PRIMBON JAWA
1. Adalah sistem
perhitungan atau ramalan terhadap segala persoalan kehidupan manusia, mengenai
perilaku, watak, tata letak, arah, hari, dll. Salah satu warisan budaya
leluhur, adat kebiasaan turun-temurun yang senantiasa dilestarikan oleh
masyarakat kita. Menata keharmonisan manusia dengan alam untuk memperoleh
keselamatan, kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan dalam segala aktivitas
kehidupan manusia. Konten dari situs ini dibuat berdasarkan referensi atau
bahan rujukan dari berbagai macam versi kitab primbon dan ramalan yang sudah
menjadi kepercayaan, yang dikemas dalam suatu program komputer interaktif untuk
memudahkan penggunaannya. Demi kemajuan situs ini, kami membuka diri terhadap
segala bentuk masukan, kerjasama ataupun sumbangan artikel oleh anda yang
berkompeten. Akhir kata kami ucapkan, "Selamat Menikmati!". Apapun
hasil perhitungannya, kita sepenuhnya harus tetap berserah diri kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa
2. Orang jawa
mengenal apa yang namanya primbon. Primbon Jawa adalah sebuah buku yang berisi
hitungan rumit tentang apa yang dialami oleh manusia. Mulai dari watak, arti
nama, pekerjaan hingga urusan percintaan.
Di abad ke-8
para penulis buku primbon jawa mengamati apa saja yang dilakukan oleh manusia.
Sampai akhirnya tercipta buku induk seperti digunakan beberapa orang saat ini .
Berikut ini 5 fakta tentang primbon Jawa :
a. Perjalanan Hidup Manusia
Ø
Primbon
berisi perjalananr hidup manusia dari bayi hingga dewasa, setiap tingkatan daur
hidup biasanya akan dilakukan upacara tertentu. Misalnya saat bayi lahir akan
ada acara selametan yang disebut brokohan. Saat menginjak usia 7 bulan ada
acara pitonan dan selanjutnya acara sunatan bagi yang berjenis kelamin
laki-laki.
Ø
Upacara
yang dianggap sakral dan sangat rumit adalah pernikahan, saat kematian pun
diadakan upacara seperti selametan pada malam-malam tertentu. Tujuan diadakan
upacara untuk bersyukur kepada sang pencipta, atas segala rezeki yang berlimpah
selama manusia masih hidup dan meninggal. Nah tak jarang untuk menentukan hari
baik untuk acara-acara tersebut dilakukan dengan membaca lebih dulu Primbon
Jawa.
b. Watak Manusia
Ø
Watak
orang jawa bisa dilihat dari tanggal lahir mereka, walaupun tidak sepenuhnya
benar. Dalam hitungan jawa, tidak hanya hari Senin hingga Minggu, tetapi hari
ada tambahan pasaran yang jenisnya ada 5, yakni : Legi, Pahing, Won, Wage dan
Kliwon.
Ø
Kombinasi
dari 7 hari dan 5 hari pasaran menghasilkan 35 hari yang disebut sepasar.
Misalnya seseorang lahir di Jumat Pon, maka watak yang dimilikinya santai,
bijaksana, jujur dan mudah beradaptasi. Sifat buruknya, kurang percaya diri dan
mudah terbawa arus. Anda bisa mencari watak sendiri, dengan melihat weton atau
tanggal berapa anda dilahirkan menurut kalender jawa.
c. Tanda-tanda
Alam
Ø
Biasanya
orang Jawa akan menjadikan primbon sebagai kitab ramalan ketika ada bencana
besar. Misalnya gempa bumi yang terjadi sebelum pukul 12.00 siang, pertanda
akan banyak kerusuhan di negeri ini. Kejadian seperti gerhana matahari dan
bulan, dijadikan acuan untuk melakukan ramalan, biasanya ramalan akan
menunjukan banyak bencana. Percaya atau tidak kadang ramalan terjadi.
d. Hari Baik dan Hari Buruk
Ø
Orang
Jawa banyak sekali mengenal hari baik dan buruk. Acara yang baik akan
dilaksanakan di hari yang baik pula, seperti acara pernikahan, membangun rumah,
hingga sunatan. Dengan melakukan acara tersebut di hari baik, maka diyakini
rezeki yang melimpah akan datang.
Ø
Rumah
yang sedang dibangun akan membuat penghuninya merasa nyaman dan terhindar dari
masalah. Selanjutnya hari buruk, setiap orang dilarang melaksanakan aktivitas
besar. Jika melakukan acara pernikahan di hari buruk, akan membuat pasangan ini
tidak harmonis atau susah rezeki. Begitulah menurut orang Jawa, perhitungan
hari menjadi sangat penting, karena semua ada di primbon tinggal
mengaplikasikannya di dunia nyata.
e. Pranata Mangsa
Ø
Pranata
mangsa atau penanggalan tentang musim. Orang Jawa menggunakan pranata mangsa
untuk melihat kapan waktu tanam yang baik, waktu melaut, hingga kapan harus
waspada terhadap musim.
Ø
Seperti
kalender, pranata mangasa berisi 12 musim yang setiap musimnya berisi
penjelasan yang sangat detail. Mempraktikan apa yang ada di dalam primbon agar
menghasilkan hasil panen yang melimpah dan terhindar dari gagal panen.
Ø
Itulah
lima hal menakjubkan dari kitab Primbon Jawa, yang masih digunakan untuk
acara-acara besar. Semua tergantung kepada kepercayaan masing-masing. Semua
orang berhak mempercayai apa yang mereka percayai.
3. Dalam budaya
kita terutama dalam tradisi masyarakat Jawa, percaya bahwa kecocokan atau nasib
kehidupan rumah tangga ditentukan oleh weton kelahiran masing-masing pasangan
hidup. Ada perjodohan yang membawa pengaruh baik, ada pula perjodohan yang
membawa pengaruh buruk. Sejak jaman dahulu nenek moyang kita telah mempunyai
suatu perhitungan atau petung yang secara khusus digunakan untuk meramalkan
suatu perjodohan, yaitu untuk membaca atau meramalkan kehidupan kedua calon
pasangan tersebut setelah menjalani kehidupan rumah tangga. Tradisi tersebut
tak lain adalah suatu bentuk harapan untuk mendapatkan atau mencapai kehidupan
rumah tangga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Petung ramalan jodoh yang
digunakan biasanya tidak hanya satu, melainkan ada beberapa petung yang biasa
digunakan, sehingga akan diperoleh beberapa kesimpulan yang menandakan cocok
atau tidaknya pasangan tersebut. Meskipun demikian, jika ternyata didapat suatu
hasil ramalan perjodohan yang kurang baik pun tetap ada solusi untuk mengantisipasinya,
biasanya adalah dengan mencarikan hari baik pada saat akad nikahnya yang
bertujuan untuk menetralisir pengaruh buruk dari perjodohan tersebut.
4. Ramalan Jodoh
ini dihitung berdasarkan 6 petung perjodohan dari kitab primbon Betaljemur
Adammakna yang disusun oleh Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat. Pada masa
lalu, petung perjodohan ini cukup populer dan seringkali dijadikan patokan atau
panduan dalam mencari jodoh. Hasil ramalan bisa saja saling bertentangan pada
setiap petung. Hasil ramalan yang positif (baik) dapat mengurangi pengaruh
ramalan yang negatif (buruk), begitu pula sebaliknya.
5. Primbon adalah
kitab warisan leluhur Jawa yang berorientasi pada relasi antara kehidupan
manusia dan alam semesta. Primbon berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan
sikap dalam suatu tindakan dalam kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi
daring milik Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, primbon didefinisikan sebagai kitab yang
berisikan ramalan, buku yang menghimpun berbagai pengetahuan kejawaan, berisi
rumus ilmu gaib, sistem bilangan yang pelik untuk menghitung hari mujur, dan
mengurus segala macam kegiatan yang penting.
6. Primbon atau
paririmbon berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Primbon secara harfiah berasal
dari kata "rimbu" yang berarti simpanan dari bermacam-macam catatan
oleh orang jawa di zaman dahulu yang kemudian diturunkan atau disebarluaskan
kepada generasi berikutnya. Ada pula yang berpendapat nama primbon berasal dari
kata "mbon" atau "mpon" dalam yang dalam bahasa Jawa
berarti induk yang ditambah awalan pri untuk meluaskan kata dasar.
7. Catatan-catatan
yang memuat pengetahuan penting itu lalu di kumpulkan menjadi sebuah buku
primbon yang menjadi sumber rujukan orang-orang dari Suku Jawa sejak zaman dahulu.
Primbon digunakan sebagai pedoman atau arahan dalam rangka mencapai keselamatan
dan kesejahteraan lahir-batin. Meski lebih menggejala di kalangan masyarakat
Jawa, Bali, dan Lombok. Kenyataannya primbon juga bisa ditemukan di kebudayaan
suku bangsa Nusantara lain. Di Pulau Kalimantan misalnya Alfani Daud pernah
menemukan adanya tradisi perhitungan waktu primbon di kalangan masyarakat penganut
agama Islam di Banjar.
8. Isi primbon jawa
sebagian besar berisi bahasan mengenai perhitungan, perkiraan, peramalan nasib,
meramal watak manusia, dan yang lainnya. Perhitungan serta ramalan yang
beragama itu menggunakan penanggalan atau kalender sebagai dasarnya yang
terdiri dari gabungan sedemikian rupa dari hari dan weton. Sejak zaman dahulu,
perhitungan waktu dengan menggunakan kalender Jawa sudah digunakan untuk
berbagai keperluan, misalnya untuk menentukan waktu bercocok tanam atau acara
peringatan.
9. Saat ini,
sejumlah kitab primbon masih disimpan oleh pemerintah Indonesia dengan
pengelolaan koleksi melalui Perpustakaan Nasional. Jenis primbon yang dikoleksi
oleh perpustakaan nasional di antaranya Kitab Ta’bir, Primbon Padhukunan
Pal-Palan, Mantra Siwastra Raja, dan Lontarak Bola.
10. Keberadaan
primbon beserta kelahiran dan perkembangannya tidak lepas dari pengaruh Islam
di Nusantara, khususnya Pulau Jawa di mana ada banyak nilai-nilai Islam yang
diadopsi dan bersanding dengan unsur Hindu dan Buddha. Awalnya, primbon hanya
berupa catatan-catatan pribadi yang diwariskan secara turun-temurun di lingkungan
keraton yang terdiri dari keluarga kerajaan dan abdi dalem. Saat memasuki abad
ke-20 barulah naskah primbon mulai dicetak dan dipublikasikan secara bebas.
Meski demikian, saat itu belum terbit naskah primbon dalam bentuk buku yang
sistematis.
11. Asal-usul
primbon Jawa disebut terkait dengan kehidupan manusia pada masa lampau yang
begitu tergantung pada proses mendalami, mencermati, dan memperlajari
fenomena-fenomena alam demi menjauhkan diri dari hal buruk berupa kegagalan
maupun musibah. Setiap kejadian yang terjadi dicatat di daun tal atau siwalan
yang menjadi media tulis sebelum adanya pensil dan kertas seperti di era
modern. Catatan pada daun itu kemudian disebut dengan daun lontar, yang berasal
dari kata "ron" yang dalam bahasa Jawa berarti daun dan tal. Catatan-catatan
yang ada kemudian ditata dan disusun dan dikembangkan hingga membentuk sistem
penanggalan, musim, dan rasi bintang, serta tanda-tanda alam seperi letak tahi
lalat, tafsir mimpi, ilmu kesaktian dan yang lainnya. Sebagai rangkuman, catatan-catatan
tersebut dihimpun ke dalam naskah induk yang disebut dengan primbon. Dari sini,
bisa dipahami bahwa primbon berarti induk dari kumpulan catatan mengenai
pemikiran orang Jawa kuno. Primbon
kemudian dianggap penting dan dijadikan rujukan bagi orang Jawa sejak dahulu
sebagai panduan kehidupan.
12. Berdasarkan
catatan sejarah, primbon dan perubahan yang menyertainya menjadi saksi masuknya
Islam ke tanah Jawa. Saat itu para tokoh utama penyebar Islam di Jawa alias
wali songo berinisiatif untuk menghimpun catatan-catatan kuno yang sarat
pengaruh Hindu dan Buddha untuk diubah menjadi bernuansia Islami. Saat itu,
primbon sebagai catatan kumpulan ilmu gaib Jawa kuno memang sangat kental
dengan mistitisme dari ajaran animisme dan dinamisme yang sebelumnya eksis.
Kalimat-kalimat berisi pemujaan kepada para dewa dan makhluk gaib kemudian
diganti dengan ayat-ayat Al-Quran. Inilah yang membuat adanya percampuran
bahasa Jawa dan Arab dalam mantra primbon. Dimasukannya nuansa Islami juga
terdapat pada sistem penanggalan dari yang tadinya menggunakan tahun Saka
menjadi penangalan Hijriyah. Adalah Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo
yang menerapkan perubahan sistem penanggalan ini dengan tujuan membuat umat
Islam bersatu untuk melawan VOC Belanda sekaligus mencegah pengaruh agama
Kristen atau Katolik yang dibawa dari Eropa.
13. Sultan Agung
menerapkan perhitungan Jawa sebagai kebijakannya setelah melihat kehidupan dua
kelompok masyarakat dari kaum santri dan abangan di Jawa. Sultan Agung ingin
mendamaikan dua kelompok tersebut yang masing-masing memiliki sistem
penanggalannya sendiri-sendiri. Kaum santri menggunakan perhitungan hijriyah
sementara kaum abangan menggunakan saka. Ditetapkanlah suatu perhitungan Jawa
yang menggunakan perhitungan bulan dari kalender hijriyah namun dimulai dari
tahun saka dan digunakannya nama-nama pasaran Jawa.
14. Naskah primbon
cetakan tertua tercatat bertahun 1906 dan diterbitkan oleh De Bliksem. Setelah
pada tahun 1930, diterbitkanlah primbon dalam bentuk buku yang sistematis.
Naskah itu mengajarkan bahwa hari baik adalah langkah dasar dari setiap
manusia. Di dalam hari baik itu, diyakini ada pengaruh dari kekuatan alam.
Alasan itu pula yang menyebabkan setiap orang punya hari baik yang berbeda-beda
pula. Seperti diuraikan oleh Bay Aji Yusuf, primbon belum ada pada masa Hindu
Buddha di Jawa. Jangka atau ramalan jayabaya bahkan baru ditulis oleh
Ranggawarsita pada masa Mataram Islam sehingga dipastikan unsur sufisme Persia
seperti pehitungan dalam ilmu hikmah dan ilmu falaq turut memberikan pengaruh terhadap
kemunculan primbon.
15. Pengaruh ilmu
hikmah dan ilmu falaq dari Persia terhadap primbon tampak dari kentalnya konsep
makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (manusia) yang dalam bahasa Jawa
diistilahkan dengan jagat gedhe dan jagat cilik. Konsep ini di dalam ilmu
hikmah disebut dengan 'Alam Al 'Ulya dan 'Alam Al Adna di mana gerakan
makrokosmos akan memengaruhi nasib mikrokosmos. Hal yang lain yang menunjukkan
pengaruh ini adalah penggunaan huruf. Seperti diketahui, huruf dalam abjad Jawa
maupun hijaiyah memiliki nilai numeriknya dan bukannya sesuatu yang tidak
bermakna apa-apa.
16. Orang Jawa
memegang ajaran pendahulunya dalam melakukan perhitungan-perhitungan waktu
khusus karena didasari oleh kepercayaan terhadap takdir. Dalam gagasan Jawa,
diyakini takdir adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, namun
manusia tetap harus berusaha karena takdir ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu
Takdir Mubram dan Takdir Muallaq. Takdir Mubram adalah takdir Allah yang tidak
dapat diubah, dipilih oleh manusia. Contoh dari Takdir Mubram adalah bagaimana
tata surya bekerja dengan pergerakan planet dan benda-benda langit. Maka dari
itu, diketahui ada dua hukum dalam Takdir Mubram, yaitu hukum alam dan hukum
kemasyarakatan. Sementara itu, Takdir Mullaq adalah takdir yang dikaitkan
dengan sesuatu yang lain dan dapat diubah serta dipilih oleh manusia. Ada dua
hal yang menjadi penentu dari Takdir Muallaq, yaitu kesungguhan dalam berusaha
atau iktiar serta doa.
17. Menurut R.
Gunasasmita, perhitungan dalam primbon yang menggunakan kalender Jawa di mana
setiap hari, hari pasaran, bulan, dan tahun memiliki perhitungannya
sendiri-sendiri dan digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap kejadian
yang bisa saja terjadi pada kemudian hari. Di sini primbon dianggap bisa
dijadikan alat untuk selalu waspada dan berhati-hati. Sementara itu jika
perhitungan primbon menunjukkan hal yang positif, maka itu dapat menjadi
suntikan semangat dan motivasi bagi seseorag dalam kehidupannya.
18. Dalam primbon,
terdapat kepercayaan akan empat sifat dari hari yang buruk, keempatnya adalah
Hari taliwangke (hari sengkala), samparwangke (hari sengkala), kunarpawarsa
(tahun bencana), dan sangarwarsa (tahun bencana). Sementara itu sifat dari hari
baik ada tiga, yaitu ) bulan rahayu (bulan baik), bulan sarju (bulan sedang),
dan Anggara Kasih. Jika masing-masing hari memiliki sifatnya masing-masing,
maka setiap pasaran mengandung unsur cahaya dan elemen tertentu yang ada di
bumi. Pasaran-pasaran tersebut ada lima, yaitu pethakan atau legi (cahaya putih
dengan unsur udara), abritan atau paing (cahaya merah dengan unsur api),
jene'an atau pon (cahaya kuning dengan unsur cahaya), cemengan atau wage
(cahaya hitam berunsur tanah), dan yang terakhir adalah gesang atau kliwon
(cahaya hijau berunsur air atau hidrogen).
19. Sementara itu
hari dan pasaran diyakini memiliki angkanya masing-masing. Gabungan dari hari
dan pasaran yang disebut nah neptu weton kemudian menjadi acuan untuk mencari
hari baik hingga meramal. Adapun hari Minggu memiliki angka 5, Senin 4, Selasa
3, Rabu 7, Kamis 8, Jumat 6, sedangkan Sabtu 9.
20. Pembagian
primbon menjadi sebelas macam ajaran. Kesebelas ajaran tersebut adalah pranata
mangsa, petungan, pawukon, pengobatan, wirid, aji-aji, kidung, ramalan, tata
cata slametan, donga, dan ngalamat atau sasmita gaib. Berikut uraian singkat
mengenai kesebelas ajaran tersebut.
21. Pranata mangsa
merupakan acara membaca alam semesta. Ajaran kini kerap dipakai oleh masyarakat
pedesaan yang berprofesi petani dan nelayan untuk melakukan perhitungan waktu
tandur atau menanam padi dan melaut. Petungan adalah hitung-hitungan neptu atau
nilai numerik yang biasa untuk mencocok-cocokkan sesuatu seperti menentukan
jodoh yang tepat bagi seseorang berdasarkan hitungan nama sesuai abjad Jawa
yang dibagi tujuh. Pawukon adalah perhitungan waktu baik itu hari pasaran,
bulan, maupun tahun. Pawukon sebenarnya tidak berbeda dengan metode hitungan
astrologi lainnya di mana hari kelahiran seseorang dibagi berdasarkan tanggal
dan tahun kelahiran.
22. Pengobatan,
adapun yang dimaksud dalam hal ini adalah pengobatan tradisional yang digunakan
untuk menangani suatu penyakit tertentu. Salah satu contoh primbon pengobatan
tercantum dalam Primbon Mangkuprajan berupa mantra untuk mengobati sakit gigi.
Untuk menggumakannya, mantra itu ditulis pad kertas untuk kemudian dibakar dan
abunya diusapkan ke gigi yang sakit. Wirid yang biasanya berupa sastra wedha
merupakan pesan-pesan, sugesti, atau larangan yang dianggap perlu untuk diikuti
demi terciptanya keharmonisan antara manusia, alam, semesta, dan tuhan selaku
sang pencipta.
23. Aji-aji
mencerminkan sisi supranatural dalam kehidupan orang Jawa. Dipercaya bahwa
kekuatan supranatural yang luar biasa terkandung dalam suatu mantra apabila itu
benar-benar diyakini.
24. Kidung adalah
syair-syair. Isinya biasanya berisi wejangan-wejangan atau sejenisnya. Ramalan
atau jangka sebenarnya tidak berbeda jauh dengan petungan. Perbedaannya adalah
ramalan memiliki lingkup yang lebih luas. Ramalan tidak hanya mengurusi masalah
individu seperti jodoh namun juga masyarakat, contohnya adalah Jangka Jayabaya.
25. Tata cara
slametan berisi panduan mengenai pelaksanaan ritual orang Jawa dengan berbagai
tujuan di dalamnya, contohnya pengungkapan rasa syukur dan penolakan bala.
26. Donga atau
mantra masih serupa dengan wirid dan aji-aji. Namun dalam donga terdapat
penggunaan ayat-ayat Al-quran yang ejaannya dijawakan. Ngalamat atau Sasmita
Gaib biasanya adalah fenomena aneh di alam semesta yang dianggap sebagai
keganjilan. Fenomena itu kemudian diartikal sebagai pertanda atas sesuatu.
27. Keberadaan
primbon sebagai salah satu pengetahuan lokal Nusantara tidak luput dari sorotan
dari agama Samawi, khususnya Islam sebagai agama yang paling banyak dianut
masyarakat Jawa. Meski ada pengaruh Islam yang diadopsi dan bercampur dengan
unsur kepercayaan Hindu-Buddha, pertanyaan mengenai pandangan Islam terhadap
primbon kerap dibahas. Terlebih, Islam tidak mengenal adanya hari-hari baik
atau buruk seperti yang ada di dalam primbon.
28. Mengenai apakah
primbon bertentangan dengan ajaran Islam, ada pendapat yang berbeda. Rois
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Ishomuddin, misalnya
berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara primbon dan Islam. Dalam
penuturannya kepada media Merdeka.com, ia berpendapat bahwa primbon merupakan
sebuah budaya yang disertai pertimbangan logika sehingga jika ada masyarakat
yang menggunakan primbon sebagai rujukan untuk mencari hal yang baik maka itu
tidak masalah. KH Ahmad Ishomuddin juga mengingatkan soal prinsip Islam yang
menghormati budaya selama itu tidak berlawanan dengan akidah agama.
29. Nahdlatul Ulama
melalui situs resminya juga memberikan penjelasan mengenai hal ini di mana
disebutkan bahwa Imam Syafi'i juga membolehkan perhitungan baik dan buruk meski
dengan batasan tertentu. Dalam penjelasannya yang dinukil Syekh Burhanuddin bin
Firkah, disebutkan bahwa adalah hal yang diperbolehkan apabila ahli nujum
menyakini tidak ada yang bisa memberi pengaruh baik dan buruk selain Allah SWT,
namun Allah menjadikan kebiasaan bahwa hal tertentu terjadi pada waktu tertentu
sementara yang dapat memberi pengaruh hanyalah Allah semata. Ada pula ulama
yang mengharamkan perhitungan waktu baik dan buruk secara mutlak. Salah satu
ulama yang mengharamkannya adalah Syekh Kamaluddin bin Zamlakani yang menilai
hal semacam ini sepintas menuju ke arah kesyirikan alias praktik penyekutuan
terhadap tuhan. Di sisi lain, pendapat Syekh Kamaluddin bin Zamlakani juga
pernah ditanggapi berbeda oleh ulama lain seperti Imam as-Subki yang tidak
membaca uraian Imam Syafi'i. Laman NU sendiri di lamannya menulis bahwa harus
diakui "praktik semacam ini memang berisiko tergelinciran dalam hal
akidah" dan secara garis besar, tindakan semacam ini sebaiknya dijauhi. Masih
dalam situs NU, terdapat penjelasan bahwa astrologi bukan hal yang sama sekali
asing bagi dunia Islam karena terdapat sejumlah kitab astrologi yang ditulis
oleh para ilmuwan muslim yang hidup pada zaman Abbasiyah seperti Abu Ma’syar
Al-Falaki yang menulis kitab dengan judul yang sama dengan namanya. Dalam kitab
yang dulu banyak beredar di pesantren-pesantren salaf itu terdapat penjelasan
mengenai waktu-waktu tertentu dan watak manusia yang lahir di waktu tertentu
layaknya zodiak. Sementara itu primbon dalam sudut pandang Katolik juga
diuraikan oleh situs katolisitas.org yang menjelaskan bahwa umat Katolik sudah
seharusnya mengetahui konteks tata kultural masyarakat serta tujuan dasarnya
untuk kemudian menjadi acuan dalam mengambil sikap. Diyakini ada hal-hal dalam
primbon yang tidak masuk akal dan hanya menimbulkan ketakutan karena sifatnya
yang menjadi kepercayaan membabi-buta.
Maka dari itu, primbon sebaiknya dihargai sewajarnya sebagai hasil peradaban
pada zamannya namun tidak perlu dipercaya.
30. Seiring perkembangan
zaman, primbon tidak luput dari dinamika yang menyertainya. Primbon kerap kali
ditanggapi dengan pandangan negatif oleh masyarakat. Seseorang yang menggunakan
primbon sebagai rujukan untu keperluan menggelar hajat misalnya kerap mendapat
cap mustik, klenik, dan kuno. Selain itu, primbon juga dianggap tidak
seluruhnya relevan untuk diterapkan pada masa kini karena situasi yang sudah
banyak berubah. Misalnya kepercayaan bahwa bertengger dan bercuitnya nya burung
prenjak di depan rumah adalah pertanda akan adanya tamu yang datang berkunjung.
Dengan kondisi di mana populasi burung prenjak yang sudah semakin berkurang dan
rumah yang tidak selalu ada pohonnya membuat ramalan itu tidak bisa lagi
menjadi rujukan. Tidak memungkinkannya lagi bagi primbon untuk selalu menjadi
rujukan juga diamini oleh pengamat budaya Jawa, Mulyono. Dalam wawancaranya
dengan Merdeka.com, ia menguraikan bahwa khusus untuk hari baik maka itu masih
sangat relevan karena setiap orang lahir pada waktu yang berbeda sehingga hari
baik dan tidak baiknya juga bisa jadi berbeda. Terlepas dari itu, ia juga
mengakui bahwa percaya atau tidaknya terhadap ajaran primbon adalah hal yang
tergantung kepada diri masing-masing individu. Sementara itu, Kanjeng Gusti
Pangeran Haryo (KGPH) Puger dari Keraton Surakarta menilai primbon adalah hal
yang sebetulnya bisa dirasionalkan meski dianggap kuno. Namun, ia juga mengakui
sejauh ini upaya untuk merasionalkan primbon terbilang sangat minim.
Pengetahuan yang tidak mendalam ini juga yang menurutnya membuat primbon
semakin ditinggalkan.