ILMU SEJATI
ꦆꦭ꧀ꦩꦸꦱꦼꦗꦠꦶ
Ilmu Sejati adalah sebuah pelajaran spiritual tentang penjelajahan untuk menyingkap misteri alam gaib yang biasanya dipelajari oleh orang-orang yang ingin menguasainya dengan cara-cara tertentu yang dalam masyarakat Jawa disebut lelaku.
Dari hasil pengalaman saya setelah lama menelusuri berbagai berbagai macam metode lelaku dari beberapa paranormal asli Jawa, akhirnya saya bisa menyimpulkan dasar-dasar utama mereka dalam mempelajari ilmu gaib Jawa atau disebut ngelmu kejawen.
Sebelum mereka mempelajari ilmu kadigdayan baik itu ilmu kanuragan atau ilmu gaib metafisika apapun, dalam pelajaran asli orang Jawa mereka diharuskan lebih dulu mengenali jati diri, siapa diri kita sesungguhnya. Ini adalah permulaan atau dasar bagi seseorang yang ingin mempelajari ilmu Jawa.
Dalam proses mencari jati diri ini tidak mudah, karena memerlukan ketekunan dan kesabaran yang luar biasa dalam melatih diri untuk tirakat, yaitu tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan, misalnya harus menghindari perbuatan maksiat dan sejenisnya. Dalam tahap ini harus ada guru pembimbing dari manusia.
Proses ini meliputi perjalanan spiritual untuk menemukan kembaran diri, yaitu sedulur papat limo pancer kakang kawah adi ari-ari. Ini merupakan pembentukan wadah atau pondasi yang kokoh agar kuat dalam menerima ilmu apapun nantinya. Jika tidak melakukan langkah awal ini, maka dikhawatirkan orang yang belajar ilmu jawa akan dikendalikan oleh ilmu mereka sendiri nantinya dan ini bisa berakibat tidak baik, misalnya akan menjadi orang jahat atau bisa juga bingung dan linglung, bahkan bisa gila.
Kenapa kalau sudah menemukan jadi diri dianggap aman ketika mendapat ilmu kesaktian lainnya? Karena jika sudah berhasil menemukan jati diri, maka gurunya sudah bukan manusia lagi, melainkan guru sejati yang ada pada diri sendiri. Dalam istilah jawa disebutkan Guru Sejati Dumunung Ono Ing Telenging Ati, artinya guru yang akan kita tanya ataupun yang akan selalu mengingatkan kita adalah hati kita sendiri yang sudah kita kenali.
Bagaimana caranya guru sejati mengingatkan atau menjawab pertanyaan kita ? Inilah misteri yang paling dicari dan paling dibutuhkan oleh semua orang. Guru sejati adalah roh yang memiliki wujud dan bisa diajak berdialog dengan kita, tidak bisa diajak dialog oleh orang lain, wajahnya juga seperti kita, yang bisa menemuinya hanya kita sendiri.
Dalam istilah jawa guru sejati disebut kakang kawah, yaitu saudara tertua yang selalu mengajak berbuat baik. Dalam wujud fisik, kakang kawah adalah air ketuban yang pecah sebelum kita lahir untuk memberikan jalan kepada si jabang bayi, kemudian disusul bayi atau pancer, selanjutnya disusul ari-ari atau batur, yang berstatus sebagai adik karena keluarnya paling terakhir.
Menurut para pakar ilmu kejawen, kakang kawah dan adi ari-ari jumlahnya ada empat dan wajahnya semuanya seperti kita, masing-masing menempati empat penjuru mata angin, yang paling tua kakang kawah berada di timur, dan yang lainnya berada di selatan, barat dan utara, kemudian yang di tengah adalah pancer atau kita sendiri. Mereka berkumpul menghadap kearah kita dengan tujuan menjaga kita oleh perintah Gusti engkang murbeng dumadi, yaitu Tuhan yang maha esa.
Jika kita sudah gawok (sudah mengenal mereka), kita bisa berdialog dengan mereka kapanpun dan dimanapun, karena mereka selalu menemani kita sejak dalam kandungan hingga mengantarkan kita menghadap yang maha kuasa kelak.
Keempat saudara kita ini menempati dimensi alam yang berbeda-beda, kakang kawah berada di dimensi tertinggi, yaitu berada di posisi paling atas dan lebih tinggi dari segala makhluk ciptaan tuhan lainnya. Kakang kawah inilah yang menjadi target utama untuk kita temui. Jika sudah pernah menemui kakang kawah di langit tertinggi yang dalam bahasa jawa disebut awang-awang uwung-uwung, maka kita bisa melihat semua makhluk-makhluk yang berada di level dibawahnya, seperti adi ari-ari dan ribuan alam gaib lainya.
Menurut para pakar ilmu kejawen, jika sudah berada di level ini kita dengan mudah bisa menemui adi ari-ari, dan jika kita bisa menyatukan mereka dengan diri kita, maka kita memperoleh sabdo pandito ratu, yaitu kesaktian yang tiada tandingannya, bahkan apapun yang kita ucapkan bisa terkabul atas kehendak yang maha kuasa, kurang lebih begitu.
Ritual orang-orang Jawa untuk menemui sedulur papat limo pancer ini dilakukan dengan cara rogosukmo, yaitu proses melepas sukma keluar dari tubuh untuk berangkat menuju alam roh yang berada di papan paling atas, dimana akan melintasi alam jin, alam kubur, dan ribuan alam ciptaan tuhan lainnya dengan kecepatan kilat menembus sinar menyilaukan dan tidak boleh berhenti hingga sampai bertemu dengan guru sejati di alam paling atas tersebut. Rogosukmo dilaksanakan dengan bertapa tengah malam menghadap ke arah timur dengan memusatkan segenap rasa dan pikiran ke dalam batin, karena mereka mertopo ing sajroning sir, yaitu mereka berkumpul di dalam hati kita.Tapi ritual ini tidaklah mudah, karena memerlukan ketekunan dan kesabaran dalam duduk bersila.
Jika sudah mencapai titik kesempurnaan ketika sedang bersemedi atau bersila, maka kita akan mulai merasakan perpindahan alam, dimana kita mulai melihat penampakan alam yang samar, kemudian semakin jelas dan diikuti munculnya sebuah sinar kecil dan kemudian membesar hingga membelalakkan mata sampai kita terhisap kedalamnya sehingga terbawa dan menembus sinar itu dengan kecepatan yang mendebarkan jantung. Dan sampailah kita disuatu tempat yang paling akhir. Disitulah kita akan bertemu dengan jatidiri kita yang sesungguhnya. Berikutnya kita bisa menemui saudara-saudara sejati yang lainnya yang berada di dimensi di bawahnya, dan juga bisa memasuki berbagai alam gaib lain-lainnya.
Jika sudah berhasil menemui sedulur papat limo pancer dan bisa berdialog dengan sempurna dengannya, maka barulah kita bisa belajar memperdalam ilmu-ilmu ghaib lainnya, karena menurut tradisi jawa, menemui sedulur papat limo pancer merupakan modal dasar atau pelajaran awal dalam menyiapkan wadah yang kokoh untuk menerima segala ilmu, sehingga seseorang tidak akan di kuasai atau dikendalikan oleh ilmunya sendiri nantinya.
Tetap kukuh dengan pemahamannya manunggaling kawulo Gusti menyatunya Tuhan dengan manusia.
Ia hanya membabar ilmu hakikat hidup.
Ia merasa kehadiran Allah sangat dekat. Allah lebih dekat daripada urat leher. Ia menganggap hidup adalah kematian, sedangkan mati adalah kehidupan. Hidup yang tak tersentuh oleh kematian, itulah kehidupan sejati.
Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus sunyi dari pamrih. Tak boleh dengki. Bebas dari kekalutan dan kecemburuan. Hati dan pikiran jadi satu, tak ada konflik batin. Hening atau diam adalah usaha manusia untuk tidak menimbulkan riak kenegatifan dalam hidup.
Bila manusia sudah mampu mewujudkan pribadinya seperti itu, dia tak akan merasa lelah atau sakit dalam menempuh kehidupan. Suka-duka yang dialami, itu karena manusia kehilangan jati dirinya. Jiwanya lagi kosong. Belum bersih dan pasrah.
I. Pangreksaning Tékat (Duwéni Tékad/Ketegasan) :
1. Ojo Sudo Pandelengé (Percaya Diri)
Tegesipun : Sampun ngantos héwuh rikuh utawi pekéwuhan tiningalan ing liyan, bakal hangilangaké kasudirané utawa kepurunan. (Ojo ngétok-ngétoké kekurangané).
2. Ojo nganti gempal atiné
Tegesipun : Alit ing manah, bakal hangilangaké ajiné – umpomo gegaman hilang ampuhé.
II. Bebekaning Gesang 2 Bab, kados ing ngandap puniko :
A. Bekaning Rogo, mengku limo (5) warni :
1. Olah Carobo (Ceroboh/Sembrono)
2. Lampah Nisto (Tukang ngapusi)
3. Lampah dêgsurå, (arogan, menangan dewé, adigang adigung adiguno, rumongso pinter dewé)
4. Keset sungkanan (Malas/Sungkanan)
5. Lumuh nastopo pujo beroto (menunda-nunda perintah/gawéyan)
B. Bekaning Jiwo, mengku limo (5) warni :
1. Hangumbar nafsu howo (ngumbar nafsu pribadi)
2. Hangumbar suku pirenaning galih (sakarepé déwé/gelemé déwé)
3. Hambeg hangkoro murka (angkoro murko, serakah)
4. Doro poro cidro (mblenjani janji)
5. Pitenah hanganioyo (pitnah ning liyan, nganioyo)
III. Péngét Piwulang PONCO WISOYO, yén Ketaman :
1. Sakiting Badan hangestiyo trimo, temen, rilo, legowo.
2. Rekaosing Badan hangestiyo betah mengangkah, lembah, memanah.
3. Pepetenging Manah hangestiyo heneng hening, awas héling.
4. Sesakiting Manah hangestiyo toto, titi, teteg, hangati-ati.
5. Pakeweting Manah hangestiyo kendel, netel, ngandel kumandel.
IV. Hanetepono dateng sembah 5 (toto kromo) :
1. Bopo Biyung / Romo Lan Ibu : Puniko hingkang dados lantaran tumitah wonten dhonyo.
2. Morosepuh Jaler Esteri : Puniko hingkang paring kasenengan wonten dhonyo.
3. Sadhérék Sepuh : Puniko minongko gentosipun tiyang sepuh/bopo biyung.
4. Ratu : Hinggih puniko kedah miturut hingkang dados prapentahanipun nagari Republik Indonesia (hingkang paring tedo, hingkang ngasto panguwoso).
5. Guru : Puniko hingkang paring piwulang kasagetan hingkang leres- leres mrih padang manahipun kangge gesangipun wonten dhonyo awal – akhir.
V. Hanglampahono :
1. Sabar
2. Tawakal
3. Rilo
4. Narimo
5. Temen
VI. Asiho dateng sesamine gesang (mboten bhéda-bhédaaken marang liyan)
VII. Sak saget-sageté anyegaho lampah maksiat (pakareman 5 bab) :
1. Madat
2. Madon
3. Minum
4. Maling
5. Main
VIII. Sak saget-sageté anyegaho sarto anyingkirono kalakuan kados ing ngandap puniko :
1. Drengki (dengki)
2. Sréi (serik ati)
3. Irén (iri)
4. Mérén (meri)
5. Dahwén (nuduh-2/nyongko tanpo bukti)
6. Panastén (panas hati)
7. Kumingsun (ngomél-ngomél/ngamuk karepé dewé)
8. Jail
9. Mutakil (Petakilan)
10. Basiwit (Sewot)
11. Pitenah (Fitnah)
12. Nganioyo
13. Tanduk limpat pitenah dateng sesami (adu domba)
IX. Sak saget-sageté anyegaho dateng lampah utawi kelakuan dateng pangiwo :
Memundhi kayu watu sarto miturut dateng gugon tuhon sesaminipun. Hinggih puniko nyekutuaken marang kang gawé urip – tegesipun nyepélekaké dateng kuwasaning Gusti Pangeran.
X. Sak saget-sageté anglampahono kados ing ngandap puniko :
Tapaning Rogo mengku 7 bab :
1. Nétro (Mripat)
Cegah saré, jakatipun mboten ningali sak warnining pamrih.
2. Karno (Kuping)
Cegah nafsu, jakatipun mboten mirengaken wiraos awon (élék).
3. Grono (Irung)
Cegah Ngunjuk, jakatipun mboten hangisep awoning tiyang.
4. Tutuk (lambe)
Cegah dahar, jakatipun mboten angraosi awoning tiyang.
5. Asta (Tangan)
Cegah Ing Slimut, jakatipun mboten angsal anggebug marang asto.
6. Zakar (Kemaluan)
Cegah Ing Syahwat, jakatipun mboten ambandrek jino (zinah).
7. Suku (Sikil)
Cegah Lumampah pandamel Awon, jakatipun remeno lumampah pandamel sae.
Tapaning Jiwo mengku 7 bab :
1. Badan Andap asor, Jakatipun remeno pendamel ingkang saé
2. Manah Narimo, Jakatipun mboten anggadahi panginten awon
3. Napsu Rilo, Jakatipun sabar cobo bilahi
4. Nyowo Temen, Jakatipun mboten dahwen monosiko
5. Roso Heneng, Jakatipun kendel hanelongso
6. Cahyo Utomo, Jakatipun hening
7. Atmo Awas, Jakatipun Heling
- Sing sopo maido ing pandhito, popo sengsoro kang tinemu
- Sing sopo maido ing guru, bakal tompo karusakan umpomi bolo pecah dumawah ing selo remuk ajur
- Sing sopo nglirwakaké pituturing wong tuwo kang bener-bener, wus temtu nglakoni keli sadurungé kecemplung banyu
- Ojo podo hambedakaké marang sak podo-podo
- Ojo podo hambedaaké marang liyo bongso
- Ojo podo poyok pinoyok marang sakabehing agomo sarto sakabéhing kaweruh sarto tekating liyan
Manungso lahir iku dibarengi sedulur papat (4) sing jenengé :
1. Amarah, asalé soko kawah
2. Supiah, asalé soko welat/maras
3. Mutmainah, asalé soko jantung/kunir
4. Aluamah, asalé soko limpo/ari-ari
Mulané menungso urip iku dijangkungi karo sedulur papat kuwi mau :
– yén menungso dikuasai Amarah gawé menungso kuwi duwéni sifat tukang bunuh wong, nganioyo wong, mentungi/ngantemi wong sakarepé dewé
– yén dikuasai Supiah gawé menungso kuwi ngumbar kasenengan karo lawan jenis
– yén dikuasai Mutmainah gawé menungso kuwi tumindak kebaikan (tetulung marang liyan/ringan tangan)
– yén dikuasai Aluamah gawé menungso kuwi kesenengan sing énak-énak (mangan turu énak)
Kanggo ngatasi sedulur papat kuwi mau hanglampahono :
1. Sabar, tegesé jembar hambeg kepala.
2. Tawakal, tegesé tatag hambeg prajurit.
3. Rila, tegese ikhlas hambeg pandhito.
4. Narima, tegese sumeleh hambeg kawulo.
5. Temen, tegese prasojo hambeg guru.
Imajiner Nuswantoro