Wayang Kulit Banjar
Wayang Kulit Banjar adalah kesenian tradisional khas suku Banjar di Kalimantan Selatan yang mirip dengan wayang kulit Jawa tetapi memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khasnya meliputi ukuran wayang yang lebih kecil, penggunaan bahan baku kulit sapi atau kambing, serta gamelan dengan suara dan gaya musik yang berbeda, yang semuanya mencerminkan budaya lokal Banjar.
Ciri khas Wayang Kulit Banjar
- Bahan dan Anatomi Wayang: Terbuat dari kulit sapi atau kambing karena kerbau kurang dibudidayakan di wilayah tersebut. Hal ini juga menyebabkan anatomi tubuh wayang menjadi lebih kecil dan ornamentasinya lebih sederhana jika dibandingkan dengan wayang Jawa.
- Gamelan Banjar: Musik pengiringnya adalah Gamelan Banjar yang memiliki timbre (warna suara) berbeda dengan gamelan Jawa. Gamelan ini mengiringi pertunjukan untuk memperkuat suasana.
- Cerita: Cerita utama tetap bersumber dari epos Mahabharata dan Ramayana, namun disajikan dengan sentuhan lokal dan dapat diperkaya dengan lakon carangan (karya baru).
- Fungsi dan Makna: Selain sebagai hiburan, wayang ini berfungsi sebagai media penyampaian nilai moral, etika, dan filosofi hidup, serta sering digunakan dalam acara adat seperti pernikahan, khitanan, dan upacara syukuran.
- Kesenian Spiritual: Pertunjukan wayang ini juga dapat melibatkan unsur spiritual, seperti adanya mantra "Tembang Pintu Kayangan" sebagai pembuka pertunjukan yang diyakini dapat menimbulkan kekuatan batin bagi dalang.
Kekayaan budaya Indonesia seakan tak pernah habis perjalanannya. Pelaku budaya selalu tampil di setiap lini dan terus mempertahankan darimana ruh (nafas) budaya nusantara ini berasal. Dalam penyebarannya, wayang merupakan salah satu produk budaya nusantara yang secara historis dan filosofis masih bertahan lama.
Mengutip dari website kemdikbud.go.id, Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling utama di antara banyak karya budaya lainnya. Wayang meliputi akting, suara, musik, pidato, sastra, lukisan, patung dan simbolisme. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga sebagai sarana informasi, dakwah, pendidikan, hiburan, penyelidikan filosofis dan hiburan. Oleh karena itu, wayang dinilai sangat berharga dalam membentuk kepribadian dan identitas bangsa dan peradaban Indonesia. Kesenian wayang kulit di Indonesia antara lain terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Kalimantan Selatan. Wayang merupakan salah satu dari sekian banyak kesenian yang bertahan hingga saat ini dan berhasil beradaptasi dengan perkembangan zaman. Wayang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-11 M dengan bimbingan Kakawin Arjuna Wiwaha (Hazeu dalam Sigit, 2019: 39). Dalam pembahasan ini, penulis mencoba mengulas secara singkat apa dan bagaimana wayang kulit Banjar Kalsel muncul dan masih eksis di In
Wayang Kulit Banjar merupakan pertunjukan wayang kulit yang berbeda dari seni wayang yang lain. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai perangkat pertunjukannya seperti boneka wayang kulit dan gamelan, yang tentu saja berpengaruh terhadap estetika pertunjukannya. Sebagian besar tokoh wayang memiliki kemiripan nama dengan tokoh-tokoh yang digunakan pada wayang kulit gaya Yogyakarta atau Surakarta seperti kayon atau gunungan, tokoh Bathara Narada, Arjuna, Petruk, Prabu Rama, dan lain sebagainya. Tetapi ada beberapa tokoh yang khas pertunjukan masyarakat Banjar seperti Kedakit Klawu. Demikian halnya yang terjadi pada pertunjukan wayang kulit masyarakat Banjar yang menyesuaikan pertunjukan wayang kulit dengan norma yang berkembang pada masyarakat Banjar.
Wayang kulit Banjar terbuat dari kulit sapi, atau bahkan kulit kambing. Wayang dapat dibuat dari kulit sapi dan kulit kerbau. Masyarakat Banjar tidak menggunakan kulit kerbau, jenis kulit ini di Jawa digunakan sebagai bahan wayang yang baik, dengan kriteria lebih keras, ringan dan tahan cuaca, berbeda dengan kulit sapi. Hal ini tentu saja mempengaruhi anatomi tubuh wayang Banjar, dimana wayang memiliki postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan wayang Jawa. Lalu dari segi lagu juga lebih sederhana. Karena pementasan wayang Banjar lebih menitikberatkan pada dimensi bayangan, seperti pementasan wayang Bali, maka pose dan warna wayang Banjar yang lebih sederhana menjadi mudah dipahami. Karena gambar bukanlah faktor utama yang diperhatikan, melainkan bayangan.
Seperti halnya cerita wayang Jawa, wayang kulit Banjar menggunakan kitab Ramayana dan Mahabarata sebagai referensi cerita mereka. Kreativitas dalang Banjar juga terdapat pada karya-karya baru yang diciptakannya. Istilah yang terkait dengan permainan komponen ini adalah lakon carangan. Bahkan, lakon ini kemudian menjadi populer dalam pertunjukan wayang kulit Banjar. Selain kedua jenis sumber cerita tersebut di atas, terdapat pertunjukan yang menyerupai ruwatan dalam budaya Jawa. Orang Banjar menyebutnya "Wayang Sampir". Wayang sampir dikatakan sebagai pertunjukan yang dimaksudkan agar penanggap wayang tidak diganggu oleh roh jahat. Wayang sampir biasanya berlangsung di awal, sebelum pertunjukan wayang. Sedikit berbeda dengan pertunjukan ruwatan di Jawa yang biasanya dilakukan setelah pertunjukan wayang kulit semalam.
Wayang kulit Banjar, seperti wayang kulit Jawa, berlangsung pada acara-acara tertentu, seperti khitanan, upacara pernikahan adat, hari besar nasional, ulang tahun, acara lembaga, syukuran dan sebagai permintaan untuk memenuhi keinginan si tuan rumah penanggap.
Dari segi susunan representasi, wayang kulit banjar tidak jauh berbeda dengan wayang kulit Jawa. Di tengah ada ruang untuk memperkenalkan dalang, di sisi kanan dan kiri ada simpingan wayang, semacam barisan tokoh-tokoh wayang, kemudian blencong terletak di atas kepala dalang. Sedangkan para pemain gamelan (penabuh) berada di belakang dalang.
Seperti Gamelan Karawitan Jawa, Gamelan Banjar dipahami sebagai medium seni musik yang berkembang di kalangan suku Banjar, Kalimantan Selatan. Gamelan wayang Banjar yang diharmonisasi memiliki timbre yang berbeda dengan gamelan Jawa, Sunda, atau Bali. Melodinya mirip dengan akord Gamelan Banyuwangi. Perlengkapannya meliputi beberapa bilah, gong, dan pencon. Gamelan Banjar di Kalimantan Selatan, dilihat dari kelas sosial budaya gamelan, memiliki dua versi, yaitu: Gamelan Banjar versi Keraton dan Gamelan Banjar versi populer.
Berikut pembahasan singkat mengenai kedua jenis gamelan tersebut. Gamelan Banjar versi Keraton merupakan gamelan yang terdapat di Keraton Banjar. Gamelan berperan sebagai fasilitator ritual atau kegiatan di Keraton, termasuk membantu pertunjukan wayang kulit di Keraton Banjar. Instrumen Gamelan Banjar yang dikembangkan di Keraton Banjar adalah sebagai berikut: babun, gendang dua, rebab, gambang, selentem, ketuk, dawu, sarun 1, sarun 2, sarun 3, seruling, kanung, kangsi, gong besar dan gong kecil.
Dilihat dari nama-nama instrumennya, beberapa di antaranya mirip dengan nama-nama instrumen gamelan Keraton Surakarta. Misalnya sarun bisa saron, nama-nama seperti gambang, selentem, ketuk adalah instrumen yang ada dalam kelompok musik gamelan di Surakarta. Bukti di atas mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan yang erat antara kebudayaan Keraton Banjar dengan kebudayaan Keraton Surakarta.
Berikut beberapa tokoh wayanga kulit Banjar :
Berikut Buku Album Wayang Banjar (PDF) :


.jpg)
.jpg)
.jpg)




.jpg)




