SWARGA NUNUT NERAKA KATUT
Ada sebuah kalimat adagium (doktrin) menarik dalam falsafah Jawa Swarga Nunut, Neraka Katut. Ungkapan yang sangat lekat dengan budaya Jawa ini menjadi nasihat bahkan tameng ampuh untuk menaklukkan seorang istri.
Pada umumnya masyarakat menafsirkan ungkapan ini sebagai wujud inferioritas perempuan sebagai seorang istri dalam kehidupan rumah tangga. Seorang isri seolah diposisikan sebagai individu yang tidak memiliki kuasa atas diri dan keinginannya. Kebahagiaan (surga) dan kesengsaraan (neraka) seorang istri, bergantung pada dominasi sang suami.
Sayangnya penafsiran semacam ini sering kali mendapatkan restu dan terus disosialisasikan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ungkapan swarga nunut, neraka katut, seakan telah menjadi hikmah yang wajib disampaikan dalam setiap acara pernikahan. Membuat pola pikir yang tidak egaliter ini semakin mengakar kuat.
Sebagai bagian dari wanita Jawa, saya meyakini bahwa ungkapan Swarga nunut, neraka katut mengandung nilai filosofi yang lebih adil. Jika melihat konteks, tentu saja ada seorang suami yang tidak taat, suka mabuk-mabukan, tidak memberi nafkah, dan berbagai sikap buruk lainnya. Sementara sang istri berjuang keras untuk mendidik anak, mengurusi rumah tangga, bahkan ikut serta mencari nafkah.
Di luar sana, ada banyak istri yang berjuang sendirian membesarkan anaknya dengan berbagai alasan.
Kehidupan berumah tangga itu ada suami dan istri. Suami dan istri memiliki kewajiban masing-masing. Filosofi swarga nunut neraka katut artinya adalah surga menumpang dan ke neraka pun ikut. Seorang istri itu patuh pada suami.
Dalam agama Islam pun sudah dijelaskan bahwa suami adalah imam bagi istri. Apapun yang suami perbuat dan perintahkan, istri pasti terkena dampaknya. Filosofi ini di era emansipasi wanita sudah tidak pantas lagi. Era sekarang, kedudukan laki-laki dan perempuan sejajar. Namun, dalam kehidupan berumah tangga, suami adalah pemimpin dan istri makmum.
Jika suami melakukan perbuatan baik, istri akan ikut merasakan hasilnya. Sebaliknya, jika suami melakukan hal-hal yang tak pantas maka istri pun ikut menanggung aibnya. Itulah filosofi swarga nunut neraka katut.
Tidak bisa dipungkiri, dalam masyarakat kita Jawa, khususnya telah muncul pemahaman yang menganggap perempuan secara kodrati hanyalah konco wingking alias teman pelengkap yang posisinya di belakang. Atau masih salah menafsirkan istilah suwargo nunut, neraka katut ke surga ikut, ke neraka juga terbawa. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa perempuan tidak mampu melampaui kaum laki-laki, atau tidak berdaya dan tidak kuasa atas dirinya sendiri.
Di era yang sarat dengan modernisasi pembangunan ini, ironis sekali ketika kita melihat begitu banyak fakta permasalahan kemiskinan terutama yang berdampak kepada kaum perempuan. Dalam pendidikan, misalnya, perempuan dalam hal ini seorang ibu punya peran sangat penting dalam membentuk pribadi seorang anak. Namun, kita masih sering mendengar ungkapan, perempuan tidak penempuh sekolah tinggi-tinggi, percuma menghabiskan biaya saja, akhirnya akan masuk dapur juga. Di sebagian masyarakat kita, terutama di pelosok pedalaman, prioritas pendidikan masih kepada anak laki-laki yang dianggap sebagai penerus keluarga.
Catatan cerita negeri sebrang :
Cerita tentang Asiyah binti Muzahim, perempuan yang dijamin masuk surga oleh Allah. Beliau adalah istri Raja Fir’aun yang terkenal akan segala sikap buruk yang menyelubunginya. Berlawanan dengan watak suaminya, Asiyah justru sangat menyayangi orang-orang miskin dan sering bersedekah kepada mereka. Asiyah memeluk Islam setelah mendengar cerita tentang Nabi Musa yang berhasil mengalahkan para tukang sihir dengan keajaiban mukjizatnya.
Ketika mendengar bahwa istrinya memeluk Islam, Raja Fir’aun marah besar. Ia menjemur istrinya di bawah terik matahari negeri Mesir dengan kedua tangan dan kaki terikat. Di tengah siksaan tersebut, Asiyah berdoa sebagaimana yang diabadikan dalam Q.S. at-Tahrim ayat 11.
“Ya, Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus. Selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya. Selamatkanlah pula aku dari kaum yang zhalim”. Allah pun memperlihatkan kepada Asiyah rumah megah yang terbuat dari mutiara putih untuknya di surga kelak.
Melihat konteks dan cerita semacam itu, penafsiran yang diskriminatif atas ungkapan swarga nunut, neraka katut masih berlaku bagi perempuan tegar seperti Ibu Tasminah.
MENURUT ISLAM PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI SETARA
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah SWT (QS. Ali Imron 3: 195, Al-Ahzab 33: 35). Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menuju surga. Pun keduanya memiliki peluang sama untuk terperosok ke dalam neraka.
Secara personal sebagai hamba-Nya, Surga dan neraka seorang istri tidak bergantung kepada suami. Begitu pun sebaliknya. Sehingga adagium di atas tidaklah mesti menjadi pegangan mutlak bagi setiap pasangan. Bahkan pada titik tertentu pola nunut semacam ini adalah bentuk penindasan khas patriarkhi.
Laki-laki maupun perempuan berhak masuk Surga, karena yang dilihat Allah adalah amal perbuatan dan ketakwaan. Keduanya sama-sama dibebani perintah menjaga keutuhan rumah tangga. Untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan penuh dengan rahmah.
Tanggungjawab ini melekat pada keduanya. Jika yang satu lalai maka kewajiban pihak lainnya untuk mengingatkan. Meskipun benar lelaki adalah imam, tetapi relasi antara imam dan makmum disini seperti hubungan imam dan makmum dalam shalat. Jika imam salah dalam melakukan salah satu rukun maka makmum dapat mengingatkan imam, atau bahkan memisahkan diri (mufaraqah).
Adagium di atas lebih pas ketika diletakkan secara proporsional. Maksudnya suwargo nunut neroko katut berlaku untuk kedua belah pihak. Sebab seperti telah dijelaskan di atas keduanya dibebani kewajiban yang sama untuk menjamin keutuhan rumah tangga. Bisa saja istri menjerumuskan suami ke dalam neraka, atau justru menjadikannya imam yang bersama-sama melangkah ke surga.
SUARGO NUNUT NERAKA KATUT
(Lirik : Nasida Ria)
Bila lelaki dan Wanita,
Sudah Waktunya berumah tangga
Jangan hanya memandang Harta
Sebagai Jaminan Bahagia
Biar miskin asal beriman
Hitam Putih sama saja
Walau Berbeda sukunya
Dihadapan Allah Sama
Tergantung amal Ibadahnya
Semasa hidup didunia
Orang jawa mengatakan Swargo Nunut
Neroko Katut, Surga neraka Istripun Ikut
Itu hanya sekedar pepatah
Bisa benar bisa juga salah
Yang penting Kita Tawakal
Beribadah berserah diri kepada Allah
Capailah surga bersama
Dalam membina Rumah Tangga
Bila lelaki dan Wanita,
Sudah Waktunya berumah tangga
Jangan hanya memandang Harta
Sebagai Jaminan Bahagia
Biar miskin asal beriman
Hitam Putih sama saja
Walau Berbeda sukunya
Dihadapan Allah Sama
Tergantung amal Ibadahnya
Semasa hidup didunia
Orang jawa mengatakan Swargo Nunut
Neroko Katut, Surga neraka Istripun Ikut
Itu hanya sekedar pepatah
Bisa benar bisa juga salah
Yang penting Kita Tawakal
Beribadah berserah diri kepada Allah
Capailah surga bersama
Dalam membina Rumah Tangga
Bila lelaki dan Wanita,
Sudah Waktunya berumah tangga
Jangan hanya memandang Harta
Sebagai Jaminan Bahagia
Biar miskin asal beriman
Hitam Putih sama saja
Walau Berbeda sukunya
Dihadapan Allah Sama
Tergantung amal Ibadahnya
Semasa hidup didunia