MENGAJAK PADA KEBAIKAN
Mengajak pada kebaikan merupakan bentuk sikap kepedulian kepada sesama.
Mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan memiliki keutamaan besar. Bahkan dalam hadis Rasulullah SAW dijelaskan :
Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, baginya pahala seperti pahala yang orang yang mengerjakan kebajikan tersebut. (HR Muslim No 1893).
Di dalam Alquran telah ditegaskan tentang perintah untuk mengajak manusia kepada kebaikan.
Allah SWT berfirman :
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Umat muslim memiliki kewajiban untuk melakukan hal-hal baik dan mengajak orang lain kepada kebaikan. Hal tersebut dinamakan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ali Imran ayat 104.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran: 104).
Allah SWT berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Waltakum mingkum ummatuy yad'uuna ilal-khairi wa ya`muruuna bil-ma'rufi wa yan-hawna 'anil-mungkar, wa ulaaika humul-muflihun
Artinya :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran : 104)
ISI KANDUNGAN SURAH ALI IMRON AYAT 104
Isi kandungan dari Surah Ali Imran ayat 104 ini adalah perintah agar ada kelompok yang memiliki pemikiran dan sikap yang patut untuk dicontoh. Kelompok tersebut tidak henti mengajak manusia untuk melakukan kebaikan sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
Surah Ali Imran ayat 104 pun menjadi seruan bagi kaum muslim untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam secara benar dengan disertai kesadaran, baik dakwah kepada orang-orang terdekat maupun masyarakat umum.
Dakwah yang dimaksud pun adalah dakwah ajarannya berlandaskan pada Al Quran dan hadits Rasulullah SAW serta dakwah yang tidak memaksa melainkan memerhatikan bahasa dan dialek yang ditujukan terhadap sasaran.
MAKNA AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
Secara bahasa amar ma’ruf artinya menyuruh orang berbuat baik, sementara nahi munkar artinya melarang orang berbuat yang jahat. Allah SWT. berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 104 yang artinya, Hendaklah ada di antara kamu orang-orang yang selalu mengajak orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Kita semua punya kewajiban untuk menyuruh orang berbuat baik dan melarang orang berbuat munkar. Faktanya memang menyuruh orang berbuat baik adalah hal yang mudah untuk dilakukan. Sebaliknya melarang orang berbuat munkar adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga keduanya ini adalah ajaran Allah yang harus kita laksanakan jika kita ingin dikelompokkan bersama orang-orang yang terbaik.
Makna dari amar ma'ruf nahi munkar secara istilah adalah menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kejahatan.
Seseorang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan pahala karena hal tersebut termasuk ke dalam kewajiban.
Dijelaskan dalam buku Islam dan Pluralisme Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan, bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan dasar dari Nabi diutus ke dunia. Tujuannya adalah agar manusia tidak hidup dalam kesesatan, kebodohan, kelalaian, dan kebingungan.
Rasulullah SAW bersabda :
Barang siapa di antara kamu yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika ia tidak mampu, ubahlah dengan lisannya; dan jika tidak mampu, (ubahlah) dengan hatinya. Dan, itulah selemah-lemah iman (HR. Muslim dan Ashabus Sunan).
Selain dalam Surah Ali Imran ayat 104, penjelasan tentang amar ma'ruf nahi munkar ini juga dijelaskan dalam Al Quran Surah At Taubah ayat 71 yang berbunyi :
وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Wal-mu`minụna wal-mu`minātu ba'ḍuhum auliyā`u ba'ḍ, ya`murụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkari wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa yuṭī'ụnallāha wa rasụlah, ulā`ika sayar-ḥamuhumullāh, innallāha 'azīzun ḥakīm
Artinya :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Di antara kewajiban-kewajiban terpenting adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” [At-Taubah/9 : 71]
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat ini, bahwa di antara sifat-sifat wajib kaum mukminin dan mukminat adalah menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dan yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” [Ali Imran/3 : 110]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan wajibnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta tercelanya orang yang meninggalkannya. Maka hendaknya anda sekalian, setiap mukmin dan mukminah, menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, walaupun orang yang anda ingkari itu marah, bahkan sekalipun mereka mencerca kalian, kalian harus tetap sabar, sebagaimana para rasul alaihis Salam dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar” [Al-Ahqaf/46 : 35]
Dan firmanNya
وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfal/8 : 46]
Serta firmanNya yang menceritakan Luqmanul Haqim, bahwa ia berkata kepada anaknya.
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Luqman/31 : 17].
Tidak diragukan lagi, bahwa lurus dan konsistennya masyarakat adalah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian karena amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan bahwa rusak serta berpecah belahnya masyarakat yang mengakibatkan potensialnya kedatangan siksaan yang bisa menimpa semua orang adalah disebabkan oleh meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لَا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابِهِ
“Sesungguhnya manusia itu bila melihat kemungkaran tapi tidak mengingkarinya, maka dikhaivatirkan Allah akan menimpakan siksaNya yang juga menimpa mereka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah memperingatkan para hambaNya dengan sejarah kaum kuffar Bani Israil yang disebutkan dalam firmanNya,
لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ – كَانُوْا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُّنْكَرٍ فَعَلُوْهُۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan (Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [Al-Ma’idah/5 : 78-79].
Mengajak orang lain pada kebaikan merupakan salah satu bentuk sikap kepedulian kepada sesama. Sebab, kepedulian ini merupakan salah satu ukuran tinggi rendahnya iman seseorang.
Di dalam Alquran telah ditegaskan tentang perintah untuk mengajak manusia kepada kebaikan.
Karena itu, semakin tinggi iman seseorang, maka semakin tinggi pula kepeduliannya kepada orang lain. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepeduliannya kepada orang lain maka semakin rendah pula tingkat keimanannya.
Dalam hadis diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudry RA berkata, "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah (HR Muslim No 49).
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk membentuk kesalehan individu, tapi juga dalam rangka membangun kesalehan sosial. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kepedulian Nabi SAW kepada umatnya.
Bahkan, sebelum diutus menjadi Rasul, pada usianya yang ke-37 hingga 40 tahun, Nabi SAW telah melakukan uzlah, yakni menyendiri di gua Hira. Di sana, Nabi SAW memikirkan kondisi masyarakat saat itu yang sudah jauh dari nilai-nilai moralitas.
Puncak keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran dapat kita lihat pada fase dakwah di Madinah. Rasulullah SAW telah berhasil menebarkan nilai-nilai kebaikan (kesalehan) di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Bukan hanya dari satu agama dan suku, tapi sudah mencakup lintas agama dan suku.
Spirit dan semangat dakwah Rasulullah SAW mestinya sudah menjadi warisan bagi kita umat Islam saat ini.
Spirit dan semangat dakwah Rasulullah SAW mestinya sudah menjadi warisan bagi kita umat Islam saat ini. Kita tidak cukup hanya dengan memperbaiki kualitas ibadah yang bersifat individu-ritual semata, tapi juga dituntut untuk memiliki kepedulian kepada sesama dengan menebarkan kebaikan. Kesalehan kolektif secara masif pun tercipta dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan terwujudnya kesalehan secara kolektif akan mendatangkan keberkahan hidup di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT telah menegaskan dalam Alquran, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS al-A’raf: 96).
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Tafsirnya :
Demikianlah siksa yang dijatuhkan Allah atas mereka yang durhaka, dan sekiranya penduduk negeri yang Kami kisahkan keadaan mereka atau selain mereka beriman kepada apa yang dibawa oleh Rasul dan bertakwa, yakni melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah, yaitu pintu-pintu kebaikan dari segala penjuru; langit dan bumi, berupa hujan, tanaman, buahbuahan, binatang ternak, rezeki, rasa aman, dan keselamatan dari segala macam bencana, serta kesejahteraan lahir dan batin lainnya, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat dan rasul-rasul Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan kekufuran dan kemaksiatan yang terus menerus mereka kerjakan. Ketaatan akan membawa nikmat dan keberkahan, sebaliknya, kekufuran mendatangkan laknat dan kesengsaraan.
Di era yang serba digital ini, banyak cara dan media yang dapat kita manfaatkan untuk mengajak kepada kebaikan, baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung.
Yang langsung, misalnya, melalui satu komunitas atau organisasi, dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dakwah sosial kemasyarakatan. Adapun yang tidak langsung, misalkan, dengan mengoptimalkan sarana dan media informasi yang ada saat ini, seperti melalui media sosial.
Hal ini dapat dilakukan dengan menyebarkan konten-konten keislaman dan nilai-nilai moralitas di tengah-tengah masyarakat.
Semoga Allah menunjuki semua kaum muslim, baik penguasa maupun rakyat jelata untuk tetap menegakkan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya, dan semoga Allah memperbaiki kondisi mereka dan menyelamatkan semuanya dari faktor-faktor yang bisa mendatangkan kemurkaanNya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan pasti mendengar dan melindungi kita dalam berbuat kebaikan dimuka bumi ini.