DHEMIT ORA NDULIT, SETAN ORA DOYAN
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan adalah merupakan doa dan harapan agar selalu diberi keselamatan, tidak ada suatu halangan dan rintangan.
Ungkapan peribahasa Jawa, dhemit ora ndulit, setan ora doyan memiliki arti dalam bahasa Jawa ana ngendi papan tansah slamet.
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan tegese sekti mondroguno lir ing sambekolo (atau) tansah diparingi slamet ora ono kang ngrusuhi.
Dhemit Ora Ndulit Setan Ora Doyan adalah Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti dhemit tidak mencolek setan tidak doyan. Dhemit dalam khasanah kebudayaan Jawa dapat disejajarkan maknanya dengan makhluk halus, hantu, jin, siluman, roh jahat, dan sebagainya. Sedangkan setan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang ditugaskan untuk mencelakai atau menjerumuskan manusia.
Pepatah ini sebenarnya ingin menggambarkan keadaan seseorang yang selalu memperoleh kemujuran dengan selalu selamat dan sehat. Kemanapun orang tersebut pergi atau berada orang tersebut tidak pernah mendapatkan gangguan atau halangan apa-apa. Fisiknya tetap sehat selalu dan nasibnya selalu beruntung. Demikianlah orang yang dikatakan sebagai selalu luput dari kesengsaraan atau penderitaan. Oleh karena kemujuran yang berlebih itu, maka dikatakan bahwa dhemit pun tidak berani mencolek dan setan pun tidak doyan mendekati orang tersebut.
SEMBOYAN SAKTI
Dhemit ora ndulit, setan ora doyan merupakan semboyan sakti sebagai alasan dan kabing hitam sering kita denger adalah kalau seseorang tidak selamat karena berbuat salah, kita akan denger bahwa manusia itu tidak bisa luput dari kesalahan atau manusia tempatnya salah.
Menunut dasarnya sesuatu terjadi pada manusia, sebenarnya bukanlah karena manusia tempatnya salah, jika tidak terjadi keselamatan, tapi memang lantaran dari dasar manusia tidak memiliki kesadaran, kenapa bisa tidak sadar, karena tidak mau belajar, kenapa tidak mau belajar, karena merasa sudah tahu, kenapa merasa sudah tahu, karena bersikap mental bodoh, kenapa bersikap mental bodoh, karena tak berbudi, kenapa tak berbudi, karena tidak berkemauan baik.
Atau kalau dibalik bahwa Jika kita tidak Berkemauan Baik, maka kita akan tak memiliki budi, sehingga menyebabkan sikap mental yang bodoh, yang membawa kita menjadi manusia yang merasa tahu, akibatnya kita tidak mau belajar lagi, yang akhirnya menjadi tidak memiliki kesadaran.
Semboyan sakti sebagai alasan dan kabing hitam sering kita denger adalah kalau seseorang tidak selamat karena berbuat salah, kita akan denger bahwa manusia itu tidak bisa luput dari kesalahan atau manusia tempatnya salah.
Seharusnya manusia selalu dalam keselamatan bahkan tidak ada gangguan yang berarti dan dalam lindungan Nya.
Menurut dasarnya sesuatu terjadi pada manusia, sebenarnya bukanlah karena manusia tempatnya salah, jika tidak terjadi keselamatan, tapi memang lantaran dari dasar manusia tidak memiliki kesadaran, kenapa bisa tidak sadar, karena tidak mau belajar, kenapa tidak mau belajar, karena merasa sudah tahu, kenapa merasa sudah tahu, karena bersikap mental bodoh, kenapa bersikap mental bodoh, karena tak berbudi, kenapa tak berbudi, karena tidak berkemauan baik.
Atau kalau dibalik bahwa Jika kita tidak Berkemauan Baik, maka kita akan tak memiliki budi, sehingga menyebabkan sikap mental yang bodoh, yang membawa kita menjadi manusia yang merasa tahu, akibatnya kita tidak mau belajar lagi, yang akhirnya menjadi tidak memiliki kesadaran.
Keselamatan adalah milik semua manusia yang memiliki Kemauan yang baik, namun kalau masih malang maka kemauannya masih semu/palsu.
Dalam kehidupan berumah tangga, “Dhemit Ora Ndulit Setan Ora Doyan”, keluarga yang terhindar dari bencana, adalah mereka yang membangun komunikasi yang efektif. Keluarga yang membangun komunikasi efektif adalah mereka akan bahagia menikmati keselamatan.
DHEMIT ORA NDULIT, SETAN ORA DOYAN MENURUT TAFSIR AL- QUR'AN
Dhemit adalah makhluk halus yang suka mengganggu manusia. Ndulit artinya mencolek dengan jari, biasanya jari telunjuk.
Setan adalah makhluk yang jahat, pembangkang, tidak taat, suka membelot, suka maksiat, suka melawan aturan.
Doyan artinya mau memakan, tidak menolak. Jadi arti bahasa dari judul pitutur ini adalah makhluk halus yang biasa menggoda manusia tidak mau bersentuhan apalagi memakan.
Demit dan setan yang biasanya mendekat kepada manusia untuk menggodanya, membisikinya agar berbuat jahat atau membangkang terhadap perintah Tuhan, tidak mau mendekatinya.
Hal ini disebabkan karena setan sadar bahwa dia tidak akan mampu melakukannya pada orang tersebut.
Siapa yang kedap terhadap demit dan setan ini. Mereka adalah orang yang mengikuti petunjuk Tuhan.
Mereka adalah orang yang interaksinya kepada sesama manusia sangat baik. Artinya Tuhan dan manusia menilainya baik. Tak ada celah atau peluang bagi seseorang untuk mencari aib dan kesalahannya.
Tuhan memberinya keselamatan sehingga setan tak bisa menggodanya bahkan tak bisa menggoyahkan keimanannya.
Orang ini kalis tak bisa dikotori sehingga boleh dikata setan putus asa untuk mengotorinya dan berfikir lebih baik meninggalkannya dan tidak mendatanginya untuk menggodanya, meskipun sebenarnya kata putus asa tak ada dalam kamusnya setan.
Itulah makna ora doyan dan ora ndulit. Maka pitutur kita kali ini mengajari kita agar kita senantiasa menjadi orang baik.
Baik dalam hubungannya kepada Tuhan maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia.
Selain itu pitutur kita ini juga dimaksudkan sebagai doa bagi seseorang, tentu orang yang dinilai baik, semoga dia dikaruniai keselamatan dan sukses serta tidak mudah terprovokasi oleh setan.
Kita baca S.15 Al Hijr ayat 39-42 yang artinya:
"Ia (Iblis) berkata, "Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.
Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang yang sesat".
TAFSIR SURAT AL HIJR AYAT 49-44
{قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40) قَالَ هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ (41) إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ (42) وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ (43) لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ (44) }
berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku "sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti 'aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” Allah berfirman, "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan), semuanya. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.
Allah menceritakan perihal iblis dan pembangkangan serta keangkuhannya, bahwa ia berkata kepada Tuhannya;:
{بِمَا أَغْوَيْتَنِي}
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat. (Al-Hijr: 39)
Sebagian ulama mengatakan bahwa iblis bersumpah atas nama penyesatan Allah terhadap dirinya. Menurut kami, makna ayat dapat ditakwilkan bahwa 'karena Engkau telah menyesatkan aku'.
{لأزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ}
pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi. (Al-Hijr: 39)
Yang dimaksud dengan "mereka' ialah anak cucu dan keturunan Adam a.s. Dengan kata lain iblis mengatakan, "Sesungguhnya aku akan membuat mereka senang dan memandang baik perbuatan-perbuatan maksiat, dan aku akan anjurkan mereka serta menggiring mereka dengan gencar untuk melakukan kemaksiatan."
{وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ}
dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. (Al-Hijr: 39)
Yakni sebagaimana Engkau telah menyesatkan aku danmenakdirkanku menjadi sesat, maka aku akan berupaya keras untuk menyesatkan mereka.
{ إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ}
kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka. (Al-Hijr: 40)
Ayat ini semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لأحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلا قَلِيلا}
Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil. (Al-Isra: 62)
Allah Swt. berfirman dengan nada mengancam :
{هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ}
Allah berfirman, "Inilah jalan yang lurus; kewajiban Aku-lah (menjaganya)." (Al-Hijr: 41)
Dengan kata lain, kembali kalian semua adalah kepada-Ku, maka Aku akan membalas kalian sesuai dengan amal perbuatan kalian. Jika amal kalian baik, maka balasannya baik, jika buruk, maka balasannya buruk pula. Sama halnya dengan firman-Nya :
{إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ}
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al-Fajr: 14)
Menurut pendapat lain, jalan yang benar kembalinya kepada Allah dan berujung kepada-Nya. Demikianlah menurut Mujahid Al-Hasan dan Qatadah, sama dengan firman-Nya:
{وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ}
Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus. (An-Nahl: 9)
Qais ibnu Ubadah, Muhammad ibnu Sirin, dan Qatadah mengartikan ayat ini, yaitu firman-Nya: Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). (Al-Hijr: 41) Sama dengan firman-Nya:
{وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ}
Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuz) di sisi Kami adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. (Az-Zukhruf: 4)
Yakni bernilai tinggi.
Akan tetapi, pendapat yang terkenal adalah yang pertama tadi.
Tambahan referensi :
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ}
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka. (Al-Hijr: 42)
Yaitu orang-orang yang telah Aku takdirkan mendapat hidayah, tiada jalan bagimu kepada mereka, tidak pula kalian dapat sampai kepada mereka.
{إِلا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ}
kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. (Al-Hijr: 42)
Istisna dalam ayat ini bersifat munqati’ yakni hanya hamba-hamba Allah yang mengikuti iblis saja, yaitu mereka yang sesat.
Ibnu Jarir dalam bab ini mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnul Mubarak, dari Abdulah ibnu Mauhib, bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Qasit, bahwa di masa silam para nabi mempunyai masjid-masjid di luar kota mereka tinggal. Apabila seorang nabi menghendaki munajat kepada Tuhannya untuk menanyakan sesuatu masalah, maka ia keluar menuju masjidnya, lalu melakukan salat seperti yang telah diwajibkan oleh Allah kepadanya, kemudian dia memohon kepada Allah apa yang diinginkannya. Ketika seorang nabi sedang berada di masjidnya, tiba-tiba datanglah musuh Allah yakni iblis, lalu iblis duduk antara dia dan arah kiblat. Nabi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Maka ucapan-ta'awwuz-nya itu mengusir iblis sebanyak tiga kali. Iblis berkata, "Dengan apakah kamu dapat selamat dariku?" Nabi balik bertanya, "Tidak, tetapi ceritakanlah kepadaku, dengan apakah kamu mengalahkan Anak Adam?" Pertanyaan ini diulanginya sebanyak dua kali, maka masing-masing pihak saling bersitegang. Nabi itu mengatakan; "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Musuh Allah iblis berkata, "Tahukah kamu ta'awwuz yang baru kamu ucapkan ? Itulah dia yang menyelamatkanmu." Nabi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Maka bacaan itu mengusir iblis sebanyak tiga kali. Musuh Allah iblis berkata, "Ceritakanlah kepadaku, karena apakah engkau dapat selamat dariku?" Nabi menjawab, "Tidak, tetapi ceritakanlah kepadaku dengan apakah kamu dapat mengalahkan Ibnu Adam (manusia)?" Sebanyak dua kali. Maka masing-masing pihak saling bersitegang. Akhirnya nabi itu mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat. (Al-Hijr: 42) Musuh Allah iblis berkata, "Demi Allah, saya telah mendengar firman ini sebelum kamu dilahirkan." Nabi itu mengatakan bahwa Allah telah berfirman pula: Dan jikar kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf; 200) "Dan sesungguhnya aku, tidak sekali-kali demi Allah merasakan adanya godaanmu melainkan aku berlindung kepada Allah dari godaanmu." Iblis berkata, "Kamu benar, dengan itulah kamu selamat dari godaanku." Nabi bertanya, "Ceritakanlah kepadaku karena apakah kamu dapat mengalahkan manusia?" Iblis menjawab, "Saya merasukinya di saat sedang marah dan melalui hawa nafsunya."
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ}
Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. (Al-Hijr: 43)
Artinya, neraka Jahanam adalah tempat yang dijanjikan bagi semua pengikut iblis. Sama halnya dengan yang disebutkan dalam firman-Nya yang menceritakan tentang Al-Qur'an:
{وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ}
Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya (Hud: 17)
Kemudian Allah Swt. menceritakan bahwa neraka Jahanam itu mempunyai tujuh buah pintu:
{لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ}
Tiap-tiap pintu (telah d itetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka. (Al-Hijr: 44)
Yakni telah ditetapkan bagi tiap-tiap pintu dari neraka Jahanam akan dimasuki oleh para pengikut iblis, mereka tidak dapat menyelamatkan diri darinya; semoga Allah melindungi kita dari neraka Jahanam. Masing-masing pengikut iblis memasuki neraka Jahanam sesuai dengan amal perbuatannya, lalu ia tinggal di lapisan yang sesuai dengan amalnya pula.
Ismail ibnu Aliyyah dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Harun Al-Ganawi, dari Hattan ibnu Abdullah; ia pernah mengatakan bahwa ia telah mendengar Ali ibnu Abu Talib berkata dalam khotbahnya, "Sesungguhnya pintu-pintu Jahanam itu bertingkat-tingkat, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain." Abu Harun mengatakan demikian seraya memperagakannya.
Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Hubairah ibnu Abu Maryam, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa pintu-pintu Jahanam itu ada tujuh buah, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Bila pintu yang pertama penuh, maka pintu yang kedua diisi, kemudian pintu yang ketiga, hingga semuanya penuh.
Ikrimah mengatakan, yang dimaksud dengan tujuh buah pintu ialah tujuh tingkatan.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa tujuh buah pintu itu yang pertama dinamakan Jahanam, lalu Laza, lalu Hutamah, lalu Sa'ir, lalu Saqar, lalu Jahim, dan yang terakhir ialah Hawiyah. Ad-Dahhak telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Al-A'masy.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka. (Al-Hijr: 44) Hal itu demi Allah;merupakan tingkatan-tingkatan amal perbuatan mereka. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya: Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka. (Al-Hijr: 44) Bahwa ada pintu untuk orang-orang Yahudi, pintu untuk orang-orang Nasrani, pintu untuk orang-orang Sabi-in, pintu untuk orang-orang Majusi, pintu untuk orang-orang musyrik (yaitu orang-orang kafir Arab), pintu untuk orang-orang munafik, dan pintu untuk ahli tauhid. Tetapi ahli tauhid mempunyai harapan untuk dikeluarkan, sedangkan yang selain mereka tidak ada harapan sama sekali untuk selama-lamanya.
قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْد، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَل، عَنْ جُنَيْد عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ قَالَ: "لِجَهَنَّمَ سَبْعَةُ أَبْوَابٍ: بَابٌ مِنْهَا لِمَنْ سلَّ السَّيْفَ عَلَى أُمَّتِي -أَوْ قَالَ: عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ.
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, dari Malik ibnu Mugawwil, dari Humaid ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Neraka Jahanam mempunyai tujuh buah pintu, sebuah pintu darinya buat orang yang menghunus senjatanya terhadap umatku atau kepada umat Muhammad.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, "Kami tidak mengenal hadis ini selain melalui hadis Malik ibnu Mugawwil."
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا، عَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الْخَلَّالُ، حَدَّثَنَا زَيْدُ -يَعْنِي: ابْنُ يحيى -حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ أبي نضرة، عَنْ سَمُرَة بْنِ جُنْدَب، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ} قَالَ: "إِنَّ مِنْ أَهْلِ النَّارِ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَإِنَّ مِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى حُجزته، وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى تَرَاقِيهِ، مَنَازِلُ بِأَعْمَالِهِمْ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul Walid Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir. dari Qatadah. dari AbuNadrah, dari Samu-rah ibnu Jundub, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka. (Al-Hijr: 44) Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya di antara ahli neraka ada yang dimakan api neraka sampai batas kedua mata kakinya, dan sesungguhnya di antara mereka ada yang dimakan api neraka sampai batas pinggangnya, dan di antara mereka ada yang dimakan api neraka sampai batas tenggorokannya. Tempat-tempat mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang demikian itu adalah firman Allah Swt. yang mengatakan, "Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka " (Al-Hijr: 44).