WIRID HIDAYAT JATI
R.Ng. Ranggawarsita
Wejangan ke-1 Ananing Dat
Sajatine ora ana apa-apa awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji,
kang ana dhingin Ingsun, sajatine kang maha suci anglimputi ing sipatIngsun,
anartani ing asmanIngsun, amratandhani ing apngalIngsun.
Nasehat ke-1 Adanya Dzat
(Sesungguhnya tidak ada apa pun ketika masih sunyi hampa belum ada sesuatu, yang
paling awal adanya adalah AKU, sesungguhnya yang Maha Suci meliputi sifatKU,
menyertai namaKU, menandakan perbuatanKU).
Nasehat di atas menunjukkan kepada kita bahwa pada mulanya alam semesta ini
tidak ada, semuanya masih sunyi hampa (awang-uwung), yang paling dahulu ada
adalah AKU (Allah). Jadi tidak ada sesuatu pun yang mendahului adanya AKU
(Allah), dalam ajaran agama Islam biasa disebut bahwa Allah bersifat Qidam
(Dahulu tidak ada yang mendahului), dan AKU (Allah) adalah sumber dari segala
sesuatu.
Wejangan ke-2 Wahananing Dat
sajatine Ingsun dat kang amurba amisesa kang kawasa anitahake sawiji-wiji, dadi
sanalika, sampurna saka kodrat Ingsun, ing kono wus kanyatan pratandhaning
apngalIngsun kang minangka bebukaning iradatIngsun, kang dhingin Ingsun
anitahake kayu aran sajaratulyakin tumuwuh ing sajroning alam ngadammakdum ajali
abadi. Nuli cahya aran nur muhammad, nuli kaca aran mirhatulkayai, nuli nyawa
aran roh ilapi, nuli damar aran kandil, nuli sesotya aran darah, nuli dhindhing
jalal aran kijab. Iku kang minangka warananing kalaratIngsun.
Nasehat ke-2 Tempat Dzat
Sesungguhnya AKU (Allah) adalah dzat yang maha kuasa yang kuasa menciptakan
segala sesuatu, jadi seketika, sempurna berasal dari kuasaKU (Allah), di situ
telah nyata tanda perbuatanKU yang sebagai pembuka kehendakKU, yang pertama AKU
menciptakan Kayu bernama Sajaratulyakin tumbuh di dalam alam yang sejak jaman
azali (dahulu) dan kekal adanya. Kemudian Cahya bernama Nur Muhammad, berikutnya
Kaca bernama Mir’atulhayai, selanjutnya Nyawa bernama Roh Idhofi, lalu Lentera
(damar) bernama ‘Kandil’, lalu Permata (sesotya) bernama Darah, lalu dinding
pembatas bernama Hijab. Itu sebagai tempat kekuasaanKU (Allah).
Nasehat di atas menunjukkan pada kita bahwa AKU (Allah) merupakan dzat yang maha
kuasa yang kuasa menciptakan segala sesuatu hanya dengan satu sabda saja yaitu
KUN, maka seketika jadi (FA YAKUN), semua ciptaannya sempurna sebagai pertanda
perbuatan (al)KU (Allah).
- Pertama diciptakan adalah Pohon (kayu) bernama SajaratulYakin, mungkin yang
dimaksudkan adalah sajaratulkaun (pohon kejadian) yang merupakan awal dan asal
mula penciptaan.
- Kedua diciptakan Cahaya yang diberi nama Nur Muhammad. Menurut beberapa ahli,
nur muhammad ini merupakan bibit alam semesta. Nur Muhammad dimaksudkan adalah
bukan sebagai cahaya dari muhammad, nabinya orang Islam, melainkan secara bahasa
berarti cahaya yang terpuji, sehingga dikatakan semua ciptaan pasti berasal dari
nur muhammad ini, mengandung nur muhammad. Hal itu pula yang mengisyaratkan
adanya pemahaman bahwa dalam tingkatan tertentu kebenaran hanyalah satu, adanya
ajaran-2 yang berbeda setelah mencapai tahap tertentu ternyata sama belaka,
karena bersumber dari dari Cahaya yang terpuji, cahaya kebenaran, yaitu Nur
Muhammad.
- Ketiga Allah menciptakan Kaca bernama Miratulhayai (Cermin Kehidupan atau Cermin
Malu), dimana ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa setelah diciptakannya
Cermin ini, Nur Muhammad akhirnya dapat melihat wujudnya, yang mengakibatkan
dirinya bergetar hebat dan berkeringat, dari tetesan keringat inilah makhluk
hidup berasal.
- Keempat diciptakan Nyawa yang diberi nama Roh Idhofi.
- Kelima diciptakan Lentera yang diberi nama Kandil.
- Keenam diciptakan Permata diberi nama Darah
- Ketujuh diciptakan dinding pembatas antara kehidupan fisik dan non fisik, antara
yang kasar dan halus, yang disebut hijab. Hijab ini sendiri dalam keilmuan
banyak jenisnya, (insya allah suatu saat akan saya bahas juga).
Wejangan ke-3 Kahananing Dat
Sajatine manungsa iku rahsanIngsun lan Ingsun iku rahsaning manungsa, karana
Ingsun anitahake adam asal saka anasir patang prakara, bumi, geni, angin, banyu.
Iku kang dadi kawujudaning sipat Ingsun, ing kono Ingsun panjingi mudah limang
prakara, nur, rahsa, roh, napsu, budi. Iya iku minangka warananing wajah Ingsun
kang maha suci.
Nasehat ke-3 Keadaan Dzat
Sesungguhnya manusia itu rahsaKU dan AKU itu rahsanya manusia, karena AKU
menciptakan Adam berasal dari empat perkara, bumi, api, angin, air. Itu sebagai
perwujudan sifatKU, di sana AKU tempatkan lima perkara, nur, rahsa, roh, nafsu,
budi. Itulah sebagai perwujudan wajahKU yang maha suci.
Nasehat ke-3 menerangkan bahwa manusia diciptakan sebagai “rahsa” (bukan rasa,
sebab antara rasa dan rahsa dalam keilmuan jawa berbeda) dari Allah, dan Allah
itu sebagai “rahsa” dari manusia. Yang dimaksud adalah bahwa Allah menciptakan
manusia menurut gambaranNya atau menurut citraNya, seperti pernah saya kemukakan
bahwa pada tubuh manusia tertulis huruf ALLAH, yaitu : (terlihat saat mengangkat
kedua tangan, seperti dalam takbiratul ihram, membaca allahu akbar)
alif sebagai garis dari ujung jari tangan kanan turun hingga ke ujung jari kaki
kanan,
lam pertama dari ujung jari tangan kanan turun melalui bahu kanan dan naik ke
puncak kepala,
lam kedua dari puncak kepala turun melalui bahu kiri dan naik hingga ujung jari
tangan kiri,
ha sebagai garis dari ujung jari tangan kiri turun hingga ujung jari kaki kiri.
Dan manusia diciptakan berasal dari empat unsur yang merupakan gambaran sifatNya
yaitu bumi, api, angin dan air.
Bumi dalam tubuh kita terwujud pada hal-2 yang bersifat kedagingan, dan dibagi
menjadi dua hal yaitu yang merupakan unsur dari bapak berupa tulang, otot, kulit
dan otak, dan unsur dari ibu berupa daging, darah, sungsum dan jerohan.
Api dalam tubuh menjadikan empat nafsu yaitu aluamah, amarah, supiyah dan
mutmainah.
Aluamah berwatak suka terhadap makanan, sifatnya membangkitkan kekuatan badan
Amarah berwatak suka marah, emosi, sifatnya membangkitkan kekuatan kehendak (bhs
jawa : karep)
Supiyah berwatak keinginan, keterpesonaan, keinginan memiliki, bersifat
membangkitkan kekuatan pikir berupa akal
Mutmainah berwatak kesucian dan ketenangan, bersifat membangkitkan kekuatan
untuk berpantang (bhs jawa : tarakbrata)
Angin dalam tubuh kita terwujud dalam empat hal yaitu napas, tannapas, anapas
dan nupus.
Napas merupakan ikatan badan fisik, bertempat di hati suwedhi, yaitu jembatan
hati, berpintu di lisan
Tannapas merupakan ikatan hati, bertempat di pusar, berpintu di hidung
Anapas merupakan ikatan roh, berpintu di telinga
Nupus merupakan ikatan rahsa, bertempat di hati puat yang putih yaitu jembatan
jantung, berpintu di mata.
Air dalam tubuh menjadikan empat elemen roh yaitu roh hewani, roh nabati, roh
rabbani dan roh nurrani.
Roh hewani, menumbuhkan kekuatan badan
Roh nabati menumbuhkan rambut, kuku, dan menghidupkan budi
Roh rabbani menumbuhkan rahsa (dzat hamba)
Roh nurrani menumbuhkan cahaya.
Setelah empat unsur alam terbentuk dalam tubuh manusia, kemudian Allah
menempatkan pula lima hal yaitu dzat hamba (jawa : mudah) sebagai gambaran
wajahNya yaitu nur, rahsa, roh, nafsu dan budi.
Nur, merupakan terangnya cahya, jika mewakili Dzat Yang Maha Suci dapat
menerangi lahir batin
Rahsa, rasa jika mewakili Dzat Yang Maha Suci dapat menumbuhkan daya
ketenteraman di lahir batin
Roh, penglihatan roh jika mewakili Dzat Yang Maha Suci menjadikan penguasaan
sempurna
Nafsu, kekuatan nafsu jika mewakili Dzat Yang Maha Suci menumbuhkan kekuatan
kehendak yang sentosa
Budi, penciptaan budi jika mewakili Dzat Yang Maha Suci menumbuhkan daya cipta
yang sentosa.
Oleh karena itulah beberapa orang mengatakan bahwa manusia mempunyai sifat-2
Tuhan dan juga mempunyai kesucian wajah Tuhan.
Wejangan ke-4 Pambukaning tata malige ing dalem betalmakmur
sajatine Ingsun anata malige ana sajroning betalmakmur, iku omah enggoning
parameyanIngsun, jumeneng ana sirahing Adam. Kang ana sajroning sirah iku dimak,
yaiku utek, kang ana antaraning utek iku manik, sajroning manik iku budi,
sajroning budi iku napsu, sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku
rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun, dat kang
nglimputi ing kaanan jati.
Nasehat ke-4 Pembukaan tahta dalam baitulmakmur
Sesungguhnya AKU bertahta dalam baitulmakmur, itu rumah tempat pestaKU, berdiri
di dalam kepala Adam. Yang pertama dalam kepala itu dimak yaitu otak, yang ada
di antara otak itu manik di dalam manik itu budi, di dalam budi itu nafsu, di
dalam nafsu itu suksma, di dalam suksma itu rahsa, di dalam rahsa itu AKU, tidak
ada Tuhan selain hanya AKU, dzat yang meliputi keberadaan yang sesungguhnya.
Nasehat ini menyatakan bahwa Allah bertahta atau bersinggasana di dalam baitul
makmur, yang berada di dalam kepala manusia. Barangkali kalau memakai bahasa
orang-2 reiki yang dimaksud dengan baitul makmur adalah cakra mahkota yang ada
di puncak kepala. Di dalam kepala manusia terdapat otak. Di antara otak itu
sendiri terdapat lapisan-2 sebagai berikut :
- Yang pertama manik
- Di dalam manik terdapat budi
- Dalam budi terdapat nafsu
- Dalam nafsu terdapat suksma
- Dalam suksma terdapat rahsa
- Dalam rahsa terdapat AKU (Allah)
- Dan sesungguhnya tidak ada Tuhan selain hanya AKU (Allah), dzat yang meliputi segalanya.
Wejangan ke-5 Pambuka tata malige ing dalem betalmukarram
sajatine Ingsun anata malige sajroning betalmukarram, iku omah enggoning
lalaranganIngsun, jumeneng ana ing dhadhaningg adam. Kang ana sajroning dhadha
iku ati, kang ana antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi,
sajroning budi iku jinem , yaiku angen-angen, sajroning angen-angen iku suksma,
sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana pangeran anging
Ingsun dat kang anglimputi ing kaanan jati
Nasehat ke-5 Pembuka tahta dalam baitul mukarram
Sesungguhnya AKU bertahta dalam baitulmukarram, itu rumah tempat laranganKU,
berdiri di dalam dada adam. Yang ada di dalam dada itu hati, yang ada di antara
hati itu jantung, dalam jantung itu budi, dalam budi itu jinem, yaitu angan-2,
dalam angan-2 itu suksma, dalam suksma itu rahsa, dalam rahsa itu AKU. Tidak ada
Tuhan kecuali hanya AKU dzat yang meliputi keberadaan yang sesungguhnya.
Dalam nasehat ini Allah menyatakan bahwa diriNya bertahta di baitul muharram
yang menjadi tempat larangan, berada di dalam dada manusia. Mungkin yang
dimaksud adalah cakra jantung. Disebutkan bahwa di dalam dada manusia itu
terdapat susunan sebagai berikut :
Pertama hati (kalbu)
Di antara hati terdapat jantung,
Di dalam jantung ada budi
Di dalam budi ada angan-2
Di dalam angan-2 ada suksma
Di dalam suksma ada rahsa
Di dalam rahsa ada AKU
Di atas dikatakan bahwa jantung terdapat di antara hati. Yang dimaksud dengan
hati ini bukanlah lever atau hati secara fisik, melainkan hati secara maknawi,
karena pada diri manusia ada terdapat lebih dari satu hati, yang menurut
keilmuan ada yang namanya hati puat, hati suwedhi, dll.
Kembali di wejangan ke-5 ini ditegaskan bahwa tidak ada Tuhan selain AKU
(Allah), dzat yang meliputi keberadaan sesungguhnya (kahanan jati). Mengapa itu
perlu ditegaskan, karena untuk menghindari salah pengertian bagi mereka yang
telah mendapatkan wejangan ini, jangan sampai karena merasa bahwa AKU (Allah)
bertahta di kepala dan di dala manusia, lalu manusia tersebut mengaku dirinya
sebagai Tuhan, atau menjadi bagian dari Tuhan. Jika itu yang terjadi, maka
manusia tsb telah jauh tersesat.
Wejangan ke-6 Pambuka tata malige ing dalem betalmukadas
sajatine Ingsun anata malige ana sajroning betalmukadas, iku omah enggoning
pasucenIngsun, jumeneng ana ing kontholing adam. Kang ana sajroning konthol iku
prinsilan, kang ana ing antaraning pringsilan ikku nutpah, yaiku mani, sajroning
mani iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning
manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana pangeran anging Ingsun
dat kang anglimputi ing kaanan jati, jumeneng sajroning nukat gaib, tumurun dadi
johar awal, ing kono wahananing alam akadiyat, wahdat, wakidiyat, alam arwah,
alam misal, alam ajsam, alam insan kamil, dadining manungsa sampurna yaiku
sajatining sipatIngsun.
Nasehat ke-6 Pembuka tahta dalam baitulmuqaddas
Sesungguhnya AKU bertahta di dalam baitul muqaddas, itu rumah tempat kesucianKU,
berdiri di penis/alat kelamin (konthol) adam. Yang ada di dalam penis itu buah
pelir (pringsilan), di antara pelir itu nutfah yaitu mani, di dalam mani itu
madi, di dalam madi itu wadi, di dalam wadi itu manikem, di dalam manikem itu
rahsa, di dalam rahsa itu AKU. Tidak ada Tuhan kecuali AKU dzat yang meliputi
keberadaan sesungguhnya, berdiri di dalam nukat gaib, turun menjadi johar awal,
di situ keberadaan alam ahadiyat, wahdat, wahidiyat, alam arwah, alam misal,
alam ajsam, alam insan kamil, jadinya manusia sempurna yaitu sejatinya sifatKU.
Nasehat ini menyatakan bahwa ALLAH bertahta di baitul muqaddas atau baitul
maqdis yang merupakan tempat suciNYA yang berada di alat kelamin manusia yang
tersusun atas hal-2 sebagai berikut :
Pertama pelir, yang berisi nutfah atau mani
Madi yang merupakan sari dari mani
Wadi sebagai sari dari madi
Manikem sebagai sari dari wadi
Di dalam manikem ada rahsa
Di dalam rahsa ada AKU.
Di sini disebutkan pula bahwa manusia sempurna adalah sebagai perwujudan
sifatNYA dan terbentuk melalui tujuh tahapan alam yang dilaluinya, biasa dikenal
dengan istilah martabat pitu atau martabat tujuh yaitu:
Pertama alam ahadiyah
Kedua wahdat
Ketiga wahidiyah
Keempat arwah
Kelima misal
Keenam ajsam
Ketujuh insan kamil (manusia sempurna).
Wejangan ke-7 Panetep santosaning iman
Ingsun anekseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun lan anekseni Ingsun
satuhune muhammad iku utusan Ingsun
Nasehat ke-7 Penetapan iman sentosa
AKU menyaksikan bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali hanya AKU dan AKU
menyaksikan sesungguhnya muhammad itu adalah utusanKU.
Dalam nasehat ini Allah menyatakan kesaksianNya yang ditujukan kepada makhluk
ciptaanNya, bahwa tidak ada tuhan lain kecuali hanya Dia semata, dan Muhammad
adalah benar-benar rasul atau utusanNya.
Wejangan ke-8 Sasahidan
Ingsun anekseni ing DatIngsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun,
lan anekseni Ingsun satuhune muhammad iku utusanIngsun. Iya sejatine kan aran
Allah iku badanIngsun, rasul iku rahsaNingsun, muhammad iku cahayaNingsun. Iya
Ingsun kang urip tan kena ing pati, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya
Ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kaanan jati, iya Ingsun kang
waskitha, ora kasamaran ing sawiji-wiji. Iya Ingsun kang amurba amisesa, kang
kawasa wicaksana ora kekurangan ing pakerthi, byar sampurna padhang terawangan,
ora karasa apa-apa, ora ana katon apa-apa, amung Ingsun kang anglimputi ing alam
kabeh kalawan kodratIngsun
Nasehat ke-8 Sahadat / kesaksian
AKU menyaksikan pada DzatKU sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali AKU,
dan menyaksikan AKU sesungguhnya muhammad itu utusanKU. Sesungguhnya yang
bernama Allah itu badanKU, rasul itu rahsaKU, muhammad itu cahayaKU. AKUlah yang
hidup tidak bisa mati, AKUlah yang ingat tidak bisa lupa, AKUlah yang kekal
tidak bisa berubah dalam keberadaan yang sesungguhnya, AKUlah waskita, tidak ada
tersamar pada sesuatu pun. AKUlah yang berkuasa berkehendak, yang kuasa
bijaksana tidak kurang dalam tindakan, terang sempurna jelas terlihat, tidak
terasa apa pun, tidak kelihatan apa pun, kecuali hanya AKU yang meliputi alam
semua dengan kuasa (kodrat)KU.
Nasehat ini merupakan penutup yang berupa sahadat atau penyaksian. Nasehat
pertama sampai dengan kedelapan merupakan satu rangkaian yang tidak boleh
diputus, sebab jika terputus maka pemahamannya akan berkurang.
Layang Djojobojo
Sabdhoning Gusti kang disampekake marang
Djoborolo, Mokoholo, Hosoropolo, Hodjorolo,
kanggone bongoso Djowo.
Catatan :
Budine kahuripan (Djoborolo).
Rosone kahuripan (Mokoholo).
Pikirane kahuripan (Hosoropolo).
Sukmane kahuripan (Hodjorolo).
Budine Kahuripan
( Djoborolo: 1 )
Gusti engkang welas asih lan moho witjaksono, engkang nyiptakake langet lan bumi
sarto isinipon. Lan iki kang dadi sabdhoning Gusti, kang wiwitan kang ngutos aku
maringi warto marang bongso Djowo.
( Djoborolo: 2 )
Supoyo siro bongso Djowo, biso maringi pangerten marang bongso Djowo, ugo djalmo
manungso kang ono ing djagat iki. Supoyo djalmo manungso kuwi biso nenuwon
marang Gusti, kang moho kuwoso. Anangeng djalmo manungso kuwi ora tahu pertjoyo
deneng Gusti kuwi, kang pareng urep lan matine kabeh djalmo, lan iki sabdhoning
Gusti. .
( Djoborolo: 3 )
Djoborolo pareng dawoh: Gusti uwes maringi sabdho marang bongso Djowo, ugo
djalmo manungso liyane. Supoyo djalmo manungso kuwi biso mangerteni marang
kuwasane Gusti.
( Djoborolo: 4 )
Lan Gusti bakal masang tali marang gulune bongso Djowo ugo djalmo manungso
liyane, kang nglalekake marang opo kang dadi peparingane Gusti. Lan Gusti pareng
dawoh: siro kabeh bakal songgowang lan lali, marang asal – usol siro, ugo marang
asmone Gusti kang moho sutji.
( Djoborolo: 5 )
Palang kang manggon ono ing ngarep lan mburine kahuripan siro bongso Djowo, ora
bakal biso sirno. Yen siro kuwi ora mangerteni marang opo kang dadi pendjalukhe
Gusti.
( Djoborolo: 6 )
Amergo kuwi, uripheng bongso Djowo, ugo djalmo manungso kang ono ing djagat iki,
kang ora pertjoyo marang Gusti. Bakal nemokake kasengsaran kang gede, yen Gusti
kuwi uwes misahake sukmo lan ragane djalmo manungso. Lan pangomongan kang uwes
diparengake Gusti marang djalmo manungso, bakal disuwon Gusti, bali ono ing
ngarsane Gusti kang moho sentoso.
( Djoborolo: 7 )
Gusti pareng dawoh: Siro bongoso Djowo kang ngrungokake opo kang dadi
pendjalukhe Gusti. Opo wahe kang mbok suwon Gusti bakal maringi, lan djalmo
manungso bakal manot marang ngendikane siro, senadjan Gusti kuwi ora biso
didelok nganggo mripate manungso, awet Gusti kuwi ora katon udjute. Nangeng yen
siro pertjoyo, siro biso ndeleng pangutjapane.
( Djoborolo: 8 )
Gusti kang pareng pangaksumo dumateng djalmo manungso, kang wonten ing djagat
meniko. Sedjatine Gusti arep maringi kahuripan maneh, kanggone djalmo manungso
kang uwes sedoh. Lan semono ugo, olo betjikhe manungso uwes Gusti tules ono ing
layang kang moho nyoto.
( Djoborolo: 9 )
Gusti pareng dawoh: Aku ngutos Djoborolo ora liyo, supoyo biso maringi warto
marang bongso Djowo, kang iseh durong biso nyebot asmoku Gusti, supoyo bongoso
Djowo kuwi biso nduweni pangelingan marang aku.
( Djoborolo: 10 )
Anangeng bongoso Djowo kuwi tansah mbantah, marang opo kang dadi peparingane
Gusti. Nganti akhire bebayan kuwi teko, manggon ono ing kahuripane bongoso Djowo
kanggo sak mbendinane. Awet bongso Djowo uwes ora tahu maneh, nduweni
pangelingan kanggo nggolekhi asal – usule, nganti sak ikine.
( Djoborolo: 11 )
Gusti pareng dawoh: Aku uwes maringi pitutor marang Djoborolo, ugo maringi
pitutor marang ukume bongoso Djowo kang uwes tak tules ono ing layang Djojobojo.
Supoyo bongso Djowo kuwi biso melu marang dalanku kang tenanan, lan nyebot
asmoku: Moho kuwoso Gusti engkang pareng sedantenipon dumateng kawulo. Anangeng
siro bongoso Djowo, malah nyalahake aku. Sedjatine siro dewe kang nggolekhi
kasengsaran kuwi, sebab ora ngrungokake marang pangomonganku.
( Djoborolo: 12 )
Moho kuwoso Gusti, engkang nyempurnakake udjute Ingsoen kang pantjer, ugi kuwoso
pareng sedulor papat kang ndjogo Ingsoen rino klawan wengi. Opo kuwi pantes
mungguhing siro bongso Djowo, nyembah aku Gusti nganggo bohosone wong liyo, sak
untoro siro dewe mangerteni, deneng aku iki Gusti kang nggawe kahuripan, ugo
kang nggawe patine siro.
( Djoborolo: 13 )
Duh Gusti engkang moho witjaksono. Tjahyonipon rino pandjenengan sampon sirno,
bali marang udjute wengi sangkeng kuwoso pandjenengan. Slametake Ingsoen ing
dalu meniko, sirnakake bebayan kang tansah anggudo kawulo, slamet sangkeng
kuwasanipon pandjenengan. Opo kuwi pantes kanggone siro bongso Djowo, ora
nyembah Gusti kang pareng sabdho kanggone siro. Lan sabdhoning Gusti kang uwes
temuron kanggo djalmo manungso kang ono ing djagat iki, ora bakal biso diowahi.
Lan semono ugo ukumane Gusti kanggone bongoso Djowo.
( Djoborolo: 14 )
Gusti pareng dawoh: Yen siro ing bebayan bongso Djowo, nenuwono siro kabeh
marang aku, lan nyebuto asmoku: Gusti engkang welas asih, lan moho witjaksono,
kang ngabulake opo kang dadi pendjalukhe kawulo.
( Djoborolo: 15 )
Gusti kang moho sutji lan moho kuwoso, kang nggawe urep lan matine djalmo
manungso. Amergo kuwi rungokake pangomongane Djoborolo kang dadi utusanku, kang
pareng warto kanggone siro bongso Djowo. Supoyo ing tembe mburine, siro kabeh
ora keno murkaku, yen aku iki uwes misahake sukmo lan rogo siro.
( Djoborolo: 16 )
Moho kuwoso Gusti kang nyiptakake langet lan bumi, sarto isinipon. Supoyo siro
biso mangerteni marang kahuripan liyane kang ono ing djagat iki, kang ora biso
didelok nganggo pikirane djalmo manungso, lan iki bakal dadi kasunyatan. Yen
siro kuwi mangerteni marang kuwasane Gusti kang moho sutji.
( Djoborolo: 17 )
Awet opo kang diutjapake Gusti, bakal dadi kasunyatan. Lan semono ugo, ora ono
sidjiho djalmo manungso utowo djalmo setan kang biso ngalang – ngalangi
kekarepane Gusti. Awet kuwi, sak durunge murkane Gusti kuwi teko, rungokake opo
kang dadi wekasanku iki, marang siro kabeh bongso Djowo.
( Djoborolo: 18 )
Anangeng amergo witjaksanaku kang gede, kang diparengake Gusti, marang aku. Aku
iseh tansah maringi warto kang betjik marang siro bongoso Djowo, supoyo siro
biso nduweni kahuripan kang sempurno, yen siro kuwi biso mangerteni marang
Gusti.
( Djoborolo: 19 )
Lan pangomonganku iki, yen disampekake marang bongso Djowo liyane kang durong
mangerteni marang Gusti. Opo siro ora wedi, marang siksane Gusti kang bakal
teko, yen siro kuwi naliko uripe tansah mbantah marang kuwasane Gusti.
( Djoborolo: 20 )
Gusti pareng dawoh: Ora ono sidjiho utjapan kang bener soko djalmo manungso opo
wahe, kang ono ing djagat iki, ketjobo pangomongane Djoborolo kang tak utos
pareng warto marang siro bongso Djowo. Aku Gusti kang moho mreksani, kang
sedjatine sabdhoku iki uwes tak tules ono ing layang Djojobojo. Nangeng bongso
Djowo kuwi nglalekake marang wedjanganku iki.
Djoborolo: 21
Gusti engkang welas asih lan moho witjaksono. Djalmo opo wahe kang ono ing
djagat iki, kang katon utowo kang ora katon bakal tundok marang aku. Moho kuwoso
Gusti, kang pareng kasempurnan dumateng udjuting kawulo kang moho sutji.
Djoborolo: 22
Siro bongso Djowo, sedjatine uwes mangerteni marang kuwasaku, deneng Gusti
ngutos aku supoyo biso maringi warto marang siro kabeh bongso Djowo. Anangeng
wekasane Gusti kang apek iki malah siro tinggalake, lan siro ugo lali marang
aku.
Djoborolo: 23
Tjubo dipiker kang tenanan, marang pangomonganku iki. Siro ditjiptakake Gusti,
soko: Lemah, geni, banyu, lan angin, bandjor teko udjute siro kang moho sutji
ing bumi mulyo iki. Awet siro djalmo manungso djowo kang wiwitan, kang teko ono
ing djagat iki, kang nggowo kuwasane Gusti, kang 35 dino.
Djoborolo: 24
Anangeng siro bongoso Djowo, ora tahu mangerteni marang peparingane Gusti. Kang
uwes ditotho kanggone siro kabeh bongso Djowo, naliko siro kuwi iseh mandjeng
ono ing bumi sutji.
Djoborolo: 25
Gusti pareng dawoh: Yen Gusti ndeleng kahuripane siro bongso Djowo, kahuripane
siro kabeh nggawe nelangsane Gusti. Sedjatine siro kuwi mangerteni, deneng Gusti
kuwi kang maringi, sak kabehe marang kahuripan siro.
Imajiner Nuswantoro