DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT
Jika engkau bertanya tentang Al-Qur'an kepada iblis, maka iblis akan bisa menerangkan dengan sangat jelas, karena iblis tahu persis kapan ayat itu turun dari langit.
Jika engkau bertanya tentang ilmu hadist kepada iblis, maka iblis sangat pandai menjelaskannya, karena iblis tahu asbabul wurud dari hadist tersebut
Jika engkau bertanya tentang kisah para Nabi, iblis akan dengan tepat menceritakannya karena iblis sudah ada sejak Nabi Adam masih berada dalam surga.
Iblis ahli alqur'an
Iblis ahli hadist
Iblis ahli riwayat
Iblis alim/pandai dalam segala ilmu.
Tetapi iblis tidak menjadi kekasih Allah, karena dalam diri iblis ada kalimat.
AKU LEBIH BAIK DARI KAMU (PUISI)
Semoga sedikit ilmu yang dititipkan Allah Subhana Wa Ta'alla di hati kita tidak menjadikan kita sombong dalam segala urusan.
Juga paham bahwa ilmu tak menjamin orang pasti ta'at dan sholeh.
Yang aku takut.
Hatiku kian mengeras dan sulit menerima nasehat, namun sangat pandai menasehati
Yang aku takut.
Aku merasa paling benar, sehingga merendahkan yang lain.
Yang aku takut.
Egoku terlalu tinggi, hingga merasa paling baik di antara yang lain.
Yang aku takut.
Aku lupa bercermin, namun sibuk berprasangka buruk kepada yang lain.
Yang aku takut.
Ilmuku akan membuatku menjadi sombong, memandang yang lain berbeda denganku.
Yang aku takut.
Lidahku makin lincah membicarakan aib orang lain, namun lupa dengan aibku yang menggunung dan tak sanggup kubenahi.
Yang aku takut.
Aku hanya hebat dalam berkata namun buruk dalam berbuat.
Yang aku takut.
Aku hanya cerdas dalam mengkritik, namun lemah dalam mengkoreksi diri sendiri.
Yang aku takut.
Aku membenci dosa orang lain, namun saat aku sendiri buat dosa aku enggan membencinya.
****
Di atas langit masih ada langit adalah ketika kita merasa hebat atau pandai, jangan lupa bahwa masih ada orang lain yang lebih hebat atau lebih pandai dari kita, hal itu mengajarkan pada kita untuk dapat berendah hati dan tidak menyombongkan diri.
Di atas langit, masih ada langit
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui. QS. Yusuf: 76.
Kita sering mendengar ungkapan di atas langit masih ada langit. Ungkapan yang disebutkan untuk menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna; sepintar pintarnya seseorang pasti ada yang lebih pintar, sehebat hebatnya orang pasti masih ada yang lebih hebat.
Demikianlah hakikatnya manusia, mereka saling menundukkan satu sama lain dan mereka semua tunduk dibawah kekuasaan Allah. As-Sa’dy berkata, “Setiap makhluk diatasnya ada makhluk lagi yang mengalahkannya. Di setiap makhluk yang mengalahkan, adalagi yang lebih tinggi yang mengalahkannya.
Hingga akhirnya yang menundukkan adalah yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Keperkasaan dan tauhid adalah dua perkara yang berkaitan dan ditentukan milik Allah semata.” Allah memiliki sifat Al-Qahhar yang berarti Allah adalah Dzat yang mengalahkan segala sesuatu dan mengaturnya sebagaimana Dia kehendaki. Allah menghidupkan makhluknya jika Dia kehendaki dan mematikannya jika dia kehendaki, tidak ada satupun yang dapat mengalahkan-Nya dan memaksa-Nya.
Dzat yang dapat memaksakan segala sesuatu adalah Yang Maha Esa dan tidak ada tandingan-Nya. Hanya Dia-lah yang berhak disembah, sebagaimana hanya Dia yang mengalahkan segala sesuatu. Dia memaksa dengan kekuasaan-Nya segala sesuatu, lalu langit dan bumi memenuhi perintahnya. Tidak ada yang tercipta kecuali dia tunduk di bawah kekuasaan dan ketentuan-Nya. Mereka lemah dalam genggaman-Nya.”
MANUSIA SEBAGAI MAHKLUK SOSIAL
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, kita pasti dituntut untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Salah satu cara yang paling ampuh dalam membangun hubungan baik antar sesama adalah dengan menghargainya satu sama lainnya. Karena kalau kita ingin dihargai oleh orang lain maka kita harus pandai-pandai menghargai orang lain juga.
Dengan sikap ringan tangan akan membuat orang-orang di sekitar pasti akan menghargai kita, Oleh karena itu, jangan pernah ragu untuk bersosialisasi dengan tetangga-tetangga terdekatmu. Jangan hanya karena kita merasa hidup dengan berlimpah materi kita tidak perduli dengan lingkungan sekitar.
Memiliki materi yang berkecukupan adalah impian semua orang. Namun ketika ditakdirkan sebagai seseorang yang memiliki kelebihan dalam hal materi, orang tersebut biasanya cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Mereka hanya berfokus pada dirinya sendiri dan kekayaannya.
Namun ingatlah bahwa semua hal yang kita miliki di dunia ini tidak akan abadi. Bersikap sombong dengan kekayaan yang dimiliki saat ini tidak ada gunanya. Cobalah untuk menjadi seseorang yang low profile agar hidupmu bisa berkualitas.
Sebuah kesederhanaan adalah kunci dari kebahagiaan yang abadi. Percuma memiliki banyak materi namun kita terus-terusan terbelenggu untuk selalu dapat mempertahankannya. Materi tidak bisa membeli kebahagiaan yang sesungguhnya.
Cobalah untuk bersikap sesederhana mungkin meskipun banyak materi yang kita miliki. Hal itu tidak memiliki efek samping sama sekali namun banyak memberikan manfaat. Oleh karena itu, jangan pernah ragu untuk berubah menjadi seseorang yang low profile
Seiring berjalannya waktu, roda kehidupan akan terus berputar. Jika saat ini kanu memiliki materi yang cukup melimpah, bisa saja suatu saat hal yang tak diinginkan terjadi. Oleh karena itu, menyombongkan materi yang dipunyai tidak ada gunanya dan hanya membuang-buang waktu saja.
Tetaplah menjadi seseorang yang low profile agar banyak orang yang membantumu jika suatu saat nanti kamu mengalami kesusahan. Ingatlah, jangan pernah menganggap dirimu paling sempurna di dunia ini jika tak ingin sengsara di kemudian hari, karena di atas langit masih ada langit. Seberapa berhasilnya kita, seberepa suksesnya kita masih ada yang melebihi kita yaitu Allah sang pencipta alam, jadi jangan sombong hidup di dunia ini.
MAKNA PERIBAHASA DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT
Ketika kita merasa hebat atau pandai, jangan lupa bahwa masih ada orang lain yang lebih hebat atau lebih pandai dari kita.
Hal itu mengajarkan pada kita untuk dapat berendah hati dan tidak menyombongkan diri.
Di atas langit, masih ada langit
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui
Di atas langit, masih ada langit
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada yang lebih mengetahui. QS. Yusuf: 76.
“…Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan, ada yang maha mengetahui…” (QS. Yusuf [12]: 76)
Imam Hasan al-Bashri ketika memaknai maksud ayat ini, sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, mengatakan bahwa tiadalah orang alim, kecuali di atasnya ada orang alim lainnya, hingga ilmu itu terhenti kepada Allah SWT.
“Di atas langit masih ada langit”. Mungkin inilah ungkapan yang tepat untuk memaknai rangkaian ayat di atas. Secara lebih luas, makna ayat ke-76 dari surat Yusuf tersebut adalah bahwa apapun kelebihan yang dimiliki seseorang; ilmu, harta, prestasi, kedudukan dan sebagainya, di luar sana masih ada yang lebih lagi dari dia.
Ketika ada orang yang memiliki ilmu pengetahuan begitu luas di suatu tempat, maka pasti ada orang lain yang lebih luas dan dalam ilmu pengetahuannya di tempat lain. Ketika ada orang kaya dengan harta melimpah di suatu daerah atau bahkan negara, pasti ada orang lain yang lebih kaya dengan harta yang lebih melimpah ruah di daerah atau negara lain.
MENGHADIRKAN RASA KEADILAN
Ketika ada orang yang memiliki kekuatan luar biasa di suatu benua, pasti ada orang lain yang lebih kuat dengan kemampuan fisik yang jauh lebih hebat dari orang tersebut di benua lainnya. Inilah alasan kenapa rekor-rekor dunia selalu terpecahkan. Karena ada rekor-rekor baru yang lebih baik dari rekor sebelumnya. Ini sudah menjadi sunnatullah (hukum Allah). Kelebihan apapun yang kita miliki bukanlah untuk dibanggakan apalagi disombongkan. Alquran banyak memberikan pelajaran berharga tentang hal ini.
Kita tentu ingat tentang kisah Nabi Musa as, dengan Nabi Khidir as yang diabadikan dalam Alquran. Betapa Nabi Musa as., yang merasa dirinya paling pintar di antara kaumnya, ditegur oleh Allah dengan cara dipertemukan dengan Nabi Khidir as. Dan ternyata, Nabi Musa as tidak dapat mengikuti jalan pikiran Nabi Khidir as. Sampai akhirnya Nabi Khidir as sendiri memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan bersama Nabi Musa as kemudian menjelaskan semua peristiwa yang dilaluinya bersama.
KEBAIKAN DAN KEBURUKAN
Kita juga tentu pernah mendengar kisah Nabi Sulaiman as yang dengan kekayaan yang dimilikinya memohon kepada Allah agar diizinkan untuk menjamu seluruh makhluk Allah yang ada di wilayah kekuasaannya selama satu hari. Setelah diizinkan Allah, kemudian beliau menyediakan makanan sebanyak-banyaknya untuk menjamu makhluk Allah tersebut.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa panjang makanan tersebut setara dengan jarak tempuh perjalanan selama dua bulan dengan menggunakan kuda pacuan. Lebar makanan pun setara dengan jarak tempuh perjalanan dua bulan dengan kuda pacuan.
Setelah merasa cukup, kemudian beliau memanggil makhluk-makhluk Allah yang ada di darat dan di laut. Saat itu, Allah memerintahkan kepada seekor ikan bernama Nun untuk mulai menyantap hidangan yang disediakan oleh Nabi Sulaiman as. Tidak disangka, seluruh hidangan yang disediakan itu habis tak tersisa sedikitpun setelah disantap oleh ikan tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Saat itulah Nabi Sulaiman as., tersadar bahwa apa yang dimilikinya itu tidak ada artinya dibandingkan kekayaan yang dimiliki Allah Swt. Zat yang Mahakaya.
Dari beberapa kisah tersebut, jelaslah bahwa semua yang kita miliki, baik berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, prestasi, kedudukan dan jabatan, tidak patut kita banggakan apalagi kita sombongkan di hadapan orang lain. Karena di atas langit masih ada langit. Di atas semuanya, ada Allah Swt yang Maha segalanya.
JANGAN SOMBONG DI ATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT
“…Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan, ada yang maha mengetahui…” (QS. Yusuf [12]: 76)
Imam Hasan al-Bashri ketika memaknai maksud ayat ini, sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, mengatakan bahwa tiadalah orang alim, kecuali di atasnya ada orang alim lainnya, hingga ilmu itu terhenti kepada Allah Swt.
“Di atas langit masih ada langit”. Mungkin inilah ungkapan yang tepat untuk memaknai rangkaian ayat di atas. Secara lebih luas, makna ayat ke-76 dari surat Yusuf tersebut adalah bahwa apapun kelebihan yang dimiliki seseorang; ilmu, harta, prestasi, kedudukan dan sebagainya, di luar sana masih ada yang lebih lagi dari dia.
Ketika ada orang yang memiliki ilmu pengetahuan begitu luas di suatu tempat, maka pasti ada orang lain yang lebih luas dan dalam ilmu pengetahuannya di tempat lain. Ketika ada orang kaya dengan harta melimpah di suatu daerah atau bahkan negara, pasti ada orang lain yang lebih kaya dengan harta yang lebih melimpah ruah di daerah atau negara lain.
Ketika ada orang yang memiliki kekuatan luar biasa di suatu benua, pasti ada orang lain yang lebih kuat dengan kemampuan fisik yang jauh lebih hebat dari orang tersebut di benua lainnya. Inilah alasan kenapa rekor-rekor dunia selalu terpecahkan. Karena ada rekor-rekor baru yang lebih baik dari rekor sebelumnya. Ini sudah menjadi sunnatullah (hukum Allah). Kelebihan apapun yang kita miliki bukanlah untuk dibanggakan apalagi disombongkan. Alquran banyak memberikan pelajaran berharga tentang hal ini.
Kita tentu ingat tentang kisah Nabi Musa as, dengan Nabi Khidir as yang diabadikan dalam Alquran. Betapa Nabi Musa as, yang merasa dirinya paling pintar di antara kaumnya, ditegur oleh Allah dengan cara dipertemukan dengan Nabi Khidir as. Dan ternyata, Nabi Musa as tidak dapat mengikuti jalan pikiran Nabi Khidir as. Sampai akhirnya Nabi Khidir as sendiri memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan bersama Nabi Musa as kemudian menjelaskan semua peristiwa yang dilaluinya bersama.
Tentang kisah Nabi Sulaiman as yang dengan kekayaan yang dimilikinya memohon kepada Allah agar diizinkan untuk menjamu seluruh makhluk Allah yang ada di wilayah kekuasaannya selama satu hari. Setelah diizinkan Allah, kemudian beliau menyediakan makanan sebanyak-banyaknya untuk menjamu makhluk Allah tersebut.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa panjang makanan tersebut setara dengan jarak tempuh perjalanan selama dua bulan dengan menggunakan kuda pacuan. Lebar makanan pun setara dengan jarak tempuh perjalanan dua bulan dengan kuda pacuan.
Setelah merasa cukup, kemudian beliau memanggil makhluk-makhluk Allah yang ada di darat dan di laut. Saat itu, Allah memerintahkan kepada seekor ikan bernama Nun untuk mulai menyantap hidangan yang disediakan oleh Nabi Sulaiman as. Tidak disangka, seluruh hidangan yang disediakan itu habis tak tersisa sedikitpun setelah disantap oleh ikan tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Saat itulah Nabi Sulaiman as., tersadar bahwa apa yang dimilikinya itu tidak ada artinya dibandingkan kekayaan yang dimiliki Allah Swt. Zat yang Mahakaya.
Dari beberapa kisah tersebut, jelaslah bahwa semua yang kita miliki, baik berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, prestasi, kedudukan dan jabatan, tidak patut kita banggakan apalagi kita sombongkan di hadapan orang lain. Karena “di atas langit masih ada langit”. Di atas semuanya, ada Allah Swt yang Maha segalanya.
TAKABUR
Takabur adalah sifat yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Takabur atau sombong merupakan sifat selalu berkeinginan untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat, dan memandang rendah orang lain. Orang yang memiliki sifat takabur, hatinya tidak pernah merasa tenang. Bahkan, ia bisa saja menolak kebenaran karena orang yang menyampaikan kebenaran tersebut terlihat lebih muda atau kedudukannya jauh rendah daripada dia.
Rasulullah SAW pun bersabda, "Sesunguhnya Allah Ta’ala berfirman: 'Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan sombong adalah selendang-Ku. Barangsiapa yang mengambilnya dariku, Aku Azab dia'." Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa seseorang yang memiliki sifat takabur akan mendapatkan azab dari Allah SWT.
Berikut berbagai sumber ayat-ayat dari alquran yang dapat menjauhkan diri dari sifat takabur.
1. Surat Al Luqman ayat 18.
Wa laa tusa'-'ir khaddaka linnaasi wa laa tamshi fil ardi maarahan innal laaha laa yuhibbu kulla mukhtaalin fakhuur
Artinya, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
Dalam surat ini dijelaskan bahwa manusia dilarang untuk memiliki sifat sombong karena hal tersebut dibenci oleh Allah. Bahkan, umat Islam tidak boleh memalingkan wajahnya ketika bertemu dengan sesama muslim atas sifat sombongnya.
2. Surat Al-A'raf ayat 146.
Sa asrifu 'an Aayaatiyal laziina yatakabbaruuna fil ardi bighairil haqq; wa iny-yaraw kulla Aayatil laa yu'minuu bihaa wa iny-yaraw sabiilar rushdi laa yattakhizuuhu sabiilanw wa iny-yaraw sabiilal ghaiyi yatta khizuuhu sabiilaa; zaalika bi annahum kazzabu biayatinaa wakaanu anha ghofiliin
Artinya, "Akan Aku palingkan dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku) orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Kalaupun mereka melihat setiap tanda (kekuasaan-Ku) mereka tetap tidak akan beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak (akan) menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya."
Dalam surat ini dijelaskan bahwa manusia yang memiliki sifat sombong akan menutupi hatinya. Kesombongan yang dimiliki pun tidak hanya dilakukan pada sesama umat manusia, tetapi juga berlaku sombong pada ciptaan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Orang yang sombong tidak mau mengakui setiap kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepadanya, mereka justru akan terjerumus pada hal-hal yang sesat.
3. Surat An Nahl Ayat 22.
Illahukum Ilaahunw Waahid; fallaziina laa yu'minuuna bil Aakhirati quluubuhum munkiratunw wa hum mustakbiruun
Artinya, "Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.
Mirip seperti surat sebelumnya, dalam surat An-Nahl ayat 22 ini juga menjelaskan bahwa orang-orang yang sombong tidak akan mengakui kekuasaan Allah SWT.
4. Surat Al Baqarah ayat 34.
Wa iz qulnaa lilmalaaa'i katis juduu liAadama fasajaduuu illaaa Ibliisa abaa wastakbara wa kaana minal kaafiriin
Artinya, "dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia menolak dan menyombongkan diri dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir"
Dalam surat ini dijelaskan bahwa sifat sombong dimiliki setan yang pada saat itu tidak mau bersujud kepada Adam. Mereka menganggap bahwa dirinyalah yang paling baik daripada manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manusia tidak boleh memiliki sifat yang sama seperti setan dan orang-orang kafir, yakni sombong atau takabur
5. Surat An Nahl ayat 29.
Fadkhuluuu abwaaba jahannama khaalidiina fiiha falabi'sa maswal mutakab biriin
Artinya, "Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka Amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu."
Dalam surat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang memiliki sifat sombong akan disiksa dalam neraka jahanam. Oleh karena itu, hindarilah sifat sombong supaya terbebas dari api neraka jahanam.
6. Az Zumar ayat 60.
Wa Yawmal Qiyaamati taral laziina kazabuu 'alallaahi wujuuhuhum muswaddah; alaisa fii Hahannama maswal lilmutakabbiriin
Artinya, "Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orangorang yang menyombongkan diri?"
Sama seperti surat sebelumnya, dalam surat Az Zumar ayat 60 ini pun menjelaskan bahwa neraka jahanam merupakan tempat untuk orang-orang yang menyombongkan diri.
7. Surat Al Israa ayat 37.
Wa laa tamshi fil ardi marahan innaka lan takhriqal arda wa lan tablughal jibaala tuula
Artinya, "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung"
Dalam surat ini dijelaskan bahwa manusia masih memiliki banyak kelemahan, sehingga tidak sepantasnya jika manusia berlaku sombong.
TENTANG SIKAP TAKABUR
Dalil Tentang Sikap Takabur dan Sombong dalam Ayat-Ayat Al Quran
QS. Luqman Ayat 18 :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Dalil tentang takabur dalam Islam terdapat dalam sejumlah ayat-ayat Al Quran, mulai surah Al-Baqarah ayat 34, surah Al-A'raf ayat 146, surah Al-Gafir ayat 60, hingga surah Al-Luqman ayat 18.
Takabur merupakan salah satu sifat tercela yang dibenci Allah Swt. Takabur juga disebut sombong atau angkuh, yakni merasa diri lebih mulia, hebat, pandai, dan sebagainya daripada orang lain.
Bahwa takabur adalah anak dari ujub, yang merupakan akar sifat sombong.
Meskipun demikian, ujub dan sombong sebenarnya sedikit berbeda. Ujub tidak memerlukan orang lain dalam pelaksanaanya. Sementara itu, sombong membutuhkan adanya pihak lain sebagai pembanding.
Rasulullah menjelaskan perilaku takabur dalam sebuah hadis riwayat Muslim sebagai berikut :
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd]
Islam melarang umatnya memiliki sifat takabur, karena hanya Allah Swt Yang Maha Kuasa. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim dijelaskan mengenai ancaman bagi orang-orang yang berperilaku takabur sebagai berikut:
“Orang fakir yang berlaku sombong termasuk orang-orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat, Allah juga tidak akan menyucikan, tidak akan memandang mereka, dan bagi mereka azab yang pedih.” (HR. Muslim).
Berikut ini dalil tentang takabur dalam Islam beserta lafal dan artinya :
Surah Al-Baqarah Ayat 34 :
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ ٣٤
Artinya:
“[Ingatlah] ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir,”(QS. Al-Baqarah [2]:34).
Surah Al-A'raf Ayat 146 :
سَاَصْرِفُ عَنْ اٰيٰتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ وَاِنْ يَّرَوْا كُلَّ اٰيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوْا بِهَاۚ وَاِنْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًاۚ وَاِنْ يَّرَوْا سَبِيْلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوْهُ سَبِيْلًاۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَكَانُوْا عَنْهَا غٰفِلِيْنَ ١٤٦
Artinya:
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda [kekuasaan-Ku]. Jika mereka melihat semua tanda-tanda itu, mereka tetap tidak mau beriman padanya. Jika mereka melihat jalan kebenaran, mereka tetap tidak mau menempuhnya. [Sebaliknya,] jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya.”(QS. Al-A’raf [7]:146).
Surah Al-Gafir Ayat 60 :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖ ٦٠
Artinya :
“Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu [apa yang kamu harapkan]. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk [neraka] Jahanam dalam keadaan hina dina,”(QS. Al-Gafir [40]:60).
Surah Al-Luqman Ayat 18 :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ١٨
Artinya :
“Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia [karena sombong] dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri,”(QS. Al-Luqman [31]:18).
QONA'AH
Agama Islam menganjurkan untuk setiap muslimin agar hidup dengan qona’ah, yaitu ridho dengan rizki yang diberikan Allah. Merasa cukup walupun sedikit, dan tidak mengejar kekayaan dengan meminta-minta kepada manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا Lyrics
“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya” HR Muslim.
Sifat qona’ah bukan hanya menerima apa adanya tanpa ada usaha selanjutnya. Berapapun hasil usaha, sedikit atau banyak ia menerimanya dengan lapang dada atau rasa syukur. Tapi masih terus ada usaha untuk menambah usahanya tersebut. Jadi, orang yang qona’ah adalah orang yang telah berusaha maksimal dan menerima hasil usahanya tersebut dengan rasa syukur dan ada usaha untuk berusaha dengan lebih baik lagi, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda ;
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik karena sesungguhnya suatu jiwa tak akan mati sampai disempurnakan rezekinya, walaupun lambat datangnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik. Ambillah apa yang halal dan jauhilah yang haram. “(HR. Ibnu Majah no. 2144).
Dan muslimin yang telah memiliki sifat qona’ah akan menjadi orang yang beruntung, seperti sabda Rosululloh SAW :
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
“Keberuntungan bagi seorang yang diberi hidayah untuk memeluk Islam, kehidupannya cukup dan dia merasa qana’ah dengan apa yang ada” [HR. Ahmad 6/19; Tirmidzi 2249].
Sifat qona’ah juga akan menimbulkan rasa syukur atas nikmat yang ada seperti sabda Nabi SAW yang mewanti-wanti kepada Abu Hurairah RA,
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ
“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’ niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qana’ah, niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur” [HR. Ibnu Majah: 4217].
Dan rasa syukur atas segala nikmat Allah SWT adalah wajib bagi seorang muslim, karena Allah memang memerintahkan kita untuk bersyukur terhadap apa yang kita terima. Sebagaimana firmanNya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (QS. Ibrahim:7)
Sehingga dengan rasa qona’ah dan syukur kepada Allah SWT akan menghasilkan kekayaan jiwa dan terlepas diri dari ketergantungan terhadap dunia dan hanya bergantung kepada Allah SWT saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan). HR at-Tirmidzi
Bahwasannya sifat Qona’ah itu mengandung lima hal diantaranya :
1. Pertama, menerima apa yang ada dengan rela.
2. Kedua, memohon kepada Allah agar diberi tambahan yang pantas, dibarengi dengan usaha.
3. Ketiga, menerima ketentuan Allah dengan sabar.
4. Keempat bertawakkal kepada Allah. Dan terakhir tidak tertarik oleh tipu daya dunia.