ANJING MENGGONGGONG KAFILAH BERLALU
Anjing menggonggong, kafilah berlalu adalah pepatah terkenal yang diajarkan sewaktu di bangku sekolah. Peribahasa ini menyampaikan pesan, bahwa dalam hidup kita tidak boleh menyerah menghadapi masalah.
Anjing menggonggong, kafilah berlalu: membiarkan orang lain berbicara, mencemooh atau mempergunjingkan seseorang. Tetapi menghiraukanya begitu saja, membiarkan saja. Tidak dimasukkan ke hati.
Bisa mempunyai pengertian Orang yang tidak memperdulikan nasihat orang lain Menganggap nasihat orang seperti gonggongan anjing saja
Peribahasa ini menyampaikan pesan, bahwa dalam hidup kita tidak boleh menyerah menghadapi masalah. Setiap masalah dan rintangan dalam hidup pasti berlalu jika dihadapi dan diselesaikan. Ini makna secara umum. Pertanyaannya adalah, mengapa pepatah ini menggunakan diksi anjing sebagai makna negatif dan kafilah sebagai makna positif.
Setiap masalah dan rintangan dalam hidup pasti berlalu jika dihadapi dan diselesaikan. Ini makna secara umum. Pertanyaannya adalah, mengapa pepatah ini menggunakan diksi anjing sebagai makna negatif dan kafilah sebagai makna positif.
Sebenarnya masih ada pepatah yang menggunakan diksi anjing. Di antaranya pertama, manusia tertarik oleh tanah airnya, anjing tertarik oleh piringnya yang artinya manusia berakal adalah yang mencintai tanah airnya, sementara manusia yang tak berakal justru hanya mencari makan dalam hidupnya. Kedua pepatah yang berbunyi melepaskan anjing terjepit. Pepatah ini berarti menyelamatkan orang yang tidak tahu membalas budi. Binatang anjing dalam pepatah ini dijadikan sebagai perumpamaan bagi manusia yang tak tahu diri dan tidak tahu terima kasih.
Pepatah ketiga yang menggunakan kata diksi anjing adalah anjing ditepuk menjungkit ekor.
Diksi adalah suatu pemilihan kata yang tepat dan selaras dengan penggunaan dalam menyampaikan sebuah gagasan atau cerita yang meliputi gaya bahasa, ungkapan, pilihan kata, dll, sehingga menimbulkan efek sesuai dengan yang diinginkan.
Arti pepatah ini adalah bahwa kerap kali memang manusia sering merasa sombong. Merasa paling baik dan lebih daripada yang lain dan menyombongkannya pada orang lain. Pepatah ini memberikan nasihat untuk tidak sombong dan angkuh ketika baru mendapatkan sedikit kekuasaan. Manusia bodoh yang apabila mendapatkan kebesaran sedikit akan langsung sombong dan jumawa. Binatang anjing dalam pepatah ini digunakan sebagai perumpamaan penguasa sombong.
Jika dilihat faktanya, seekor anjing dalam kondisi apapun lidahnya selalu dijulurkannya. Saat dia berlari, berjalan, berdiri, atau bahkan sedang tidur sekalipun lidahnya tetap dijulurkan. Sepertinya ia selalu berada dalam kepayahan, kesulitan, atau habis memikul beban yang berat. Binatang ini seolah selalu merasa lapar dan haus dan menunggu siapapun yang akan memberikan tulang. Anjing memang hewan penurut kepada siapapun yang memberikan tulang kepadanya.
Anjing mungkin juga diibaratkan manusia dengan mental penjilat dan pengkhianat. Dahulu pada saat terjadi penjajahan di negeri ini, ketika para pahlawan ulama berjihad mengusir para penjajah, namun ada sebagian orang yang justru bekerja sama dengan penjajah demi mendapatkan sekerat nasi dari penjajah. Mentalitas anjing ini akan terus ada sampai kapan pun, sebab penjajahan akan ada terus sepanjang waktu. Ciri khas mentalitas anjing adalah disorientasi, bernafsu mendapatkan imbalan dunia, meski harus berkhianat.
Mentalitas anjing lainnya adalah selalu menggonggong kepada siapa pun yang melewati rumah tuannya atau kepada siapa pun yang mendatangi rumah tuannya. Anjing akan terus menyalak untuk membela tuannya yang selama ini telah memberikan makanan. Bahkan, tak jarang anjing-anjing itu mengejar orang yang tak bersalah hingga menggigitnya. Sementara mulut anjing itu mengandung penyakit rabies yang sangat membahayakan. Itulah mengapa dalam Islam, air liur anjing tergolong sebagai najis besar (mughaladhah) yang mesti dibersihkan 7 kali yang salah satunya memakai media tanah. Pantas saja dalam pepatah di atas, kata anjing sebagai yang bermakna negatif.
Sifat buruk anjing ini digambarkan Allah dalam firmanNya : Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).
Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.
****
KISAH-KISAH RELEVAN PERUMPAMAAN ANJING MENGGONGGONG KAFILAH BERLALU DALAM AL-QUR'AN
Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS: Al-A’raf: 176).
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهٗٓ اَخْلَدَ اِلَى الْاَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوٰىهُۚ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ الْكَلْبِۚ اِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ اَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْۗ ذٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَاۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Terjemahan :
Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.
Tafsirnya sebagai berikut :
Ayat ini menguraikan keadaan siapa pun yang melepaskan diri dari pengetahuan tentang ke-Esa-an Allah yang telah dimilikinya. Allah menyatakan, “Dan sekiranya Kami menghendaki untuk mengangkat derajatnya ke golongan orang baik niscaya Kami tinggikan derajat-nya dengan memberinya petunjuk untuk mengamalkan ayat-ayat yang Kami turunkan itu. Akan tetapi dia selalu cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsu keinginannya yang rendah dengan penuh antusias. Maka perumpamaan keadaan-nya yang selalu berada dalam gundah gulana dan sibuk mengejar hawa nafsu duniawi, persis seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya. Jika engkau menghalaunya dijulurkan lidahnya dan begitu pula jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya juga. Begitu jugalah seorang budak dunia, selalu tergila-gila dengan kesenangan dan hawa nafsu duniawi. Sesungguhnya demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat yang Kami turunkan. Maka, ceritakanlah wahai Nabi, kisah-kisah itu kepada kaummu agar mereka berpikir sehingga tidak melakukan apa yang dilakukan oleh yang dikecam ini.”
Diksi kedua adalah kafilah yang bermakna positif. Kafilah adalah sebuah rombongan (dagang) di padang pasir yang terdiri dari iring-iringan unta. Nama alternatif adalah karavan. Ada juga yang menyebutkan bahwa kafilah adalah pengembara atau pedagang yang menjual berbagai kebutuhan pokok dengan cara berdagang secara berkeliling dan berpindah-pindah tempat. Kafilah sudah ada sejak zaman para Nabi dan masih ada hingga kini.
Jika dilihat dari arti kata ini, maka kafilah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan baik, yakni berdagang dengan berpindah tempat. Jika dikaitkan dengan aktivitas yang lebih luas mungkin jamaah dakwah yang menyebarkan Islam namun mendapatkan gonggongan atau gangguan dari para pembenci Islam yang terus menista, memusuhi, mengkriminalisasi bahkan menfitnah. Maka, bisa dimaknai seperti ini : biarlah anjing menggonggong, namun kafilah dakwah terus melaju.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah ?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat (QS Al Baqarah : 214).
اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ
Terjemahan :
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Tafsir adalah sebagai berikut :
Ketika orang-orang mukmin di Madinah menderita kemiskinan karena meninggalkan harta benda mereka di Mekah dan juga akibat peperangan yang terjadi, Allah bertanya untuk menguji mereka. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan dan penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Ayat ini memotivasi orang-orang beriman yang sedang menghadapi bermacam kesulitan dan menumbuhkan keyakinan bahwa tidak lama lagi akan datang pertolongan Allah yang membawa mereka menuju kemenangan
Konsekuensi sebagai Muslim adalah memiliki pemahaman tentang Islam sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri. Seorang Muslim juga adalah yang punya kesadaran atas dorongan iman terhadap berbagai hukum perbuatan dalam Islam. Hukum perbuatan dalam Islam yang harus dijadikan sebagai timbangan adalah wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram.
Seorang Muslim juga adalah yang mengamalkan apa yang yang telah dipahami dan disadari. Amal perbuatan seorang Muslim dinamakan ibadah atau amal sholih, baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah. Hal mendasar yang wajib diamalkan seorang Muslim adalah rukun Islam, yakni membaca syahadah, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa dan melaksanakan haji jika berkemampuan.
Tidak hanya sampai disitu, seorang Muslim juga berkewajiban untuk menuntut ilmu dan berdakwah. Pemahaman Islam hanya bisa diwujudkan dengan menuntut ilmu, sementara dakwah adalah kewajiban setiap Muslim untuk mengajak manusia kepada jalan Allah. Dakwah bisa juga disebut sebagai amar makruf nahi munkar. Amar makruf maknanya mengajak kepada Islam, sementara nahi munkar maknanya mencegah kemunkaran. Makruf bisa juga bermakna segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS Fushilat : 33). Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS Al Imran : 104).
Surat Fussilat Ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
Wa man aḥsanu qaulam mim man da'ā ilallāhi wa 'amila ṣāliḥaw wa qāla innanī minal-muslimīn
Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri ?"
Pelajaran Menarik Tentang Surat Fussilat Ayat 33
Paragraf di atas merupakan Surat Fussilat Ayat 33 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada berbagai pelajaran menarik dari ayat ini. Ditemukan beberapa penafsiran dari beragam mufassir terkait isi surat Fussilat ayat 33, antara lain seperti termaktub :
1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia.
Tidak ada yang lebih bagus perkataannya daripada seseorang yang mengajak kepada tauhid Allah dan penyembahan kepadaNya semata, lalu dia melakukan amal shalih dan dia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang Muslim yang tunduk kepada perintah dan syariat Allah.”
Ayat ini mengandung dorongan untuk berdakwah kepada Allah, menjelaskan keutamaan para ulama yang mengajak kepada Allah berdasarkan ilmu yang mantap (bashirah) sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad.
2. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
33. Tidak ada seorangpun yang lebih bagus perkataannya dibandingkan orang yang mengajak untuk mentauhidkan Allah dan mengamalkan syariat-Nya, mengerjakan amal saleh yang diridai oleh Rabbnya, dan dia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri lagi tunduk kepada Allah.” Barangsiapa melakukan hal itu seluruhnya, maka dia adalah manusia yang paling bagus perkataannya.
3. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
33. Tidak ada orang yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru untuk mengesakan dan mentaati Allah, dan mengerjakan amal shalih, serta berucap: “Aku termasuk orang-orang Islam yang mentaati Allah.”
4. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
33.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ
(Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah)
Yakni kepada keesaan dan ketaatan kepada Allah. Inilah perkataan terbaik yang diucapkan seseorang kepada orang lain.
وَعَمِلَ صٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ
(mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”)
Yakni berserah diri kepada Tuhan-Ku.
Setiap orang yang menjalankan dakwah kepada syariat Allah dan melakukan amal baik dengan mengerjakan kewajiban yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya serta termasuk orang yang beragama Islam, maka tidak ada yang lebih baik perkataannya darinya dan tidak ada yang lebih terang jalannya serta tidak ada yang lebih besar balasan amalnya.
5. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
33. Tidak ada orang yang lebih baik ucapannya daripada orang yang mengajak agar hanya menyembah Allah dan mengerjakan amal shalih yang diperintahkan olehNya. Dia berkata dengan lantang: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang tunduk kepada perintah Allah” Ini merupukan penggabungan antara akidah dan amal. {Man} adalah istifham yang mengandung makna nafi. Maknanya adalah tidak ada satupun yang ucapannya lebih baik. Ayat ini diturunkan untuk Rasulallah SAW dan para sahabatnya
6. Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Siapakah yang lebih baik} tidak ada yang lebih utama {perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata,“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim
7. Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H.
33. ini adalah satu bentuk pertanyaan yang bermakna menafikan sesuatu yang sudah pasti tidak ada. Artinya, tidak seorangpun, “yang lebih baik perkataannya,”ucapan, jalan hidup dan kondisinya “daripada orang yang menyeru kepada Allah,” dengan memberikan pengajaran kepada orang-orang yang bodoh, memberikan nasihat kepada orang-orang yang lali dan berpaling serta berdialog dengan orang-orang yang berpaham menyimpang agar mereka hanya beribadah kepada Allah dengan berbagai bentuk ibadah, menganjurkannya dan memperindahnya semampunya, dan agar mereka berhenti melakukan apa-apa yang Allah larang serta memperburuknya dengan segala cara yang bisa membuat mereka meninggalkannya, terutama adalah mengajak kepada prinsip dinul islam, memperindahnya dan mendebat musuh-musuhnya dengan metode yang terbaik, dan melarang lawan prinsip tersebut, yaitu kekafiran dan syirik, serta mengajak kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar.
Termasuk dakwah kepada Allah adalah mengajak mereka mencintaiNya dengan cara menjelaskan rincian nikmat-nikmatNya, kemahaluasan kauniaNYa dan kemahasempurnaan rahmatNYa serta menjelaskan sifat-sifat kesempurnaan dan kebesaranNYa.
Termasuk bedakwah kepada Allah adalah memberikan motivasi untuk mencai ilmu dan pedoman hidup kitabullah dan Sunnah rasulNya dan menghimbaukannya dengan segala metode yang bisa mengantakan kepada maksud. Dan temasuk dakwah juga adalah mengajak berakhlak mulia dan bebuat ihsan kepada segenap makhluk, membalas oang yang berbuat buruk dengan bebuat baik kepadanya, mengajak menjalin silatuahim dan bebakti kepada kedua ibu bapak.
Tremasuk juga memberikan nasihat kepada masyarakat umum pada momen-momen tertentu, pada kesempatan-kesempatan temporal dan pada momen tejadinya bencana sesuai dengan kondisi, dan lain-lainnya yang sangat banyak sekali, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang mencakup dakwah kepada kebaikan dan larangan dari segala keburukan.
Kemudian Allah befirman,”dan mengerjakan amal yang shalih,” maksudnya, disamping dakwahnya mengajak manusia kepada Allah, ia sendii segea mematuhi perintah Allah dengan beramal shalih yang membuat Rabbnya ridha dan berkata : sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” maksudnya, tunduk pada perintahNYa dan menempuh jalanNya. Derajat sempuna sepeti ini adalah milik ashidiqin yaitu orang-oang yang bebuat untuk menyempurkan diri mereka sendiri dan menyempurnakan oang-orang lain dan mereka memperoleh warisan sempurna dari para rasul.
Dan sebaliknya orang yang paling buuk perkataannya adalah orang yang tergolong penyeru kepada kesesatan lagi menelusuri jalan-jalannya.
Diantara dua predikat (kedudkan) yang salah satunya menjulang tinggi tak terjangkau, sedangkan yang lain turun kebawah hingga pada tingkat yang paling rendah, terdapat tingkatan-tingkatan yang hanya diketahui oleh Allah, semuanya ada tersebar pada manusia, dan masing-masing memiliki tingkatan-tingkatan tesendiri dari apa yang dikerjakannya. Dan sekali-kali Allah tidak pernah lalai terhadap apa yang mereka kerjakan.
8. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Fussilat ayat 33: (Siapakah yang lebih baik perkataannya) maksudnya, tiada seorang pun yang lebih baik perkataannya (daripada seorang yang menyeru kepada Allah) yakni mentauhidkan-Nya (mengerjakan amal yang saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?")
9. Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I.
Yakni tidak ada yang paling baik ucapannya, jalannya dan keadaannya.
Yaitu dengan mengajarkan orang-orang yang tidak tahu, menasihati orang-orang yang lalai dan berpaling serta membantah orang-orang yang batil, yaitu dengan memerintahkan manusia beribadah kepada Allah dengan semua bentuknya, mendorong melakukannya, menghias semampunya, melarang apa yang dilarang Allah, memperburuk larangan itu dengan segala cara agar manusia menjauhinya. Terutama sekali dalam hal ini (dakwah) adalah mengajak manusia masuk Islam, agar mereka mengikrarkan Laailaahaillallah, menghiasnya, membantah musuh-musuhnya dengan cara yang baik, melarang hal yang berlawanan dengannya berupa kekafiran dan kemusyrikan, serta melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Termasuk dakwah ilallah adalah membuat manusia mencintai Allah dengan menyebutkan lebih rinci nikmat-nikmat-Nya, luasnya kepemurahan-Nya, sempurnanya rahmat-Nya, serta menyebutkan sifat-sifat sempurna-Nya dan sifat-sifat keagungan-Nya. Termasuk dakwah ilallah juga adalah mendorong manusia mengambil ilmu dan petunjuk dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Termasuk pula mendorong manusia mengamalkan akhlak Islam seperti berakhlak mulia, berbuat ihsan kepada manusia, membalas keburukan dengan kebaikan, menyambung tali silaturrahmi dan berbakti kepada kedua orang tua. Termasuk pula memberi nasihat kepada manusia pada musim-musim tertentu di mana mereka berkumpul pada musim-musim itu dengan dakwah yang sesuai dengan kondisi ketika itu dan lain sebagainya yang isinya mengajak kepada semua kebaikan serta menakut-nakuti terhadap semua keburukan.
Termasuk dakwah ilallah pula adalah mengumandangkan azan, karena di dalamnya terdapat seruan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah.
Di samping ia mengajak manusia kepada Allah, dia juga segera mengerjakan perintah Allah dengan beramal saleh, amal yang membuat Allah ridha.
Yakni termasuk orang-orang yang tunduk kepada perintah-Nya dan menempuh jalan-Nya.
Tingkatan dakwah ini sempurnanya adalah bagi para shiddiqin, dimana mereka mengerjakan sesuatu yang menyempurnakan diri mereka dan menyempurnakan orang lain; mereka memperoleh warisan yang sempurna dari para rasul. Sebaliknya, orang yang paling buruk ucapannya adalah orang yang menjadi penyeru kepada kesesatan dan menempuh jalannya. Antara kedua orang ini sungguh berjauhan tingkatannya, yang satu yang menyeru kepada Allah berada di tingkatan yang tinggi, sedangkan yang satu lagi yang menyeru kepada kesesatan berada di tingkatan yang bawah. Antara keduanya terdapat tingkatan-tingkatan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah dan semua tingkatan itu dipenuhi oleh makhluk yang sesuai dengan keadaannya sebagaimana firman-Nya, “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Terj. Al An’aam: 132)
10. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Fussilat Ayat 33.
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan penghargaan kepada orang-orang yang istikamah dengan kedatangan malaikat yang membantu mereka, maka ayat-ayat berikut memberikan pujian terhadap orang yang menyeru ke jalan Allah. Dan siapakah yang lebih baik perkataannya di antara manusia, daripada orang yang menyeru kepada Allah agar manusia tidak melakukan kemusyrikan, dan selalu gemar mengerjakan kebajikan dan berkata dengan penuh keyakinan, 'sungguh, aku termasuk ke dalam kelompok orang-orang muslim yang berserah diri''34. Orang seperti itulah orang yang terbaik. Dan dengan demikian tidaklah sama antara kebaikan dan pelaku kebaikan itu dengan kejahatan dan pelaku kejahatan itu. Oleh sebab itu, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, dalam arti sebaik-baiknya. Jika itu yang dilakukan sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan ber-ubah sikapnya kepadamu menjadi seperti teman yang setia.
QS. Ali 'Imran Ayat 104.
وَلۡتَكُنۡ مِّنۡكُمۡ اُمَّةٌ يَّدۡعُوۡنَ اِلَى الۡخَيۡرِ وَيَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِؕ وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ
Waltakum minkum ummatuny yad'uuna ilal khairi wa yaamuruuna bilma 'ruufi wa yanhawna 'anil munkar; wa ulaaa'ika humul muflihuun.
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Tafsirnya :
Pada ayat ini Allah memerintahkan orang mukmin agar mengajak manusia kepada kebaikan, menyuruh perbuatan makruf, dan mencegah perbuatan mungkar. Dan hendaklah di antara kamu, orang mukmin, ada segolongan orang yang secara terus-menerus menyeru kepada kebajikan yaitu petunjuk-petunjuk Allah, menyuruh (berbuat) yang makruf yaitu akhlak, perilaku dan nilai-nilai luhur dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, dan mencegah dari yang mungkar, yaitu sesuatu yang dipandang buruk dan diingkari oleh akal sehat. Sungguh mereka yang menjalankan ketiga hal tersebut mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Allah dan mereka itulah orang-orang yang beruntung karena mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Di saat seorang Muslim dengan keimananannya mengambil jalan dakwah amar makruf nahi munkar secara konsisten, di saat itulah berbagai ujian dan cobaan akan silih berganti menyapanya, baik secara internal maupun eksternal. Ujian akan terus mendera para pengemban dakwah yang istiqamah sebagai konsekuensi dari Allah, bahkan sebagai bentuk kecintaan Allah. Cinta memang perlu diuji. Sebab untuk masuk surga itu tidaklah mudah, namun harus melewati berbagai rintangan yang telah Allah tebarkan.
Sesungguhnya Allah Azza wajalla jika mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa yang sabar, maka dia berhak mendapatkan (pahala) kesabarannya. Dan barangsiapa marah, maka dia pun berhak mendapatkan (dosa) kemarahannya (Telah dikeluarkan oleh Ahmad melalui jalur Mahmud bin Labid).
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Al Baqarah : 155 – 157).
Surat Al-Baqarah ayat 155-157 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ (155) اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ (156) اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ (157)
(155) Wa lanabluwannakum bisyai'im minal-khaufi wal-jû‘i wa naqshim minal-amwâli wal-anfusi wats-tsamarât, wa basysyirish-shâbirîn.
(156) Alladzîna idzâ ashâbat-hum mushîbah, qâlû innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn.
(157) Ulâ'ika ‘alaihim shalawâtum mir rabbihim wa raḫmah, wa ulâ'ika humul-muhtadûn.
Artinya : “(155) Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar,
(156) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).
(157) Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Baca Juga: Keutamaan Membaca Surat al-Baqarah dalam Hadits Rasulullah Ragam Tafsir Al-Baqarah Ayat 155-157 Syekh Nawawi Banten (1316 H) terkait lafal “wa lanabluwannakum”, menjelaskan bahwa dalam hal ini Allah bersumpah dengan Dzat-Nya sendiri. “Demi Allah, akan Kami uji kalian seperti orang yang menguji tingkah kalian apakah kalian akan bersabar atas ujian yang ada dan menerima putusan qadha atau tidak”. Ujian tersebut tak lain hanyalah “bisyai'im minal-khaufi wal-jû‘i wa naqshim minal-amwâli wal-anfusi wats-tsamarât”, yakni dengan hanya sedikit dari ketakutan (karena musuh), kelaparan (ketika paceklik), kurangnya harta dan jiwa (dengan adanya kematian) serta kurangnya buah-buahan (karena paceklik). Imam As-Syafi’i menjelaskan maksud dari kata “khauf” ialah takut kepada Allah. “Al-Ju’” ialah puasa di bulan Ramadhan. Lafal “wa naqshim minal-amwâli” maksudnya ialah zakat dan sedekah. “Wal-anfusi” ialah sakit. Sedangkan “wats-tsamarât” maksudnya ialah matinya anak. Terkait lafal “wa basysyirish-shâbirîn”, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa khitab yang ditujukan bisa jadi untuk diri Nabi Muhammad sendiri atau untuk setiap hamba yang mungkin mendapatkannya (dengan bersabar). Adapun lafal “alladzîna idzâ ashâbat-hum mushîbah, qâlû”, yang sebagian mufassir mengatakan merupakan kriteria orang sabar pada ayat sebelumnya, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa kabar bahagia tersebut diperuntukkan pada orang-orang yang ketika tertimpa musibah mereka berkata dengan lisan serta diikuti hati mereka “innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn”, kami adalah hamba Allah dan kami akan kembali kepada-Nya setelah kematian. Sedangkan makna “mereka mendapat shalawat dan rahmat serta hidayah” ialah mendapatkan ampunan, kelembutan dan hidayah, karena mereka menyerahkan urusannya kepada qadha Allah. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, juz I, halaman 37). Baca Juga: Tafsir QS al-Baqarah 165: Perihal Mempertuhankan Selain Allah Ketiga ayat di atas saling berkaitan dan berkelindan membentuk penjelasan. Mulai dari penjelasan jenis ujian dari Allah, kriteria orang sabar yang Allah beri kabar gembira, serta balasan yang akan didapat jika bisa melakukannya. Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya berikut ini :
ثم بين تعالى من الصابرون الذين شكرهم، قال: اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ، أي تسلوا بقولهم هذا عما أصابهم، وعلموا أنهم ملك لله يتصرف فى عبيده بما يشاء، وعلموا أنه لا يضيع لديه مثفال ذرة يوم القيامة، فأحدث لهم ذلك اعترافهم بأنهم عبيده، وأنهم إليه راجعون في الدار الأخرة. ولهذا أخبر تعالى عما أعطاهم على ذلك فقال: اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ، أي ثناء من الله عليهم ورحمة
Artinya : “Kemudian Allah menjelaskan siapakah gerangan orang-orang sabar yang diberi kabar gembira dengan firman-Nya: “Alladzîna idzâ ashâbat-hum mushîbah, qâlû innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn”. Maksudnya ialah dengan ucapan tersebut mereka menerima ujian dari-Nya. Juga karena mereka mengetahui bahwa mereka milik Allah dan Allah bebas melakukan apa saja terhadap hamba-Nya. Allah tidak akan menyia-nyiakan barang seberat dzarrahpun di hari akhir. Hal tersebut menimbulkan pengakuan pada diri mereka bahwa mereka adalah hamba-Nya dan akan kembali pada-Nya di akhirat. Karenanya Allah mengabarkan apa yang akan diberikan kepada mereka dengan firman selanjutnya: “Ulâ'ika ‘alaihim shalawâtum mir rabbihim”, yakni mendapatkan pujian dan rahmat dari Allah.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 467). Adapun dalam kalimat istirja’, yaitu “innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn”, Abu Hayyan (wafat 1344 M) dalam tafsirnya menjelaskan bahwa terdapat beberapa pendapat para ahli tafsir. Berikut ini penjelasannya :
وللمفسرين فى هاتين الجملتين المقولتين أقوال: أحدها: أن نفوسنا وأموالنا وأهلينا لله لا يظلمنا فيما يصنعه بنا. الثاني: أسلمنا الأمر لله ورضينا بقضائه: وإنا إليه راجعون. يعني: للبعث لثواب المحسن ومعاقبة المسئ. الثالث: راجعون إليه في جبر المصاب وإجزال الثواب. الرابع: أن معناه إقرار بالمملكة في قوله: إنا لله، وإقرار بالهلكة في قوله: :وإنا إليه راجعون
Artinya: “Para ahli tafsir memiliki beberapa pendapat terkait makna kedua jumlah (kalimat istirja’) yang ada. Pertama bahwa seluruh jiwa, harta serta keluarga kita ialah milik Allah. Ia tidak zalim terhadap apa yang dilakukan terhadap kita. Kedua, kita memasrahkan semua urusan kepada Allah dan ridha terhadap keputusan-Nya, (kami akan kembali kepada-Nya) maksudnya ialah ketika dibangkitkan untuk menerima pahala bagi yang berbuat baik dan siksaan bagi yang bermaksiat. Ketiga, kembali kepada Allah maksudnya dalam menghadapi musibah dan pemberian ganjaran. Keempat, makna (kita milik Allah) ialah pengakuan penguasaan penuh Allah, sedangkan (kita kembali pada-Nya) ialah pengakuan akan kematian kita.”
Bahkan jika merujuk kepada kisah para Nabi, sahabat dan orang-orang sholih di masa lalu yang istiqomah menyampaikan kebenaran Islam akan didapati berbagai ujian, godaan, cobaan, rintangan, penganiayaan, penyiksaan, pemenjaraan dan bahkan pembunuhan. Hal ini terjadi sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad dan seterusnya hingga hari kiamat. Oleh sebab itu mengambil jalan dakwah harus siap dengan seluruh konsekuensinya, termasuk kematian sekalipun.
Level cobaan dalam dakwah dan perjuangan berbanding lurus dengan level keimanan seseorang. Artinya semakin tinggi iman seseorang, maka cobaan yang menimpanya juga akan semakin berat. Telah jamak diketahui bahwa para Nabi dan Rasul adalah orang yang paling tinggi keimanannya, maka otomatis merekalah yang paling berat mendapatkan ujian dan cobaan dari Allah. Leveling cobaan ini telah dinyatakan dalam salah satu hadis Nabi.
Ahmad telah mengeluarkan dengan jalan Mus’ab bin Sa'id dari ayahnya, ia berkata, Aku berkata, “Wahai Rasulullah SAW, siapa manusia yang paling berat cobaannya?” Rasulullah SAW bersabda: Para Nabi, kemudian orang-orang yang shalih, kemudian generasi setelahnya, dan generasi setelahnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila ia kuat dalam agamanya, maka ujian akan semakin ditambah. Apabila agamanya tidak kuat, maka ujian akan diringankan darinya. Tidak henti-henti ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi ini dengan tidak memiliki kesalahan sedikit pun.
Jika sekarang masih banyak orang yang memilih menjadi pengkhianat Islam dengan menjual agama kepada orang kafir, maka tak ubahnya seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya karena kelaparan dan menunggu orang memberikan tulang. Manusia bermental anjing pada saat ini adalah mereka yang selalu memusuhi Islam karena telah kebanyakan makan uang haram dari musuh-musuh Islam. Kepada mereka tak perlu dihiraukan, teruslah berlalu dalam berdakwah, meski kaum kafir dan munafik terus menggonggong dan mengganggu dengan suara-suara busuknya. Gonggongan anjing itu dalam bahasa kerennya adalah buzzer dalam makna negatif, yakni yang hanya untuk mencari sekerat nasi basi.
Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pelindung (QS Al Ahzab : 48).
Al-Ahzab 48.
وَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَدَعْ اَذٰىهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ وَكِيْلًا
Terjemahan :
Dan janganlah engkau (Muhammad) menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah engkau hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung.
Tafsirnya adalah sebagai berikut :
Dan janganlah engkau, wahai Nabi Muhammad, menuruti keinginan orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang menolak dan mengejek ajaran agama yang kaubawa itu. Janganlah engkau hiraukan gangguan mereka, bersabarlah dalam mengemban tugas, dan bertawakallah kepada Allah dalam semua urusanmu. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung dari semua yang engkau takutkan, termasuk dari gangguan mereka.