SURO / ASYURA
(MUHARAM)
Bulan Suro, Dianggap Bulan Keramat dalam Kalender Jawa.
Bagi warga kepercayaan berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi suatu tempat yang di sakralkan dan mengikuti tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng. Tradisi yang dilangsungkan setiap pergantian tahun baru hijriah ini dilakukan sebagai sarana perenungan dan instropeksi warga atas berbagai hal yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Satu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro. Satu Suro bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan yang dipakai oleh Kasultanan Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma sekitar 1613-1645. Di mana penggabungan penanggalan Islam dengan penanggalan Saka yang diwarisi Agama Hindu. Karena penanggalan Saka dianggap sangat bertentangan di masa Sultan Agung.
Bulan pertama pada kalender Jawa adalah :
1. Suro.
2. Sapar.
3. Mulud.
4. Bakda Mulud.
5. Jumadilawal.
6. Jumadilakir.
7. Rejeb.
8. Ruwah.
9. Pasa.
10. Syawal.
11. Sela.
12. Besar.
Di Indonesia khususnya dalam budaya Jawa, Suro identik dengan suasana sakral dan mistis.
Bulan Muharram adalah nama bulan pertama pada sistem penanggalan hijriah yang oleh Sultan dinamakan sebagai bulan Suro. Kata Suro merupakan sebutan bagi bulan Muharram dalam masyarakat Jawa.
Kata Suro sebenarnya berasal dari kata asyura dalam bahasa Arab yang berati sepuluh, yakni tanggal 10 bulan Muharram.
Asyura dalam lidah masyarakat Jawa menjadu Suro. Jadilah kata Suro sebagai khasanah Islam-Jawa sebagai nama bulan pertama kalender Islam maupun Jawa. Kata Suro juga menunjukkan arti penting 10 hari pertama bulan itu dalam sistem kepercayaan Islam-Jawa.
SEJARAH & MITOS
Sejarah dan Mitos Malam 1 Suro dalam Tradisi Jawa, Kepercayaan Mistis hingga Dilarang Keluar Rumah. Prosesi mubeng beteng diawali dari komplek Kraton Yogyakarta, yang merupakan bagian dari tradisi perayaan bulan Suro. Dalam adat jawa, tahun baru Islam juga dikenal atau diperingati sebagai istilah 1 Suro. Menurut pandangan sebagian masyarakat Jawa, malam 1 suro dipandang sebagai malam yang memiliki makna mistis dipandang hari-hari biasa. Para masyarakat kejawen (orang dengan kepercayaan tradisional dan adat Jawa), malam 1 Suro dipakai untuk melakukan kegiatan yang berkaitan erat dengan hal mistis. Misalnya menyucikan diri berikut dengan benda-benda yang diyakini sebagai pusaka.
Sejarah Malam 1 Suro nama malam 1 Suro adalah nama lain dari malam 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah.
Ihwal ini tak terlepas soal penanggalan Jawa dan kalender Hijriah yang memiliki korelasi dekat. Khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).
Penanggalan Hijriah memang di awali bulan Muharam. Oleh Sultan Agung kemudian dinamai bulan Suro. Sejarah dan Mitos Malam 1 Suro dalam Tradisi Jawa, Kepercayaan Mistis hingga Dilarang Keluar Rumah. Kala itu Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu. Kemudian memadupadankannya dengan penanggalan Hijriah. Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan Bulan. Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat. Sedangkan kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman. Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).
Dalam kepecayaan Kejawen, Bulan Suro memang dianggap istimewa.
Murut Muhammad Sholikhin dalam buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa menjelaskan, penganut Kejawen percaya bulan tersebut merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa. Aji Saka kemudian membebaskan rakyat Jawa dari cengkeraman mahluk gaib raksasa. Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa. Kepercayaan tersebut ternyata terus turun menurun hingga saat ini. Bahkan sebagian kalangan menganggap bulan Suro, terutama malam 1 Suro punya nilai mistis tersendiri atau cenderung dianggap angker. Tak sedikit mitos yang beredar di malam 1 suro yang dipercayai tak boleh dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa.
MITOS MALAM 1 SURO
1. Kembalinya arwah leluhur ke rumah. Sebagian masyarakat jawa pada masa lalu lebih sakral lagi dalam menanggapi datangnya pergantian tahun Hijriyah.
Banyak diantara mereka yang meyakini, bahwa di malam satu suro, arwah leluhur yang telah meninggal dunia akan kembali dan mendatangi keluarganya di rumah. Bahkan beberapa orang menambahkan peristiwa lebih seram lagi dimana mereka meyakini jika pada malam satu suro arwah dari orang-orang yang menjadi tumbal pesugihan akan dilepaskan. Ada beberapa orang yang percaya jika arwah-arwah tersebut diberi kebebasan pada malam 1 Suro sebagai hadiah pengabdiannya selama setahun penuh.
2. Dilarang keluar rumah. Di malam suro, kebanyakan orang dilarang keluar rumah. Hal ini berkaitan dengan pernyataan nomor 1, yang dipercaya bisa membawa malapetaka atau nasib sial. Orang mengajarkan anak-anaknya agar tidak keluar rumah agar mereka tidak bernasib sial, lebih baik mendoakan leluhur atau kepada Tuhan YME demi kebaikan sendiri.
3. Tidak boleh melakukan kegiatan di Malam 1 Suro.
Banyak orang disekitar kita menyakini, bahwa banyak melakukan kegiatan saat Malam 1 Suro juga dikaitkan dengan kesialan.
Masyarakat luas yang nekat melakukan tidak meraih hasil yang diinginkan.
Misalnya : memancing saat malam hari.
Apabila nekat, dalam semalam saat mancing, tak akan mendapat ikan satupun.
4. Malam 1 Suro adalah lebarannya makhluk gaib.
Kisah ini pasti sudah kerap terdengar di telinga kita, sebagian masyarakat pada masa lalu mempercayai jika malam 1 suro merupakan lebaran bagi makhluk gaib sehingga banyak diantara mereka yang keluar dari tempat persinggahan masing-masing.
Anehnya mitos ini kerap dikaitkan dengan adanya penampakan serta gangguan makhluk halus di malam tersebut.
Entah darimana awal mitos ini muncul yang jelas mitos tersebut hingga kini masih banyak dipercaya.
Percaya atau tidak, semua kembali ke pribadi masing-masing
Amalan yang dianjurkan Rasulullah SAW. Satu Suro biasanya diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum tangal satu biasanya disebut Malam 1 Suro.
Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.
PANDANGAN 1 SURO (VERSI)
Sebagian masyarakat pada Malam 1 Suro dilarang ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain. Dalam Tahun Baru Islam, bulan Muharram memegang peranan yang sangat penting dalam Islam.
Bulan Muharram merupakan satu bulan sakral dalam kalender Islam. Muharram secara harafiah berarti terlarang. Mirip dengan bulan sakral lainnya, berperang atau terlibat dalam kekerasan jenis apapun terlarang selama Muharram. Oleh karenanya, ada beberapa kemuliaan yang bisa diamalkan pada bulan Muharram.
Satu di antaranya berkaitan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah. Rasulullah SAW menyebut, bulan Muharram menjadi bulan yang istimewa untuk memperbanyak amalan ibadah.
MALAM 1 SURO
Berikut adalah arti Malam 1 Suro yang dianggap sakral bagi masyarakat Jawa. Dalam budaya masyarakat Jawa, malam peringatan tahun baru tersebut dianggap sakral. Mereka memiliki beberapa tradisi untuk memperingati setiap Malam 1 Suro. Ada banyak kepercayaan yang sifatnya mitos dan dongeng, seperti ritual mengunjungi tempat-tempat sakral dan keramat, contohnya pergi ke makam untuk memperoleh kekayaan, rezeki, pelaris, hingga jodoh. Ada juga aktivitas melempar sesaji, makanan, dan kurban ke laut yang dianggap sebagai sebuah sedekah. Selain itu, ada peringatan mandi di sebuah tempat rekreasi, tepatnya daerah Nganjuk, tujuan dan kepercayaannya agar awet muda dan panjang umur. Malam 1 Suro adalah gerbang dunia manusia dan gaib bertemu. Akhirnya, hal-hal yang seharusnya suci malah jadi ditakuti oleh masyarakat Jawa. Dari sana muncul mitos-mitos tentang Malam 1 Suro. Bahkan, penggambaran mistiknya diperlihatkan melalui berbagai media, salah satunya film dengan kisah menyeramkan di malam tersebut. Namun, terlepas dari itu, Malam 1 Suro tetap dianggap sakral oleh masyarakat Jawa. Berikut sejarahnya. Arti Malam 1 Suro bagi Orang Jawa. Menurut Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa 2010, menuliskan sakralitas peringatan Malam 1 Suro tidak terlepas dari budaya keraton. Dahulu, keraton sering melakukan upacara dan ritual yang kemudian diwariskan secara turun temurun. Hal itu juga diamini oleh Wahyana Giri dalam buku Sajen dan Ritual Orang Jawa. Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta mengartikan Malam 1 Suro sebagai malam yang suci serta bulannya penuh rahmat. Ketika malam itu, beberapa orang Jawa Islam percaya, mendekatkan diri kepada Tuhan bisa dengan cara membersihkan diri serta melawan nafsu manusiawinya. Oleh karena itu, mereka menjalankan upacara individu seperti tirakat, lelaku, atau perenungan diri. Selain itu, ada juga aktivitas upacara kelompok seperti melakukan selametan khusus sepanjang satu minggu.
Sejarah penetapannya dicanangkan oleh Sultan Agung. Di masa kerajaan Islam, kisaran 1628-1629, Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung mengalami kekalahan ketika menyerang Batavia. Setelah kejadian itu, pasukan Mataram mulai terbagi menjadi beberapa keyakinan. Dari sini, Sultan Agung memotori pembuatan kalender tahun Jawa-Islam (penggabungan tahun Saka Hindu dengan Tahun Islam). Di malam tahun baru tersebut (Malam 1 Suro), Sultan Agung akhirnya berhasil menciptakan kebudayaan Jawa di mana tidak boleh berbuat sembarangan, prihatin, dan tidak boleh berpesta. Hal yang perlu dilakukan pada malam tersebut adalah menyepi, tapa, dan memohon kepada Tuhan. Dari sejarah tersebut, akhirnya Malam 1 Suro dianggap sakral.
KEISTIMEWAAN BULAN SURO
Tanggal 1 Muharram memiliki arti khusus bagi umat Islam. Hari pertama dalam penanggalan Hijriah ini berasal dari peristiwa berpindahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah dan Madinah pada Juni 622 M. Momen bersejarah yang disebut hijrah tersebut kemudian menjadi tonggak kebangkitan peradaban Islam. 1 Muharram mengandung makna istimewa di masyarakat Jawa. Ini tak lepas dari bertemunya adat istiadat leluhur dengan dengan nilai-nilai agama (akulturasi), ketika Islam mulai masuk ke Jawa di abad ke-11. Percampuran dua budaya ini kemudian melahirkan ragam tradisi yang unik. Salah satunya yakni malam Satu Suro.
Abdul Ghoffir Muhaimin, di buku Islam dalam Bingkai Budaya Lokal (Logos, 2002), menjelaskan bahwa nama bulan Sura bersumber dari kosa kata bahasa Arab yakni Asyura (hari ke-10 bulan Muharram).
1. Dekrit Sultan Agung Mataram pada 8 Juli 1633 membawa sistem penanggalan lunar ala Hijriah ke dalam kalender Jawa
Eric Oey, dalam Java (Tuttle Publishing, 2001), menjelaskan bahwa Sultan Agung (penguasa keempat Kesultanan Mataram, memerintah 1613-1645) menerbitkan dekrit pada 8 Juli 1633. Dekrit tersebut menyatakan bahwa sistem penanggalan Jawa (Saka, berasal dari sistem penanggalan Hindu) tak lagi memakai perputaran matahari (solar) melainkan perputaran bulan (lunar). Nah, sistem kalender lunar ini juga digunakan dalam penanggalan Hijriah milik umat Islam. Akulturasi ditempuh. Angka tahun Saka saat dekrit tersebut terbit, yakni 1555 Saka, tetap dipakai dan diteruskan. Alhasil penanggalan Jawa baru berdasarkan sistem lunar ini tak ikut mengadopsi perhitungan Hijriah saat itu (1043 H). Nama-nama bulannya pun ikut berubah. Nama bulan Hijriah diadaptasi ke lidah Jawa. Ada Sapar (Safar), Mulud (Rabiul Awal), Bakda Mulud (Rabiul Akhir), Rejeb (Rajab), Pasa (Ramadan) dan Sawal (Syawal). Termasuk pula Sura atau Suro sebagai pengganti Muharram.
2. Malam Satu Suro memiliki makna spiritual dan mistisnya sendiri. Lantas dari mana pandangan masyarakat Jawa perihal makna sakral bulan Suro.
1. Pertama, ini disebut tak lepas dari kepercayaan bahwa jagad makhluk tak kasat mata juga mengikuti kalender yang kita pakai (dalam hal ini, kalender Jawa). Alhasil, bulan Sura sebagai awal dari tahun yang baru turut berlaku untuk makhluk gaib.
Menurut kepercayaan sebagian orang, malam tanggal 1 Suro bersinonim dengan keramat. Malam yang memiliki makna spiritual dan mistisnya sendiri.
Berangkat dari nilai sakralnya, maka dianggap tak elok melaksanakan hajatan pribadi. Bulan Sura/Muharram dihormati sebagai bulan yang mulia, serta waktu yang tepat melakukan introspeksi diri. Dikhawatirkan akan mengalami kesukaran hidup dan rumah tangganya akan banyak terjadi pertengkaran, demikian penjelasan dalam buku Kitab Primbon Jawa Serbaguna (Narasi, 2009) yang disusun oleh R. Gunasasmita
3. Dipandang sebagai bulan mulia, maka pantang melaksanakan hajatan bersifat pribadi pada bulan Suro.
Kedua, lingkungan Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta lebih memaknai malam 1 Sura sebagai malam nan suci serta dilimpahi rahmat oleh Allah SWT. Pandangan Islam-Jawa perihal status istimewa Sultan sebagai wakil Allah di muka bumi (khalifatullah) turut mengukuhkan mitos pamali melaksanakan hajat di bulan Suro. Menurut Wibowo, dalam Nalar Jawa Nalar Jepang (UGM Press, 2018), bulan Sura jadi waktu pencucian atau pembersihan pusaka yang dimiliki dan disimpan oleh kerajaan. Dengan hajatan hanya dilakukan pihak keraton saja, maka rakyat biasa menganggap tabu melaksanakan perhelatan yang bersifat pribadi, kecuali ritual yang diadakan raja atau sultan. Maka muncullah pantangan-pantangan selama bulan Suro. Mulai dari tak boleh mengadakan pernikahan, menunda pindah rumah, dan dilarang mengadakan pesta hajatan lain-lain seperti selamatan atau akikah. Kepercayaan lokal menyebut jika pantangan ini dilanggar, maka bisa mendatangkan kualat atau kesialan.
4. Larung sesaji adalah contoh ritual masyarakat Jawa pada malam Satu Suro
Malam Satu Suro oleh masyarakat Jawa digunakan sebagai momen mendekatkan diri ke Sang Pencipta. Beberapa ritual yang biasa dilakoni antara lain tirakatan (menyendiri sambil membaca wirid), lek-lekan (tak tidur sepanjang malam) serta tugurani (merenung sembari berdoa). Sedang bulan Sura menjadi waktu untuk menyucikan diri serta mengingat kesalahan.
Karena hanya keraton yang bisa mengadakan acara di bulan Sura, sejumlah daerah di Jawa memiliki ritualnya masing-masing. Keraton Kasunanan Surakarta dan Puro Mangkunegaran menggelar proses mengarak (kirab) benda-benda pusaka sakral. Sementara abdi dalem (aparatur sipil) Keraton Yogyakarta melaksanakan Tapa Bisu, sebuah ritual di mana mereka mengelilingi dinding keraton tanpa berbicara.
Di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dikenal tradisi jamasan pusaka (mencuci pusaka) Tombak Abirawa. Ada pula proses larung sesaji atau ritual sedekah alam, sebagai bentuk rasa syukur dan penghargaan kepada alam sebagai sumber penghidupan manusia. Larung sesaji biasa diadakan di laut, gunung atau tempat sakral lainnya.
TRADISI SURO DALAM MASYARAKAT JAWA
Istilah suro yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya Jawa, berasal dari ‘asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh (maksudnya tanggal 10 bulan suro). Istilah itu kemudian dijadikan sebagai bulan permulaan hitungan dalam takwim jawa. Sementara itu dalam Islam, istilah suro sebagaimana yang telah dipahami oleh mayoritas masyarakat Islam, adalah bulan Muharam. Muharam adalah bulan yang telah lama dikenal sejak pra Islam. Kemudian di zaman Nabi hingga Umar Ibnu Khattab di resmikan sebagai penanggalan tetap Islam.
Secara etimologis Muharam berarti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna bahasa ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat pada bulan itu, karena Muharam sarat dengan berbagai peristiwa sejarah baik kenabian maupun kerasulan. Muharam dengan demikian merupakan momentum sejarah yang sarat makna. Disebut demikian karena berbagai peristiwa penting dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan itu.
Beberapa peristiwa penting terkait dengan suro itu misalnya peristiwa para Nabi dan Rasul Allah. Nabi Adam as. diterima taubatnya ketika masih berada di surga dan ketika itu pula Adam dan Hawa sedang beribadah kepada-Nya. Nabi Idris memperoleh derajat luhur atas sikap kasih sayangnya terhadap sesamanya. Nabi Isa memperoleh anugerah kitab Taurat ketika berada di bukit Tursina (Sinai). Nabi Nuh terlindungi dari bahaya banjir bersama umatnya yang patuh. Nabi Ibrahim terhindar dari bahaya api dan fitnah raja Namrud. Nabi Yusuf bebas dari tahanan raja Mesir akibat tuduhan zina dengan Dewi Zulaichah. Nabi Ya’qub sembuh dari penyakit mata karena menangisi anaknya Yusuf yang telah lama menghilang. Nabi Yunus bisa keluar dari perut ikan Hiu, sebagai tempat persembunyiannya ketika ia dikejar-kejar umatnya. Nabi Sulaiman memperoleh istana indah. Nabi Daud disucikan dari segala dosanya. Nabi Musa selamat dari kejaran Fir’aun dan kaumnya (bani Israil). Nabi Muhammad SAW memperoleh Al-Quran sebagai pegangan hidup sepanjang masa bagi umatnya.
Setiap menyambut bulan Muharram, umat Islam sedunia menyadari pentingnya makna bulan. Sejak itu pula Muharam yang menjadi permulaan bulan diperingati sebagai awal kebangkitan. Di bulan ini, sambil memperingati tahun baru hijriah, umat Islam menyelenggarakan berbagai kegiatan Islami yang bermanfaat. Imbasnya pun ke Indonesia, berbagai seminar dalam satu dasawarsa ini diadakan di mana-mana untuk menyambut abad kebangkitan.
Tetapi seringkali kita menyaksikan ada keganjilan dalam setiap peringatan bulan itu. Banyak kepercayaan bersifat dongeng, mitos dan irrasional. Pada malam 1 suro misalnya orang beramai-ramai mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sakral dan keramat. Ada yang datang ke makam lalu membakar kemenyan, minta kekayaan, minta banyak rizqi, minta laris dagangannya, minta cepat naik kariernya, minta segera mendapatkan jodoh. Ada yang datang ke laut dengan melemparkan makanan atau kepala kurban (kerbau) yang dianggap sebagai sedekah laut. Demikian juga di Seduda (nama tempat rekreasi di daerah Nganjuk) misalnya, setiap tanggal 15 Muharam banyak kalangan muda dan mudi yang berdatangan di tempat itu. Mereka berkeyakinan bahwa siapa yang mandi pada tanggal itu bisa awet muda, panjang umur. Selain itu tradisi mencuci keris banyak juga dilakukan pada bulan itu. Bahkan di gunung Kemukus di Sragen, jawa Tengah ada semacam legenda, barangsiapa yang menginginkan jodoh maka mereka harus berbuat mesum di tempat itu. Terasa aneh memang. Lalu apa sejatinya makna di balik tahun baru hijriah yang penuh anugerah dan kemuliaan itu. Tahun baru hijriah atau Muharam sering kita jadikan sebagai momentum untuk menempatkan kita sebagai lakon dalam sejarah kemanusiaan. Setiap kali ingat Muharam kita menjadi optimis, karena pada momen itu Islam pernah membawa bendera peradaban dunia. Pertanyaannya adalah bisakah Islam bangkit kembali, sebagaimana yang pernah ditulis oleh ilmuwan Barat, bahwa Islam ketika itu adalah jaya.
Yang terpenting dari belajar sejarah di atas adalah bahwa kebangkitan atau kejayaan bukanlah terkait dengan periode, kurun atau momen tertentu yang pernah mengalami kejayaan, melainkan pada apa yang bisa kita lakukan untuk mewariskan nilai-nilai sejarah itu. Allah akan merubah nasib kita, peradaban kita, jika kita mau merubah peradaban kita sendiri, tanpa terikat oleh momen, dan kurun waktu tertentu.
Pada bulan Muharam itu pula Tuhan membuka luas rahmat-Nya, sehingga manusia dianjurkan untuk berlomba-lomba memperoleh rahmat itu. Tetapi sayang, kebanyakan orang tidak paham dengan peristiwa itu. Mereka justru banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan pada bulan itu. Mereka juga tidak bisa menangkap kata-kata bijak dari moyang kita dulu. Ungkapan mandi dalam 1 suro itu saja juga disalahmengertikan. Mandi berarti membersihkan dan mensucikan kotoran atau najis. Ini berarti isyarat bahwa pada malam 1 suro itu orang harus mensucikan dirinya dari segala dosa dan perbuatan munkarat-nya dengan memohon magfirah Allah Sang Maha pengampun. Kemudian meniti hidup baru dengan langkah yang lebih positif serta semangat baru pula.
TRADISI MUHARRAM (SUROAN) DI NUSANTARA
Saya secara khusus akan menulis mengenai Orang Jawa. Pada Orang Jawa banyak hal yang bisa dicermati dan dikaji terkait dengan bulan Muharram atau wulan Suro. Orang Jawa memiliki tradisinya sendiri di dalam merayakan bulan Muharram atau bulan Suro.
Berbeda dengan umat Islam pada umumnya yang merayakan bulan Muharram, misalnya dengan Puasa, Baca doa, Baca Yasin atau Baca Surat Al Ikhlas, sampai sedekah kepada fakir miskin dan anak yatim, maka Orang Jawa menyelenggarakan upacara Suroan dengan tradisi yang lebih unik. Memang, masih ada sekelopompok orang yang membedakan antara Islam dan Jawa. Bagi mereka Jawa dan Islam merupakan dua entitas yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Islam adalah suatu hal tersendiri, demikian juga Jawa adalah sesuatu hal yang lain. Sebagai entitas kebudayaan, maka Islam dan Jawa merupakan suatu hal yang berbeda. Sementara itu juga ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa Islam dan Jawa merupakan dua entitas yang sudah menjadi satu. Keduanya telah lama membangun dialog kebudayaan yang saling memberi dan menerima. Pandangan kedua inilah yang kiranya menjadi arus utama akhir-akhir ini. Dengan demikian, antara Islam dan Jawa sudah merupakan suatu entitas kebudayaan yang menyatu, dan tidak terpisahkan. Ibaratnya mata uang koin, maka sisi yang satu adalah Islam dan sisi lainnya adalah Jawa. Jadi tidak bisa dipisahkan. Dalam pandangan seperti ini, maka Islam dapat berkolaborasi dengan tradisi Jawa, sehingga Islam dan Jawa dapat membangun demokrasi dan kemoderenan. Keduanya saling memberikan sumbangannya dalam satu kesatuan untuk membangun peradaban yang agung dan mendunia. Islam dan Jawa memang merupakan entitas budaya yang dapat memberikan warna khusus Islam dibanding dengan Islam di tempat lain. Kekhususan itu terletak pada berbagai upacara yang dalam banyak hal tidak dijumpai pada praktek Islam di tempat lain, bahkan di pusat sumber orisinalitas Islam di Timur Tengah. Makanya, ada beberapa hal yang kiranya dapat dipahami mengenai perilaku Orang Islam Jawa, terkait dengan perayaan tanggal 1 Muharram atau 1 Suro.
Tradisi orang Jawa antara lain :
1. Tradisi mencintai dan menghormati keris atau benda-benda pusaka lainnya. Keris atau benda-benda pusaka lainnya tentu bukanlah tradisi genuine Islam. Hampir di semua kerajaan Islam dijumpai benda-benda pusaka. Bahkan para Wali juga memiliki benda-benda pusaka. Di dalam cerita, misalnya Kanjeng Sunan Giri memiliki Kyai Kolomunyeng, kemudian Raja Mataram memiliki Kyai Sengkelat, ada juga Kyai Nogososro Sabuk Inten dan sebagainya. Ini tentu melengkapi kehebatan para empu (pembuat keris) seperti Empu Gandring dalam cerita Kerajaan Tumapel, atau Empu Supo dalam cerita Walisongo dan sebagainya. Bahkan di setiap wilayah juga menyimpan tradisi senjata-senjata sakti, seperti Rencong di Aceh, Tombak dan Keris di Jawa, dan sebagainya.
2. Tradisi melakukan puasa-puasa khas. Misalnya pada bulan Suro penganut Islam Jawa melakukan puasa patigeni, puasa mutih, puasa ngrowot, puasa ngebleng dan sebagainya. Puasa patigeni dilakukan dengan cara tidak memakan makanan hasil perapian, puasa mutih artinya hanya makan nasi putih dan air putih saja saat berbuka, puasa ngrowot dilakukan dengan hanya memakan buah-buahan, puasa ngebleng dilakukan dengan menanam dirinya di tanah dan sebagainya. Puasa-puasa ini tentu saja dilakukan dengan tujuan untuk melatih kejiwaan dan kekuatan batin agar dekat dengan Allah sing agawe urip (Tuhan yang mencipta kehidupan). Urip iku urup artinya bahwa hidup itu adalah pengabdian kepada Tuhan untuk kepentingan kemanusiaan.
Bulan Suro di kalangan Orang Jawa dikenal sebagai bulan tirakatan. Tirakat yang dilakukan oleh Orang Jawa tentu agak berbeda dengan tarekat dalam pengertian organisasi kaum sufi. Tirakatan artinya adalah tindakan untuk pendekatan khusus kepada Allah swt, melalui puasa, berdzikir atau eling kepada Allah, melanggengkan ritual-ritual khusus yang dianggap sebagai cara atau jalan agar bisa berdekatan dengan Tuhan.
3. Tradisi memandikan pusaka yang dianggap memiliki kesaktian. Mungkin ada di antara kita yang tidak meyakini bahwa pusaka (keris, tombak, bahkan batu akik) memiliki kekuatannya sendiri. Kekuatan khusus yang hanya dimiliki oleh benda-benda tersebut. Kekuatan itu adalah anugerah Allah kepada alam. Ada keistimewaan yang dimiliki oleh benda-benda tersebut karena sesungguhnya adalah representasi dari kekuasaan Allah. Orang Jawa meyakini bahwa ada representasi kekuasaan Allah pada benda-benda di alam ini.
Saya kira keyakinan tersebut tidak sama dengan konsep dinamisme di dalam agama-agama primitive, yang beranggapan bahwa setiap benda memiliki kekuatan sehingga bisa disembah. Di dalam tradisi Islam-Jawa, bahwa benda-benda itu adalah representasi Tuhan untuk menunjukkan tentang tanda-tanda kebesaran Allah bisa terdapat di antara kita semua. Bukan untuk disembah, akan tetapi dijadikan sebagai bukti bahwa Allah itu maha kuasa dan berkuasa untuk menjadikan benda atau apa saja bisa memiliki ciri khas yang berbeda dengan lainnya. Para empu yang membuat keris atau tombak atau senjata lainnya tentu tidak hanya menggunakan kekuatan fisikalnya, akan tetapi dengan lelaku atau tirakat atau riyadhah yang sangat mendasar. Mereka mencipta pusaka tersebut dengan semedi (upacara-upacara khas) untuk meminta kepada Allah agar yang diciptakannya menjadi penjaga alami bagi yang memilikinya. Di dalam tradisi Jawa, maka pembuatan pusaka-pusaka istimewa dilakukan sampai berbulan-bulan karena banyaknya upacara ritual yang harus diselenggarakan. Orang Jawa sangat menghargai prosesi itu, sehingga memuliakannya.
4. Tradisi Ziarah kubur para Orang Suci. Ziarah kubur sekarang sudah merupakan bagian dari tradisi Islam Indonesia. Tidak hanya Orang Jawa yang melakukan ritual ziarah kubur para wali atau penyebar Islam. Akan tetapi makin banyak orang yang melakukan ziarah Wali. Di Jawa dikenal ziarah Wali Songo ( Wali Sembilan). Wisata ziarah ini dilakukan secara berjamaah. Meskipun dewasa ini ziarah Maqam Wali tidak terbatas pada bulan-bulan tertentu, namun demikian khusus bulan Muharram kuantitas peziarahnya semakin banyak. Ritual ziarah makam suci dilakukan dengan harapan bahwa Allah akan memberikan keselamatan dan keberkahan hidup selama setahun berlangsung. Mereka mempercayai bahwa para Waliyullah adalah washilah yang baik agar doanya diterima oleh Allah. Mereka bukan berdoa kepada arwah Waliyullah, akan tetapi menjadikan orang suci ini sebagai perantara yang baik untuk doa yang dilantunkannya kepada Allah swt.
5. Tradisi sedekah juga mewarnai bulan Suro. Ada keyakinan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat baik untuk sedekah. Orang yang banyak sedekah kepada orang miskin dan anak yatim akan dihindarkan oleh Allah dari marabahaya. Mereka meyakini bahwa melalui sedekah kepada anak yatim pada tanggal 10 Muharram, maka Allah akan menurunkan keselamatan dan keberkahan kepada yang melakukannya. Itulah sebabnya, banyak orang yang berlomba-lomba mengeluarkan sedekah pada bulan Muharram ini.
Bulan Suro atau Bulan Muharram merupakan bulan yang dianggap sebagai bulan keramat. Orang Jawa banyak melakukan ritual-ritual untuk memperoleh keselamatan dan keberkahan.
Kita tentu tidak bisa memvonis apakah pelaksanaan upacara-upacara ini memiliki dalil naqli atau tidak, akan tetapi satu hal yang penting adalah adanya keyakinan bahwa di bulan Suro ini segala keprihatinan dan tirakatan harus dilakukan.
Keyakinan tersebut terus dijaga oleh Orang Jawa yang tentu menggambarkan bahwa Orang Jawa memang memiliki ritualitas yang menarik untuk dicermati.
KERAMAT MALAM 1 SURO
Alasan mengapa malam 1 Suro dianggap sakral bagi sebagian orang Jawa, lebih lantaran politik kebudayaan Sultan Agung.
Tahun baru Hijriah 1 Muharam 1442 akan jatuh pada 20 Agustus 2020 mendatang. Pada tanggal tersebut, dalam kalender Jawa dikenal sebagai malam 1 Suro, yang oleh sebagian masyarakat dilekatkan dengan malam yang sakral atau keramat. Di beberapa kalangan masyarakat, banyak pula mitos-mitos yang beredar, utamanya seputar pantangan melakukan aktivitas tertentu di bulan Suro karena dianggap ra ilok, pamali. Beberapa kegiatan, misalnya, mengadakan pernikahan atau membangun rumah pantang untuk dilakukan bagi sebagian orang Jawa yang mempercayainya. Di beberapa daerah pula, bermacam ritual dalam menyambut malam yang disucikan dilakukan. Contohnya, beberapa kalangan masyarakat mengadakan padusan, yakni mandi bersama di sungai sebagai cara untuk membersihkan diri dari aura negatif dan bersiap untuk tahun yang baru. Selain itu, kegiatan seperti lek-lekan atau tidak tidur semalaman, tudurani (perenungan diri sambil berdoa),tirakatan hingga selamatan dengan menyajikan aneka sesaji juga akan dilakukan. Tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti gunung atau pun petilasan raja-raja juga akan ramai dikunjungi. Terlepas dari tujuan ritual atau anggapan suci maupun angker dari Malam 1 Suro, kegiatan-kegiatan itu memiliki makna spiritual dan merepresentasikan secara jelas soal sakralnya malam tersebut.
Menurut M. Solikhin dalam Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa (2010) berpandangan, Akar Kesakralan Malam 1 Suro, faktor terpenting yang menyebabkan bulan Suro dianggap sakral adalah budaya keraton. Ia menulis, bahwa keraton sering mengadakan upacara dan ritual untuk peringatan hari-hari penting tertentu, dan akhirnya terus diwariskan, dilanjutkan dari generasi ke generasi. Dalam konteks malam 1 Suro, seperti dicatat Wahyana Giri dalam Sajen dan Ritual Orang Jawa, lingkungan Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta sebenarnya memaknainya sebagai malam yang suci atau bulan penuh rahmat. Pada malam tersebut mereka mendekatkan diri kepada Tuhan dengan membersihkan diri melawan segala godaan hawa nafsu, dengan menjalankan tirakat dan lelaku atau perenungan diri. Salah satunya, selamatan khusus selama satu minggu berturut-turut dan tidak boleh berhenti. Menurutnya Prapto Yuwono, pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia ini adalah imbas dari politik kebudayaan dari Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Pada kurun 1628-1629, Mataram mengalami kekalahan dalam penyerbuannya ke Batavia, yang akhirnya membuat Sultan Agung melakukan evaluasi. Setelah penyerbuan itu pula, pasukan Mataram yang menyerang Batavia telah terbagi ke dalam pelbagai keyakinan seiring semakin masifnya Islam di tanah Jawa. Kondisi tersebut akhirnya membuat pasukan Mataram tidak solid. Kemudian, untuk merangkul semua golongan yang terbelah, Sultan Agung menciptakan kalender Jawa-Islam dengan pembauran kalender Saka dari Hindu dan kalender Hijriah dari Islam. Alasan Sultan Agung Menciptakan Tahun Jawa Islam
Menurut Prapto, alasan mengapa Sultan Agung menciptakan tahun Jawa-Islam, karena ada satu peristiwa sejarah yang membuat dia miris dan sedih. Ia lantas berpikir secara keseluruhan bahwa ada yang salah dengan kebudayaan Jawa. Banyak yang mengaitkan rasa sedih Sultan Agung dengan kekalahan dalam dua kali penyerbuannya ke Batavia. Akhirnya, ia menciptakan tahun baru yang menggabungkan antara tahun Saka Hindu dengan tahun Islam, dengan harapan bahwa berubahnya konsep akan membuat semua kepedihan itu hilang. Sultan Agung juga mencanangkan pada malam permulaan tahun baru itu untuk prihatin, tidak berbuat sesuka hati dan tidak boleh berpesta. Masyarakat harus menyepi, tapa, dan memohon kepada Tuhan.
Prapto juga mengimbuhkan, untuk menghormati leluhur dan sebagai bentuk evaluasi, pada malam tersebut juga pusaka-pusaka dicuci, dibersihkan, seiring dengan kehidupan spiritual yang disucikan kembali. Orang Jawa meyakini bahwa malam satu Suro itu menjadi malam yang sangat sakral. Dan di situ pula, pertemuan antara dunia manusia dengan dunia gaib, karena pusaka-pusaka dicuci, didoakan, diselamatkan kembali. Malam tersebut merupakan pertemuan antara dunia manusia dengan dunia gaib, maka malam tersebut akhirnya ditakuti orang-orang. Bagi sebagian orang, ketakutan itu adalah berupa sanksi-sanksi gaib jika tidak berbuat kebaikan.
Sementara bagi sebagian lain justru kehadiran dunia gaib inilah yang ditakuti. Kepercayaan inilah yang kerap diangkat ke layar lebar dengan menghadirkan kisah-kisah menyeramkan.
MITOS BULAN SURO
Bulan Muharam bagi masyarakat muslim termasuk salah satu bulan haram yang sangat penting untuk memperingati waktu hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Dalam penanggalan masyarakat Jawa, Muharam disebut sebagai bulan Suro yang dipercaya penuh kesialan.
Bulan Suro diciptakan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645) pada zaman Kerajaan Mataram Islam. Sultan berkeinginan untuk menyesuaikan kalender Saka (kalender Jawa dan Hindu) agar sesuai dengan sistem penanggalan Islam. Selain itu penyesuaian ini juga bertujuan untuk menyatukan dua kubu masyarakat Jawa yang terpecah akibat perbedaan keyakinan, yakni penganut Kejawen (Kepercayaan Jawa) dengan Putihan (Kepercayaan Islam).
Suro dikenal oleh masyrakat sebagai bulan kesialan dan sangat sakral. Suro menjadi waktu untuk memandikan benda-benda pusaka dan melaksanakan berbagai ritual sakral Kejawen. Terdapat beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan masyarakat Jawa di bulan Suro jika ingin terhindar dari berbagai kesialan dalam hidup.
Berikut ini disajikan ulasan terkait beberapa mitos bulan Suro yang sangat dipercaya oleh masyarakat Jawa di nusantara :
1. Tidak boleh mengadakan pernikahan.
Dalam adat budaya dan tradisi masyrakat Jawa sangat melarang orang tua menikahkan anak-anaknya di bulan Suro. Menurut kepercayaan mengadakan pernikahan di bulan Suro hanya akan mendatangkan kesialan kepada pihak keluarga. Sebagian mengatakan bahwa kepercayaan ini hanyalah sebuah mitos yang tak berdasar. Beberapa beranggapan bahwa mengadakan pernikahan di bulan Suro akan menyaingi ritual keraton yang akan dirasa sepi.
2. Menunda pindah rumah.
Masyarakat Jawa sangat mempercayai bahwa ada yang disebut hari baik dan ada pula hari burul. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, hari-hari di bulan Suro bukanlah hari baik sehingga tidak dianjurkan melakukan pindahan rumah. Siapapun yang menentang aturan ini akan mengalami kesialan dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
3. Dilarang mengadakan pesta hajatan.
Bulan Suro dianggap sebagai bulan yang buruk sehingga sangat dianjurkan untuk mengadakan berbagai pesta hajatan seperti pernikahan, sunatan, dan lainnya. Namun kepercayaan ini oleh sebagian masyarakat Jawa dianggap sebagai mitos belaka. Alasannya sama, beberapa beranggapan mengadakan pesta hajatan di bulan Suro hanya akan menyaingi ritual-ritual di keraton yang dirasa akan sepi.
4. Berdiam diri di rumah?
Tepat pada saat malam satu Suro, sangat dilarang untuk keluar rumah atau melakukan aktivitas di luar rumah. Masyarakat Jawa sangat percaya bahwa keluar rumah di malam satu Suro akan mendatangkan musibah dan hal buruk dalam hidup.
5. Tapa Bisu.
Tapa Bisu merupakan salah satu ritual masyarakat Jawa berupa mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta dengan tidak berbicara sama sekali. Makan, minum, bahkan merokok sekalipun sangat dilarang saat menjalankan ritual ini. Biasanya Tapa Bisu dilakukan pada tanggal satu Suro oleh para abdi dalem keraton.
MISTERI DAN GAIB
Tahun baru Islam atau biasa disebut 1 Muharam adalah tanggal yang penting bagi umat muslim untuk memperingati hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Mengutip berbagai sumber, nama Suro diciptakan oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645) sejak kerajaan Mataram Islam. Konon, kalender Saka (kalender Jawa dan Hindu) ingin diubah oleh Sultan dengan tujuan untuk bisa sepadan dengan penanggalan Islam.
Di balik itu, Sultan juga ingin menyatukan dua kubu masyarakat Jawa yang terpecah akibat berbeda keyakinan, yakni penganut Kejawen (kepercayaan orang Jawa dengan Putihan (Kepercayaan Islam). Dalam perkembangannya malam 1 suro dipercaya sebagai datangnya Aji Saka ke Pulau Jawa yang dapat membebaskan rakyat dari genggaman makhluk gaib.
Masyarakat Jawa khususnya Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Kasepuhan Cirebon tak akan melewatkan ritual rutinnya setiap tahun untuk memperingati malam yang sakral itu.
Mengelilingi benteng keraton, memandikan benda-benda pusaka, berendam di kali, mandi kembang, dan mengarak kerbau bule merupakan beberapa ritual yang dilakukan dan dianggap membawa keberkahan pada malam 1 suro.
Bukan hanya dipercaya membawa berkah, malam 1 suro juga dianggap membawa sial bagi mereka yang melanggar pantangan menurut kepercayaan setempat.
Malam ini diyakini sebagai malam yang sangat sakral dan berkaitan dengan hal-hal mistis dan penuh misteri. Berikut beberapa hal misteri yang dipercaya pada 1 Suro.
1. Mengadakan pesta pernikahan.
Budaya Jawa sangat memantang jika orang tua menikahkan anaknya pada bulan Suro. Kepercayaan mereka mengatakan jika tetap dilakukan, keluarga akan mendapat kesialan.
Beberapa mengatakan ini hanyalah mitos belaka. Alasanya, jika masyarakat mengadakan pesta pada malam Suro, ini dianggap akan menyaingi ritual keraton yang akan dirasa sepi. Selain pesta pernikahan, pesta-pesta lainnya seperti sunatan dan lainnya juga dilarang. Sampai sekarang, mitos ini masih dipercaya oleh masyarakat Jawa.
2. Tak boleh keluar rumah.
Saat malam 1 suro, masyarakat Jawa percaya lebih baik berdiam diri di rumah. Karena jika pergi keluar, kesialan dan hal buruk bisa saja menimpa
3. Melakukan pindah rumah
Menurut Primbon orang Jawa, ada yang disebut hari baik dan ada pula hari buruk. Sebagian orang percaya untuk tidak melakukan pindahan rumah saat malam satu suro karena dianggap bukan hari baik. Sedangkan menurut agama Islam, semua hari adalah baik.
4. Tak boleh berbicara.
Beberapa orang memilih untuk melakukan ritual masing-masing saat 1 Suro. Beberapa orang di antaranya adalah tapa bisu. Saat mengikuti ritual tapa bisu, yakni mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta sangat dipantang untuk berbicara satu kata pun. Makan, minum serta merokok juga sangat dilarang untuk dilakukan saat ritual tersebut.
Di Indonesia, memang ada berbagai banyak cara yang dilakukan untuk memperingati 1 Muharam atau 1 Suro, misalnya seperti berdoa dan menyantuni anak yatim. Ada pula yang melakukan pawai obor di beberapa daerah dan di masyarakat Jawa merayakan ritual malam 1 Suro.
Ini menandakan beragam budaya dan adat tradisi yang dimiliki Indonesia masih digenggam erat oleh masyarakat.
Hanya saja, hal yang tak boleh dilewatkan pada Tahun Baru Islam atau 1 Muharram adalah mendekatkan diri kepada Tuhan dibanding percaya dengan mitos satu suro.
PERAYAAN SAKRAL
1 (siji/satu) Sura, merupakan perayaan terpenting bagi orang Jawa. Peringatan tahun baru Jawa dimulai pada hari pertama bulan Sura di penanggalan Jawa, sesuai dengan bulan pertama Muharram dalam kalender Hijriyah.
Perayaan tersebut diperingati terutama di pulau Jawa, dan daerah atau negara lain dengan populasi suku Jawa yang signifikan, Siji Sura juga diperingati, dan telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari masing-masing daerah.
Siji Sura biasanya diperingati pada malam hari setelah terbenamnya matahari. Pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada jumungah legi (jumat). Untuk sebagian masyarakat pada malam siji sura dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.
Ada keunikan lain saat malam satu suro ini, ya berbagai ritual yang diadakan saat waktu spesial itu datang. Misalnya saja ritual Kirab Kerbau bule (Kebo bule) yang dilakukan di Surakarta dan beberapa daerah di Semarang, atau malah Mubeng Benteng atau berjalan mengelilingi keraton yang dilakukan di Yogyakarta. Tak hanya itu, ada juga ritual lain yang sering dilakukan saat malam satu suro yaitu penjamasan.
Penjamasan ini juga punya ritual khusus lainnya seperti puasa, pati geni, menyiapkan sesaji lengkap dengan menyan, tumpeng, dan berbagai persiapan lainnya. Masyarakat Jawa percaya kalau ritual mencuci benda pusaka ketika malam satu Suro akan mempertahankan kesaktian benda pusaka peninggalan leluhur.
Adanya berbagai kepercayaan tersebut, membuat malam satu Suro makin diselimuti oleh nuansa mistis. Anggapan tersebut tak lepas dari sejarah zaman kerajaan tempo dulu. Kala itu, bulan Suro jadi satu waktu dimana keraton di Pulau Jawa mengadakan ritual memandikan pusaka. Masih begitu dihormati oleh masyarakat, karisma keraton itu sendiri yang membentuk stigma mistis akan bulan Suro.
Kalau ada warga yang mengadakan perayaan khusus, seperti pernikahan, di bulan Suro. Maka perayaan itu akan berdampak pada sepinya ritual pencucian pusaka yang diselenggarakan oleh keraton. Dianggap mengurangi kewibawaan keraton, maka mulai beredar mitos-mitos seram tentang bulan Suro.
Tradisi ini juga jadi satu bentuk aksi untuk mememupuk kesetiaan warga pada keraton. Hingga kini, kepercayaan itu masih dipegang kuat oleh masyarakat Jawa. Di balik semua cerita yang terdengar, tak ada salahnya juga kalau ingin melestarikan tradisi, bukan? Setiap orang punya perspektif sendiri untuk menilai malam satu Suro.
1 SURO MALAM SAKRAL MASYARAKAT JAWA
Malam satu suro masih dianggap keramat oleh masyarakat Jawa. Tahun baru dua kalender Saka dan Hijriah.
Banyak orang berdesak-desakan di sekitar Keraton Surakarta hingga memenuhi jalanan kota. Kirab hendak digelar dan kebo bule yang dinantikan masyarakat juga akan diboyong keluar. Malam itu adalah malam satu Suro. Malam istimewa yang sering dianggap mistis dan keramat sekaligus penuh berkah dan sakral.
Sebagian besar masyarakat Jawa masih mempercayai bahwa malam satu Suro memang malam istimewa. Di berbagai daerah banyak tradisi memperingati Tahun Baru Jawa sekaligus Islam ini. Sementara itu, di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta, beragam ritual dan kirab digelar. Ramai dan semarak.
Maknanya :
1. Para abdi dalem lengkap dengan pakaian kebesaran mengisi malam satu suro.
2. Buah-buahan selalu menghiasi gunungan yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.
3. Gunungan biasanya akan menjadi rebutan masyarakat karena dianggap mempunyai berkah.
4. Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan.
5. Malam satu suro juga mengikutsertakan daerah lain untuk berpatisipasi
6. Ngarep berkah menjadi salah satu tradisi yang mengisi malam satu suro
7. Malam Satu Suro selalu identik dengan gunungan berupa aneka kue jajanan pasar
8. Malam satu suro dianggap sakral oleh masyrakat Jawa seperti di Yogyakarta dan Solo.
9. Iring-iringan rombongan masyarakat atau disebut kirab menjadi salah satu keunikan malam satu suro.
10. Kebo bule yang dianggap sakral oleh masyrakat Solo ikut berpatisipasi di malam satu suro.
11. Aneka sayur mayur menjadi kekayaan alam yang digunakan untuk menghiasi gunungan.
12. Sayur-mayur dan buah-buahan menjadi salah satu bagian dari gunungan yang diperebutkan warga.
13. Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645.
14. Malam satu suro menjadi awal untuk masyarakat Jawa bersikap eling dan waspada.
15. Para abdi dalem lengkap dengan pakaian kebesaran mengisi malam satu suro
16. Buah-buahan selalu menghiasi gunungan yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.
17. Gunungan biasanya akan menjadi rebutan masyarakat karena dianggap mempunyai berkah.
18. Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan.
19. Malam satu suro juga mengikutsertakan daerah lain untuk berpatisipasi
20. Ngarep berkah menjadi salah satu tradisi yang mengisi malam satu suro
21. Malam Satu Suro selalu identik dengan gunungan berupa aneka kue jajanan pasar
22. Malam satu suro dianggap sakral oleh masyrakat Jawa seperti di Yogyakarta dan Solo
23. Iring-iringan rombongan masyarakat atau disebut kirab menjadi salah satu keunikan malam satu suro.
24. Kebo bule yang dianggap sakral oleh masyrakat Solo ikut berpatisipasi di malam satu suro
25. Aneka sayur mayur menjadi kekayaan alam yang digunakan untuk menghiasi gunungan
26. Sayur-mayur dan buah-buahan menjadi salah satu bagian dari gunungan yang diperebutkan warga.
27. Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645
28. Malam satu suro menjadi awal untuk masyarakat Jawa bersikap eling dan waspada.
29. Para abdi dalem lengkap dengan pakaian kebesaran mengisi malam satu suro
39. Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung. Saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu. Sementara Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam). Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.
31. Penyatuan kalender ini dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah
32. Menurut Muhammad Solikhin dalam Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa, kata Suro berasal dari kata Asyura dalam bahasa Arab yang berarti sepuluh. Kata Asyura di sini merujuk pada tanggal 10 bulan Muharam, yang berkaitan dengan peristiwa wafatnya Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhamad di Karbala (sekarang masuk Irak).
33. Dari Sultan Agung inilah kemudian pola peringatan tahun Hijriah dilaksanakan secara resmi oleh negara, dan diikuti seluruh masyarakat Jawa. Berbagai ritual perayaan Muharram dan Asyura di Indonesia terus lestari sampai sekarang berkat jasa Sultan Agung.
43. Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa. Satu suro biasanya diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum. Sebab, pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.
35. Beragam tradisi seringkali digelar untuk menyambut bulan Suro seperti jamas pusoko, ruwatan, hingga tapa brata. Dalam tradisi keraton, para abdi dalem keraton mengarak hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta kirab benda pusaka.
36. Di Keraton Surakarta, menurut Dian Uswatina dalam tesisnya “Akulturasi Budaya Jawa dan Islam (Kajian Budaya Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton Surakarta Hadiningrat Masa Pemerintahan Paku Buwono XII)”, peringatan 1 Suro dilakukan dengan cara bersyukur, tafakur (merenung) dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang dipusatkan di Masjid Pujasana. Pada masa Paku Buwono XII, upacara kirab pusaka malam 1 Suro dilaksanakan seminggu sekali pada hari Jumat. Itupun hanya mengelilingi bagian dalam keraton.
37. Sekira 1973, Presiden Soeharto meminta kepada Sinuhun untuk turut berdoa demi ketentraman negara. Maka, Sinuhun Paku Buwono XII mulai melaksanakan kirab pusaka di luar tembok keraton dan mengikutsertakan kebo bule yang dianggap sebagai bentuk pusaka keraton yang bernyawa sebut Dian Uswatina.
38. Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu Suro. Ia bukan sembarang kerbau, karena leluhurnya merupakan hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II. Leluhur kerbau bule itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo. Secara turun-temurun kebo bule menjadi cucuk lampah (pengawal) pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet sehingga masyarakat menyebutnya kebo bule Kyai Slamet.
39. Dalam kirab satu Suro, orang-orang berdesak-desakan dan berebut kotoran kebo bule. Kotoran kebo bule dianggap dapat membawa berkah dan keselamatan.
40. Berbeda dari Solo, di Yogyakarta perayaan malam satu Suro biasanya identik dengan membawa keris dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab.
41. Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya marabahaya.
42. Selain itu, terdapat pula tradisi mubeng beteng atau mengelilingi benteng keraton. Menurut Hersapandi dkk dalam Suran: Antara Kuasa Tradisi dan Ekspresi Seni, konsep mubeng beteng kemungkinan besar terpengaruh oleh pradaksina dan prasawya dalam Hindu dan Buddha. Pradaksina adalah ritual berjalan kaki mengeliling benteng sesuai arah jarum jam. Sedangkan prasawya yaitu ritual berjalan kaki mengelilingi benteng kebalikan arah jarum jam.
43. Jika orang berjalan dengan menggunakan pradaksina, maka secara simbolis dia memohon kebutuhan lahiriah. Jika berjalan dengan menggunakan prasawya, maka secara simbolis lebih bersifat ilmu kesempurnaan hidup (batiniah),” tulis Hersapandi dkk.
44. Ada banyak cara dilakukan masyarakat Jawa untuk menyambut satu Suro. Tapi umumnya melakukan “laku prihatin” untuk tidak tidur semalaman. Aktivitas yang dilakukan adalah tirakatan, menyaksikan kesenian wayang, dan acara kesenian lainnya.
45. Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling disini memiliki arti manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sementara waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan.
PERISTIWA PENTING DI BULAN MUHARRAM DALAM SEJARAH UMAT ISLAM
Bulan Muharram termasuk dalam bulan-bulan suci. Bulan Sakral dalam Islam.
Alasannya, termasuk Muharram Sejarah Muharram Jadi Bulan Pertama Hijriyah dan Ragam Tradisi Muslim Dunia Sambut 1 Muharram.
Nama-Nama Bulan Hijriyah dan Artinya :
Dan pastinya, pada hari ini seluruh umat Muslim diseluruh dunia telah memasuki tahun baru Hijriyah yang ke-1442 yang diawali dengan bulan Muharram. Bulan pertama hijriyah ini juga dikenal sebagai bulan Sura.
Belum ada hasil penelitian yang final dan disepakati oleh para ahli sejarah Islam mengapa orang Islam di wilayah Nusantara (Asia Tenggara) terutama bangsa Jawa lebih suka menyebut nama bulan Muharram dengan nama bulan Sura. Salah satu teori yang agak masuk akal adalah karena pada bulan Muharram ini pernah terjadi peristiwa besar di dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa Asyura.
Dalam catatan sejarah Islam, pada hari Asyura (10 Muharram) merupakan hari bersejarah dan hari yang diagungkan. Terdapat beberapa peristiwa yang telah terjadi dan dilampaui.
Banyak kemenangan dan kebaikan yang terjadi pada masa Nabi-Nabi
Bulan Muharram pada hari Asyura disebut sebagai hari kebebasan Musa dari kejaran Fira’un, dan umat Muslim sangat disunahkan berpuasa pada tanggal itu.
Dari ’Aisyah Radhiyallahu ’anha, beliau berkata,
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.”
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّه بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.
Dua hadits ini menunjukkan bahwa hari Asyura di masa jahiliyah, orang-orang Quraisy telah melakukannya sebelum hijrah Nabi SAW. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.
Ada juga mengenai riwayat tentang Nabu Nuh, yakni :
وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَهُ نُوحٌ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى
Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur.
Ada juga terjadinya perang Khaibar. Para Ulama sejarah memiliki beberapa pandangan mengenai kapan terjadinya, namun mayoritas ulama dan Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa peperangan ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 Hijriyah. Perang ini menandai penumpasan total kaum Yahudi yang suka bikin kekacauan dan perpecahan di kota Madinah.
Peristiwa gugurnya Husein bin Ali, cucu Rasulullah SAW
Di tanah Karbala, Asyura yang manakah yang dijadikan rujukan orang Jawa.
Dari cara memperlakukan bulan muharram sendiri, tampaknya peristiwa kedualah yang dijadikan sebagai rujukan. Hal ini disebabka karena orang Jawa cenderung menganggap bulan Sura sebagai bulan yang sial karena beberapa peristiwa yang tragis dan menyedihkan dimasa lampau.
Muharram Bukan Bulan yang Sial.
Dalam mantra-mantra tradisional Jawa yang berbau Islam, banyak tersirat ritual yang memuliakan Fatimah (yang di Jawa disebut Dewi Pertimah yang disejajarkan dengan Dewi Pertiwi atau Dewi Bumi). Ali bin Thalib yang disebut Baginda Ngali, Hasan, Husein, maupun Muhammad Hanafiah. Mirip dengan kepercayaan kaum Syi’ah. Mereka juga sangat membenci Yazid yang disebut Raja Yazid Kang Duraka. Walau begitu mereka menghormati Abu Bakar, Umar, dan Usman juga Muawiyah.
Terkait atau tidaknya peristiwa Asyura dengan penamaan bulan Muharram dengan istilah bulan Sura oleh masyarakat Islam di wilayah Nusantara. Menurut yang percaya pada mitos ini, bulan Muharram dianggap sebagai bulan yang dikhususkan untuk para makhluk halus menyelenggarakan perayaan pernikahan.
Terkait dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda :
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: Janganlah kalian menamakan ‘inab (anggur) sebagai karam (kemuliaan), dan janganlah kalian mengatakan alangkah sialnya masa (waktu) karena sesungguhnya Allah adalah (pencipta) masa. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits lain juga dijelaskan: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda : Allah Azza wa Jalla berfirman : Anak Adam telah menyakiti-Ku dia suka mencela masa. Padahal Aku adalah (pencipta) masa. Akulah yang menggilir siang dan malam. (HR Muslim)
Perayaan 1 Muharam menajdi hal yang berkesan. Seluruh umat muslim di seluruh dunia mengenal 1 Muharram sebagai pengingat ketika Nabi Muhammad hijrah.
Nabi Muhammad hijrah dari kota Makkah Al Mukarromah menuju Madinah Al Munawwaroh. Tanggal tersebut dipilih para sahabat Rasulullah untuk menetapkan hari pertama di kalender Hijriah dan menjadi tahun baru Islam.
Adapun peristiwa penting bersejarah yang terjadi di bulan Muharam yaitu :
Tanggal 1 Muharram.
1. Khalifah Umar Bin Khattab R.A. menetapkan sebagai tahun baru Islam atau penetapan kalender Hijriah.
Tanggal 10 Muharram
2. Banyak terjadi peristiwa penting bagi umat isalam, yang mencerminkan kegemilangan, atas perjuangan yang gigih dan tabah untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
3. Nabi Adam a.s bertaubat kepada Allah SWT atas pelanggarannya di dalam syurga yang mengakibatkannya ditrunkan ke bumi.
4. Nabi Idris a.s diangkat oleh Allah SWT ke langit.
5. Nabi Nuh a.s diselamatkan Allah SWT dari banjir besar yang belangsung selama 6 bulan, hingga keluar dari perahunya dengan selamat.
Kapal penuh muatan masing masing berisi hewan berpasangan dan orang orang yang beriman kecuali anak dan salah satu istri nabi Nuh yang berkhianat pada Allah.
6. Nabi Ibrahim a.s diselamatkan Allah SWT dari Raja Namrud yang akan membakarnya, dengan mendinginkan api yang membakar nabi Ibrahim.
7. Nabi Musa a.s menerima kitab Taurat dari Allah SWT.
8. Terbelahnya laut merah, sebagai mu’jizat dari Allah SWT kepada nabi Musa a.s untuk menyelamatkan diri dan para pengikutnya dari kejaran tantara Firaun.
9. Nabi Ayub a.s. disembuhkan kembali oleh Allah SWT dari ujian penyakit kulit yang di deritanya.
10. Nabi Yunus diselamatkan Allah SWT keluar dari perut ikan paus, setelah tinggal di dalamnya selama 40 hari 40 malam.
11. Nabi Yusuf a.s dibebaskan Allah SWT dari penjara, yang sisebabkan fitnah seorang wanita.
12. Penglihatan Nabi Ya’qub a.s yang kabur dipulihkan Allah SWT.
13. Nabi Daud a.s diampuni Allah SWT atas kesalahannya.
14. Nabi Sulaiman a.s dikaruniakan kerajaan yang besar oleh Allah SWT.
15. Nabi Isa a.s diangkat ke langit oleh Allah SWT.
16. Allah SWT menjadikan Arasy.
17. Allah SWT menjadikan Lauh Mahfudz.
18. Allah SWT menciptakan malaikat Jibril a.s.
19. Hari pertama Allah SWT menciptakan alam semesta.
20. Hari pertama Allah SWT menurunkan rahmat.
21. Hari pertama Allah SWT menurunkan hujan.
Kejadian-kejadian istimewa dan bersejarah dalam Islam ini ialah sebagai berikut:
1. Pada bulan Muharam, taubat Nabi Adam AS diterima oleh Allah SWT.
2. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat juga terjadi di Muharam, yakni usai dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan sebagian besar manusia di Bumi.
3. Selamatnya Nabi Ibrahim AS dari siksa Namrud terjadi di Muharam. Siksa itu berupa nyala api, yang ternyata tidak membakar Nabi Ibrahim.
4. Pada bulan Muharam juga, Nabi Yusuf AS dibebaskan dari penjara kerajaan Mesir. Sebelumnya, Nabi Yusuf AS dipenjara karena fitnah yang menimpanya.
5. Peristiwa Nabi Yunus AS selamat dan keluar dari perut ikan besar yang menelannya pun terjadi di bulan Muharam.
6. Nabi Ayyub AS disembuhkan Allah dari penyakitnya juga pada bulan Muharam.
7. Pada bulan Muharam, Nabi Musa AS dan umatnya, kaum Bani Israil, selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah. Nabi Musa dan ratusan ribu umatnya selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.
AMALAN & KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
Amalan ketaatan dan kebaikan di Bulan Muharam akan berbalas pahala yang besar. Bulan Muharam memiliki keutamaan yang besar. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan di Bulan Muharam.
Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah yang dihitung berdasarkan revolusi bulan. Nabi Muhammad SAW menyebut bulan Muharam sebagai Syahrullah atau berarti Bulan Allah.
Allah melarang umat Islam untuk berbuat kerusakan, terutama di bulan ini, lantaran keutamaan bulan Muharam adalah bulan suci.
Firman Allah dalam Alquran Surat At Taubah ayat 36.
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu," terjemahan QS At Taubah ayat 36.
Empat bulan suci yang dimaksud itu adalah bulan Dzulqaadah, Dzulhijjah, Muharam, dan Rajab. Ini sesuai dengan hadis sahih dari Bukhari.
Waktu berputar sebagaimana keadaannya semula ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Tahun terdiri dari 12 bulan, empat di antaranya adalah bulan suci, tiga berurutan yaitu Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, dan yang keempat adalah Rajab, Hadis Riwayat Bukhari: 4054, dikutip dari Ensiklopedi Hadist.
Bulan-bulan ini dinamakan bulan suci karena pada bulan ini umat Islam diharamkan melakukan pembunuhan atau peperangan. Pada bulan ini pula, larangan berbuat haram lebih ditekankan karena bulan-bulan ini termasuk bulan yang mulia. Sedangkan amalan ketaatan juga akan berbalas pahala yang besar.
Salah satu amalan yang utama di bulan Muharam adalah puasa. Umat Islam dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Muharam. Salah satu puasa sunah yang dapat dilakukan adalah Tasu'a pada 9 Muharam dan Asyura pada 10 Muharam.
Seutama-utama salat setelah salat wajib adalah salat pada sepertiga akhir malam, dan seutama-utama puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa di bulan Muharam, Hadis Riwayat Muslim: 1983.
Amalan lain yang dapat dilakukan saat memasuki tahun baru di bulan Muharam di antaranya adalah bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah, muhasabah atau introspeksi diri, dan mengenang perjalanan hijrah nabi Muhammad.
Memasuki Tahun Baru Islam dapat pula dilakukan dengan cara berdoa kepada Allah SWT. Doa juga merupakan bentuk pengharapan kepada Allah agar mendapatkan rahmat serta keutamaan bulan Muharam.
MALAM 1 SURO MENURUT ISLAM
Malam satu suro menurut tanggal jawa juga berarti mulainya bulan Muharam menurut penanggalan hijriah. Ya, ternyata menurut pandangan agama justru datangnya malam satu suro ini adalah berkah bagi semua umat muslim di dunia. Muharam adalah salah satu waktu spesial di antara empat bulan lainnya, di mana Allah akan memberikan keberkahan luar biasa pada waktu itu. Bahkan pada saat Muharam datang, tidak diperbolehkan melakukan peperangan atau hal buruk lainnya untuk menghormati bulan spesial tersebut. Malah dianjurkan untuk memperbanyak ibadah karena pahalanya luar biasa ketimbang bulan lainnya.
Dalam Islam, satu Suro adalah satu hijriah. Bulan ini merupakan salah satu dari empat bulan yang istimewa dalam ajaran agama Islam.
Dalam Alquran Surat At Taubah ayat 36 dijelaskan, bilangan bulan di sisi Allah ada dua belas bulan. Saat Allah menciptakan langit dan bumi, ada empat bulan yang suci.
Alquran itu kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Hadits Riwayat Bukhari Nomor 3025 di mana Nabi Muhammad SAW bersabda, empat bulan suci yang dimaksud yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan satunya lagi adalah bulan Rajab.
Keempat bulan suci itu juga disebut bulan haram, karena pada bulan suci itu diharamkan untuk membunuh dan juga ditekankan untuk menghindari apa yang diharamkan Allah, mengingat bulan tersebut adalah bulan suci. Dalam Islam, bulan Muharram (Suro dalam Kejawen) adalah bulan Allah atau Syahrullah. Jadi bulan ini juga istimewa, karena disebut bulan Allah dalam Islam.
Hadits Riwayat Muslim Nomor 2812 menyebutkan, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah bulan Muharram atau Suro.
Malam 1 Suro adalah tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut tahun baru Hijriah, bulan suci sekaligus bulan Allah, yakni masyarakat Jawa Islam Kejawen yang diprakarsai Sultan Agung, Raja ketiga Mataram.
Bagaimanapun mau percaya atau tidak pada mitos yang ada di malam satu suro, semua dikembalikan pada diri sendiri. Yang penting kita ambil hikmahnya dari semua. Ya, untuk tidak berbuat dosa serta memperbanyak ibadah pada bulan tersebut.
MUHARRAM PENUH KEMULIAAN
Sebenarnya malam 1 Suro adalah malam penuh kemuliaan bagi umat Islam.
Fakta tentang malam 1 Muharram dalam Islam :
1. Bulan Muharram termasuk bulan haram.
Dalam agama Islam, bulan Muharram (dikenal orang Jawa sebagai bulan Suro) adalah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.
Dalam firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36).
Menurut Abu Bakroh, Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Artinya dalam satu tahun ada 12 bulan, di antara ada empat bulan haram (suci). Bulan tersebut adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban. (HR. Bukhari)
Disebut bulan tersebut disebut bulan haram. Menurut Al Qodhi Abu Ya’la ahimahullah, ada dua makna bulan haram :
a Pertama bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan.
b. Kedua adanya larangan berbuat buruk ditekankan karena bulan ini lebih baik dari bulan lainnya.
2. Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Nabi Muhammad S.A.W bersabda, Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah shalat wajib adalah salat malam. (HR. Muslim)
3. Misteri Malam satu Suro menurut Islam.
Dalam ajaran Islam, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram.
Mencela termasuk kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menganggap, yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu. Allah pun mencela perbuatan mereka ini, sebegaimana pernah dijelaskan dalam firman-Nya :
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu), dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).
DOA AWAL TAHUN
Jelang Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H, umat Islam dianjurkan untuk memanjatkan doa akhir tahun dan awal tahun.
Doa awal tahun memasuki bulan
Doa awal tahun dibaca pada detik-detik memasuki hari pertama awal Tahun Baru Islam 1441 H.
Doa awal tahun biasanya dibaca sebanyak tiga kali setelah Maghrib.
Doa awal tahun berisi tentang harapan harapan yang akan atau ingin dicapai selama satu tahun ke depannya.
Juga permohonan perlindungan dari Allah Subhanallahu wa ta’ala.
Berikut doa awal tahun :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِوَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ اَنْتَ اْلاَ بَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلاَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَكَرَمِ جُوْدِكَ الْمُعَوَّلُ وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ اَقْبَلَ اَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَاَوْلِيَائِهِ وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلاَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ وَاْلاِشْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِى اِلَيْكَ زُلْفَى يَاذَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ وَصَلَى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Lafal latin: Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam. Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa ‘alaa fadhlikal-’azhimi wujuudikal-mu’awwali, wa haadza ‘aamun jadidun qad aqbala ilaina nas’alukal ‘ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa’ihi wa junuudihi wal’auna ‘alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu’i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu ‘alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi wa shahbihii wa sallam
Artinya :
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga Allah tetap melimpahkan rahmat dan salam (belas kasihan dan kesejahteraan) kepada junjungan dan penghulu kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat Beliau. Ya Allah! Engkau Dzat Yang Kekal, yang tanpa Permulaan, Yang Awal (Pertama) dan atas kemurahan-Mu yang agung dan kedermawanan-Mu yang selalu berlebih, ini adalah tahun baru telah tiba: kami mohon kepada-Mu pada tahun ini agar terhindar (terjaga) dari godaan syetan dan semua temannya serta bala tentara (pasukannya), dan (kami mohon) pertolongan dari godaan nafsu yang selalu memerintahkan (mendorong) berbuat kejahatan, serta (kami mohon) agar kami disibukkan dengan segala yang mendekatkan diriku kepada-Mu dengan sedekat-dekatnya. Wahai Dzat Yang Maha Luhur lagi Mulia, wahai Dzat Yang Maha Belas Kasih.
DOA TOLAK BALA
Doa tolak bala, memohon kepada Allah SWT agar terhindar dari musibah bisa diamalkan sebelum beraktivitas. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti diriwayatkan dalam Hadits Bukhari bersabda:
تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ جَهْدِ الْبَلاَءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ
Berlindunglah kalian kepada Allah dari kerasnya musibah, turunnya kesengsaraan yang terus menerus, buruknya qadha serta kesenangan musuh atas musibah yang menimpa kalian." (HR. Bukhari).
Di dalam Al Quran juga diceritakan tentang kisah Nabi Yunus yang selamat dari perut seekor ikan besar setelah berdoa meminta keselamatan kepada Allah SWT. Dalam Al Quran Surat Ash Shoffat ayat 143 Allah SWT berfirman:
فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
Maka jika sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak berdzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan umatnya untuk memperbanyak doa saat melihat atau bertemu dengan orang yang sedang tertimpa musibah atau bala. Doa dipanjatkan agar terhindar dari bala atau petaka. Berikut ini doanya:
اَلْـحَمْدُ لل الَّذِي عَافَانِي مِـمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِـمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً
Artinya :
Segala puji bagi Allah yang memberikan keselamatan kepadaku dari bala' yang telah menimpamu serta Ia telah memberikan anugerah kepadaku atas kebanyakan makhluk yang telah Ia ciptakan.
Doa tolak bala berikutnya seperti diriwayatkan dalam Hadits Abu Daud dan juga Tirmidzi dari Ustman bin Affan radhiyallahu 'anhu. Khalifah ke-3 itu pernah mendengar Rasulullah menganjurkan sebuah doa agar terhindar dari musibah. Doa itu berbunyi :
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah yang dengan sebab nama-Nya tidak ada sesuatu pun di bumi maupun di langit yang dapat membahayakan (mendatangkan mudharat). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
Ada juga doa tolak bala seperti diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqash. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang doa yang dipanjatkan Nabi Yunus 'alaihissalaam saat berada di dalam perut ikan besar. Doa tersebut berbunyi :
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِـمِينَ
Yang artinya: Ya Allah,Tiada yang berhak disembah selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya saya adalah termasuk orang-orang yang zhalim
Ada juga doa tolak bala yang sering kita dengar dibaca usai sholat berjamaah. Doa tersebut berbunyi :
اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَاوَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
Allāhummaftah lanā abwābal khair, wa abwābal barakah, wa abwāban ni'mah, wa abwābar rizqi, wa abwābal quwwah, wa abwābas shihhah, wa abwābas salāmah, wa wa abwābal 'āfiyah, wa abwābal jannah. Allāhumma 'āfinā min kulli balā'id duniyā wa 'adzābil ākhirah, washrif 'annā bi haqqil Qur'ānil 'azhīm wa nabiiyikal karīm syarrad duniyā wa 'adzābal ākhirah. Ghafarallāhu lanā wa lahum bi rahmatika yā arhamar rāhimīn. Subhāna rabbika rabbil 'izzati 'an mā yashifūn, wa salāmun 'alal mursalīn, walhamdulillāhi rabbil 'ālamīn.
Artinya :
Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al Quran yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai, zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.
Tak ada satu pun manusia yang tahu peristiwa apa bakal terjadi esok hari. Bisa saja ada musibah menghampiri. Sebab musibah bisa saja menjadi ujian bagi seorang mukmin untuk mengasah dan meningkatkan keimanan. Doa tolak bala bisa kita panjatkan agar terhindar dari musibah buruk di luar kemampuan kita.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan umatnya untuk memperbanyak doa saat melihat atau bertemu dengan orang yang sedang tertimpa musibah atau bala. Doa dipanjatkan agar terhindar dari bala atau petaka. Berikut ini doanya:
اَلْـحَمْدُ لل الَّذِي عَافَانِي مِـمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِـمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً
Artinya :
Segala puji bagi Allah yang memberikan keselamatan kepadaku dari bala' yang telah menimpamu serta Ia telah memberikan anugerah kepadaku atas kebanyakan makhluk yang telah Ia ciptakan.
Doa tolak bala berikutnya seperti diriwayatkan dalam Hadits Abu Daud dan juga Tirmidzi dari Ustman bin Affan radhiyallahu 'anhu. Khalifah ke-3 itu pernah mendengar Rasulullah menganjurkan sebuah doa agar terhindar dari musibah. Doa itu berbunyi :
بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah yang dengan sebab nama-Nya tidak ada sesuatu pun di bumi maupun di langit yang dapat membahayakan (mendatangkan mudharat). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).
Ada juga doa tolak bala seperti diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqash. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang doa yang dipanjatkan Nabi Yunus 'alaihissalaam saat berada di dalam perut ikan besar. Doa tersebut berbunyi :
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِـمِينَ
Artinya :
Ya Allah,Tiada yang berhak disembah selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya saya adalah termasuk orang-orang yang zhalim.
Ada juga doa tolak bala yang sering kita dengar dibaca usai sholat berjamaah. Doa tersebut berbunyi :
اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَاوَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
Allāhummaftah lanā abwābal khair, wa abwābal barakah, wa abwāban ni'mah, wa abwābar rizqi, wa abwābal quwwah, wa abwābas shihhah, wa abwābas salāmah, wa wa abwābal 'āfiyah, wa abwābal jannah. Allāhumma 'āfinā min kulli balā'id duniyā wa 'adzābil ākhirah, washrif 'annā bi haqqil Qur'ānil 'azhīm wa nabiiyikal karīm syarrad duniyā wa 'adzābal ākhirah. Ghafarallāhu lanā wa lahum bi rahmatika yā arhamar rāhimīn. Subhāna rabbika rabbil 'izzati 'an mā yashifūn, wa salāmun 'alal mursalīn, walhamdulillāhi rabbil 'ālamīn.
Artinya :
Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al Quran yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai, zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.
Tak ada satu pun manusia yang tahu peristiwa apa bakal terjadi esok hari. Bisa saja ada musibah menghampiri. Sebab musibah bisa saja menjadi ujian bagi seorang mukmin untuk mengasah dan meningkatkan keimanan. Doa tolak bala bisa kita panjatkan agar terhindar dari musibah buruk di luar kemampuan kita.
Imajiner Nuswantoro