Kediri Jaman Kerajaan
Sudah menjadi pengetahuan umum, Kediri merupakan daerah yang memiliki
sejarah masa lalu yang gemilang . Bahkan Kediri di masa lalu adalah daerah
penting dalam konstelasi nusantara karena menjadi salah satu pusat di antara
kerajaan-kerajaan nusantara masa itu.
Kediri juga menjadi salah satu daerah yang menjadi saksi bagi kebangkitan
dan kehancuran kerajaan-kerajaan di nusantara yang memang silih berganti timbul
tenggelam mewarnai lembaran sejarah kehidupan banga besar nusantara ini. Khusus
bagi Jawa Timur, Kediri di masa-masa silam merupakan daerah yang bisa dikatakan
cikal bakal lahirnya kerajaan-kerajaan besar sekaligus menjadi payung bagi
daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Pusat kerajaan baru di Jawa Timur muncul diantara dua masa berlangsungnya
pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah. Hal ini kita ketahui dari sebuah prasasti
bertahun 729 saka (840 M) yaitu “PRASASTI HARINJING” di Desa Sukabumi, Kec.
Kepung Kab. Kediri. Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan
huruf kawi (Jawa Kuno)
Pengaruh Kerajaan Sriwijaya di belahan barat dan Mataram disebelah timur
pada tahun 928 selagi empu sendok berkuasa di tanah air kita membuat
perkembangan kerajaan-kerajaan kecil diseluruh jawa, termasuk Jawa Timur
berkembang pesat. Mpu Sendok sebagai seorang bangsawan yang berasal dari
kerajaan Mataram mendirikan kerajaan baru di Jawa Timur, dengan gelar RAKAI
HINO MPU SENDOK SRI ICANA WIKRAMADHARMA TUNGGADEWA (929-947).
Ibukota negara
icana tidak jelas, tetapi kira-kira pusat pemerintahan tersebut terletak di loceret
Nganjtini ditandai dengan ditemukannya Candi lor yang menunjukkan tahun
929-1222 M.
Setelah Mpu Sendok meninggal tahun 947 M, kepemimpinan pemerintahan mataram
diganti oleh Sri Isyana Tunggawijaya, yang kemudian mempersunting putri
Lokapala.
Pernikahan tersebut memberikan putra yan kemudian menggantikan
kedudukan Tunggawijaya yaitu Sri Makutawangsa Whardana. Selanjutnya pada tahun
990-1007 kerajaan mataram dikendalikan oleh Sri Dharmawangsa mati terbunuh
sedangkan Airlangga dapat meloloskan diri dari peristiwa itu dengan diiringi
Narottama, kemudian selama 4 tahun hidup di hutan dekat Wonogiri.
Pemerintahan Airlangga
Pada tahun 1019 atas pemerintahan beberapa Adipati dan kaum Brahmana yang
masih setia, Airlangga diangkat untuk menduduki tahta kembali. Ia bertahta dan
bergelar SRI MAHARAJA RAKELAHU CRILO KESWARA DHARMAWANGSA AIRLANGGA ANANTA
WIKRAWAI-TUNGGADEWA.
Pada masa pemerintahannya, Airlangga berusaha menyatukan
daerah-daerah kerajaan dharmawangsa yang telah terpecah belah akibat pengeruh
Sriwijaya dengan kebijakan seperti :
- Memindahkan ibukota kerajaan dari Wuwutan Mas ke Kahuripan kembali.
- Mengadakan perbaikan sistem pengadilan dengan menghapus hukuman siksa diganti dengan hukuman denda.
- Memajukan pertanian dengan mendirikan pematang-pematang besar di desa Wringin Sapta pada Sungai Brantas, sehingga desa dan sawah-sawah terhindar dari banjir, Bandar Ujung Gakuh dekat Surabaya menjadi makmur.
- Memperhatikan dan memajukan perdagangan baik didalam maupun diluar negeri ke Champa, India Utara dan India Selatan.
- Memerintahkan menyalin buku Mahabarata kedalam bahasa Jawa Kuno sehingga rakyat dapat membaca dan terpengaruh oleh peradaban hindu. Mpu Kanwa menyalin buku Arjuna Wiwaha sebagai lambang perkawinan Airlangga, dan Gatot Kaca Sraya.
- Mendirikan pertapaan yang indah di puncanganu, serta memperbaiki tempat-tempat suci.
- Sesuai dengan kehidupan orang Hindu Airlangga ingin memenuhi kewajiban yaitu menjadi pertapa, dan sebelum mengundurkan diri pada tahun 1041 ia membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk kedua putranya adapun pembagian kerajaan sebagai berikut :
- Bagian Barat : Kerajaan Panjalu atau Kadiri meliputi daerah Kediri, Madiun dengan ibukota Dahapura.
- Airlangga menjadi pertapa terkenal dengan nama JATIWINDRA atau MAHARESI GENTAYU hingga akhir hidupnya tahun 1049 dan abu jenazahnya dimakamkan di lereng Gunung Penanggungan.
Kerajaan Kadiri
Ketidakcakapan raja-raja yang memerintah Kerajaan Jenggala, memebuat
Jenggala tidak terdengar lagi untuk waktu yang tidak beberapa lama. Kemudian
kebesaran nama kerajaan di wilayah timur ini digantikan dengan munculnya
kerajaan Panjalu yang lebih dikenal dengan nama kerajaan DHAHA. Letak ibukota
kerajaan ini diperkirakan terletak di kota yang terkenal dengan nama Kediri
sekarang ini.
Sekitar paruh waktu abad ke-11, mulailah sejarah kerajaan Kadiri yang
dipimpin oleh seorang raja yang bernama SRI JAYAWARSA sebagai raja pertama di
kerajaan tersebut. Periode kepemerintahan kerajaan Sri Jayawarsa diperkirakan
pada tahun 1104 sampai dengan 1115 M .
Setelah Sri Jayawarsa manglkat dari
kepemimpinan-nya, pemerintah Kadiri dipercayakan kepada putranya yang bernama
KAMISWARA.
Masa pemerintahan Kamiswara diperkirakan terjadi antara tahun 1115
sampai dengan 1130 M.
Untuk mengakhiri pertengkaran antara Kadiri dengan
Jenggala, maka Kamis wra mengawini putri Jenggala yang bernama SRI KIRANA.
Hal
ini diyakini sebagai perkawinanpolitik yang diterapkan oleh kedua belah pihak.
Pada jaman kepemimpinan Kamiswara tersebut, banyak bermunculan
pujangga-pujangga terkenal,salah satu pujangga yang populer pada saat itu Mpu
Dharmaja yang mengarang Kitab Semara Dahana, dan Mpu Tanakung yang mengarang
Kitab Lubdaka dan Wertansantya.
Sepeninggalan Kamiswara, kerajaan Kadiri sipimpin oleh SRI JAYABAYA yang
memerintah pada tahun 1135-1157 M. Sri Jayabaya diperkirakan pada tahun 1104
sampai dengan 1115 M.
Setelah Sri Jayawarsa mangkat dari kepemimpinan-nya,
pemerintah Kadiri dipercayakan kepada putranya yang bernama KAMISWARA.
Masa pemerintahan
Kamiswara diperkirakan terjadi antara tahun 1115 sampai dengan 1130 M. Untuk
mengkhiri pertentangan antara Kadiri dengan Jenggala, maka Kamiswara mengawini
Putri Jenggala yang bernama SRI KIRANA.
Hal ini diyakini sebagai perkawinan
politik yang diterapkan oleh kedua belah pihak.
Pada jaman kepemimpinan
Kamiswara tersebut, banyak bermunculan pujangga-pujangga terkenal, salah satu
pujangga yang sangat popular pada waktu itu Mpu Dharmaja yang mengarang Kitab
Semara DAHANA, dan Mpu Tanakung yang mengarang Kitab Lubdaka dan Wertansantya.
Sepeninggal Kamiswara, kerajaan Kadiri dipimpin oleh SRI JAYABAYA yang
memerintah pada tahun 1135-1157 M. Sri Jayabaya terkenal sebagai pujangga dan
sering dihubungkan dengan buku-buku karangan beliau yang dinamakan persis
seperti nama beliau yaitu Jayabaya.
Pada jaman Jayabaya tersebut hidup dua
pujangga terkenal yaitu Mpu Panuluh yang kemudian menyelesaikan buku
Mahabarata. Setelah Jayabaya, kerajaan Dhaha di perintah oleh, antara lain :
1. Sawosworo pada tahun 1159-1161
2. Aryoso
pada tahun 1171-1174
3. Gandra
pada tahun 1181
4. Kamesworo
II pada tahun 1182-1185
Kediri Jaman Penjajahan Jepang
Setelah Belanda menyerah kepada
jepang pada tanggal 10 maret 1942, maka kota Kediri pun mengalami perubahan
pemerintahan. Karena wilayah kerja Gemeente Kediri yang begitu kecil dan
tugasnya sangat terbatas, maka oleh pemerintah jepang daerahnya diperluas
menjadi kota. Daerah Kediri Shi atau Kediri Kota dikepalai oleh Shico.
Kediri shi terdiri dari 3 son
(kecamatan)dan dikepalai oleh Shonco Son (Camat) yang terdiri dari beberapa
Ku(desa), dimana tiap Ku dikepalai oleh seorang Kucho (kepala desa) Pemerintahan
kediri Shi dipimpin oleh seorang Shico (walikotamadya), dimana kekeuasaanya
tidak saja menjalankan pemerintah otonomi tetapi juga menjalankan Algemeen
Bestuur tidak didampingi oleh DPRD, karena wewenang penuh berada ditangan
Kediri Sicho.
Kediri Jaman Penjajahan Hindia
Belanda
Belanda yang berdagang di Lisabon
untuk mengambil barang dagangan yang didatangkan dari Asia Selatan oleh Bangsa
Portugis pada tahun 1580 menghadapi kondisi yang serba sulit karena persaingan.
Oleh karena kesulitan tersebut, maka Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de
Houtman datang di Indonesia pada tahun 1596, tepatnya mendarat di pantai
Banten.
Pada saat ini, Belanda mendapat
rintangan dari orang-orang Portugis sehingga mereka berusaha untuk
mempersatukan pedagang-pedagang Belanda dalam satu badan perdagangan yaitu VOC
(Verengde Ost Indischet Compagniw) pada tahun 1602.
Sekitar tahun 1799 VOC
mengalami kerugian besar akibat korupsi pejabat-pejabatnya, sehingga
dibubarkan.
Segala hak dan kewajibannya diambil oleh Pemerintah Republic Mataaf
( Bataafsche Republic ) pada tahun 1799 – 1807.
Pada tahun 1807 Republic Bataafche
dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi
kerajaan Belanda (Konninkrijk Holand).
Dengan adanya perubahan ketatanegaraan
ini menyebabkan Indonesia bagian dari kerajaan Belanda.
Kota Kediri di Awal Tahun 1906
Berdasarkan Staatblad (Undang-Undang Kenegaraan Belanda) No. 148
tertanggal 1 Maret 1906, mulai berlaku tanggal 1 April 1906, di Kediri dibentuk
Gemeente Kediri sebagai tempat kedudukan Resident Kediri. Sifat Pemerintahan di
Kediri tersebut oleh Belanda diberikan kewenangan otonomi terbatas dan sudah
mempunyai Gemeente Raad sebanyak 13 orang, yang terdiri dari 8 orang golongan
Eropa dan yang disamakan, 4 orang Pribumi ( inlander ) dan 1 orang Bangsa Timur
Asing. Berdasarkan Staatsblad No. 173 tertanggal 13 Maret 1906, bangsa Belanda
menetapkan anggaran keuangan sebesar f. 15.240 dalam satu tahun.
Tanggal 1
Nopember 1928 berdasarkan Staatsblad no. 498 status Kediri menjadi Zelfstandig
Gemeenteschap mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1928, yaitu daerah yang
memiliki Otonom Penuli.
Meskipun telah dibentuk Dependen Gemeente Kediri Pemerintah dalam
negeri atau de Algemene bestuursroering tidak dipegang oleh Gemeente Kediri
tetapi dipegang oleh Het Inlandeche Bestuur yang dipimpin oleh Regent Ven
Kediri 9 Bupati), wewenang Gemeente Bestuur hanya meliputi pengurus got-got
dalam kota, pungutan karcis pasar, pemeliharaan jalan kota dan pungutan peneng
sepeda.
Pemerintahan umum dipegang oleh Assisten Wedono dan Bupati, jadi tidak ada
hubungan hirarkis di dalam pemerintahan umum dengan Bestuur, yang terjadi hanya
merupakan hubungan kerja dan kepamongprajaan yang saat itu dipegang oleh Bupati
Kediri.
Kediri Jaman Kemerdekaan
Jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 agustus 1945 dan 9
agustus 1945, membuat jepang bertekuk lutut di hadapan tentara sekutu pada
tanggal 14 agustus 1945, sehingga terjadi Proklamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945. tidak lama setelah proklamasi tersebut
di Kediri muncul Syodancho Mayor Bismo (Mayor Bismo)bersama-sama tokoh Gerakan
Pemuda yang dengan penuh semangat, penuh kesadaran disertai keberanian bertekad
mengambil alih kekuasaan pemerintah dari tangan Jepang.
Mayor Bismo mengawali masuk dan membimbing
Fuku Cho Kan Alm. Abdul rochim pratlkrama dan ditengah-tengah gelora massa
mengumumkan kesediaannya berdiri di belakang Pemerintahan RI dan mengankat diri
sebagai Residen RI Dearah Kediri yang pertama. Massa rakyat dengan pimpinan
Mayor Bismo menyerang Markas Ken PE Tai (jl.Brawijaya 27), yang dihkiri melalui
perundingan dengan hasil jepang menurunkan benderanya dan diganti dengan
bendera Merah Putih bangsa Indonesia.
Demikian sekilas perebutan kekuasaan
dari bangsa Jepang di Kediri.
Habislah sejarah pemerintahan Jepang di Kediri,
maka pemerintah beralih kepada RI. Mula-mula Walikota didampingi oleh Komite
Nasional Kotamadya, kemudian daerah berkembang sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Adapun urut-urutan
perundang-undangan sampai Kediri menjadi Pemerintah Kota adalah sebagai berikut
:
1. UU RI. No. 22 Tahun 1948 tentang
Prinsip Daerah Otonomi
2. UU RI. No. 44 Tahun 1950 STBL,
No.498/28 dicatat dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus
1950 tentang Pembentukan Kota Besar
3. UU RI. No. 1 Tahun 1957 tentang :
a. Bentuk Pemerintahan Daerah Kota Praja
b. Daerah Swantantra Tingkat II
4. Peraturan Presiden No. 22 Tahun 1963 tanggal 25 September
1963 tentang Penghapusan Kawedanan dan Karesidenan
5. UU No. 18 Tahun 1965 tentang :
a. Daerah Otonomi
b. Sebutan menjadi Kotamadya, dengan SK.42/Um tanggal 26 Mei
1966 mengubah Kota Praja menjadi Kotamadya.
6. U No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
daerah
7. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Di dalamnya terdapat perubahan penyebutan Kotamadya menjadi Kota, maka
penyebutan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Kediri berubah menjadi
Pemerintah Kota Kediri.
Hingga sekarang Kota Kediri telah mengalami 9 (sembilan) kali pergantian
kepemimpinan di bawah Pemerintah Republik Indonesia.
Dari pemimpin yang pertama
hingga periode kepemimpinan Drs. H. Maschut (1999-Sekarang), Kota Kediri
mengalami berbagai banyak hal kemajuan dalam pembangunan, baik pembangunan yang
bersifat fisik maupun pembangunan yang non fisik. Keindahan kota Kediri semakin
terlihat setelah kota Kediri mencanangkan slogan Kediri BERSEMI.
Berbagai
prestasi di raih dan diperoleh, tidak terkecuali dalam bidang olah raga yang
mulai bangkit dengan melajunya PERSIK ke divisi I lIga Indonesia. Sehingga
tidak terlalu muluk apabila Kota Kediri memang mewarisi kebesaran Kerajaan
Kediri.