SYARIAT TAREKAT HAKIKAT MAKRIFAT
Manusia difitrahkan untuk mencapai tujuan hakiki yang dititahkan sebagai insan yang mulia mendekatkan diri (aktualisasi diri melalui dunia tasawuf sangatlah menarik untuk kita jelajahi, karena itu adalah jalan untuk mengetahui hakikat kehidupan, dengan dasar ilmu syari’ah yang matang kemudian dituntun oleh mursyid menuju pembersihan batiniyah yang berakhir dengan hadirnya Allah dalam hati. Oleh karena itu dalam dunia tasawuf penting bagi kita untuk tahu dan memahami apa itu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat.
Menurut Sayid Bakari, trilogi tasawuf merupakan kumpulan tingkatan penting dalam olah spiritual seorang salik. Ia menyebutkan, sedikitnya ada tiga tahapan dalam dunia tasawuf yang harus dilalui oleh para salik. Ketiga jenjang ini pada dasarnya adalah pengejewantahan dari makna takwa.
Agar tidak terjadi ketimpangan, maka ketiganya harus diterapkan secara keseluruhan, yakni syariat, tarekat, dan hakikat untuk mencapai puncak makrifat (pengetahuan). Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar.
Jika dianalogikan, maka syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah bahteranya, dan hakikat adalah pulau yang hendak dituju dari perjalanan itu. Dengan demikian, hakikat tak akan mampu dituju oleh salik, tanpa menggunakan perahu dan melalui bahtera.
Syariat adalah wujud ketaatan salik kepada agama Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Menurut Syekh Ali bin al-Haitami, syariat adalah segala sesuatu yang ditanggungkan kepada seorang hamba. Sedangkan hakikat adalah inti dan makna dari perkara tertentu.
Syariat diperkuat dengan hakikat dan hakikat dibatasi oleh ketentuan hukum syariat. Sehingga, keberadaan syariat seharusnya mampu mendorong komunikasi langsung syuhud antara seorang hamba dan khalik tanpa perantara apa pun. Selanjutnya, makna dari tarekat adalah aktivitas dan sikap kecenderungan berhati-hati, utamanya menghadapi gemerlap dunia.
Misalnya, bersikap wara’, yang menurut al-Qusyairi diartikan dengan keberanian meninggalkan perkara yang tak jelas asal-usul dan hukumnya syubhat.
Sedangkan bagi al-Ghazali, wara’ memiliki 4 (empat) tingkatan/level yang berbeda.
1. Tingkatan yang paling rendah adalah wara’ kalangan awam. Tingkat wara’ ini bisa dibuktikan dengan meninggalkan perkara yang dihukumi haram oleh para ahli fikih. Di antaranya riba dan bentuk transaksi tidak sah lainnya. 2. Tingkatan/level kedua wara’ adalah tingkatan orang saleh yaitu meninggalkan syubhat.
3. Di susul kemudian dengan tingkatan wara’ yang ketiga ialah wara’ para ahli takwa. Wara’ yang dilakukan bukan sekadar meninggakan hal yang dilarang ataupun syubhat, tetapi meninggalkan perkara yang memang jelas-jelas halal dan diperbolehkan agama. Hanya saja, takut yang berlebihan bisa menimbulkan masalah.
4. Sedangkan tingkatan wara’ tertinggi adalah wara’ orang-orang yang tulus dengan meninggalkan segala kecacatan.
JENJANG TERTINGGI DUNIA TASAWUF
Jenjang tertinggi dalam dunia tasawuf adalah hakikat, yaitu keberhasilan salik mencapai arti dari sebuah ritual tertinggi, yakni makrifat. Makrifat adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan melihat cahaya penampakan tajalli akan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali tajalli merupakan penglihatan di dalam hati terhadap cahaya-cahaya alam gaib, terlebih khusus cahaya Allah SWT.
Makna ini selaras dengan pendapat yang disampaikan oleh al-Qusyairi, tatkala membedakan antara definisi syariat dan hakikat. Menurut dia, syariat adalah melaksanakan ritual penghambaan dan hakikat adalah melihat esensi dan ketuhanan dengan hatinya.
Untuk mencapai ketiga piramida trilogi tasawuf ini bukan hal mudah. Makanya, imam as-Sya’rani menegaskan dalam mukaddimah kitab al-Manan al-Kubra, bahwa hampir seluruh syekh tarekat tasawuf sepakat bahwa tak seorang pun boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan tentang hakikat, kecuali telah menguasai syariat secara benar dan mendalam.
Langkah ini pulalah yang ditekankan oleh sejumlah tokoh tarekat terkemuka lainnya. Seperti Syekh Abu al-Hasan as-Syadzlili, pendiri tarekat as-Syadziliyah. Barangsiapa yang kehilangan akar tak akan berhasil mencapai puncak, kata imam as-Sya’rani sebagaimana dinukil Sayid Bakari.
IBADAH DZOHIR
Sholat/sujud yg sebenarnya adalah di hati. Tanpa mengesampingkan sholat / ibadah yg dzohir.
Sholat adalah penyerahan yang dicipta kepada Pencipta. Ia adalah pertemuan di antara hamba dengan Tuhannya.
Tempat pertemuan itu ialah hati. Jika hati tertutup, lalai dan mati, maka tidak ada kebaikan yang sampai kepada ibadah dzohir, karna hati adalah intipati atau hakikat atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung hati.
Sholat yang diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu tertentu, lima kali sehari semalam. Sebaiknya dilakukan di dalam masjid secara berjemaah, menghadap ka'abah, mengikut imam yang tidak munafik dan tidak ria'.
Sedangkan ibadah bathin atau sujud hakiki (Hakekat) tidak ada batasan waktu dan tidak berkesudahan, bagi kehidupan ini dan juga akhirat.
1. Masjid bagi sholat ini ialah hati.
2. Jamaahnya ialah bakat-bakat kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan nama-nama Allah Yang Esa di dalam bahasa alam batin.
3. Imam sholat ini ialah kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang di mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya.
Seorang yang memilih jalan tasawuf haruslah memenuhi kriteria tertentu sehingga nantinya tidak keliru pemahamannya mengenai agama. Orang yang mengikuti jalan tasawuf disebut sebagai sufi. Para ulama salaf tidak keberatan atas keberadaan tasawuf/tarekat terorganisir dengan syarat tidak ada hal-hal yang berlawanan dengan 4 sumber syariah yaitu Quran, Sunnah, ijmak dan qiyas.
Imam Nawawi dalam Al-Maqashid fi Bayan Al-Aqaid wa Ushul Al-Ahkam, hlm. 92, menjelaskan soal ini :
أصول الدِّين أربعة : الكتابُ والسنُّة والإجماع والقياس المعتبران . وما خالف هذه الأربعة فهو بدعةُ ومرتكبُه مُبتدع , يتَعَيَّنُ اجتنابه وزجرهُ . ومن المطلوب اعتقاد من علم وعمل ولازم أدب الشريعة , وصحب الصّالحين . وأمّا من كان مسلوباً عقلهُ أو مغلوباً عليه , كالمجاذيب , فنسلّم لهم ونفوّض إلى الله شأنهم , مع وجوب إنكار ما يقع منهم مخالفا لظاهر الأمر , حفظاً لقوانين الشَّرع
Artinya : Pokok agama ada empat, Al-Quran, hadits, ijmak dan qiyas yang muktabar. Adapun sesuatu yang berlawanan dengan sumber yang empat ini maka bid’ah (yang sesat) dan pelakunya adalah mubtadi’ (ahli bid’ah) yang harus dijauhi. Dituntut untuk meyakini ulama yang mengerti dan mengamalkan ilmunya dan komitmen pada aturan syariah dan bersama kalangan orang soleh. Adapun orang yang rusak akalnya atau gila, seperti orang yang jadzab, maka kami serahkan tingkah mereka pada Allah serta wajib mengingkari pada yang terjadi pada mereka yang berlawanan dengan zhahirnya perkara guna menjaga aturan syariah.
Sebelum membahas jauh membahas alangkah bijaknya kita tahu apa itu tasawuf, mulai dari penjelasan tentang pengertian syariat, karena ia sebagai dasar beragama, sebab seorang sufi tidak akan meninggalkan syariah.
SYARIAH
Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Syariah adalah sisi praktis dari ibadah dan muamalah dan perkara-perkara ubudiyah. Tempatnya adalah anggota luar dari tubuh. Adapun orang yang mengkaji dan membahas keilmuan ini disebut fuqaha atau ahli fikih.
TAREKAT
Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa. Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
Tarekat adalah kesungguhan hati (mujahadah al-nafs) dan meningkatkan kualitas karakter hati yang kurang menuju kesempurnaan dan naik dalam posisi kesempurnaan dengan sebab ditemani oleh para mursyid. Tarekat adalah jembatan yang menjadi perantara dari syariah menuju hakikat (Lihat, As-Sayid, Takrifat, hlm. 94).
Di Indonesia sendiri banyak sekali aliran tarikat dalam kalangan Nahdlatul Ulama terdapat suatu oraganisasi yang menangani khusus tariqah yang bertujuan sebagai wadah dari berbagai tariqah yang mu’tabarah yang biasa dikenal dengan nama JATMAN yang diketua oleh Habib Luthfi bin Yahya.
HAKIKAT
Hakikat adalah suatu keadaan ruhaniah seseorang yang sudah berusaha untuk membersihkan diri, dengan kezuhudan dan sudah mencapai derajat kesucian batin yang bersih, terbebas dari penyakit-penyakit hati.
Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat).
Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertian-pengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya).Istilah bahasa hakikat berasal dari kata “Al-Haqq”, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.
MAKRIFAT
Makrifat adalah maqam (posisi) tertinggi di kalangan penganut tarekat. Menurut kalangan Sufi, makrifat adalah anugerah Allah pada kalangan Al-Arif (orang yang mencapai makrifat) berupa ilmu, rahasia (asrar) dan lataif (kelembutan).
Makrifat, Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.”
Maka, apakah makrifat itu? Makrifat adalah pandai/ mengerti/ paham dan melaksanakan (dengan sempurna). Sayangnya dalam fase ini (makrifat), tidak ada seorang manusia pun yang mampu mendekati makrifat apalagi duduk dalam tahap tersebut. Alasannya mudah saja, karena syarat mutlak makrifat adalah “wahyu.”Mengapa harus mendapat wahyu untuk makrifat? secara mudah saja, Makrifat, artinya pengetahuan dan pengalaman, yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.” Maka bagaimana akan makrifat bila tanpa wahyu?Bagaimana menjadi makrifat? jawabannya adalah: “tidak mungkin.” Kecuali, bila seseorang itu adalah memiliki derajat nabi. Karena, seorang nabi pasti memperoleh wahyu.
Orang yang telah mencapai maqam makrifat ini biasanya terdapat karomah dan keistiqamahan dalam beribadah kepada Allah, pada dirinya terdapat kasih sayang yang melimpah. Tidak mudah untuk mencapai derajat ini, hanya orang-orang pilihan saja yang dapat mencapainya, seperti para wali.
Dalam kitabnya al-Tabaqat al-Kubra Syekh Abd al-Wahhab al-Sha’rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut : Jalan para sufi dibangun dari Qur’an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur’an, sunnah, atau ijma.
Imajier Nuswantoro