisi warisan dari leluhur Jawa.
Pengertian Asli dari jamus kalimosodo di atas adalah isi murni dari pengertian
sebenarnya, setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus apapun tetapi
jangan sampai kehilangan makna aslinya. Karena pengertian di atas adalah
pengertian sebenarnya dari jamus kalimusodo.
Pusaka
Puntadewa Serat Jamus Kalimasada Asalnya Dari Kalimat Syahadat
Serat
Jamus Kalimasada adalah nama sebuah pusaka dalam dunia pewayangan yang dimiliki
oleh Prabu Puntadewa (Yudistira), pemimpin para Pandawa. Pusaka ini
berwujud kitab, dan merupakan benda yang sangat dikeramatkan dalam Kerajaan
Amarta.
Asal-Usul Kata
Sebagian
pendapat mengatakan bahwa istilah Kalimasada berasal dari kata Kalimat
Syahadat, yaitu sebuah kalimat utama dalam agama Islam. Kalimat tersebut berisi
pengakuan tentang adanya Tuhan yang tunggal, serta Nabi Muhammad sebagai
utusan-Nya.
Menurut ajaran tersebut, istilah Kalimasada diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah
seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-16. Konon, Sunan
Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah, antara lain ia
memasukkan istilah Kalimat Syahadat ke dalam dunia pewayangan.
Namun
pendapat lain mengatakan bahwa sebelum datangnya agama Islam, istilah
Kalimasada sudah dikenal dalam kesussastraan Jawa. Pendapat ini antara lain
dikemukakan oleh Dr.Kuntar Wiryamartana SJ. Istilah Kalimasada bukan berasal
dari kata Kalimat Syahadat, melainkan berasal dari kata Kalimahosaddha.
Istilah
Kalimahosaddha ditemukan dalam naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada
tahun 1157 atau abad ke-12, pada masa pemerintahan Maharaja Jayabhaya di
Kerajaan Kadiri. Istilah tersebut jika dipilah menjadi Kali-Maha-Usaddha, yang
bermakna obat mujarab Dewi Kali.
VERSI KAKAWIN BHARATAYUDHA
Kakawin
Bharatayudha mengisahkan perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa.
Pada hari ke-18 panglima pihak Korawa yang bernama Salya bertempur melawan
Yudistira. Yudistira melemparkan kitab pusakanya yang bernama Pustaka
Kalimahosaddha ke arah Salya. Kitab tersebut berubah menjadi tombak yang
menembus dada Salya.
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Kalimahosaddha sudah dikenal
masyarakat Jawa sejak beberapa abad sebelum munculnya Sunan Kalijaga. Mungkin
yang terjadi adalah Sunan Kalijaga memadukan istilah Kalimahosaddha dengan
Kalimat Syahadat menjadi Kalimasada sebagai sarana untuk berdakwah. Tokoh ini
memang terkenal sebagai ulama sekaligus budayawan di Tanah Jawa.
Kisah dalam Pewayangan
Salah
satu kisah pewayangan Jawa menceritakan tentang asal-usul terciptanya pusaka
Jamus Kalimasada. Pada mulanya terdapat seorang raja bernama Prabu Kalimantara
dari Kerajaan Nusahantara yang menyerang kahyangan bersama para pembantunya,
yaitu Sarotama dan Ardadedali. Dengan mengendarai Garuda Banatara, Kalimantara
mengobrak-abrik tempat tinggal para dewa.
Batara
Guru raja kahyangan meminta bantuan Resi Satrukem dari pertapaan Sapta Arga
untuk menumpas Kalimantara. Dengan menggunakan kesaktiannya, Satrukem berhasil
membunuh semua musuh para dewa tersebut. Jasad mereka berubah menjadi pusaka.
Kalimantara berubah menjadi kitab bernama Jamus Kalimasada, Sarotama dan
Ardadedali masing-masing menjadi panah, sedangkan Garuda Banatara menjadi
payung bernama Tunggulnaga.
Satrukem
kemudian memungut keempat pusaka tersebut dan mewariskannya secara
turun-temurun, sampai kepada cicitnya yang bernama Resi Wyasa atau Abyasa.
Ketika kelima cucu Abyasa, yaitu para Pandawa membangun kerajaan baru bernama
Amarta, pusaka-pusaka tersebut pun diwariskan kepada mereka sebagai pusaka yang
dikeramatkan dalam istana.
Di
antara pusaka-pusaka Kerajaan Amarta, Jamus Kalimasada menempati peringkat
utama. Kisah-kisah pedalangan banyak yang bercerita tentang upaya musuh-musuh
Pandawa untuk mencuri Kalimasada. Meskipun demikian pusaka keramat tersebut
senantiasa kembali dapat direbut oleh Yudistira dan keempat adiknya.
prabu
Darmakusuma alias prabu Yudistira dari negara Amarta, setelah semua saudaranya
(Pandawa) meninggal, beliau mengembara ke segala penjuru dunia. Beliau tidak
dapat meninggal dunia selama beliau mengagem jimat pusaka Jamus Kalimasada. Dan
beliau mencari ada manusia yang dapat membaca dan membabar makna jimat pusaka
miliknya.
Sampai
akhirnya beliau mengembara ke Tanah Jawa. Di satu pihak, Sunan Kalijaga
mengetahui dari kejauhan, ada sinar putih menjulang tinggi ke angkasa. Karena
tertarik beliau mencari pemilik ataupun sumber sinar putih putih tersebut.
Akhirnya ditemukanlah sumber sinar putih yang menjulang tinggi ke angkasa
tersebut, yang berasal dari tubuh Prabu Yudistira yang bertapa di salah satu
tempat di selatan Pulau Jawa. Dan terjadilah dialog antara keduanya.
Akhirnya
Prabu Yudistira meminta Sunan Kalijaga untuk bisa membabar makna jimat pusaka
Jamus Kalimasada. Setelah dibaca ternyata, jimat ini adalah kalimat syahadat.
Setelah dibaca oleh kanjeng Sunan, maka wafatlah Prabu Yudistira. Oya
sebelumnya konon ada beberapa lontar dan pusaka keluar dari badan prabu
Yudistira.
Kisah
ini entah terjadi beneran ataupun bukan, saya juga tidak dapat memberikan bukti
otentik. Yang jelas ada hikmah penuh makna yang terkandung di dalamnya.
VERSI BEDA MAKNA
Ada
versi lain juga tentang jimat Jamus Kalimasada yang bukan bermakna kalimah
syahadat, hal tersebut monggo-monggo kemawon, karena perbedaan adalah
rahmat dan lebih indah lagi untuk menghargai perbedaan ini.
Catatan :
1. Prabu
Darmakusuma adalah putra Batara Darma yang tidak pernah berdusta sekalipun
seumur hidupnya, kecuali ketika pada saat beliau ditanya oleh Begawan Durna
ketika menjelang perang Baratayudha nyaris berakhir, tentang benar atau
tidaknya kematian putra Begawan Durna, Aswatama. Pada saat itu terjadilah
kebohongan putih dengan pernyataan dari Prabu Yudistira : benar yang mati
adalah Aswatama, kemudian disusul suara lirih nyaris tak terdengar, tapi
Aswatama yang seekor gajah. Pernyataan ini membuat Begawan Durna putus asa dan
tidak bergairah lagi dalam berperang sehingga Begawan Durna-pun akhirnya tewas.
Pesan moral kisah ini, coba kalo dibandingkan ama diri kita sehari-hari,
bisakah kita berkata jujur seumur hidup
2. Konon,
makam Prabu Yudistira ada di belakang masjid agung kota Demak. Wallahu Alam.
3. Konon,
Prabu Yudistira mewariskan salah satu senjata pusaka berupa keris kepada Sunan
Kalijaga. Entah dimana sekarang pusaka tersebut.
Jamus Kalimasada (versi 2)
Penerapan
dari pada Jamus Kalimasada yang kita kenal dalam cerita wayang yaitu sebagai
pusaka Prabu Punta Dewa Ratu Amarta, dan ternyata kita hubungkan dengan ajaran
Islam cocok, berikut ulasanya.
Papat
kalima pancer merupakan sebuah wacana yang perlu terus kita gali dan kita
renungkan plus bertukar fikiran dengan orang-orang tua kita yang sudah mumpuni
baik dari ilmu tahid dan ilmu rasanya.
Menurut
petunjuknya papat kalima pancer itu pusatnya ada di Pancer (yaitu lubuk hati
yang paling dalam) dan Papat-nya adalah unsur-unsur ilahi yang kita sendiri hak
untuk mendapatkannya. Karena dengan menggunakan Papat. Papat kalima pancer
merupakan sebuah wacana yang perlu terus kita gali dan kita renungkan plus
bertukar fikiran dengan orang-orang tua kita yang sudah mumpuni baik dari ilmu
tahid dan ilmu rasanya.
Menurut
petunjuknya papat kalima pancer itu pusatnya ada di Pancer (yaitu lubuk hati
yang paling dalam) dan Papat-nya adalah unsur-unsur ilahi yang kita sendiri hak
untuk mendapatkannya.
Karena
dengan menggunakan Papat itu kita bisa selalu ingat kepada Allah Subhanahu
wata’ala sebagai penguasa alam semesta ini.
Papat
yang pertama adalah Nur-Nya Allah (Nurullah = Cahaya dari Allah) bias dari
asma-asma Allah dan sifat-sifat Allah, tanda dari Pancer-nya yaitu dalam segala
sesuatu/ gerak gerik selalu Berserah Diri kepada Allah dan pengakuan kita
sebagai mahluknya merasa tiada daya secara ruhani dan tiada kekuatan secara
jasmani kecuali hanya Allah yang memberikan gerah hidup dan kehidupan, dan
berupaya untuk selalu meng-ibadahkan segala sesuatu untuk beribadah kepada
Allah memohon Ridho Allah, Rahmat Allah.
Papat
yang kedua adalah Nur Muhammad (cahaya syafa’at yang Allah cipta untuk Hambanya
(Rasulullah) yang Allah mulyakan setelah kita berserah diri kepada Allah lewat
Pancer (lubuk hati yang paling dalam) ada sebuah kelembutan sebagai sebuah
rahmat yang Allah berikan kepada mahluknya agar kita tunduk dan lemah lembut
kepada Allah, selalu merasa sayang kepada apapun dan siapapun sebagaimana
Rasulullah mempunyai perangai yang lembut dan berahlak mulia bagi semua mahluk.
Papat
yang ketiga yaitu Malaikat sebagai kendaraan untuk membawa Nurullah dan Nur
Muhammad tadi kedalam diri kita pada waktu kita berserah diri kepada Allah dan
mengibadahkan segala sesuatu hanya untuk Allah dan fungsi malaikat ini untuk
membantu memintakan permohonan ampun mendoakan kepada kita sebagai mahluk yang
lemah, banyak berbuat dosa (karena manusia tempat salah dan lupa) dan nominal
mereka tidak sedikit mendukung kita dalam beribadah kepada Allah.
Papat
yang ke empat adalah Karomah yaitu berisi doa-doa dari para orang sholeh
terdahulu (doa dari para Rasul-rasul, Nabi-nabi, dan para Auliya serta Sholihin
yang telah mendahului kita) yang oleh allah diberikan kesempatan untuk membantu
mendoakan segala hajat hidup kita dalam mengarungi kehidupan didunia sebagai
bekal ibadah nanti kita setelah meninggal (akhirat). Semoga Allah mengampuni
kedua orang tua kita, keluarga kita, mengampuni kita, dan orang-orang yang
mempunyai hak dan kewajiban atas kita yang seiman serta mengampuni
sesepuh-sesepuh kita. Semoga Allah memberikan Taufiq dan hidayah kepada kita
dan mereka dan semoga kita dan mereka semua dijadikan golongan dari hamba-hamba
Allah yang sholeh.
Ada
beberapa versi yang menafsirkankan Jamus Kalimosodo :
1. Ada yang menafsirkan dua kalimah syahada.
2. Ada yang menafsirkan lahirnya pancasil.
3. Ada yang menafsirkan tokoh pewayangan pandawa lima.
Hal yang terpenting adalah jangan sampai kita kehilangan isi / makna dari Jamus Kalimosodo sebagai orang yang berpengertian jawa yang mendapatkan warisan dari leluhur Jawa, pengertian Jamus kalimusodo secara singkat istilah Jamus Kalimosodo terdapat dalam kisah pewayangan Baratayudha, suatu jamus/surat yang ada tulisannya tentang pengertian/kawruh.
Barang siapa mendapat kawruh ini ia akan menjadi raja / mempunyai kekuasaan yang bisa memiliki kitab Jamus Kalimasada.
Kitab ini dimiliki oleh prabu
yudistira (Samiaji) yang selalu menang dalam peperangan dan akhirnya masuk surga
tanpa kematian memiliki dalam hal ini adalah bukan saling berebut tetapi saling
berebut memiliki makna. Arti Kalimasada terdiri dari beberapa bagian :
Ka = huruf/pengejaan Ka,
Lima = angka 5,
Sada =
lidi/tulang rusuk daun kelapa yang diartikan Selalu, Jadi kelima ini haruslah
utuh (selalu 5),
Kelima
unsur kalimasada teridiri dari :
1. KaDonyan (Keduniawian).
ojo ngoyo dateng dunyo yang arti singkatnya adalah jangan mengutamakan hal-hal
yang bersifat duniawi, kebutuhan duniawi kita kejar tapi jangan diutamakan.
2. Ka
Hewanan ( sifat binatang). ojo tumindak kaya dene hewan, cotoh:asusila. amoral,
tidak beretika dll.
3. KaRobanan. Ojo ngumbar hawa nafsu yang arti singkatnya jangan memelihra hawa
nafsu-nafsu itu harus dikendalikan.
4. Kasetanan. Ojo tumindak sing duduk samestine yang arti singkatnya jangan
bertindak yang tidak semestinya alias gengsi, sombong( ingin seperti Gusti), menyesatkan,
berbuat licik dll.
5. KaTuhanan. artinya kosong Gusti Allah iku tan keno kinoyo ngopo nanging ono
yang artinya Gusti Allah tidak dapat diceritakan secara apapun tapi toh ada.
Gantharwa adalah salah satunya yang diberikan pusaka mewarisi warisan dari
leluhur Jawa. Pengertian asli dari Jamus Kalimosodo diatas adalah isi murni
dari pengertian sebenarnya, setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus
apapun tetapi jangan sampai kehilangan makna aslinya, karena pengertian diatas
adalah pengertian sebenarnya dari Jamus Kalimosodo.
SYAHADAT (1)
Syahadat
adalah sebuah kalimat yang diucapkan dengan sebagai bentuk persaksian seseorang
sebagai bentuk pengakuan dan kesaksian bahwa telah memeluk agama Islam.
Perlu
diketahui, kalimat syahadat juga termasuk dalam rukun Islam pertama. Sebab,
setiap pemeluk agama Islam diwajibkan untuk menjalankan kelima rukun Islam.
Makanya memahami apa arti syahadat itu sangat penting bagi seorang muslim.
Faktanya,
selain diucapkan saat kita pertama kali memeluk agama ini, dua kalimat syahadat
juga menjadi kalimat kunci bagi seseorang untuk masuk ke dalam alam surga. Jika
kalimat ini menjadi kalimat ucapan terakhir dalam hidup duniawi, maka akan
diberikan jaminan surga.
Berikut
adalah bacaan latin syahadat beserta artinya :
Ø£َØ´ْÙ‡َدُ
Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِÙ„َّا اللهُ ÙˆَØ£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†َّ Ù…ُØَÙ…َّدًا رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ
Asyhadu
a la-ilaha – illallah. Wa asyhadu anna muhammadar rosulullahSetelah
mengikrarkan dua kalimat syahadat dan mengetahui makna yang terkandung di dalam
keduanya dan segala konsekuensinya, manusia latas dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Seperti
yang kita ketahui bahwa syahadat terdiri dari dua kalimat yang keduanya
memiliki arti yang saling berkaitan.
Berikut
adalah kalimat Syahadatain :
Ayshadu An-la ilaha illallah yang artinya saya bersaksi tiada tuhan selain Allah,
Wa
Ayshadu Anna Muhammada Rasulullah yang artinya dan saya bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. (Hamid Ahmad At-Thahir, 2010).
Arti Syahadat
Artinya
: Aku bersaksi Bahwa Tidak ada Tuhan yang hak wajib disembah Kecuali Allah. Dan
Aku Bersaksi Bahwa Nabi Muahmmad itu adalah Utusan Allah.
Menyadur
dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam dan Teknologi Pendidikan UIN Sumatera
Utara, syahadat adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab, yakni syahida
yang bersaksi. Secara harfiah, arti syahadat adalah memberikan kesaksian dan
memberikan pengakuan.
Sebagai
seorang Muslim tentunya kita sudah sering mendengar lantunan kalimat syahadat.
Kalimat yang diucapkan setidaknya sekali selama seumur hidup ini dapat
diartikan sebagai bentuk kepasrahan seseorang kepada Allah. Selain itu, kalimat
syahadat ini juga menjelaskan bahwa ia percaya dan bersedia untuk menjalankan
apa yang diperintahkan oleh agama dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama.
Kalimat
kedua dapat diartikan sebagai bentuk kesediaan diri untuk mengikuti sunnah
Nabi, ittiba’, tidak taklid atau ikut-ikutan dalam mengerjakan suatu amalan
ibadah, terlebih lagi menjauhi segala perbuatan bid’ah apapun bentuknya sebagai
bentuk utama dari penerapan sekaligus konsekuensi terhadap kalimat syahadat.
Makna
kata Muhammad Rasulullah menuntut kesediaan menjadikan Rasullullah sebagai
teladan, sehingga bernilai disisi Allah. Kalimat ini menjadikan seorang muslim
memiliki rasa cinta, ridho dengan segala yang dicontohkan dari segi amal,
perkataan dan semua tingkah laku beliau. (Ummu Yasmin, 2004:48).
Keutamaan Membaca Kalimat Syahadat
Mengutip
dalam berbagai sumber, terdapat beberapa keutamaan yang terkandung dalam dua
kalimat syahadat. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Jaminan
Masuk Surga. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barang siapa yang akhir
perkataannya sebelum menginggal dunia adalah laa ilaaha illallah, maka dia akan
masuk surga." (HR. Abu daud).
2. Penumbuh
Sifat Tawakkal. Tawakkal dapat diartikan sebagai kepercayaan hati terhadap
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Seseorang yang tawakal atau
berserah diri kepada Allah SWT. Maka jiwanya akan selalu tenang dan tidak
bingung jika menemukan berbagai macam masalah yang di hadapi, karena kita sudah
menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Seseorang yang berdzikir setiap hari
mengucap kalimat syahadat maka akan tumbuh sifat tawakal di dalam dirinya.
3. Dizikir
Paling Utama. Perlu anda ketahui bahwa dua kalimat syahadat merupakan bacaan
dzikir yang paling utama di mata Allah SWT.
4. Kebaikan.
Terdapat sebuah kisah inspiratif bahwa ada seorang bernama Abu Dzar yang
bertanya pada Rasulullah: "Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajari aku
amalan yang dapat menjauhkanku dari neraka." Kemudian Nabi Muhammad
bersabda, "Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah
kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapat sepuluh yang
semisal." Lalu Abu dzar berkata, "Wahai Rasulullah apakah kalimat laa
ilaaha illallah merupakan kebaikan? Rasulullah bersabda "Kalimat itu
merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai
dosa dan kesalahan."
Syahadat (2)
Bacaan
syahadat menempati kedudukan penting dalam Islam yakni sebagai rukun Islam yang
pertama. Bila rukun Islam diibaratkan dengan sebuah bangunan, maka bacaan
syahadat merupakan fondasinya.
Bukti
pentingnya kedudukan bacaan syahadat dalam Islam dapat dibuktikan dalam salah
satu hadits Rasulullah SAW. Beliau menyebutkan dua kalimat syahadat sebagai
perkara pertama yng membangun agama Islam.
Berikut
lafalnya :
الْØ¥ِسْÙ„َامُ
عَÙ„َÙ‰ Ø®َÙ…ْسٍ Ø´َÙ‡َادَØ©ِ Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِÙ„َّا اللهُ ÙˆَØ£َÙ†َّ Ù…ُØَÙ…َّدًا رَسُولُ اللهِ
ÙˆَØ¥ِÙ‚َامِ الصَّÙ„َاةِ ÙˆَØ¥ِيتَاءِ الزَّÙƒَاةِ ÙˆَالْØَجِّ ÙˆَصَÙˆْÙ…ِ رَÙ…َضَانَ
Artinya:
"Islam dibangun atas lima perkara. Mengucapkan dua kalimat syahadat,
sholat lima waktu, zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan ibadah haji di tanah
suci,." (HR Bukhari Muslim).
Syahadat
secara etimologis mengandung makna kesaksian. Artinya, bacaan syahadat merupakan
kesaksian dan pengakuan yang diiringi dengan pemahaman. Sehingga kita dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
"Seorang
muslim yang baik tidak hanya mengucapkan sekali saja ucapan syahadat, sebab
setiap menunaikan shalat akan diulangi berkali-kali bacaan syahadat itu".
Sementara itu, bacaan syahadat terbagi menjadi dua yakni :
1. Syahadat Tauhid dan.
2. Syahadat Rasul.
Jenis bacaan syahadat
1. Syahadat
tauhid. Bacaan syahadat
tauhid berisikan kesaksian secara lisan dan meyakini dalam hati bahwa tidak ada
Tuhan yang patut disembah selain dari Allah SWT. Bacaan syahadat tauhid
berbunyi,
Ø£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ
Ø¥ِÙ„َّا اللهُ
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Allah."
2.
Syahadat
rasul. Bacaan syahadat rasul artinya berisikan kesaksian bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah utusanNya. Sekaligus meyakini bahwa apapun yang disampaikan dan
dilakukannya adalah benar sesuai dengan syariatNya. Berikut bacaan syahadat
rasul,
Ø£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†َّ Ù…ُØَÙ…َّدًا
رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ
Asyhaduanna muhammadar rasuulullah
Artinya: "Dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah."
Kemudian
menetapkan dalam hati bahwa ketuhanan itu hanya milikNya. Sekaligus sebagai
wujud sikap pengakuan terhadap kerasulan yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Ini bunyi bacaan dua kalimat syahadat lengkap dengan latin dan artinya,
Ø£َØ´ْÙ‡َدُ
Ø£َÙ†ْ Ù„َا Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِÙ„َّا اللهُ ÙˆَØ£َØ´ْÙ‡َدُ Ø£َÙ†َّ Ù…ُØَÙ…َّدًا رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ
Asyhadu
an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."
Ada waktu-waktu tertentu yang disyariatkan untuk mengucapkan bacaan
syahadat tersebut. Waktu mengucapkan bacaan syahadat adalah :
1. Ketika
seseorang akan masuk Islam (mualaf).
2. Adzan
dan iqomah ketika bayi baru lahir.
3. Waktu
sholat fardhu atau pun sunnah.
4. Adzan
dan iqomah.
JAMUS KALIMASADA
Versi
Centhini (133:13-20) Pustaka Jamus Kalimasada
Pupuh
133 Pangkur (metrum : 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), bait ke-13 sampai bait
ke-20, Serat Centhini :
Mangsuli
Sri Yudhisthira, mangke-mangke ta mangke Sunan Kali, wangune arsa abêndu,
andakwa raganingwang, andahwèni damêl wilalat tan sarju, babo botên
pisan-pisan. Mênggah (ng)gèn kula nèng riki.
botên
sawêg sapunika, sampun lami nglampahi pitêdahing, sasmita nalika ulun, tapa
dhasar samodra, laminira ngantos ênêm atus taun. Ujaring wasitatama, kinèn tapa
wontên ngriki,
pasthi
antuk kang sinêdya, ingkang sagêd (n)jalari pêjahmami. Sabab ing satuhunipun,
kula sêdya ngupaya, ing margine sagêd dhumatêng ing lampus. Duk miyarsa (n)Jêng
Susunan, katingal pasêmon manis,
sumèh
wijiling wicara, nulya tanya têmbung amêrakati, dhuh mitraningsun sinuhun,
sabab saking punapa, sariranta tan sagêd tumêkèng lampus. Mèsêm risang
Yudhisthira, lah makatên Sunan Kali.
Kala
ulun winisudha, madêg nata lajêng dipunparingi, jajimat dening Dewagung, nama
Kalimasada, ingkang ugi anami Pustaka-jamus, dumugi ing sapunika, taksih kula
pundhi-pundhi.
Pratistha
ing asta kanan, malah-malah sampun saklangkung lami, asta tan sagêd tumêlung,
miwah tan sagêd mêgar. Sunan Kali kataman aturing prabu, sangsaya pangungunira,
wasana tatanya malih,
Mênggah
ungêling sêratan, ing jijimat punika kadospundi, kalawan suraosipun. Dhuh Sunan
Kalijaga, kula matur inggih ing sayêktosipun, sampun ngantos kang sumêrap,
ambikak kewala ajrih.
Jalaran
dhawuhing dewa, namung kinèn ngangge jijimat pripih, mila kula jrih kalangkung,
bilih nguninganana. Sunan Kali mèsêm ngandika jro kalbu, ika wong bodho balaka,
nadyan ngrêti nanging wêdi.
Penafsiran dan pemaknaan :
Mangsuli
(menjawab) Sri Yudhisthira (Sri Yudhistira), mangke–mangke (sebentar-sebentar)
ta (to) mangke (sebentar) Sunan Kali (sunan Kalijaga), wangune (rupanya) arsa
(akan) abêndu (marah), andakwa (mendakwa) raganingwang (kepadaku), andahwèni
(menjahili) damêl (memasang) wilalat (tuah) tan (rak) sarju (setuju). Babo
(aduh) botên (tidak) pisan-pisan (sama sekali). Menjawab Sri Yudhistira,
“Sebentar, sebentar to sebentar Sunan Kali, rupanya (Anda) akan marah mendakwa
kepadaku menjahili dengan memasang tuah karena tak setuju. Aduh tidak sama
sekali!
Raja
Yudhistira terkejut dengan pernyataan Sunan Kalijaga yang baru saja
disampaikan. Serta merta membantah kecurigaan Sang Sunan. Beliau menyatakan
bahwa sama sekali dia tidak bertujuan untuk mengganggu pekerjaan pembabatan
hutan itu.
Mênggah
(adapun) (ng)gèn (pada, keberadaan) kula (saya) nèng (ada di) riki (sini),
botên (tidak, bukan) sawêg (baru) sapunika (sekarang), sampun (sudah) lami
(lama) nglampahi (melakukan) pitêdahing (petunjuk), sasmita (isyarat) nalika
(ketika) ulun (saya), tapa (bertapa) dhasar (di dasar) samodra (samudera),
laminira (lamanya) ngantos (sampai) ênêm (enam) atus (ratus) taun (tahun).
“Adapun keberadaan saya berada di sini
bukan baru sekarang ini, (tapi) sudah lama melakukan (bertapa) sesuai petunjuk
isyarat yang diterima ketika saya bertapa di dasar samudera selama enam ratus
tahun.”
Prabu
Yudhistira menjelaskan awal mula dia bertapa di sini dan menunjukkan bahwa dia
sama sekali tidak ada kaitan dengan pekerjaan pembabatan hutan untuk negara
baru. Dia melakukan tapa dengan segala akibat yang terjadi karena mengikuti
petunjuk yang dia terima pada pertapaan sebelumnya di dasar samudera selama
enam ratus tahun.
Ujaring
(perkataan) wasitatama (pesan yang baik itu), kinèn (disuruh) tapa (bertapa)
wontên (ada) ngriki (di sini), pasthi (pasti) antuk (mendapat) kang (yang)
sinêdya (diharapkan), ingkang (yang) sagêd (bisa) (n)jalari (menjadi sebab)
pêjahmami (kematian saya). “Perkataan dalam pesan baik itu, disuruh bertapa di
sini, pasti mendapat yang diharapkan, bisa menjadi sebab kematian saya.”
Prabu
Yudhistira menjelaskan bahwa pertapaannya tidak ada sangkut pautnya dengan
pendirian negara baru tersebut. Dia hanya mematuhi pesan baik yang diterima
ketika bertapa di dasar lautan. Yakni agar kehendaknya untuk mati tercapai, dia
harus bertapa di hutan Glagahwangi.
Sabab
(sebab) ing (pada) satuhunipun (sebenarnya), kula (saya) sêdya (hendak) ngupaya
(berupaya), ing (pada) margine (jalannya) sagêd (bisa) dhumatêng (menuju) ing
(pada) lampus (kematian). Sebab
sebenarnya saya hendak berupaya, mencari jalan supaya bisa menuju pada
kematian.
Sang
Prabu menyatakan kalau sudah lama beliau hendak mencari jalan kematian, sebagai
penyempurna dari kehidupannya di dunia ini. Karena sudah sangat lama beliau
hidup di dunia ini. Sudah cukup pengabdian yang dilakukan dan sudah waktunya
kembali ke surga. Namun jalan kematian begitu sulit ia dapatkan.
Duk
(ketika) miyarsa (mendengar) (n)Jêng (Kangjeng) Susunan (Sunan), katingal
(terlihat) pasêmon (raut muka) manis (manis), sumèh (ramah) wijiling
(keluarnya) wicara (perkataan), nulya (lalu) tanya (bertanya) têmbung
(perkataan) amêrakati (mendekatkan hati, menyenangkan), dhuh (duhai)
mitraningsun (sahabatku) sinuhun (tuan), sabab (sebab) saking (dari) punapa (apa),
sariranta (diri Anda) tan (tak) sagêd (bisa) tumêkèng (mencapai) lampus
(kematian). Ketika mendengar Kangjeng Sunan terlihat raut mukanya manis, ramah
keluarnya perkataan, lalu bertanya dengan perkataan yang menyenangkan, “Duhai
Tuan sahabatku, mengapa Anda tidak bisa mencapai kematian?”
Lega
hati Sang Sunan ketika mendengar bahwa Prabu Yudhistira bukan orang yang
berupaya menghalangi pembabatan hutan itu. Namun memang Sang Raja mengalami
masalah sendiri yang perlu diselesaikan. Atas dasar kepedulian akan hal itu,
Kangjeng Sunan Kalijaga bertanya mengapa sampai Prabu Yudhistira kesulitan
untuk mencapai kematian sehingga hidup terlunta-lunta di dunia sampai ratusan
tahun.
Mèsêm
(tersenyum) risang (sang) Yudhisthira (Yudhistira), lah (nah) makatên (begini)
Sunan (Sunan) Kali (Kalijaga). Kala (ketika) ulun (saya) winisudha (diwisuda),
madêg (berdiri) nata (raja) lajêng (lalu) dipunparingi (diberi), jajimat
(jimat) dening (oleh) Dewagung (Dewa Agung), nama (nama) Kalimasada
(Kalimasada), ingkang (yang) ugi (juga) anami (bernama) Pustaka–Jamus (Pustaka
Jamus). Dumugi (sampai) ing (pada) sapunika (sekarang), taksih (masih) kula
(saya) pundhi–pundhi (muliakan). Tersenyum sang Yudhistira, “Nah begini Sunan
Kalijaga. Ketika saya diwisuda sebagai raja lalu diberi jimat oleh Dewa Agung,
namanya Kalimasada, yang juga bernama Pustaka Jamus. Sampai sekarang masih saya
muliakan.”
Prabu
Yudhistira menceritakan asal mula mengapa sampai dia tidak bisa mati. Pada
waktu beliau dinobatkan sebagai raja Amarta beliau diberi jimat yang berupa
pustaka (buku), namanya Kalimasada. Kitab itu juga disebut Pustaka Jamus.
Pustaka itu sampai sekarang masih dia muliakan.
Pratistha
(menyatu, letaknya) ing (di) asta (tangan) kanan (kanan), malah–malah (malah)
sampun (sudah) saklangkung (sangat) lami (lama), asta (tangan) tan (tak) sagêd
(bisa) tumêlung (terayun), miwah (serta) tan (tak) sagêd (bisa) mêgar
(mengembang). Letaknya menyatu di tangan kanan, malah sudah sangat lama tangan
sampai tak bisa terayun dan tak bisa mengembang.
Di
awal sudah disebutkan bahwa orang tinggi besar itu selalu meletakkan tangan
kanan yang tergenggam di atas kening. Ternyata hal itu dilakukan karena sangat
memuliakan jimat yang ada di tangan kanan itu. Karena sangat lamanya tangan itu
mengepal dan diangkat sampai-sampai sulit untuk diturunkan dan dibuka
genggamannya.
Sunan
(Sunan) Kali (Kalijaga) kataman (terkena) aturing (perkataan) prabu (Prabu),
sangsaya (semakin) pangungunira (keheranan), wasana (akhirnya) tatanya
(bertanya) malih (lagi), mênggah (adapun) ungêling (bunyi) sêratan (tulisan),
ing (pada) jijimat (jimat) punika (itu) kadospundi (seperti apa), kalawan (dan)
suraosipun (apa maknanya). Sunan Kalijaga yang terkena perkataan Prabu
(Yudhistira) semakin keheranan, akhirnya bertanya lagi, “Adapun bunyi dari
tulisan pada jimat itu seperti apa dan apa maknanya?”
Sunan
Kalijaga keheranan mendengar penuturan Raja Yudhistira. Begitu mengagungkan ia
pada jimat yang dia pegang sampai
tangannya selalu diangkat dan digenggam. Seperti sangat takut kalau sampai
sesuatu di tangannya itu jatuh. Beliau penasaran sebenarnya apa isi dari jimat
pustaka itu dan apa maknanya?
Dhuh
(duhai) Sunan (Sunan) Kalijaga (Kalijaga), kula (saya) matur (berkata) inggih
(ya) ing (pada) sayêktosipun (sebenarnya), sampun (jangankan) ngantos (sampai)
kang (yang) sumêrap (melihat), ambikak (membuka) kewala (saja) ajrih (takut).
“Duhai Sunan Kalijaga, saya berkta yang sebenarnya, jangankan sampai melihat,
membuka saja takut.”
Prabu
Yudhistira mengatakan terus terang kalau belum pernah melihat tulisan yang ada
dalam pustaka itu. Jangankan sampai melihat, hendak membuka saja takut.
Sehingga isi dari pustaka itu apa juga tidak tahu.
Jalaran
(karena) dhawuhing (perintah) dewa (dewa), namung (hanya) kinèn (disuruh)
ngangge (memakai) jijimat (sebagai jimat) pripih (jimit), mila (maka) kula
(saya) jrih (takut) kalangkung (sangat), bilih (bila) nguninganana
(melihatnya). Karena perintah dewa hanya disuruh memakai sebagai jimat, maka
saya sangat takut bila melihatnya.
Kata
jimat pripih sebenarnya dua kata artinya sama. Dalam bahasa Jawa sering ditemui
bentuk-bentuk kata yang demikian, artinya adalah menyangatkan. Misalnya kata
sabar darana. Kedua kata artinya sabar. Bila digabung artinya menegaskan atau
menyangatkan. Jadi Prabu Yudhistira ini sangat takut membuka pustaka Jamus
karena pesan dewa yang memberinya hanya untuk dipakai sebagai jimat saja.
Sunan
Kali (Sunan Kalijaga) mèsêm (tersenyum) ngandika (berbicara) jro (dalam) kalbu
(hati), ika (itu) wong (orang) bodho (bodoh) balaka (lugu), nadyan (walau)
ngrêti (tahu, pintar) nanging (tetapi) wêdi (takut). Sunan Kalijaga tersenyum,
bicara dalam hati, “Itu orang bodoh yang lugu, walau pintar tetapi takut!”
Sunan
Kalijaga mulai mendapatkan titik terang perihal mengapa Sri Yudhistira sulit untuk
mencapai kematian. Sangat mungkin karena jimat yang dia pakai itu. Dalam hati
Sunan tersenyum karena menemui orang yang pintar tetapi takut, seperti Sri
Yudhistira ini.