JOWO DIGOWO - ARAB DIGARAB
BARAT DIRUWAT
Berbicara
mengenai budaya Jawa pastinya kita akan tertuju pada segala tradisi atau budaya
dan istilah-istilah nya yang sangat kental. Maka dari itu wajib kiranya kita memahami makna istilah jawa jowo
digowo, arab digarap, barat diruwat.
Pada
istilah ini pastinya memiliki pesan yang tersendiri dari para leluhur untuk
bangsa Indonesia, khususnya pada orang Jawa. Namun sayangnya tidak semua orang
mengetahui apa maksud dari pernyataan tersebut. Mungkin hanya orang Jawa lah
yang mengerti dan paham maksud dari istilah itu.
Maka
dari itu disini kami akan memberikan sedikit ulasan agar Anda memahami makna
istilah jawa “jowo digowo, arab di garap, barat diruwat”. Sebaiknya jangan
berlama-lama lagi mari kita simak ulasan yang sudah kami sajikan untuk Anda
seperti berikut ini.
Memahami
Makna Istilah Jawa Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat
Jowo Digowo (Jawa Dibawa)
Untuk
kalimat pertama dalam istilah jawa tersebut adalah jowo digowo, atau dalam
bahasa Indonesia nya adalah jawa dibawa. Dalam hal ini istilah dalam kalimat
pertama memiliki arti yakni dimanapun nantinya Anda berada, dan kapapun. Yang
namanya Budi pekerti itu harus selalu dibawa atau harus diterapkan.
Jangan
sampai nantinya kita menjadi “wong jowo kang ilang jawane”,pernyataan kali ini
juga memiliki arti. Yakni jangan sampai kita menjadi orang yang lupa akan
tatakrama nya. Perlu diketahui makana “jowo” tersebut memiliki makna subosito
(tatakrama).
Jowo
digowo (Jawa dibawa)
Artinya,
kemanapun dan dimanapun, budi pekerti itu harus selalu dibawa/diterapkan.
Jangan sampai menjadi "Wong Jowo kang ilang Jawane". Jowo di sini
bermakna Subosito (Tatakrama).
Arab Digarap
Untuk
kalimat kedua memahami makna istilah jawa “jowo digowo, arab digarap, barat
diruwat” memiliki arti tersendiri. Yakni segala sesuatunya yang berasal dari
Arab jangan langsung digunakan begitu saja. Melainkan kita harus mempelajari,
mengerti, dan memahami nya terlebih dahulu.
Hal
ini yang perlu diperhatikan terutama untuk semua kaum muslimin, bahwa harus
bisa membedakan. Manakah yang termasuk dari budaya arab, dan manakah yang
memang benar-benar ajaran islam. Karena tidak semua segala sesuatu yang dari
Arab itu merupakan ajaran islam.
ARAB DIGARAP
Artinya, jangan langsung dipakai begitu saja apa-apa yang berasal dari Arab, tetapi lebih dulu harus dipelajari, dimengerti, dan dipahami. Hal ini terutama untuk kaum Muslimin harus bisa membedakan mana yang budaya Arab, dan mana yang merupakan ajaran Islam. Tidak semua yang Arab itu Islam.
BArat Diruwat
Dan
kalimat yang terkahir adalah barat diruwat, maksudnya dalam hal ini adalah
segala sesuatu yang datang dari negara barat. Sebaiknya harus kita ruwat, yakni
kita saring apakah budaya tersebut, sesuai dengan budaya kita atau malah
sebaliknya.
Jika
budaya yang dibawa negara barat tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada di
budaya dan ajaran kita. Sebaiknya budaya barat tersebut dibuang dan
ditinggalkan. Namun apabila masih ada kesesuaian juga harus kita saring lagi
apakah hal tersebut bermanfaat atau tidak untuk kita.
Nah
itulah ulasan dalam memahami istilah jawa Jowo digowo, Arab digarap, Barat
diruwat. Semoga setelah membaca artikel tersebut Anda mulai memahami apa yang
dimaksud akan istilah jawa tersebut. Yang pastinya sangat bermanfaat untuk kita
sebagai bangsa Indonesia khususnya orang jawa, terima kasih.
Ini
adalah salah satu pesan dari para leluhur yang diwariskan kepada kita sebagai
warga negara Indonesia, khususnya orang Jawa.
Barat diruwat ini kadarnya lebih rumit daripada menggarap. Apa yang datang dari barat itu harus diruwat, sesuai atau tidak dengan budaya dan ajaran kita. Jika tidak sesuai, maka harus dibuang. Jika masih ada kesesuaian, kita lihat lagi hasilnya, bermanfaat atau tidak bagi kita. Jadi tidak cuma sekedar ambil yang baik dan buang yang buruk.
VERSI CAK NUN
(Kiyai Kanjeng Emha
Ainun Nadjib)
Menjadi
diri sendiri, tidak menganggap diri kita paling benar, akhlaq tidak boleh
dipamerkan melalui pakaian dan sunah rosul yang palig mendasar adalah ahlaqnya
bukan pakaiannya, ini pitutur atau nasehat dari cak Nun, simak paparan dari cak
Nun berikut ini yang di kemas dalam judul Jowo digowo, Arab digarap dan Barat
diruwat.
Jowo
digowo, Arab digarap, dan Barat diruwat.
Walaupun seorang ulama atau kyai, tapi Cak Nun selalu berpakaian seperti layaknya orang biasa.
Bisa dikatakan ganok bedane karo wong dodol akik, buruh pabrik atau
sales kaos kaki.
Kalau saya datang dengan berpakaian gamis dan sorban, memang tidak ada salahnya.
Cuman saya takut semua orang akan berkesimpulan bahwa saya lebih pandai
daripada yang lain. Lebih parah lagi, kalau mereka berkesimpulan bahwa saya
lebih alim…Kalau itu tidak benar, itu khan namanya ‘penipuan’…!
Kalaupun
memang benar, apakah akhlak itu untuk dipamerkan kepada orang lain (melalui
pakaian) ? Tidak boleh kan ? Maka semampu-mampu saya, berpakaian seperti ini
untuk mengurangi potensi ‘penipuan’ saya kepada Anda. Anda tidak boleh
mendewakan saya, me-Muhammad-kan saya, meng-habib-kan saya, karena saya adalah
saya karena Allah menjadikan saya sebagai saya dan tidak karena yang lain. Maka
Anda obyektif saja sama saya…”
Menurut Cak Nun, seorang ulama harusnya bisa berpakaian yang sama dengan pakaian umatnya yang paling miskin. Cak Nun tidak mempersalahkan orang yang bergamis dan berserban. Malah salut sama mereka yang menunjukan kecintaannya pada Rasulullah dengan meniru persis apa yang ada di diri Rasul. Tapi perlu diketahui bahwa baju Rasulullah tidak sebagus dan sekinclong yang dipakai kebanyakan orang sekarang.
Baju Rasulullah sendiri ada 3 jenis : yang dipakai, yang di dalam lemari dan yang dicuci.
Dan semua orang Arab di jaman nabi, model pakaiannya seperti itu.
Nggak cuma Nabi Muhammad......; Abu Jahal, Sueb, Sanusi, Atim dan orang
Arab lainnya, model klambine koyok ngono iku.
Jadi
sebenarnya sunnah Rasul yang paling mendasar adalah Akhlaknya bukan kostumnya.
Orang yang disukai Tuhan adalah orang yang menyebut dirinya buruk, biso
rumongso, nggak rumongso biso.
Orang yang diragukan keihklasannya adalah orang menyebut dirinya baik. Semua nabi mengaku dirinya dzolim :
“Inni Kuntu Minadzolimin” (aku termasuk orang yang
dzolim). Nggak ada nabi yang mengaku dirinya sholeh. Kalau ada orang yang
mengaku paling benar atau alim, langsung tinggal mulih ae…ndang baliyo sriii…!
Kalau
sama Tuhan kita harus 100%, kalau kepada ilmu kita, cukup 99%. Seluruh yang
saya ketahui dan yakini benar itu belum tentu benar. Maka saya tidak
mempertahankan yang saya yakini benar karena mungkin mendapatkan ilmu yang lebih
tinggi.”
Karena itulah saat bersama jamaahnya, Cak Nun selalu memposisikan dirinya sama, sama-sama belajar.
Dan Cak Nun sendiri lebih suka pada jamaah yang sedang berproses daripada yang sudah ahli ibadah.
Karena itu lebih tepat sasaran.
Bukan pengajian pada orang yang sudah ngerti Al Quran, bukan pengajian yang
menyuruh haji orang yang sudah berhaji, menyuruh ngaji orang yang sudah ngaji
tiap hari, menyuruh orang shalat yang sudah shalat, dan seterusnya.
Tidak
apa-apa kalau ilmu agamamu masih pas-pasan, itu malah membuatmu menjadi rendah
hati. Banyak orang yang sudah merasa tahu ilmu agama, malah menjadikannya
tinggi hati, begitu pesan Cak Nun.
Kalau saya kadang bicara pakai bahasa Jawa, jangan dibilang Jawa sentris...., saya cuman berekspresi sebagai orang Jawa...., saya lahir dan dibesar di Jawa..., diperintah Tuhan jadi orang Jawa…, maka saya mencintai dan mendalami budaya saya..siapa bilang Jawa itu tidak Islam....., kalau saya ayam saya nggak akan jadi kambing....., kalau anda kucing jangan meng-anjing-anjing-kan diri.....,
Kita memang
disuruh Bhineka (berbeda-beda) kok..!
Banyak
orang salah kaprah menyebut Cak Nun sebagai penganut kejawen. Kejawen ndasmu…. ‘Software’ Cak Nun lebih canggih karena laku tirakat luar biasa yang dilakukan
sejak kecil. (Laku tirakat yang tidak bertujuan untuk menguasai ilmu hitam
koyok mbahmu mbiyen). Sehingga beliau waskito, mempunyai sidik paningal,
mempunyai pandangan yang tajam dan jernih soal kehidupan.
Little
bit wagu kalau ada orang Jawa (atau Indonesia) yang malah membangga-mbanggakan
budaya Arab atau Barat. Benci kebaya tapi nggak ngasih solusi bagaimana kebaya
bisa Islami. Ingat : Jowo digowo, Arab digarap dan Barat diruwat.