EIGENDOM VERPONDING
Eigendom Verponding adalah istilah ini sangat familiar karena seringkali disebut-sebut ketika muncul pemberitaan soal sengketa tanah atau agraria. Sesuai namanya, istilah Eigendom merupakan warisan dari zaman Kolonial Belanda dan merupakan bukti kepemilikan tanah warisan Belanda.
Eigendom verponding adalah salah satu produk hukum terkait pembuktian kepemilikan tanah yang dibuat sejak era Hindia Belanda. Usai Indonesia merdeka, sistem hukum agraria warisan Belanda masih dipertahankan sebagai pengakuan kepemilikan yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Dikutip dari Kamus Hukum yang diterbitkan Indonesia Legal Center seperti dikutip dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Eigendom berarti hak milik mutlak. Sementara Verponding diartikan sebagai harta tetap.
Eigendom Verponding merupakan salah satu produk hukum pertanahan pada zaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia yang menyatakan kepemilikan seseorang atas tanah.
Setelah Kemerdekaan, pengakuan hak kepemilikan tanah kemudian di atur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Menurut UU No.5 Tahun 1960, eigendom harus dikonversi menjadi jenis hak tanah yang sesuai. Meski demikian, masih banyak orang yang belum mengetahui hal ini dan terlibat dalam sengketa tanah yang masih berstatus eigendom.
SEJARAH KRONOLOGI
Pada tahun 1960 saat masa transisi (kodifikasi) hukum tanah, pemerintah Indonesia memberikan kesempatan selama 20 tahun atau sampai selambat-lambatnya September 1980, untuk melakukan konversi tanah-tanah berstatus hukum kepemilikan era Hindia Belanda menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia.
Lalu, bagi tanah-tanah yang belum bisa dibuktikan hak kepemilikannya, otomatis menjadi tanah negara.
Namun, karena alasan ketidaktahuan atau alasan lainnya, masih banyak masyarakat pemilik tanah di Indonesia belum mengurus konversi tanah, sehingga status tanahnya masih diakui sebagai verponding sesuai hukum perdata Belanda.
Meski verponding masih bisa tetap digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah, status verponding sangat rentan untuk disengketakan. Ini berbeda dengan hukum tanah yang sudah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Pengakuan negara atas kepemilikan tanah berdasarkan Eigendom diatur dalam Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), di mana bahwa hak Eigendom atas tanah yang ada saat berlakunya UUPA menjadi hak milik.
Kepemilikan Eigendom terbagi menjadi 7 yakni :
1. hak Hyoptheek.
2. hak Servituut,
3. hak Vruchtgebruik.
4. hak Gebruik.
5. hak Grant Controleur.
6. hak Bruikleen, dan.
7. Acte van Eigendom.
Pemilik tanah berdasarkan bukti Eigendom bisa melakukan konversi tanah menjadi SHM, HGB, HGU, maupun hak pakai.
Syarat untuk mengubah status kepemilikan tanah Eigendom bisa dilakukan dengan mendatangi kantor pertanahan setempat dengan membawa bukti tertulis berupa peta atau surat ukur, dan keterangan saksi yang diakui kebenarannya oleh Kantor Pertanahan.
Pengajuan konversi tanah bisa dilakukan sepanjang pemohonnya masih tetap sebagai pemegang hak atas tanah dalam bukti-bukti lama tersebut atau belum beralih ke atas nama orang lain.
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau, pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya, bunyi Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997.
HARUS SEGERA DIKONVERSI
Di dalam UUPA memang tidak mengatur tata cara konversi hak atas tanah. Meski demikian, setelah pemberlakuan UUPA, setiap orang wajib mengonversi hak atas tanah eigendom-nya menjadi hak milik selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980.
Mengapa harus dikonversi? Sebab hak eigendom atas tanah berasal dari sistem hukum perdata barat. Sedangkan UUPA ditujukan sebagai hukum agraria nasional yang berbeda dengan hukum agraria sebelumnya.
Sebenarnya konversi harus dilakukan setelah UUPA diundangkan, atau paling lama 20 (dua puluh tahun) setelahnya.
Namun karena ketidaktahuan masyarakat atau ketidakmampuan mengurus konversi hak Eigendom menjadi sertifikat, sampai saat ini masih banyak orang yang belum mengonversi hak atas tanahnya.
Langkah pendaftarannya pun cukup mudah, siapkan beberapa dokumen seperti :
1. Alat-alat bukti tertulis (peta/surat ukur).
2. Keterangan saksi atau yang bersangkutan diakui kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dan Kepala Kantor Pertanahan
3. Kemudian serahkan dokumen ke kantor pertanahan BPN setempat untuk diproses lebih lanjut.
RAWAN MENJADI TANAH SENGKETA
Karena rentang waktu yang panjang, tanah dengan hak eigendom sangat rentan menjadi tanah sengketa. Sebab, belum ada kekuatan hukum yang mengikat pemegang hak yang sebenarnya.
Maka jangan heran jika ada kasus penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain yang bukan pemilik sebuah bidang tanah.
Sebenarnya tak sulit mengurus kasus demikian, sebab hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 32 PP 24/1997. Disana tertulis bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya suatu sertifikat tanah dalam jangka waktu 5 tahun setelah penerbitan, maka mereka bisa mengajukan tuntutan.
Jika Anda memenangkan kasus peradilan, maka Anda bisa meminta Badan Pertanahan setempat untuk mencabut SHM yang telah diterbitkan tersebut. Kemudian membuat Surat Hak Milik baru atas nama yang berwenang kepada Pengadilan Negeri Setempat atau Pengadilan Agama setempat.
Dengan status hak tanah yang jelas dan memiliki kekuatan hukum yang kuat, maka Anda baru bisa melakukan alih kepemilikan dengan pihak ketiga.
Mengetahui seluk beluk serta keaslian sertifikat tanah sangat penting saat masyarakat hendak melakukan proses pembelian rumah. Oleh karenanya, alangkah lebih aman untuk membeli rumah secara KPR, sebab bank akan bertanggungjawab langsung terhadap legalitasnya.
STUDI KASUS 1
CARA MENUNTUT GANTI RUGI ATAS TANAH EIGENDOM VERPONDING
Kasus eigendom verponding, yang ternyata kini telah dikuasai oleh developer/perusahaan ternama. Untuk meminta ganti rugi atas tanah tersebut, bagaimana prosesnya ?
Ulasannya adalah sbb :
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, mengenai ganti rugi kepada developer (pengembang perumahan) berdasarkan surat eigendom verponding, berikut kami ingin terlebih dahulu menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan eigendom verponding dari perspektif peraturan perundang-undangan di bidang agraria. Berdasarkan kamus hukum, yang dimaksud dengan eigendom adalah milik mutlak. Sedangkan, yang dimaksud dengan verponding adalah harta tetap. Adapun eigendom verponding adalah hak tanah yang berasal dari hak-hak barat.
Mengenai kedudukan tanah eigendom, maka berdasarkan Bagian Kedua (Ketentuan Konversi), Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), disebutkan bahwa hak eigendom atas tanah yang ada saat berlakunya UUPA menjadi hak milik. Ketentuan konversi tersebut berlaku selama pemilik hak eigendom atas tanah tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPA. Namun, tidak semua hak eigendom atas tanah selalu dapat dikonversikan menjadi hak milik. Terdapat ketentuan-ketentuan lain yang mengatur konversi hak eigendom atas tanah menjadi hak pakai, hak guna bangunan, maupun hak guna usaha. Untuk itu, Anda dapat melihat Pasal I, II, III, IV dari UUPA. Namun, dalam menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa eigendom milik saudara Anda adalah eigendom yang dapat menjadi hak milik sesuai dengan UUPA.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUPA, dapat diketahui bahwa salah satu terjadinya hak milik adalah karena undang-undang. Sehingga, ketentuan konversi dalam UUPA, yang menentukan bahwa hak eigendom atas tanah sejak berlakunya UUPA menjadi hak milik merupakan salah satu dasar terjadinya hak milik. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa Pasal 23 UUPA memberikan suatu pengertian bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihannya, hapusnya, dan pembebanannya harus didaftarkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena berdasarkan UUPA hak eigendom atas tanah secara hukum menjadi hak milik, maka dapat disimpulkan bahwa hak eigendom atas tanah tersebut pada dasarnya tunduk pada pengaturan dalam Pasal 23 UUPA, yaitu ketentuan yang mengatur mengenai pendaftaran hak milik.
Adapun pendaftaran tersebut ditujukan untuk memberikan suatu kepastian hukum, yang meliputi :
(i) Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah,
(ii) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, dan.
(iii) Pemberian surat-surat tanda bukti hak, sebagai pembuktian yang kuat.
Secara prinsip, pendaftaran tersebut sangat diperlukan. Karena, hak eigendom atas tanah tersebut berasal dari sistem hukum yang masih menggunakan hukum perdata barat, serta hukum agraria yang pada saat itu disusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan (konsiderans dari UUPA). Sedangkan, UUPA ditujukan sebagai hukum agraria nasional, yang berbeda dengan sistem hukum perdata barat atau hukum agraria yang berlaku sebelum adanya UUPA. Sehingga, demi kepastian hukum dan perlindungan hukum, tentunya hak eigendom atas tanah perlu untuk didaftarkan. Pengaturan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama diatur lebih lanjut dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997).
Berdasarkan uraian di atas, maka saudara Anda dapat mengajukan tuntutan ganti rugi. Tuntutan ganti kerugian dapat diajukan melalui :
(i) gugatan perdata ke pengadilan negeri setempat.
(ii) negosiasi antara para pihak, maupun.
(iii) melalui mediasi yang ditengahi oleh seorang mediator. Tuntutan ganti kerugian melalui gugatan perdata dapat merujuk pada ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dengan alasan bahwa developer telah melakukan penguasaan tanah secara melawan hukum. Namun, yang dapat menjadi permasalahan adalah apabila ternyata developer memiliki dasar penguasaan tanah berdasarkan sertifikat tanah. Nantinya, hal ini dapat menjadi perdebatan di pengadilan.
Dalam hal developer telah memiliki sertifikat hak atas tanah, maka tentunya peraturan perundang-undangan di bidang agraria memberikan suatu perlindungan hukum terhadap developer tersebut. Terlebih lagi, berdasarkan ketentuan dalam PP No. 24/1997, data fisik dan data yuridis dari tanah yang didaftarkan wajib untuk diumumkan sebelum penerbitan sertifikat. Adapun, dalam jangka waktu pengumuman tersebut, setiap orang diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kadaluwarsanya suatu penuntutan atas penerbitan suatu sertifikat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997. Sehingga, pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi mengajukan suatu penuntutan.
Dasar hukum :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
STUDI KASUS 2
TANAH EIGENDOM VERPONDING STATUSNYA JADI TANAH NEGARA BAGAIMANA CARA URUS SERTIFIKATNYA ?
Masih punya tanah dengan status eigendom.
Saat ini, tanah ini statusnya otomatis menjadi tanah negara.
Bagaimana cara pengurusan untuk memperoleh sertifikat haknya ?
Status tanah eigendom ini, saat ini sudah tak diakui lagi di Indonesia.
Karena, sejak berlakunya Undang-Undang Agraria No. 5 tahun 1960, dalam jangka waktu 20 tahun, tanah-tanah bekas hak Barat ini diharuskan untuk dikonversi menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Guna Usaha.
Jika sampai waktu masa 20 tahun, tepatnya pada - tanggal 24 September 1980, tidak dilakukan konversi, maka hak-hak Barat tersebut dianggap berakhir, dan tanahnya otomatis menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau seringkali disebut sebagai tanah negara.
Pengertian konversi di sini adalah perubahan atau penyesuaian, atau bisa dikatakan penggantian, yang bertujuan untuk penyeragaman atau unifikasi hukum, agar sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang Agraria.
Seperti kita tahu, dalam Undang-undang Agraria diatur beberapa hak atas tanah di Indonesia yaitu : 1. Hak milik.
2. Hak guna bangunan.
3. Hak pakal, dan.
4. Hak guna usaha.
Jadi sebelum 24 September 1980, para pemegang hak eigendom yang memenuhi persyaratan dapat mendaftar penegasan konversi hak eigendom tersebut dalam buku tanah dan berhak untuk mendapatkan sertifikat hak milik atau hak guna bangunan atas nama pemegang hak elgendom tersebut.
Menyesuaikan hak atas tanah dalam Undang-undang Agraria, maka terdapat beberapa alternatif konversi untuk tanah eigendom.
MASIHKAH BISA DIURUS TANAH EIGENDOM VERFODING
Sebagaimana dijelaskan di atas dengan berakhirnya jangka waktu konversi tersebut, maka fanahtanah bekas hak Barat otomatis menjadi tanah negara.
Meskipun demikian tidak berarti tanah negara bekas eigendom tidak bisa diurus pendaftarannya untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah tersebut.
Sepanjang pemohon hak adalah subyek hukum yang diperbolehkan memiliki hak atas tanah di Indonesia, memiliki bukti kepemilikan atas tanah tersebut, menguasai fisik objek tanah atau fisik objek tanah tidak dikuasai piha ketiga, dan objek tanah tidak sedar dalam sengketa.
Prosedur pengurusan dan penerbitan sertifikat sebetulnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Menurut ketentuan tersebut seseorang dalam mengurus sertifikatnya harus melewati 3 (tiga) tahap, yang garis besamya adalah sebagai berikut :
1. TAHAP PENDAFTARAN TANAH
Untuk pertama kalinya adalah kegiatan pendaftaran terhadap objek tanah yang belum pernah terdaftar sebelumnya agar memperoleh sertifikat hak atas tanah, yaitu dengan memenuhi dan melengkapi persyaratan-persyaratan dan membayar biaya pengurusan yang ditentukan.
2. TAHAP PENGUKURAN DAN PENDAFTARAN HAK
Setelah seluruh berkas permohonan dilengkapi dan diserahkan ke Kantor Pertanahan setempat, maka proses selanjutnya di Kantor Pertanahan adalah melakukan proses pengukuran, pemetaan, pengumuman, dan pendaftaran haknya.
3. TAHAP PENERBIT SERTIFIKAT
Setelah tahap 1 dan 2 di atas dapat diselesaikan, maka selanjutnya dibuat salinan dari buku tanah.
Salinan buku tanah itu beserta surat ukur dan gambar situasinya kemudian dijahit/ dilekatkan menjadi satu dengan kertas sampul yang telah ditentukan pemerintah, dan hasil akhir itulah yang kemudian disebut dengan sertifikat yang kemudian diserahkan kepada pemohonnya.
PERSYARATAN :
Untuk dapat melakukan permohonan pendaftaran tanah tersebut, setidaknya pemohon harus dapat melengkapi persyaratan administratif antara lain sebagai berikut :
1. Surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya.
2. Fotokopi KTPSurat keterangan dari kepala desa/kelurahan tentang penguasaan dan pemilikan hak atas tanah.
3. Bukti kepemilikan hak atas tanah.
4. Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
BIAYA
Selain mempersiapkan dokumen-dokumen dan persyaratan persyaratan di atas, maka tidak kalah penting untuk mempersiapkan biaya yang pasti akan dikeluarkan untuk seluruh proses pengurusan di atas, yaitu antara lain :
1. Operasional pengurusan tanah oleh pemohon.
2. Biaya administrasi yang besarnya sudah ditentukan oleh Kantor Pertanahan.
3. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), dan.
4. Biaya untuk melunasi PBB sampai dengan tahun terakhir yang sama dengan tahun permohonan hak atas tanah.