TEMBANG JAWA
(VERSI MARDAWALAGU)
Tembang di Jawa memang kurang populer di kalangan generasi milenium sekarang ini. Mayoritas mereka hanya mengenal tembang macapat, padahal tembang macapat ini adalah tembang cilik. Adapun tembang-tembang lainnya yaitu, ada tembang :
1. Maca-sa Lagu.
2. Maca-ro Lagu kemudian ada.
3. Maca-tri Lagu dan yang terakhir adalah tembang.
4. Maca-pat Lagu.
Menurut buku MardawaLagu, di dapatkan sedikit informasi yang mungkin bisa digunakan sebagai pedoman tentang sejarah atau lebih tepatnya asal-usul dari tembang jawa. Mardawalagu adalah sebuah buku yang di tulis oleh seorang pujangga yaitu Ronggowarsito, tulisan aslinya dalam bentuk aksara jawa dan mennggunakan bahasa krama, kemudian di alih bahasakan oleh Raden Tanoyo ke dalam bahasa ngoko dan diterbitkan menggunakan huruf abjat latin oleh Toko Buku Sadu Budi Surakarta.
ASAL-USUL TEMBANG
Dalam buku tersebut disebutkan bahwa tembang Maca-sa lagu dibuat oleh para dewa yang di populerkan oleh Batara Srita, kemudian ditulis oleh Batara Panyarikan. Selanjutnya tembang ini diajarkan kepada seorang brahmana yang bernama Walmiki, oleh Walmiki disebarluaskan hingga terkenal sampai ke jaman Prabu Jayabaya di Kediri, Macasalagu ini juga dikembangkan oleh Empu Yogiswara.
Sedangkan untuk tembang Maca-ro lagu ini di buat oleh para empu-empu yang hidup di era jaman Kediri, yaitu di eranya Prabu Jayabaya. Secara rinci tidak disebutkan nama-nama pembuat tembang macaro lagu ini. Tembang macatri lagu dibuat oleh Resi Wiratmaka, Brahmana di kerajaan Janggala, kemudian di sebar luaskan oleh Prabu Panji Hino Kertapati beserta sanak familinya, dan dapat dinikmati hingga sekarang, meskipun sudah jarang orang mengenal, namun di ranah dunia karawitan kadang masih menggunakan macatri lagu ini.
Untuk sejarah tembang macapat, banyak versi menyebutkan bahwa tembang macapat ini adalah buatan atau ciptaan sunan Kalijaga. Namun dalam buku ini sama sekali tidak menyebut nama Sunan Kalijaga. Pencipta tembang macapat ini adalah Sunan Giri yang kemudian diajarkan kepada Sunan Bonang, dan di sebar luaskan oleh para wali yang hidup di era itu. Tembang macapat ini yang paling digemari sampai era sekarang, serta banyak peminatnya, dibandingkan dengan tembang-tembang yang lainya.
Golongan dan Jenis Tembang.
Dari uraian yang ada dalam buku Mardawa lagu secara singkat dapat dijelaskan bahwa tembang-tembang di Jawa itu bisa digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu têmbang gêdhé, têmbang têngahan dan têmbang cilik. Têmbang gêdhé terdiri dari tembang macasa lagu dan tembang macaro lagu, sedangkan tembang tengahan terdiri dari tembang macatri lagu, dan tembang cilik adalah macapat lagu.
1. TEMBANG GEDHE
Tembang Gedhe ini sering dikenal atau disebut dengan istilah Sekar Ageng atau Sekar Kawi. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno). Pada penggolongan di atas telah jelas bahwa, tembang gedhe lebih tua dari tembang lainnya, atau bisa disebut lahir pada kurun waktu yang awal. Tembang Gedhe ini sampai sekarang juga masih sering digunakan, kita dapat menjumpainya dalam seni karawitan yang sering digunakan untuk 'bawa' pada sebuah sajian gending.
Jenis Têmbang Gêdhé ini dibagi menjadi beberapa bagian, tergantung pada laku-nya.
Adapun urutannya adalah sebagai berikut :
1. Wasistha lagu, laku 5, contoh tembangnya adalah: Tembang Rêrantang, Têmbang Puksara, Têmbang Giyanti, Têmbang Wijayanti, Têmbang Wanamrenggi.
2. Samyata (Sasyata lagu), laku 6, contoh tembangnya: Têmbang Gurnang, Têmbang Binaya, Têmbang Tanumadya, Têmbang Kusumitajanma.
3. Syustika lagu, laku 7, contoh tembangnya adalah: Têmbang Lélah, Têmbang Wasundari, Têmbang Madaléka, Têmbang Sundari.
4. Nasthupa lagu, laku 8, contoh tembangnya adalah: Têmbang Rumini, Têmbang Sapantika, Têmbang Widyatmala, Têmbang Samaning, Têmbang Lilalila, Têmbang Jalasangara dan lain-lain.
5. Wrêhati lagu, laku 9, contoh tembangnya: Têmbang Têbukasol, Têmbang Bujanggasri, Têmbang Garantang, Têmbang Ijrapa dan lain-lain.
6. Sapaktya lagu, laku 10, contoh tembangnya adalah: Têmbang Têbusauyun, Têmbang Toritagati, Têmbang Swanaba dan masih banyak lagi.
7. Tristha lagu, laku 11, contoh tembangnya: Têmbang Madukara, Têmbang Walawala, Têmbang Madubrata, dan masih banyak lagi.
Untuk nama lagu ini tertulis hingga 30 lagu, jadi untuk jenis tembang gedhe ini memang sangat banyak sekali. Istilah pedhotan baru digunakan dalam wrêhati lagu, laku 9 yang di bagi menjadi dua pêdhotan yaitu laku 5 dan laku 4. Laku 10 dibagi menjadi laku 5 dan laku 5.
2. TEMBANG TENGAHAN
Tembang tengahan merupakan tembang yang lahir setelah tembang gedhe, disebut tembang tengahan karena tembang ini lebih tua ketimbang tembang macapat. Tembang tengahan cenderung bersifat humor dan berisi pitutur atau piwulang luhur (ajaran yang baik). Tembang tengahan sendiri memiliki aturan seperti tembang macapat yaitu guru lagu dan guru wilangan.
Adapun untuk guru lagu dan wilanganya di bagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
1. Têmbang Kuswarini: 12u, 6a, 8u, 8a, 8i, 8a, 8i.
2. Têmbang Kulanté: 6é, 6é, 8a, 8i, 8u, 8é, 8i, 12é.
3. Têmbang Palugon: 8a, 8u, 8o, 8u, 8o, 8a, 8u, 8o
4. Têmbang Kuswaraga: 8o, 8a, 8i, 8u, 8a, 8i, 8i, 8a, 8u.
5. Têmbang Lindur: 10u, 10u, 8i, 8u, 8i, 8a, 6i, 6a,6i.
6. Têmbang Kuswawirangrong: 8i, 8o, 10u, 6i, 7a, 8a.
7. Têmbang Sumekar: 12i, 11a, 8a, 8i, 10é.
8. Têmbang Rangsangtuban: 12u, 6u, 6a, 8u, 8a, 8i, 7i, 8u.
9. Têmbang Palugangsa: 8a, 11é, 12é, 8a, 8a, 8i.
10. Têmbang Jurudemung; 8a, 8u, 8u, 8a, 8u, 8a, 8u.
11. Têmbang Balabak; 12?, 3é, 12?, 3é, 12?, 3é. (yang 12 itu dong dingnya bebas).
Dan masih banyak lagi jenis tembang yang tergolong dalam Sekar Tengahan atau Tembang Tengahan ini, dalam buku Mardawa lagu ini tercatat sebanyak 51 jenis tembang tengahan.
3. TEMBANG CILIK (SEKAR ALIT)
Tembang Macapat (Sekar Alit) adalah tembang yang lahir pada kurun waktu yang keempat. Secara tersurat telah dibahas pada penggolongan di atas. Tembang Macapat sendiri memiliki kaidah atau aturan-aturan tertentu pada setiap tembangnya, seperti guru lagu, guru wilangan dan guru gatra. Tembang Macapat berjumlah sebelas, antara lain : Pocung, Kinanthi, Dhandanggula,Maskumambang, Pangkur, Asmaradhana, Mijil, Gambuh, Durma, Megatruh, Sinom.
Untuk melengkapi informasi tentang tulisan ini silahkan berkunjung ke :
1. Penggolongan Tembang
2. Macapat
3. Kumpulan Lengkap Tembang Jawa
SERAT MARDAWALAGU.
Deskripsi naskah adalah gambaran secara ringkas dan terperinci mengenai wujud fisik naskah maupun isi naskah dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Deskripsi naskah yang dilakukan terhadap naskah yang menjadi objek penelitian ini berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Emuch Hermansoemantri (1986) yang disesuaikan dengan karakteristik naskah yang diteliti.
Hal-hal yang diungkapkan dalam deskripsi naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai :
1. Judul naskah
2. Nomor kondex / punggung naskah
3. Tempat penyimpanan naskah
4. Pengarang
5. Penyalin
6. Panggala dan kolofon
7. Ukuran naskah
8. Ukuran kertas
9. Ukuran teks
10. Halaman
11. Kondisi naskah
12. Bentuk tulisan
13. Kerapian
14. Bentuk teks
15. Cara penulisan
16. Bahan naskah
17. Ringkasan isi
Berikut deskripsi lengkap naskah Serat Mardawalagu :
1. JUDUL NASKAH
Naskah ini tercatat dalam katalog Girardet-Sutanto, 1983 dan Nancy K. Florida, 1996, dengan judul Serat Mardawalagu. Ketika dilakukan pengecekan langsung ke tempat penyimpanan naskah,judul terdapat pada tiga tempat :
1. Yang pertama terletak pada cover luar naskah bertuliskan Serat Mardawalagu. Tetapi judul ini hanya terdapat pada kertas kecil yang menempel pada bagian kiri atas dengan tulisan ketik manual. Selain itu dalam cover juga terdapat cap berwarna biru bertuliskan Jajasan Paheman Radya Pustaka Surakarta.
2. Yang kedua terletak pada sampul dalam yang pertama bertuliskan “Mardawalagu”dengan ditulis latin menggunakan tinta merah.
3. Yang ketiga terletak pada sampul dalam yang kedua bertuliskan ?m/fwlgu.(mardawalagu) . Judul ditulis dengan huruf Jawa seperti yang tertera.
2. NOMOR KODEX (PUNGGUNG) NASKAH
Pada punggung naskah terdapat nomor kodex naskah yaitu A3 dan SMP-RP-G-21 .
3. TEMPAT PENYIMPANAN
Naskah Serat Mardawalagu ini disimpan di Perpustakaan Radyapustaka Surakarta.
4. PENGARANG
Teks Serat Mardawalagudikarang oleh Raden Ngabei Ranggawarsita, hal ini dapat dilihat dari kutipan halaman pertama teks Serat:Mardawalagu, yaitu :
- Serat Mardawalagu karanganipun raden ngabei Ranggawarsita
- Serat Mardawalagu karangannya raden ngabei Ranggawarsita
5. PENYALIN
Naskah Serat Mardawalagu ini tidak ada penyalinnya dan masih asli.
6. MANGGALA dan KOLOFON
Tidak ada manggala dalam naskah ini.
Kolofon ditulis dibagian belakang. Tetapi kolofon ini hanyalah sebuah tambahan karena ditulis dengan kertas dan warna tinta yang berbeda. Tulisan pada kolofon ini sangat kecil dan tidak rapi sehingga tidak mudah dibaca. Dalam katalog Nancy menyatakanbahwa naskah ini ditulis di Surakarta tetapi tidak diketahui waktu penulisannya.
7. UKURAN NASKAH
Panjang : 33,5 cm
Lebar : 21 cm
Tebal : 0,5 cm
8. UKURAN KERTAS
Panjang : 33 cm
Lebar : 20,5 cm
9. UKURAN TEKS
Panjang : 24 cm
Lebar : 14 cm
Margin atas : 2,5 cm
Margin bawah : 2 cm
Margin kanan : 3 cm
Margin kiri : 3 cm
10. HALAMAN
Halaman ditulis dengan huruf Jawa dan terletak dibagian atas teks. Terdiri dari 21 halaman ditambah dengan 2 lembar halaman kosong, akan tetapi pada halaman terakhir (halaman 21) ditulis dengan menggunakan pensil. Setiap 1 halaman terdapat 35 baris. Pada halaman 1,10,11, dan 20 terdapat cap berwarna merah bertuliskan P. Radio Poestaka Soerakarta 1831.
11. KONDISI NASKAH
Keadaan naskah secara fisikmasih baik dan utuh/ lengkap, tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Naskah ini merupakan naskah carik yang masih asli. Sampulnya masih utuh berwarna hijau, akan tetapi kertas telah berwarna putih yang telah usang dan banyak yang sudah sobek-sobek. Naskah-naskah yang sobek diberikan isolasi untuk perawatannya. Pada bagian akhir naskah terdapat tempelan kertas yang sangat rapi penempelannya. Kertas tersebut ditulis dengan menggunakan tinta bolpoint biru dan hitam.
12. BENTUK TULISAN
Bentuk tulisan kecil, jelas dan mudah dibaca. Hurufnya berbentuk kotak (batasinambat) dan tulisannya sangat bagus. Penekanan penanya sangat tajam sehingga sampai tembus pada bagian belakangnya. Jarak antar huruf sedang tetapi jarak antar baris sangat dekat sehingga terlihat kurang teratur.
13. KERAPIAN
Tingkat kerapian sangatlah rapi, hampir tidak ada kesalahan dalam setiap penulisannya.
14. BENTUK TEKS
Serat Mardawalagu ditulis dalam bentuk prosa tentang tembang Macapat.
15. CARA PENULISAN
Penulisan teks pada setiap halaman ditulis secara bolak-balik, atau yang lebih dikenal dengan sistemrecto verso, yaitu lembaran-lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Selain itu hanyaada satu halaman yang ditulis secara satu muka (tidak recto verso), yaitu pada halaman 21. Ditulis satu muka karenahanyalah tambahan saja.Teks ditulis ke arah lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah, ditulis dari kiri ke kanan.
16. BAHAN NASKAH
Serat Mardawalagu dikemas menjadi naskah yang lumayan tipis. Kertas yang digunakan adalah kertas eropa, kertasnya berwarna kecoklatan, tebal, dan kualitasnya masih baik. Akan tetapi terdapat perbedaan jenis kertas pada halaman terakhir, halaman terakhir menggunakan kertas folio bergaris.
17. BAHASA NASKAH
SeratMardawalagu menggunakan bahasa Jawa.
18. RINGKASAN ISI
Serat Mardawalagu menjelaskan tentang persajakan dan musik-musik Jawa. Serat ini merupakan prosa yang menjelaskan catatan lagu-lagu Jawa versi sekar ageng, sekar tenggahan, dan sekar macapat. Kemudian berisi bagaimana membaca versi dari komposisi satu, dua, tiga, dan empat baris, juga cara bagaimana mengkomposisikan lagu-lagu Jawa.
Penjelasan 4 style dari versi lagu-lagu Jawa sesuai dengan nomer dari baris tiap bait (maca salagu, maca rolagu, maca tri lagu, dan maca pat lagu).
SERAT MARDAWALAGU
Tembang atau sekar yaitu kumpulan kata dengan aturan yang dibaca menggunakan lagu laras atau nuansa slendro-pelog. Pada Serat Mardawa Lagu karangan R. Ng. Ronggo Warsito dijabarkan bahwa khususnya Jawa Tengah ada 4 jenis tembang, yaitu :
1. Membaca sa-lagu yang digolongkan dalam tembang gedhe kapisan,
2. Membaca ro-lagu yang digolongkan dalam tembang gedhe kapindho,
3. Membaca tri-lagu yang digolongkan dalam tembang tengahan,
4. Membaca pat-lagu yang digolongkan tembang cilik. Membaca pat-lagu atau tembang cilik lebih dikenal dengan sebutan tembang macapat.
Atau
Tembang Gedhe kapisan, artinya tembang yang turun pada kurun pertamaTembang Gedhe kapindho, artinya tembang yang turun pada kurun kedua.Tembang Gedhe tengahan, artinya tembang yang turun pada kurun ketiga.Tembang Macapat, artinya tembang yang turun pada kurun keempat.
Macapat yaitu sastra berwujud puisi yang menggunakan bahasa Jawa baru dan terikat dengan aturan-aturan :
1. Guru gatra, yaitu jumlah baris tiap satu bait,
2. Guru lagu, yaitu jatuhnya huruf vokal di akhir baris, dan
3. Guru wilangan, yaitu jumlah suku kata tiap baris.
MIJIL
Mijil berwatak cinta, prihatin. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
SINOM
Sinom bersifat lincah, ethes, canthas. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
KINANTHI
Kinanthi bersifat senang, cinta kasih. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
ASMARADANA
Asmaradana berwatak sedih, cinta asmara. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang mengandung kesedihan cinta asmara.
DHANDHANGGULA
Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala hal/ keadaan.
PANGKUR
Pangkur bersifat keras, bergairah (kereng, nepsu), cocok untuk memberikan nasihat yang keras, cinta berapi-api, cerita hal-hal yahng bersifat keras.
DURMA
Durma berwatak keras, marah, bergairah. Cocok untuk mengungkapkan kemarahan, cerita perang, perasan jengkel.
POCUNG
Pocung berwatak gregeten kendho, lucu agak menggelikan, sesuka hati. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang kurang bersungguh-sungguh, seenaknya.
GAMBUH
Gambuh sumanak, sumadulur, kekeluargaan. Cocok untuk pengungkapan hal-hal yang bersifat keluargaan, nasihat, kependidikan yang mengandung kesungguhan hati.
MEGATRUH
Megatruh bersifat sedih, prihatin, getun, menyesal. Cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
MASKUMAMBANG
Maskumambang nlangsa, sedih, memilukan. Cocok untuk melukiskan perasaan sedih, memilukan hati.