suro Diro Jaya Ningrat Lebur Dening Pangastuti
Makna falsafah Suro Diro Jaya Ningrat
Lebur Dening Pangastuti
Suro Diro Jayanirat Lebur Dening
Pangastuti merupakan suatu ungkapan dalam bahasa Jawa yang mengandung makna
filosofis yang amat dalam. Ada yang mengatakan bahwa ungkapan filosofis ini
berasal dari Sunan Kalijaga, namun catatan yang lebih berdasar mengatakan bahwa
ungkapan ini berasal dari Ronggowarsito, seorang pujangga kondang dari Kraton
Solo yang hidup pada 1802-1873. Ronggowarsito menyebutkan ungkapan ini dalam
sebuah tembang Kinanthi yang diciptakannya. Tembang tersebut termuat dalam
Serat Ajipamasa atau Serat Witaradya atau Serat Pustaka Raja Wedha yang ditulis
oleh Ronggowarsito.
Tembang
tersebut berbunyi :
- Jagra angkara
winangun
- Sudira marjayeng
westhi
- Puwara kasub
kawasa
- Sastraning jro
Wedha muni
- Sura dira
jayaningrat
1. Lebur dening
pangastuti
Makna dari
tembang Kinanthi di atas kurang lebih menggambarkan tentang seseorang yang
memiliki kekuasaan besar yang mengakibatkan dirinya lupa diri. Dia mencoba
memaksakan kehendak kepada siapapun. Namun pada akhirnya, sikap angkara murka itu menjadi luntur ketika
dihadapi dengan tersenyum, kata-kata yang sopan dan sikap yang penuh
kelembutan.
Untuk
menjelaskan makna dari ungkapan Suro Diro Jaya Ningrat Lebur Dening Pangastuti
ini, perlu kiranya kita pahami uraian kata dari ungkapan ini satu persatu.
2. Suro
Suro (Sura)
bermakna keberanian. Dalam diri setiap manusia, bersemayam sikap berani yang
bisa muncul kapan saja. Bahkan seorang penakut pun sejatinya memiliki keberanian
yang bisa muncul ketika dibutuhkan atau karena terpaksa. Ketika benih-benih
keberanian ini muncul, ia bisa membawa dampak yang positif dan juga negatif. Di
satu sisi sikap berani ini perlu diasah untuk mengarungi kerasnya hidup. Namun
di sisi yang lain, bagi yang tidak bisa mengendalikannya, ia bisa menjadikan
seseorang lepas kendali, angkuh dengan kemampuannya, dan akhirnya mudah baginya
untuk berbuat sewenang-wenang dan bertindak angkara murka.
3. Diro
Diro (Dira)
artinya yaitu kekuatan. Dengan adanya keberanian, maka kekuatan pun bisa diraih
dengan mudahnya. Kekuatan dapat berwujud kekuatan lahir dan kekuatan batin.
Kekuatan lahir bisa berasal dari kekuatan fisik atau badan yang kuat, sedangkan
kekuatan batin diperoleh atas bantuan dari Allah dan erat kaitannya dengan
keimanan seseorang. Ketika seseorang bisa mengimbangi kekuatan lahirnya dengan
kekuatan batin yang berasal dari Allah, maka ia bisa menjadi orang yang membawa
manfaat bagi orang lain. Namun ketika ia hanya mengandalkan kekuatan lahirnya
saja, maka yang terjadi ia bisa menjadi orang yang terlalu ambisius, selalu
berusaha untuk memenuhi hasrat pribadinya, dan hanya peduli pada kepentingan
dirinya sendiri. Jika sudah demikian, maka akan lahirlah sikap angkara murka
dan kedurjanaan.
4. Jaya
Arti dari Jaya
adalah Kejayaan. Kejayaan atau kesuksesan adalah ukuran seseorang dipandang
berhasil dalam menjalani hidupnya. Sering kali kita salah dalam memahami arti
dari kejayaan (kesuksesan) ini. Kebanyakan orang menganggap bahwa kejayaan
(kesuksesan) adalah ketika seseorang memiliki harta yang berlimpah, ilmu yang
tinggi, pangkat dan jabatan yang mentereng, dan hal-hal yang semacamnya.
Padahal hal-hal semacam itu adalah bagian kecil dari arti kejayaan yang
sesungguhnya. Seseorang yang meraih kejayaan adalah ketika kekayaan yang
dimilikinya menjadikannya semakin dermawan, ilmu yang dimilikinya menjadikan ia
semakin rendah hati, serta pangkat dan jabatan yang diraihnya membuatnya
semakin merakyat dan peduli dengan yang dipimpinnya. Jadi arti dari kejayaan
bukan hanya soal meraih materi atau kenikmatan duniawi semata. Karena jika
kejayaan hanya dihitung berdasar materi dan kenikmatan duniawi semata, maka
yang terjadi adalah sikap sombong, angkuh dan kebanggaan yang berlebihan akan
kemampuan diri yang telah berhasil menggapai apa yang diinginkannya.
5. Ningrat
Ningrat biasa
diartikan sebagai gelar kebangsawanan, atau kaum yang hidup serba kecukupan dan
bergelimang harta. Ningrat juga bisa dimaknai kaum terpandang yang diperoleh
dari faktor keturunan, baik itu keturunan raja (bangsawan), atau pun keturunan
dari tokoh berpengaruh seperti Ulama, Kyai dan lainnya. Memiliki keluarga
ningrat atau bangsawan tentunya patut disyukuri. Hendaknya kelebihan ini bisa
menjadikannya seorang yang rendah hati dan peduli kepada orang-orang yang
kurang beruntung. Tidak pada tempatnya jika dengan trah keturunan itu seseorang
menjadi sombong dan angkuh.
Hidup seorang
ningrat yang serba berkecukupan dan dihormati banyak orang memang sarat akan
godaan. Kemewahan dan rasa hormat dari orang lain sering kali membuat seseorang
mudah untuk menjadi sombong akan segalanya yang ia miliki. Keadaan seperti itu
juga membuatnya mudah untuk merendahkan dan menghina orang- orang yang di bawah
derajatnya. Sesuatu yang mestinya disyukuri dengan tindakan baik, namun karena
kesombongannya justru akan membuatnya celaka di kemudian hari.
6. Lebur
Lebur artinya
adalah hancur. Lebur juga bisa diartikan dengan sirna, tunduk atau menyerah dan
kalah. Maksud dari lebur disini kaitannya dengan rangkaian kata dari falsafah
ini adalah akan dilebur atau dimusnahkan atau dihancurkan. Ini mempunyai arti
sesuatu yang nantinya akan dihancurkan.
7. Dening
Dening adalah
bentuk kata sambung yang berarti oleh atau dengan.
8. Pangastuti
Arti dari
pangastuti adalah kasih sayang. Pangastuti juga bisa diartikan kebijaksanaan,
atau benih-benih kebaikan, baik dalam arti ibadah kepada kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa ataupun berbuat baik kepada sesama manusia. Seseorang dikatakan bijaksana
bila perkataan dan perbuatannya menghasilkan hal yang baik, baik bagi dirinya
dan baik bagi orang lain. Dengan bersikap bijaksana maka lingkungan akan
menjadi damai dan sejahtera karena tercapainya keseimbangan antara hak dan
tanggung jawab. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan sikap lemah lembut dan
kasih sayang.
Sering kali kita
salah dalam memaknai Lemah lembut. Lemah lembut bukan menunjukan akan kelemahan
seseorang. Justru sebaliknya, seseorang yang memiliki sifat lemah lembut dalam
arti yang sebenarnya adalah mereka yang telah berhasil mengendalikan kekuatan
besar yang dimilikinya. Sehingga dengan kekuatannya itu ia gunakan untuk
membantu orang lain, menolong yang membutuhkan dan menebar kebaikan di manapun
ia berada. Seseorang yang senantiasa menebar kebaikan kepada sesama, bersikap
sopan dan lemah lembut kepada siapa pun, maka dirinya akan mendapat kekuatan
dari Allah sehingga ia akan disegani dan dihormati banyak orang. Dengan sikap
positif yang dimilikinya itu, dia juga akan memperoleh kedudukan yang mulia di
sisi Tuhan dan di antara umat manusia. Dari
kesemua rangkaian kata-kata di atas yang disatukan, maka terciptalah ungkapan
Suro Diro Jayaningrat Lebur dening Pangastuti. Semua sifat yang disebutkan
dalam rincian di atas ada dalam diri setiap manusia. Jika disatukan, maka makna
keseluruhan dari falsafah Surodiro jayaningrat Lebur Dening Pangastuti ini
adalah bahwa Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada di dalam
diri manusia, di mana sifat-sifat itu seringkali membuat manusia menjadi
sombong, penuh angkara murka, dan mudah bertindak sewenang-wenang kepada orang
lain, semuanya itu akan dikalahkan dan dihancurkan oleh Kebijaksanaan, Kasih
Sayang, dan Kebaikan yang ada di sisi lain dari manusia itu sendiri.
Jadi, semua
bentuk angkara murka yang bertahta dalam diri manusia, akan dapat dihilangkan
dengan sifat sifat lemah lembut, kasih sayang dan kebaikan. Ibarat api yang
berkobar, angkara murka tidak dapat dihilangkan dengan angkara murka,
sebagaimana api tidak dapat dipadamkan dengan api. Tetapi api dapat dipadamkan
dengan air. Angkara murka akan sirna manakali dihadapi dengan sifat lembut dan
kasih sayang yang didasari atas sifat-sifat mulia yang berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Falsafah ini
juga bisa bermakna bahwa segala kekuatan jahat akan dapat dihilangkan dengan
kebaikan dan kebenaran. Membalas suatu kejahatan dengan kejahatan lain tidak
akan menyelesaikan masalah, justru yang timbul adalah masalah lain yang lebih
besar. Maka untuk menghilangkan kejahatan tersebut, diperlukan sikap lembut dan
kasih sayang untuk menghadapinya. Bersikap lemah lembut bukan berarti
menghilangkan ketegasan, karena ketegasan juga perlu ditegakkan dalam
kondisi-kondisi tertentu, namun tentunya harus diiringi dengan sikap bijaksana.
Intinya, segala sifat keras hati, picik, dan angkara murka hanya bisa dikalahkan
dengan sikap bijak, lemah lembut, sabar dan penuh kasih sayang.
Suro
Diro Joyonirat lebur Dening Pangastuti merupakan suatu ungkapan bahasa Jawa
yang mempunyai makna teramat dalam.
Secara rinci atau kata per kata, perkataan Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti itu dapat diartikan masing-masing sebagai berikut :
Suro = Keberanian. Dalam diri manusia, mempunyai sifat berani. Sifat berani tersebut kalau lepas dari kendali bisa mengarah untuk tindak kejahatan dan kesewenang-wenangan;
Diro = Kekuatan. Kekuatan manusia bila diperdayakan akan menjadi kekuatan yang luar biasa, baik kekuatan lahir maupun kekuatan batin;
Joyo = Kejayaan. Manakala manusia sudah mencapai puncak kejayaannya dan lepas dari kendali nurani yang terjadi adalah manusia tersebut menjadi sombong, congkak, angkuh atau jauh dari nilai-nilai moral agama.
Ningrat = bergelimang dengan kenikmatan duniawi. Ningrat di sini bisa diartikan sebagai gelar kebangsawanan atau seorang pejabat yang serba kecukupan dan senantiasa hidup dalam gelimang harta;
Lebur = Hancur, Musnah. Lebur artinya hancur, sirna, tunduk atau menyerah kalah;
Dening = Dengan.
Pangastuti = Kasih Sayang, Kebaikan.
Secara
umum, makna ungkapan Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti' adalah
segala sifat keras hati, picik, dan angkara murka hanya bisa dikalahkan dengan
sikap bijak, lembut, dan sabar.