A. INDONESIA KAYA REMPAH-REMPAH DAN SUMBER DAYA ALAM
Rempah-rempah menjadi awal mula datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara atau Indonesia. Kedatangan mereka berambisi untuk berburu dan menguasai rempah-rempah dengan menjajah Nusantara. Karena rempah-rempah yang dimiliki Indonesia sangat melimpah, ada diberbagai wilayah. Bahkan menjadi komoditas dengan nilai jual tinggi atau mahal pada waktu itu. Rempah-rempah juga memiliki manfaat untuk pengobatan dan kesehatan. Sekitar tahun 1390, setiap tahunnya, cengkeh yang masuk ke Eropa mencapai sekitar 6 metrik ton dan buah pala sekitar 1,5 metrik ton. Bangsa Eropa yang pertama datang ke Nusantara, yakni Portugis.
Kemudian Spanyol dan Belanda yang datang ke Nusantara Indonesia sebagai pedagang karena :
Untuk hidangan premium bangsawan.
Bahan obat-obatan jaman Medieval/pertengahan. Abad pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi. Abad pertengahan bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat dan masih berlanjut manakala Eropa mulai memasuki Abad Pembaharuan dan Abad Penjelajahan.
Belum adanya teknologi agrikultur untuk tanam ulang dan teknologi pendingin (refrigation) untuk mengawetkan daging yang merupakan komoditas ekonomi yang sangat penting.
B. REMPAH INDONESIA PRIMADONA
Data update kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat tingginya permintaan rempah periode Januari-April 2020 sebesar USD 218 juta atau meningkat 19,28 persen di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Komoditas rempah unggulan ekspor Januari-April 2020 itu (cengkeh, pala, kembang pala, kayu manis, kayumanis dan bunga lainnya, kapulaga, bubuk kembang pala, kunyit, dan bubuk pala).
Ekspor rempah pada 2019 didominasi oleh Lada. Biji lada USD 141,84 juta (22,04 persen), biji cengkeh USD 107,11 juta (16,65 persen), Kayu manis USD 78,23 juta (12,16 persen), biji vanilla USD 67,02 juta (10,42 persen), dan Pala USD 64,92 juta (10,09 persen). Indoneisia juga melihat bahwa ekspor rempah ini didominasi nomor satu itu oleh lada, kemudian cengkeh lalu kayu manis vanila kemudian buah pala, itulah yang menjadi primadona primadona ekspor rempah sehingga total rempah pangsa pasar kita 71,36 persen (2019).
Industri pengguna dari rempah-rempah tersebut bukan hanya untuk makanan dan minuman, tetapi juga dibutuhkan oleh industri lainnya seperti kosmetik. Meski mengalami hambatan dalam distribusi rempah-rempah selama pandemi Covid-19 ke berbagai negara importir, ternyata pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami peningkatan. Pada periode Januari hingga April 2020 pertumbuhan ekspor rempah-rempah Indonesia mencapai US$218 juta atau meningkat 19,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tingginya permintaan rempah-rempah ini terjadi Januari-April. Kalau kami mencatat ada US$218 juta, jadi meningkat 19,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya permintaan rempah-rempah di masa pandemi disebabkan berbagai negara mulai menyadari manfaat dari tanaman endemik tersebut bagi kesehatan dan menambah imun tubuh. Di masa pandemi ini bangsa Indonesia bersyukur bahwa dunia mulai melihat natural resource sangat dibutuhkan. Rempah-rempah ternyata mempunyai sesuatu yang bernilai bagi kesehatan tubuh bagi imunitas.
Berlimpahnya sumber daya alam Indonesia seperti rempah-rempah, membuat negeri ini terkenal dan kaya akan cita rasa. Semua itu berkat tanah yang subur memunculkan berbagai rempah-rempah yang berhasil bikin iri negara tetangga. Tak sedikit jenis rempah yang ternyata berpotensi juga untuk dikembangkan untuk ekspor. Salah satunya rempah Temu Kunci. Kementerian Perdagangan berencana akan mengembangkan rempah Kunci agar terkenal seperti rempah cengkeh, pala, kayu manis, dan lainnya. Komoditi lain yang bisa kita kembangkan untuk rempah contohnya kunci. kita juga mudah memproduksi kunci, kunci memang belum populer tetapi juga bisa kita kembangkan.
Selain itu, juga rempah temulawak yang juga merupakan jagoan Indonesia, Kemendag ingin menjadikan temulawak ini produktif. Karena banyak orang yang bertanya-tanya bagaimana Presiden Indonesia Joko Widodo menjaga kesehatan tubuhnya, ternyata kunci beliau adalah di mengkonsumsi rempah-rempah seperti temulawak dan kunyit. Ini yang bisa kita kembangkan, saya kira baik pasar lokal maupun pasar global, ini yang nanti saya ingin mengajak semua pihak bagaimana kita menggali potensi komoditi yang lain, selain yang sudah existing.
Komoditas seperti Vanilla, lada, dan lainnya itu sudah biasa dan banyak. Namun komoditas tersebut masih menjadi unggulan ekspor. Tapi bukan berarti menutup peluang untuk komoditi lainnya, seperti kunyit, temulawak, dan temu kunci. Mungkin ekspor kunyit, temulawak, dan temu kunci belum banyak ke dunia, dan menjadi catatan buat kita bagaimana mengembangkannya.
Strategi diversifikasi (penganekaragaman) dan adaptasi produk ekspor rempah, yakni fokus pada produk diversifikasi dan pengembangan pasar ekspor. Lalu peningkatan food safety dan menerapkan protokol kesehatan dalam memproduksi rempah dan lada.
Peningkatan daya saing produk lada melalui sertifikasi halal, dan sertifikasi organik. Dan meningkatkan penguatan jejaring perwakilan lembaga negara untuk pencarian buyers potensial, penyusunan market intelligence, serta promosi di pasar global untuk meningkatkan branding. Kemendag juga memanfaatkan atau mengoptimalkan sistem resi gudang.
C. TUJUH rempah Indonesia yang dapat diekspor
Cengkeh (Clove)
Rempah khas Indonesia ini identik dengan penggunannya sebagai bahan rokok, namun bukan itu saja kegunaan rempah Indonesia ini saat diekspor. Cengkeh dapat diolah menjadi bahan kosmetik dan kesehatan. Harga jual ekspor cengkeh dapat mencapai hingga Rp 500 ribu per kilo.
Kemiri (Candlenut)
Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai daerah penghasil kemiri dengan kualitas terbaik di dunia. Kemiri banyak digunakan untuk produk penumbuh rambut. Harga kemiri yang telah dikupas dapat mencapai harga jual ekspor hingga Rp 40 ribu /kg. Nilai jual ini dapat meningkat hingga 15x lipat jika diolah menjadi minyak kemiri.
Kemukus (Cubeb)
Rempah yang terkenal dengan nama Java Pepper di pasar ekspor ini merupakan rempah khas Indonesia yang hanya tumbuh di pulau Jawa dan Sumatera. Rempah Indonesia ini di ekspor ke seluruh dunia dari Asia hingga Eropa. Rempah yang banyak dipakai sebagai bahan parfum, kosmetik, maupun makanan ini memiliki nilai jual ekspor sebesar Rp 40 ribu /kg. Harga ini akan terus naik jika sebelum dikirim untuk ekspor diolah terlebih dahulu. Saat ini pembudidayaan kemukus masih belum banyak, sehingga harga yang ada di pasar ekspor sangat bersaing.
Kayu Manis (Cinnamon)
Rempah yang satu ini sudah tidak perlu diperkenalkan lagi. Rempah khas Indonesia ini diambil dari kulit pohon kayu manis yang kemudian dikeringkan. Kayu manis biasanya dibuat bubuk dan bisa dijual di pasar ekspor dengan harga sampai Rp 70 ribu /kg. Kayu manis juga biasa digunakan untuk tambahan kosmetik dan juga minyak wangi bahkan sebagai tambahan bumbu dalam berbagai masakan.
Kapulaga (Cardamom)
Ketika dijual untuk ekspor, harga jual rempah Indonesia yang satu ini dapat mencapai hingga hampir 10x lipat loh, eksportir Indonesia. Rempah yang sering dipakai sebagai tambahan masakan, obat tradisional, dan masih banyak lainnya ini memiliki harga jual ekspor sebesar Rp 400 ribu /kg.
Pala (Nutmeg)
Pala yang tumbuh di tanah Indonesia disebut-sebut sebagai pala terbaik di dunia. Maka dari itu, tidak heran kalua rempah Indonesia ini dapat dijual untuk ekspor dengan harga Rp 110 ribu /kg. Pala seringkali dipakai sebagai bahan kosmetik, kesehatan, dan makanan. Daerah di Indonesia yang menghasilkan banyak pala adalah di Sulawesi Utara dan Aceh Selatan.
Vanili (Vanilla)
Belum banyak masyarakat di Indonesia yang tidak mengetahui bahwa rempah ini tumbuh di Indonesia, bahkan vanili Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Komoditas ekspor ini bahkan rempah termahal kedua yang di ekspor oleh Indonesia dengan harga Rp 650 ribu /kg. Harga jual ekspor ini pun dapat bertambah jika kualitasnya bagus. Selain ketujuh rempah di atas, masih banyak lagi rempah-rempah khas Indonesia yang memiliki potensi besar untuk ekspor. Sayangnya, belum banyak yang mengerti cara pembudidayaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas dari rempah khas Indonesia hingga layak untuk ekspor. Pasar dalam perdagangan rempah juga masih terbuka.
D. Primadona Rempah Indonesia
Data kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat tingginya permintaan rempah periode Januari-April 2020 sebesar USD 218 juta atau meningkat 19,28 persen di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Komoditas rempah unggulan ekspor Januari-April 2020 itu cengkeh, pala, kembang pala, kayu manis, kayumanis dan bunga lainnya, kapulaga, bubuk kembang pala, kunyit, dan bubuk pala.
Sedangkan ekspor rempah pada 2019 didominasi oleh Lada. Biji lada USD 141,84 juta (22,04 persen), biji cengkeh USD 107,11 juta (16,65 persen), Kayu manis USD 78,23 juta (12,16 persen), biji vanilla USD 67,02 juta (10,42 persen), dan Pala USD 64,92 juta (10,09 persen).
Ekspor rempah ini didominasi nomor satu itu oleh lada, kemudian cengkeh lalu kayu manis vanila kemudian buah pala, itulah yang menjadi primadona primadona ekspor rempah sehingga total rempah pangsa pasar kita 71,36 persen (2019).
Strategi Diversifikasi dan Adaptasi Produk Ekspor Rempah-Rempah di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19, Industri pengguna dari rempah-rempah tersebut bukan hanya untuk makanan dan minuman, tetapi juga dibutuhkan oleh industri lainnya seperti kosmetik. Meski mengalami hambatan dalam distribusi rempah-rempah selama pandemi Covid-19 ke berbagai negara importir, ternyata pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami peningkatan.
Pada periode Januari hingga April 2020 pertumbuhan ekspor rempah-rempah Indonesia mencapai US$218 juta atau meningkat 19,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya permintaan rempah-rempah ini terjadi Januari-April. Kalau kami mencatat ada US$218 juta, jadi meningkat 19,28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tingginya permintaan rempah-rempah di masa pandemi disebabkan berbagai negara mulai menyadari manfaat dari tanaman endemik tersebut bagi kesehatan dan menambah imun tubuh. Di masa pandemi ini bangsa Indonesia bersyukur bahwa dunia mulai melihat natural resource sangat dibutuhkan. Rempah-rempah ternyata mempunyai sesuatu yang bernilai bagi kesehatan tubuh bagi imunitas.
Komoditas ekspor rempah utama Indonesia selama 2019 adalah lada (pangsa pasar 22,04 persen), cengkeh (16,65 persen), bubuk kayu manis (12,16 persen), vanila (10,42 persen), dan pala (10,09 persen).
Peningkatan ekspor komoditas rempah Indonesia di tengah pandemi covid-19 diupayakan terus ditingkatkan. Sejauh ini, pasar Mesir dan India masih membutuhkan suplai barang dalam jumlah besar yang perlu dimanfaatkan pelaku usaha di Tanah Air Indonesia Nusantara.
Mesir merupakan pasar yang menjanjikan bagi produk rempah Indonesia karena kebutuhan masyarakatnya akan rempah, seperti pala dan cengkeh sangat tinggi. Indonesia menempati posisi nomor satu sebagai negara eksportir cengkeh ke Mesir. Atase Perdagangan Kairo para importir Mesir sangat memperhatikan kualitas produk yang masuk di negaranya. Artinya, para eksportir Indonesia perlu menyiapkan dokumen ekspor yang dilengkapi dengan certificate of analysis dari laboratorium, certificate of phytosanitary dari Badan Karantina Pertanian untuk produk tumbuhan, serta dokumen tambahan lain sesuai permintaan buyers. Para pelaku usaha yang berniat mecari buyers di Mesir dapat menghubungi kami sebagai perwakilan perdagangan di Mesir. Sebagai langkah awal, kami akan memfasilitasi pertemuan dengan para importir atau para pelaku usaha yang sudah berpengalaman dan mengetahui prosedur pengiriman barang, keamanan pangan dan label produk. Nilai total ekspor rempah Indonesia ke Mesir periode Januari-April 2020 tercatat sebesar USD1,42 juta. Untuk cengkeh (HS 9071) tercatat sebesar USD1,12 juta, kayu manis (HS 9061) tercatat sebesar USD181 ribu, pala (HS 9081) sebesar USD100 ribu, lada (HS 9041) sebesar USD13 ribu dan jahe (HS 9109) tercatat sebesar USD 6.000.
Untuk pasar India, Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) Chennai Kumara Jati mengungkapkan peluang pasar rempah Indonesia juga berpeluang besar karena mayoritas masyarakatnya membutuhkan rempah-rempah sebagai obat, kegiatan keagamaan, kosmetik, aroma terapi, dan minuman. Rempah Indonesia berpotensi besar di India karena tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan mentah rempah. Rempah-rempah Indonesia memiliki kestabilan harga yang tinggi, serta adanya penurunan tarif pajak dan kemungkinan pembebasan pajak untuk transaksi guna kepentingan reekspor dalam negeri India. India menerapkan standar rempah-rempah yang diekspor ke India harus memiliki bau, rasa, warna, dan aroma identik dengan rempah India. Selain itu, produk rempah harus diproduksi, disimpan, dan diangkut dengan aman agar tidak terkontaminasi bahan kimia fisik dan biologis. Semua produk terutama makanan harus dikemas dan diberi label sesuai Food Safety And Standards India (FSSAI). Strategi peningkatan kinerja perdagangan di tengah pandemi covid-19. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi digital. India memiliki beberapa situs perdagangan daring yang dapat digunakan untuk melakukan promosi, yaitu : amazon.in, IndiaMart.com, tradeindia.com, india.alibaba.com, dan olx.in. Nilai ekspor rempah Indonesia ke India periode Januari-April 2020 untuk cengkeh (HS 0907) tercatat sebesar USD7,9 juta, biji pala, bunga, dan kapulaga (HS 0908) tercatat sebesar 7,3 juta; kopi (HS 0901) tercatat sebesar USD5,9 juta; lada (HS 0904) tercatat sebesar USD3,29 juta; serta jahe, kunyit, temulawak (HS 0910) tercatat sebesar USD1,8 juta.